Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ISU-ISU PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

MATA KULIAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DOSEN:
Dr. APRINA, S.Kp., M.Kes.

DISUSUN OLEH:
Kelompok 8

Qurrota A’yun Nurhasanah 1914301096


Berliana Oktavia 1914301081
Elva Nuri Sakinah 1914301056
Putra Zulfijar Febiantoni 1914301078

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
pada mata kuliah Pemberdayaan Masyarakat. Makalah ini yang berjudul “Isu-Isu
Pemberdayaan Masyarakat.”
Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen kami, Ibu Aprina, S.Kp., M.Kes. serta
teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide sehingga makalah ini dapat
disusun dengan baik.
Kami berharap, makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun supaya makalah
selanjutnya dapat lebih baik lagi.

Bandar Lampung, 03 Februari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................1

1.3 Tujuan........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

2.1 Pengertian.......................................................................................................................3

2.2 Isu-Isu Strategis..............................................................................................................4

2.2.1 Penurunan Angka Stunting...............................................................................4

2.2.2 Kematian Ibu dan Anak....................................................................................7

2.2.3 Perbaikan Pengelolaan Sistem JKN.................................................................8

2.2.4 Penguatan Pelayanan Kesehatan......................................................................9

2.2.5 Isu Terkait Obat dan Alat Kesehatan............................................................11

2.2.6 Isu-Isu Strategis Lainnya................................................................................11

BAB III PENUTUP................................................................................................................13

