Anda di halaman 1dari 23

A.

KEPERAWATAN PRE OPERATIF


Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif.
Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini.
Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan
tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat
fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi
fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi.
PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN
1. PERSIAPAN FISIK
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu :
a) Persiapan di unit perawatan
b) Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara
lain :
o Status kesehatan fisik secara umum Sebelum dilakukan pembedahan, penting
dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien,
riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga,
pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin,
fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup,
karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres
fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,
tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
o Status Nutrisi Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan
berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin
dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus
di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk
perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami
berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama
dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca
operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam
dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat
mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
o Keseimbangan cairan dan elektrolit Balance cairan perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum
harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan
pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l),
kadar kalium serum (normal : 3,5 - 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 -
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal.
Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit
obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan
baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi
renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi
ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
o Kebersihan lambung dan kolon Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih
dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien
dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan
tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam
(biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung
ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang
menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas.
Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT
(naso gastric tube).
o Pencukuran daerah operasi Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk
menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun
demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan
pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai
menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan
kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah
yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan
dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika
yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya :
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur
femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
o Personal Hygine Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi
fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi
dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan
personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan
pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
o Pengosongan kandung kemih Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan
melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan
kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan.
o Latihan Pra Operasi Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum
operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi
kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada
tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
(a) Latihan Nafas Dalam Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien
untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi
sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat
meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan
ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan
melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien
dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan pasien.
(b) Latihan Gerak Sendi Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi
pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai
pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang
pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani
menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka
operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika
pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat
merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir
pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya
dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah
stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan
pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan
perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun
kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien
diminta melakukan secara mandiri. Status kesehatan fisik merupakan faktor
yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami pembedahan, keadaan
umum yang baik akan mendukung dan mempengaruhi proses penyembuhan.
Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses
pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan
komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu
sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan
pembedahan/operasi.
2. PERSIAPAN PENUNJANG
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,
laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter
mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan
berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa
menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan
untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan
kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan
berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan
(bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,
Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan
EKG. Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering
dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan
terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh
pasien).
Pemeriksaan penunjang antara lain :
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto
tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram,
Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio
Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin
dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum kretinin,
BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit
terkaut dengan kelainan darah.
3) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh
untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan
untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis
saja.
4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
5) Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien
dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10
jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan
pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).

3. PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI


Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan
selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan,
pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai
sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa
digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American
Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik
anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan
sistem saraf. Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.
4. INFORM CONSENT
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal
lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan
tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus
menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat
pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat
dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata,
tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien.
Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa
komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini
terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup
istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan
tim selama dalam perawatan. Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit
menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung
jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan
operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan
pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat
pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala
macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika
petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak
untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk
dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga
setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran
keluarga.
5. PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap
kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun
aktual pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis
maupun psikologis (Barbara C. Long).Contoh perubahan fisiologis yang muncul
akibat kecemasan dan ketakutan antara lain :Pasien dengan riwayat hipertensi jika
mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan
tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan. Pasien wanita
yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari
biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda. Setiap orang mempunyai
pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi sehingga akan
memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan
cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan
yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi
pembedahan antara lain :
a) Takut nyeri setelah pembedahan
b) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal
(body image)
c) Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
d) Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai
penyakit yang sama.
e) Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
f) Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
g) Takut operasi gagal. Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien
dapat dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya
frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol,
telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang
kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang
biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat
perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat,
tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan
halhal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
 Pengalaman operasi sebelumnya Persepsi pasien dan keluarga tentang
tujuan/alasan tindakan operasi Pengetahuan pasien dan keluarga tentang
persiapan operasi baik fisik maupun penunjang.
 Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan
petugas kamar operasi. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur
(pre, intra, post operasi) Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus
dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti :
latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll. Persiapan mental yang kurang
memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan
keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya
telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari
kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini
berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa
hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal
yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat
pasien. Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan
perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan
mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi,
memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan
hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan
berbagai cara:
 Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami
pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu
operasi, halhal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi,
menunjukkan tempat kamar operasi, dll.
 Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan
pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada
keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal
yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.
 Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan
operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang
sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan
menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk
apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan
dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan
pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien
akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik
 Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan
tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien
dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke
kamar operasi.
 Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-
hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada
pasien.
 Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi,
seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk
menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan
istirahatnya terpenuhi.
 Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar
operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga
membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada
pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi
ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang
tunggu yang terletak di depan kamar operasi.
6. OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obatobatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang
cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau
diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi.
Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
7. MANAJEMEN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :
1) Sirkulasi Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit
vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan
trombus.
2) Integritas ego Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor
stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat
istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
3) Makanan / cairan Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane
mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
4) Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5) Keamanan Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan
larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga
tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek
dari detoksifikasi obatobatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat
transfuse darah / reaksi transfuse. Tanda : menculnya proses infeksi yang
melelahkan ; demam.
6) Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid,
antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator,
diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer
dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan
alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan
pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono,
1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M.
Judith, 2006) meliputi :
1) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman
terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan
orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping
penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan
penampilan.
3) Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan
penampilan, keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis
kanker.
4) Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks,
hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan
penampilan.
5) Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kerusakan saraf/otot, dan nyeri.

