Dalam antropologi, upacara keagamaan dikenal dengan istilah ritus. Ritual dilakukan
untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari suatu pekerjaan. Suatu upacara,
seperti persembahan, sesajen, ibadat keagamaan ini biasa tidak dipahami alasan ekonomis,
rasional, dan pragmatisnya. Hal ini dilakukan oleh umat beragama dan masyarakat primitif
dari dahulu sampai sekarang dan yang akan datang. Ritus berhubungan dengan kekuatan
supernatural dan kesakralan sesuatu. Karena itu, istilah ritus atau ritual dipahami sebagai
upacara keagamaan yang berbeda sama sekali dengan yang natural. Banyaknya upacara ritual
dan sesajen dalam masyarakat, mengingatkan bahwa kehidupan mereka tidak terlepas dari
rangkaian ritus. Memberikan sesajen adalah ritus yang dilakukan terhadap sesuatu yang
dianggap penting. Adapun 4 kasus religi (sistem kepercayaan) yang berkaitan dengan
antropologi maritim yaitu:
Masyarakat dan kebudayaan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan karena segala
sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki
oleh masyarakat itu sendiri. Karakteristik masyarakat juga dapat ditentukan oleh
karakteristik kebudayaan. Kelompok 7 telah menjelaskan mengenai bagaimana
system kepercayaan dan ritual-ritual yang biasa dilakukan di beberapa daerah pesisir.
Kelompok tujuh mengambil beberapa contoh kasus seperti sedekah laut, rokat desa,
dan mbule-mbule. Hal ini membuktikan bahwa di daerah pesisir sering kali masih
dilakukan upacara-upacara keagamaan. Ritual-ritual yang dilakukan masyarakat di
daerah pesisir tidak lepas dari unsur kepercayaan dinamisme dan animisme yang
merupakan warisan dari kepercayaan leluhur. Setiap adanya prosesi ritual selalu
dikaitkan dengan kepercayaan-kepercayaan mistis, yang terjadi diberbagai pulau di
Indonesia. Hal itu dilakukan turun temurun dari nenek moyangnya dan dilakukan
pada bulan-bulan tertentu maupun pada waktu-waktu yang dianggap sebagai waktu
yang perlu dilaksanakan ritual. Bentuk-bentuk tradisi sedekah laut yang masih sering
dilakukan masyarakat adalah menyediakan sajian-sajian. Berbagai resiko yang
dialami oleh nelayan, membuat nelayan melakukan ritual tradisi sedekah laut sebagai
tolak bala dengan tujuan untuk mencegah timbulnya musibah yang akan terjadi
nantinya sekaligus sebagai ungkapan rasa syukur atas segala nikmat dan keberkahan
yang telah mereka peroleh selama ini serta supaya hasil tangkapan menjadi lebih
banyak. Selain itu masyarakat pesisir juga masih percaya bahwa ketika mereka
melakukan berbagai macam ritual mereka akan merasakan aman sedangkan ketika
mereka tidak melakukannya maka mereka akan merasa cemas dan berfikir akan
terjadi musibah nantinya.
Daftar Pustaka
https://www.google.com/amp/s/budayaindonesiablog.wordpress.com/2014/01/20/tradisi-
sedekah-laut-di-jawa/amp/
Eviyanti, J. La, dan S.S.Rahmat, 2018, “Bhangka Mbule-mbule: Tradisi Tolak Bala Pada
Masyarakat Di Kelurahan Mandati Kecamatan Wangi-wangi Selatan Kabupaten
Wakatobi”, Jurnal Kerabat Antropologi, vol. 2, no. 1