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, melalui beberapa kegiatan antara lain peningkatan prakarsa
dan swadaya masyarakat, perbaikan lingkungan dan perumahan, pengembangan usaha
ekonomi desa, pengembangan Lembaga Keuangan Desa, serta kegiatan-kegiatan yang
dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menaikkan hasil produksinya.
Pemberdayaan masyarakat sebagai tindakan sosial dimana penduduk sebuah
komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif
untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan
kemampuan dan sumber daya yang dimilikinya. Masyarakat miskin seringkali merupakan
kelompok yang tidak berdaya baik karena hambatan internal dari dalam dirinya maupun
tekanan eksternal dari lingkungannya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat
menjadi salah satu pilar kebijakan penanggulangan kemiskinan terpenting. Isu-isu
kemiskinan pun senantiasa cocok diselesaikan akar masalahnya melalui pendekatan
pemberdayaan masyarakat.
Program-program pemberdayaan terhadap individu dan masyarakat secara umum
telah berlangsung, tetapi hasil nyata dari program tersebut belum cukup kelihatan.
Masyarakat masih belum cukup memiliki akses yang sama terhadap sumber-sumber yang
dibutuhkannya, mencakup ekonomi, politik, pendidikan, hukum, dan sebagainya. Hal ini
mengesankan masih adanya kendala struktural yang merintangi masyarakat untuk
mendapat kesempatan yang adil dalam berbagai bidang kehidupan di atas.
Pemberdayaan dari sisi struktural-masyarakat merupakan bentuk yang paling krusial
karena menyangkut aspek yang luas serta berpengaruh terhadap berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Pada ranah ini partisipasi masyarakat dalam pembangunan akan
berpengaruh luas terhadap tumbuhnya kemandirian dan keberdayaan masing-masing
anggota masyarakat sehingga timbul isu-isu di dalam pemberdayaan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pemberdayaan masyarakat?
2. Bagaimana isu-isu strategis dalam pemberdayaan masyarakat?
1
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian pemberdayaan masyarakat.
2. Mahasiswa mampu memahami isu-isu strategis dalam pemberdayaan masyarakat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Ledwith (2005) mengemukakan ada empat dimensi yang terdapat dalam
pemberdayaan masyarakat, yakni:
1. Pemberdayaan personal yang meliputi pembelajaran secara individual, pengetahuan,
kepercayaan diri dan skill.
2. Aksi positif mencakup kegiatan yang berhubungan dengan kemiskinan, kesehatan, ras,
gender, ketidakmampuan dan berbagai aspek diskriminasi struktur kekuasaan yang
dominan.
3. Organisasi kemasyarakatan, mencakup jarak, kualitas dan keefektifan kelompok
masyarakat, hubungan satu sama lain serta dengan lingkungan yang lebih luas lagi.
4. Partisipasi serta keikutsertaan dalam mensukseskan perubahan dalam masyarakat.
Mengacu pada pandangan Ledwith di atas, keempat dimensi dalam pemberdayaan
masyarakat tersebut menjadi dasar dalam upaya pengembangan masyarakat. Barr dan
Hashagen (2000) dalam Ledwith (2005) membuat indikator untuk mengevaluasi
pengembangan masyarakat yang disebut ABCD model, dimana keempat dimensi
pemberdayaan masyarakat ini menjadi dasar utamanya. isu pemberdayaan (empowerment)
dianggap merupakan jalan keluar yang tepat untuk merekonstruksi pembangunan masyarakat
dewasa ini.
Program-program pemberdayaan terhadap individu dan masyarakat secara umum
telah berlangsung, tetapi hasil nyata dari program tersebut belum cukup kelihatan.
Masyarakat masih belum cukup memiliki akses yang sama terhadap sumber-sumber yang
dibutuhkannya, mencakup ekonomi, politik, pendidikan, hukum, dan sebagainya. Hal ini
mengesankan masih adanya kendala struktural yang merintangi masyarakat untuk mendapat
kesempatan yang adil dalam berbagai bidang kehidupan di atas.
Menguatnya isu demokratisasi dan semangat civil society menyebabkan masyarakat
semakin mendapatkan tempat yang lebih luas, setidaknya dalam mengemukakan aspirasi dan
kebutuhannya yang merupakan fondasi bagi kebijakan pembangunan nasional. Dalam
konteks inilah, wacana pemberdayaan masyarakat perlu dikontekstualkan ke dalam kebijakan
pembangunan. Dengan demikian, kebijakan pembangunan nasional tidak hanya berfungsi
sebagai standar dan pemaksa yang menjamin adanya kesempatan yang sama bagi setiap
3
orang, melainkan juga mampu menyediakan ruang bagi pemberdayaan masyarakat, baik
dalam perumusan, strategi implementasinya maupun muatan program di dalamnya.
Ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok masyarakat telah menjadi diskusi
dan wacana akademis yang cukup hangat dalam dekade ini. Kelompok-kelompok tertentu
yang mengalami diskriminasi dalam suatu masyarakat seperti kelas ekonomi rendah,
minoritas etnis, wanita, penyandang cacat, dan sebagainya, adalah orang-orang yang
mengalami ketidakberdayaan. Menurut Berger dan Nenhaus (1977), struktur-struktur
penghubung (mediating structures) yang memungkinkan kelompok-kelompok lemah
mengekspresikan aspirasi dan menunjukkan kemampuannya terhadap lingkungan sosial yang
lebih luas, kini cenderung melemah.
Munculnya industrialisasi yang melahirkan spesialisasi kerja yang demikian dinamis
telah melemahkan lembaga-lembaga yang dapat berperan sebagai struktur penghubung antara
kelompok masyarakat lemah dengan masyarakat luas. Organisasi-organisasi sosial, lembaga-
lembaga keagamaan, dan lembaga keluarga yang secara tradisional merupakan lembaga
alamiah yang dapat memberikan dukungan dan bantuan informal, pemecahan masalah dan
pemenuhan kebutuhan para anggotanya, cenderung semakin melemah perannya. Oleh karena
itu, seringkali sistem ekonomi yang diwujudkan dalam berbagai bentuk pembangunan
proyek-proyek fisik.
Empowerment diartikan sebagai pemberian atau peningkatan kekuasaan (power)
kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung (disadvantage). Dalam literature
pelayanan kemanusiaan (human services), definisi pemberdayaan memiliki beberapa dimensi,
yaitu;
1. Proses pengembangan yang dimulai dengan pertumbuhan individual dan puncaknya
adalah perubahan sosial yang lebih besar.
2. Suatu keadaan psikologis yang ditandai oleh adanya peningkatan perasaan self-
esteem, eficacy, dan kontrol.
3. Pembebasan yang dihasilkan oleh gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan
politisasi ketidakberdayaan masyarakat, kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif
dari ketidakberdayaan untuk memeroleh kekuasaan dan merubah struktur yang masih
opresif.