c. INTERVENSI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
(Boedihartono, 1994:20)
Diagnosa keperawata 1
1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien. R : memudahkan
intervensi.
2) Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di
masa lalu. R : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan
kemampuan mengontrol ansietas.
3) Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan. R : pendekatan dan motivasi membantu
pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
4) Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapaharapan yang positif terhadap terapy yang di jalani. R : alat untuk
mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi
kecemasan.
5) Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari
meskipun dalam keadaan cemas. R : menciptakan rasa percaya dalam diri
pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan
pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas
kemampuannya.
6) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi. R : menciptakan
perasaan yang tenang dan nyaman.
7) Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga
menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis. R : meningkatkan
pengetahuan, mengurangi kecemasan.
8) Kolaborasi pemberian obat anti ansietas. R : mengurangi ansietas sesuai
kebutuhan.

Diagnosa keperawatan 2
1) Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang
tubuhnya. R : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada
citra tubuh.
2) Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh. R : mungkin realita saat ini
berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga pasien tidak menyukai
keadaan fisiknya.
3) Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya
perhatian terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis. R : meningkatkan
perasaan berarti, memudahkan saran koping, mengurangi kecemasan.
4) Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan
martabat pasien. R : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga
diri dan perasaan berarti dalam diri pasien.
Diagnosa keperawatan 3
1) Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan
pandangan pemberi pelayanan kesehatan. R : mengidentifikasi persepsi pasien
terhadap kondisinya.
2) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan. R : menghindari ketakutan
dan menciptakan hubungan saling percaya, memudahkan intervensi
3) Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang
realitas. R : memberikan arahan pada persepsi pasien tentang kondisi nyata
yang ada saat ini.
4) Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang lain. R :
meningkatkan perasaan berarti, memberikan penguatan yang positif.
5) Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan
dukungan emosional untuk pasien dan keluarga. R : menciptakan suasana
saling percaya, perasaan berarti, dan mengurangi kecemasan.
Diagnosa keperawatan 4
1) Kaji interaksi antara pasien dan keluarga. R : mengidentifikasi masalah,
memudahkan intervensi.
2) Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat
pengobatan. R : mempengaruhi pilihan intervensi.
3) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping
yang digunakan. R : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping
adaptif yang tepat .
4) Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak yang
normal pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu. R :
memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota
keluarga.
Diagnosa keperawatan 5
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. R :
mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas. R :
mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. R : menilai
batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. R :
mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi. R : sebagai suaatu sumber
untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan
mobilitas pasien.
B. KEPERAWATAN INTRA OPERATIF
1. Anggota Tim Asuhan Keperawatan Intra Operatif
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian.
Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
a) Anggota steril
- Ahli bedah utama / operator : Ahli bedah Tim pembedahan dipimpin oleh ahli
bedah senior atau ahli bedah yang sudah melakukan operasi.
- Asisten ahli bedah : asisten bius dokter, residen, atau perawat, di bawah
petunjuk ahli bedah. Asisten memegang retractor dan suctio n untuk melihat
letak operasi
- Scrub Nurse / Perawat Instrumen : bertanggung jawab menyiapkan dan
mengendalikan peralatan steril dan instrumen, kepada ahli bedah/asisten.
Pengetahuan anatomi fisiologi dan prosedur pembedahan memudahkan
antisipasi instrumen apa yang dibutuhkan
b) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari :
- Ahli atau pelaksana anaesthesi : memberikan obat-obat anesthesia dan obat-obat
lain untuk mempertahankan status fisik klien selama pembedahan
- Perawat sirkulasi : peran vital sebelum, selama dan sesudah pembedahan. Tugas
kebersihan daerah operasi sebelum drapping Selama pembedahan
- Anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).
2. Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi.
a. Pengaturan Posisi
1) Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan
keadaan psikologis pasien.
2) Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah
:
- Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
- Umur dan ukuran tubuh pasien.
- Tipe anaesthesia yang digunakan.
- Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
3) Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :
- Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
- Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan
kakinya ditutup dengan duk.
- Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang
biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk
menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
- Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk
meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
- Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan
dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya thrombus.
- Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal
ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan
otot.
- Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
- Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan.
- Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah
secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
- Pengkajian psikososial
b. Membersihkan dan Menyiapkan Kulit.
c. Penutupan Daerah Steril
d. Mempertahankan Surgical Asepsis
e. Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh
f. Monitor dari Malignant Hyperthermia
g. Penutupan luka pembedahan
h. Perawatan Drainase
i. Pengangkatan Pasien ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.
3. Penyiapan Kamar Dan Team Pembedahan
Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi. Dua
faktor penting yang berhubungan dengan keamanan kamar pembedahan:
a) lay out kamar operasi dan pencegahan infeksi. Lay Out pembedahan Ruang harus
terletak diluar gedung RS dan bersebelahan dengan RR dan pelayanan pendukung
(bank darah, bagian pathologi dan radiology, dan bagian logistik). Alur lalu lintas
yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal yang bersih dan
Besar ruangan tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit. Umumnya: •
Kamar terima • Ruang untuk peralatan bersih dan kotor • Ruang linen bersih •
Ruang ganti • Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat • Scrub area
Ruang operasi terdiri dari: • Stretcher atau meja operasi • Lampu operasi •
Anesthesia station • Meja dan standar instrumen • Peralatan suction • System
komunikasi
b) Kebersihan dan Kesehatan Team Pembedahan Sumber ut rambut, saluran
pernafasan). Pencegahan kontaminasi: » Cuci tangan » Handscoen » Mandi »
Tidak memakai perhiasan
c) Pakaian bedah Terdiri : Kap, Masker, gaun, Tutup sepatu, baju OK Tujuan:
Menurunkan kontaminasi
d) Surgical Scrub Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh: • Ahli Bedah • Semua
asisten • Scrub nurse. Alat-alat: • Sikat cucin tangan reuable / disposible • Anti
microbial : betadine • Pembersih kuku Waktu :
4. Anasthesia
Anasthesia menyebabkan keadaan kehilangan rasa secara partial atau total, dengan
atau tanpa disertai kehilangan kesadaran. Tujuan: Memblok transmisi impuls syaraf,
menekan refleks, meningkatkan relaksasi otot. Pemilihan anesthesia oleh
anesthesiologist berdasarkan konsultasi dengan ahli bedah dan f actor klien.
5. Type Anasthesia
Perawat perlu mengenal ciri farmakologic terhadap obat anesthesia yang digunakan
dan efek terhadap klien selama dan sesudah pembedahan.
a) Anasthesia Umum Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang r eversible karena
inhibisi impulse saraf otak.
b) Metode Pemberian Inhalasi , IV injection. Instilasi rectal
c) Anesthesi Injeksi IV Memberikan perasaan senang., cepat dan pelepasan obat
secara pelan.
6. Pengkajian
Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:
- Memvalidasi identitas klien
- Memvalidasi inform concent Chart Review
- Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan actual
dan potensial selama pembedahan.
- Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan sesudah operasi.
- Perawat menanyakan: Riwayat allergi, reaksi sebelumnya terhadap anesthesia
atau tranfusi darah.
- Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
- Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi.
- Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan dilepas.
7. Diagnosa Keperawatan dan intervensi
a. Resiko infesi, dengan faktor resiko: Prosedur invasif: pembedahan, infus, DC
NOC: Kontrol infeksi Selama dilakukan tindakan operasi tidak terjadi transmisi
agent infeksi.
NIC: kontrol infeksi intra operasi operasi
Aktifitas:
1) gunakan pakaian khusus ruang operasi
2) Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptic. Dapat mencegah kontaminasi
kuman terhadap daerah operasi
b. Resiko hipotermi dengan faktor resiko: Berada diruangan yang dingin
NOC: control temperature
NIC: pengaturan temperature: intraoperatif
Aktifitas:
1) Atur suhu ruangan yang nyaman
2) Lindungi area diluar wilayah operasi
c. Resiko cedera dengan faktor resiko: Gangguan persepsi sensori karena anestesi
NOC: control resiko
NIC: surgical precousen
Aktifitas:
1) Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi sesuai kebutuhan
2) Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa
3) Pastikantidak ada instrumen, jarum atau kasa yang tertinggal dalam tubuh
klien Mencegah jatuhnya klien.