2.2 Isu-Isu Strategis


2.2.1 Penurunan Angka Stunting

4
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi
kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak. Anak stunting juga memiliki
risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting
dan malnutrisi diperkirakan berkontribusi pada berkurangnya 2-3% Produk
Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.
Penurunan stunting memerlukan intervensi yang terpadu, mencakup intervensi
gizi spesifik dan gizi sensitif. Sejalan dengan inisiatif Percepatan Penurunan
Stunting, pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
(Gernas PPG) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2013
tentang Gernas PPG dalam kerangka 1.000 HPK. Selain itu, indikator dan target
penurunan stunting telah dimasukkan sebagai sasaran pembangunan nasional dan
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019 dan Rencana Aksi Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)
2017-2019.
Pemerintah telah menetapkan penurunan stunting sebagai prioritas nasional
yang dilaksanakan secara lintas sektor di berbagai tingkatan sampai dengan tingkat
desa. Berdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa
berkewajiban untuk mendukung kegiatan-kegiatan pembangunan yang menjadi
program prioritas nasional. Oleh karena itu, pemerintah desa diharapkan untuk
menyusun kegiatan-kegiatan yang relevan dengan penurunan stunting terutama
yang bersifat skala desa melalui pemanfaatan ana Desa-nya.
Sejak tahun 2015, Pemerintah Pusat telah menganggarkan Dana Desa yang
cukup besar untuk diberikan kepada desa-desa dan selalu meningkat jumlahnya
pada setiap tahun. Namun demikian, rata-rata alokasi Dana Desa yang digunakan
untuk kegiatan pembangunan yang terkait dengan penurunan stunting relatif masih
sangat kecil.
Rumah tangga 1.000 HPK (Masa 1000 hari pertama kehidupan terdiri atas 270
hari selama kehamilan dan 730 hari pada dua tahun pertama kehidupan buah hati)
yang merupakan sasaran utama dalam upaya penurunan stunting terintegrasi
keberadaannya ada di tingkat Desa. Artinya semua OPD (Organisasi Perangkat
Daerah) yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan penurunan stunting harus
berhubungan dengan pemerintah desa. Hal ini menunjukkan bahwa Desa

5
mempunyai peran penting dalam pelaksanaan intervensi penurunan stunting secara
terintegrasi. Pemerintah kabupaten/kota mempunyai kewajiban melakukan
pembinaan, pengawasan, dan pemberdayaan masyarakat desa. Dalam kaitan
dengan intervensi penurunan stunting terintegrasi.
Mempertimbangkan pentingnya ketersediaan dan keandalan data stunting (dan
status gizi secara umum) di tingkat kecamatan dan desa maka kegiatan ini
dilakukan secara rutin. Adapun opsi platform yang dapat digunakan
kabupaten/kota dalam pelaksanaan pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Posyandu
Idealnya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak pada kegiatan
Posyandu dilakukan rutin setiap bulan sekali oleh tenaga kesehatan dibantu oleh
KPM dan kader Posyandu. Namun untuk pengukuran panjang badan bayi dan
baduta (0-23 bulan) atau tinggi badan balita (24-59 bulan) dapat dilakukan
minimal tiga bulan sekali. Pengukuran stunting dilakukan dengan mengukur
panjang badan untuk anak di bawah dua (2) tahun dan tinggi badan untuk anak
berusia dua tahun ke atas dengan menggunakan alat antropometri yang tersedia di
Puskesmas (length measuring board dalam posisi tidur untuk anak baduta dan
microtoise dalam posisi berdiri untuk anak balita). Kedua alat ini harus dikalibrasi
secara rutin oleh tenaga kesehatan sebelum digunakan untuk quality assurance.
Umur anak harus dipastikan melalui catatan resmi seperti akta kelahiran atau buku
KIA.
Jika alat pengukuran atropomentri belum tersedia atau terbatas maka tikar
pertumbuhan dapat digunakan sementara sebagai alat deteksi dini risiko stunting.
Bersama Kader Posyandu dan/atau bidan, KPM memfasilitasi pengukuran tinggi
badan dengan Tikar Pertumbuhan di Posyandu. Tikar Pertumbuhan adalah
penilaian pertumbuhan secara kualitatif. Dari hasil pengukuran, anak yang
terdeteksi stunting harus dirujuk ke Puskesmas untuk validasi pengukuran oleh
tenaga gizi atau bidan dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter. Kader
kemudian akan melakukan tindak lanjut memberikan konseling yang dibutuhkan
di Posyandu. Jika anak/orang tuanya tidak hadir di Posyandu, konseling dilakukan
melalui kunjungan ke rumah.
2. Bulan Penimbangan Balita dan Pemberian Vitamin A

6
Kegiatan pengukuran panjang/tinggi badan dapat dilakukan bersamaan dengan
bulan penimbangan balita dan pemberian Vitamin A yang dilakukan dua kali
dalam setahun (bulan Februari dan Agustus). Data ini merupakan data
surveillance gizi Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Melalui platform ini, data
dapat tersedia dalam waktu cepat dan kualitas pengukuran lebih mudah dipantau.
Kelemahannya adalah butuh pembiayaan dan logistik tersendiri serta sumber daya
manusia yang lebih banyak.
3. Survei gizi kabupaten/kota
Angka stunting dapat diperoleh dari survei gizi yang dilaksanakan oleh
pemerintah pusat setiap satu atau lima tahun sekali, misalnya Susenas dan
Riskesdas. Data dapat diperoleh lebih objektif dan berkualitas karena dilakukan
oleh tim peneliti (surveyor) independen terlatih. Kelemahannya adalah data tidak
dapat diperoleh secara rutin dan data stunting tidak tersedia pada tingkat desa
sehingga sulit untuk menentukan target individu maupun lokasi prioritas
intervensi. Kabupaten/kota disarankan untuk menggabungkan data gizi yang
berasal dari fasilitas kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, posyandu), dengan
berkoordininasi dengan Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan.

2.2.2 Kematian Ibu dan Anak


Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih terus menjadi sorotan di dunia. Angka
kematian ibu dan anak sebagai indikator keberhasilan pencapaian KIA, dilaporkan
sudah mengalami penurunan tiap tahunnya. Namun faktanya di Indonesia sendiri
masih belum bisa mencapai target MDGs (Millenium Development Goals) pada
tahun 2015. Maka, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dengan
memanfaatkan peran masyarakat baik melalui keluarga ataupun kader-kader
kesehatan. Melalui Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga dan juga Panduan Promosi Kesehatan bagi Petugas di Puskesmas yang
diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia diharapkan target-target terkait
KIA bisa tercapai.
Penyebab kematian ibu terbagi 2, pertama disebabkan oleh penyebab langsung
obstetri (direk) yaitu kematian yang diakibatkan langsung oleh kehamilan dan
persalinannya. Penyebab kedua adalah kematian yang disebabkan oleh penyebab