C. KEPERAWATAN POST OPERATIF


1. Pengkajian
Primary Survey :
a) Airway
- Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan
pembedahan akibat pemberian anestesi.
- Potency jalan nafas : meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
- Auscultasi paru : keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
b) Breathing
- Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
- Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit:
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal:gangguan cardiovasculair atau rata-
rata metabolisme yang meningkat.
- Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sternal: efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
c) Circulating
- Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
- Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
d) Disability : berfokus pada status neurologi
- Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan
tanda-tanda vital.
- Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan,
kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
e) Exposure
- Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan

Secondary Survey : Pemeriksaan fisik


- Pasien nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah. Kesadaran somnolent, apatis,
GCS : 4-5-6, T 120/80 mmHg, N 98 x/menit, S 374 0C, RR 20 X/menit.
- Abdomen. Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa
tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit. Distensi abdominal
dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan pada gastrointestinal.
- Ekstremitas Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas
4-4 dan ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
- Integumen. Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
- Pemeriksaan neurologis Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak
akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
Tersiery Survey
1) Kardiovaskuler
Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan
darah 120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik. Pemeriksaan
laboratorium: HB = 9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235.
2) Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks
dalam batas normal.
3) Blader Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning
kecoklatan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d luka insisi
b. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d luka insisi
c. Resiko infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk
d. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1
a. Melaporkan rasa nyeri hilang atau terkontrol.
b. Mendemonstra sikan penggunaan teknik relaksasi dan aktivitas hiburan sebagi
penghilang
c. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, skala (0-10). Selidiki dan laporkan
perubahan nyeri dengan tepat.
d. Pertahankan posisi istirahat semi fowler.
e. Dorong ambulasi dini.
f. Berikan kantong es pada abdomen.
g. Kolaborasi dalam pemberikan analesik sesuai indikasi.
Diagnosa 2
a. Kaji d an catat ukuran, warna, keadaan luka, dan kondisi sekitar luka.
b. lakukan kompres basah dan sejuk atau terapi rendaman.
c. lakukan perawatan luka dan hygiene sesudah mandi, lalu keringkan kulit dengan
hati hati.
diagnosa 3
a. kaji tanda-tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat dan perubahan
mental dan peningkatan nyeri abdomen.
b. kaji luka insisi dan balutan. catat karakteristik, drainase luka.
c. Lakukan cuci tangan yang baik dan lakukan perawatan luka aseptik.
d. Kolaborasi pemberikan antibiotik sesuai indikasi. atau produk darah sesuai
indikasi
diagnosa 4
a. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman.
b. Auskultasi bunyi nafas.
c. Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan.
Referensi
123dok. 2020. Askep post craniotomy. Diakses tanggal 27 Februari 2022. <
https://123dok.com/document/zk6lxo4y-askep-post-craniotomy.html?
utm_source=search_v3>
123dok. 2020. Asuhan keperawatan pre, intra, post op. Diakses tanggal 27 Februari 2022. <
https://123dok.com/document/y69kxeny-asuhan-keperawatan-pre-intra-post-op.html?
utm_source=search_v3>
123dok. 2020. Laporan pendahuluan pre, intra, post. Diakses tanggal 27 Februari 2022. <
https://123dok.com/document/ynngpgjy-laporan-pendahuluan-pre-intra-post.html?
utm_source=search_v3>

Anda mungkin juga menyukai