7
tidak langsung (indirek) yaitu kematian yang terjadi pada ibu hamil yang
disebabkan oleh penyakit dan bukan oleh kehamilan atau persalinannya.
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh karena
perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan abortus. Sementara kematian akibat
penyebab indirek sangat signifikan proporsinya, yaitu sekitar 22%, hal ini
memerlukan perhatian pemerintah dalam hal pencegahan dan penanganannya.
Penyebab kematian tersebut antara lain terjadi pada ibu hamil yang mengalami
penyakit malaria, TBC, anemia, penyakit jantung, dan lain-lain. Penyakit tersebut
dianggap dapat meningkatkan resiko kesakitan dan kematian pada ibu hamil
(Hoelman dkk, 2015).
Angka Kematian Ibu dan Anak di Indonesia sudah mengalami penurunan
sejak tahun 2004. Seiring dengan hal tersebut angka harapan hidup dan taraf
kesehatan ibu dan anak pun mengalami peningkatan. Pencapaian ini diawali
dengan meningkatnya upaya pelayanan kesehatan di masyarakat. Pada tahun 2008,
jumlah PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif) di
Indonesia mulai mengalami peningkatan. Meski demikian target MDGs pada tahun
2015 terkait KIA masih belum bisa tercapai. Selain itu ternyata masih ada beberapa
wilayah di Indonesia yang pencapaian pembangunan kesehatannya masih di bawah
rata-rata, seperti Aceh, NTB, NTT, Sulawesi Tenggara dan Barat, Maluku, serta
Papua. Maka diperlukan kegiatan pendampingan khususnya di wilayah tersebut
agar pelayanan kesehatan khususnya bagi ibu dan anak bisa terpenuhi dan target
SDGs (Sustainable Development Goals) bisa tercapai.

2.2.3 Perbaikan Pengelolaan Sistem JKN


Memperbaiki pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional Sebagaimana
diketahui bersama, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah mampu
memperbaiki akses pelayanan kesehatan baik ke FKTP (Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama) maupun FKRTL (Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan) dan juga telah memperbaiki keadilan (ekualitas) pelayanan kesehatan
antar kelompok masyarakat. Namun demikian, pembiayaan JKN selama lima tahun
terakhir telah mengalami ketidakseimbangan antara pengeluaran dan pemasukan.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi JKN, Kementerian Kesehatan
memiliki peran sentral dalam kendali.

8
Saat ini JKN-KIS telah mengalami perkembangan signifikan dilihat dari
kunjungan pelayanan atau pemanfaatan sejak tahun 2014. Kepesertaan JKN telah
mencapai 83%, jumlah masyarakat yang tercakup dalam skema PBI (Penerima
Bantuan Iuran) terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2019
telah mencapai 96,8 juta jiwa PBI.

2.2.4 Penguatan Pelayanan Kesehatan


Sistem Kesehatan Nasional dewasa ini menetapkan bahwa upaya kesehatan
dan pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya merupakan fokus dari
pembangunan kesehatan. Upaya kesehatan tersebut pada pokoknya terdiri atas
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Program Jaminan
Kesehatan Nasional sangat mendukung penguatan upaya kesehatan perorangan
yang dimaksud.
Penguatan upaya kesehatan masyarakat merupakan penguatan setiap kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan merupakan suatu proses pembangunan manusia atau masyarakat melalui
pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku, dan pengorganisasian
masyarakat bidang kesehatan.
Tantangan penguatan upaya kesehatan masyarakat, yaitu masih terbatasnya
pemerataan pembangunan kesehatan, pelayanan kesehatan perorangan yang masih
terbatas mutunya, upaya kesehatan masyarakat yang masih kurang berfungsi,
kemampuan pengelolaan atau manajemen pembangunan kesehatan yang belum
kuat, dan peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan yang belum optimal.
Masalah penguatan upaya kesehatan masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat pada hakikatnya meliputi: 1) kurangnya penggunaan pendekatan proses
penguatan yang lebih terarah, menyeluruh, dan saling terkait serta realistis, dan 2)
terbatasnya sumber daya pendukung terutama sumber daya manusia, informasi,
dan pembiayaan.
Strategi penguatan upaya kesehatan masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat bidang kesehatan meliputi:
1. Strategi penguatan upaya kesehatan masyarakat:

9
a. analisis, pengendalian, dan penilaian;
b. pengembangan kebijakan; dan
c. pelaksanaan dan dukungan.
2. Strategi pemberdayaan masyarakat:
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dilakukan melalui
kelompok masyarakat, organisasi masyarakat, dunia usaha dan pihak lain pada
tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota.
Langkah-langkah pokok pelaksanaan strategi penguatan upaya kesehatan
masyarakat dan pemberdayaan masyarakat, antara lain:

1. Dalam peningkatan pembangunan kesehatan yang memberi pengutamaan pada


penguatan kesehatan masyarakat memerlukan perubahan mindset atau
paradigma bagi semua pihak terkait.
2. Perlu ditetapkan dan dilaksanakan strategi penguatan upaya kesehatan
masyarakat dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan yang
bersifat menyeluruh.
3. Penguatan tersebut perlu menggunakan pendekatan proses yang lebih terarah,
menyeluruh, dan saling terkait serta realistis dan didukung sumber daya yang
memadai.
4. Alokasi pembiayaan kesehatan diutamakan untuk penguatan kegiatan upaya
kesehatan masyarakat dan mendukung pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan.
5. Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan perlu makin diperkuat di
tingkat pusat dan daerah.
6. Penguatan upaya kesehatan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat hanya
dapat dilaksanakan bila didukung oleh sistem informasi kesehatan yang
tangguh, baik dalam penyelenggaraan maupun penggunaannya.
7. Pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat perlu berpedoman terutama pada ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan dan dilaksanakan dengan saksama.
Penguatan upaya kesehatan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan diharapkan bersama dengan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
dapat mendukung percepatan pembangunan kesehatan sehingga dapat
meningkatkan akselerasi, pemerataan, dan mutu pembangunan kesehatan.
10
2.2.5 Isu Terkait Obat dan Alat Kesehatan
Sesuai dengan peta jalan kemandirian farmasi dan alat kesehatan, pemerintah
telah bertekad untuk meningkatkan industri bahan baku obat dan juga peningkatan
produksi alat kesehatan dalam negeri. Agar produksi dalam negeri ini dapat diserap
oleh pasar, pemerintah harus melakukan langkah-langkah strategis untuk
mendorong penggunaan obat dan alat kesehatan produksi dalam negeri.
Dalam hal peningkatan akses pelayanan kesehatan diupayakan juga
pengendalian harga obat dan penggunaan alat kesehatan produksi dalam negeri.
Langkah-langkah Percepatan yang akan dilakukan adalah mendorong investasi,
mempercepat lisensi wajib obat yang sangat dibutuhkan, membuka peluang
investasi sebesar-besarnya dan deregulasi perizinan yang menghambat.
Langkah-langkah Percepatan tersebut dapat mengendalikan harga obat dan
alkes bagi kebutuhan pelayanan kesehatan untuk mencapai target mengurangi
ketergantungan impor bahan baku obat dan alat kesehatan, mengurangi
ketergantungan alat kesehatan impor, meningkatkan ketersediaan obat generik dan
menderegulasikan perizinan yang menghambat.

2.2.6 Isu-Isu Strategis Lainnya


Berdasarkan identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi
pelayanan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan, serta dari
masyarakat itu sendiri:
1. Kurang efektifnya pelaksanaan tugas dan fungsi pada Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan disebabkan terbatas sarana-prasarana, kuantitas
dan kualitas aparatur.
2. Terbatasnya alokasi anggaran daerah untuk pelaksanaan program dan kegiatan
pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan.
3. Lemahnya koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya
dalam Kabupaten dan pemerintah provinsi dalam pelaksanaan program dan
kegiatan.
4. Rendahnya komitmen stake holders pemerintah daerah dan pemerintah pusat
dalam pengembangan usaha ekonomi masyarakat serta mendorong
pembangunan partisipatif.

11
5. Belum optimalnya peran aktif masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya negeri.
6. Masih terbatasnya kemampuan pemerintah dalam mengefektifkan
penyelenggaraan pemerintahan untuk memberikan pelayanan dan peningkatan
keberdayaan masyarakat.
7. Menurunnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai filosofi adat.
8. Belum terlaksananya sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dengan
Pemerintah Daerah.
9. Belum optimalnya peran dan fungsi kelembagaan masyarakat.
10. Peran perempuan dalam pembangunan belum optimal.
11. Teknologi Tepat Guna yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat belum
dimanfaatkan secara optimal.
Berdasarkan dengan identifikasi permasalahan pelayanan, telaahan visi, misi
kepala daerah terpilih dapat disimpulkan isu strategis yang akan ditindaklanjuti
melalui Rencana Strategi Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan
adalah sebagai berikut:
1. Belum efektif kebijakan program pemberdayaan masyarakat dan system
Pemerintahan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Terbatas sarana-prasarana, anggaran, kuantitas dan kualitas aparatur dalam
menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi pada Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan.
3. Belum optimalnya koordinasi lintas SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di
Kabupaten, Koordinasi BPMPN (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan Nagari) dengan SKPD provinsi serta Pemerintah Pusat yang
berkaitan dengan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah.
4. Belum optimalnya peran Pemerintah Daerah dan Pemerintah Nagari dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mendorong pembangunan
partisipatif dalam negeri.
5. Belum optimalnya peran masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya dalam negeri.
6. Terbatasnya kemampuan Pemerintah dan Bamus dalam memberikan pelayanan
dan peningkatan keberdayaan masyarakat.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemberdayaan masyarakat haruslah dikaji dari dalam komunitas masyarakat untuk
mencari potensi yang akan dikembangkan atau dari masalah-masalah yang ada untuk bisa
dicarikan solusi penyelesaiannya. Pemberdayaan masyarakat harus didukung oleh anggota
komunitas/ masyarakat yang dibuktikan dengan partisipasi anggota masyarakat secara aktif
untuk mengembangkan komunitasnya. Pengembangan masyarakat bisa diinisiasi pihak luar
atau bisa juga datang dari dalam komunitas itu sendiri.
 Dalam rangka percepatan pembangunan kesehatan diperlukan kolaborasi tidak hanya
ditingkat pusat tetapi juga di tingkat daerah. Sebagai contoh dalam instruksi presiden nomor 1
tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat pemerintah mendorong seluruh pemangku
kepentingan di tingkat pusat dan daerah untuk mendukung pelaksanaan Germas.

13
DAFTAR PUSTAKA

Aidha, dkk. 2017. Isu-Isu dalam Pemberdayaan Masyarakat. Politeknik Kesehatan


Kalimantan Timur: Sarjana Terapan Keperawatan.
Effendi, Sofian. 2016. Penguatan Upaya Kesehatan Masyarakat dan Pemberdayaan
Masyarakat Bidang Kesehatan di Indonesia. Gadjah Mada University Press.
https://ugmpress.ugm.ac.id/id/product/kesehatan/penguatan-upaya-kesehatan-masyarakat
Kanal Pengetahuan. ___. Peran Masyarakat dalam Menurunkan Angka Kematian Ibu dan
Anak. Universitas Gajah Mada: Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat.
Pembengo, Nancy. 2020. 4 Isu Strategis dalam Percepatan Pembangunan Kesehatan.
Gorontalo: Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. https://dinkes.gorontaloprov.go.id/4-
isu-strategis-dalam-percepatan-pembangunan-kesehatan/
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. 2020. Rencana Aksi Kegiatan (RAK) Tahun 2020-
2024. Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.
Syamsul Bahri, Efri. 2013. Pemberdayaan Masyarakat: Konsep dan Aplikasi. Pare, Kediri,
Jawa Timur: FAM Publishing.
Tim Bappeda Aceh. 2016. Kajian Faktor Resiko Kematian Ibu dan Bayi. Aceh: Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh.
Tim Bappenas. 2018. Pedoman Pelaksanaan: Intevensi Penurunan Stunting Terintegrasi di
Kabupaten/Kota. Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional.
http://tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis%202018/Pedoman%20Pelaksanaan
%20Intervensi%20Penurunan%20Stunting%20Terintegrasi%20Di%20Kabupaten
%20Kota.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai