Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PATOFISIOLOGI

KELOMPOK 2 KELAS TK. 1.1 D3 KEPERAWATAN


TAHAPAN PERKEMBANGAN MENTAL DAN
GANGGUAN KESEHATAN MENTAL

DISUSUN OLEH:
1. NI MADE TISNA MARCHAYANI (P07120121002)

2. PUTU PRATIWI ARSIANI (P07120121004)

3. NI KADEK DIAH PUTRI AGUSTIN (P07120121019)

4. NI KADEK RIKA RESTIYAWATI DEWI (P07120121023)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Dalam
penyusunan makalah ini, kami mengalami kendala dan kesulitan, namun berkat Tuhan
Yang Maha Esa yang disertai kesabaran, ketekunan, dan usaha serta bantuan dari
berbagai pihak yang telah tulus ikhlas baik fasilitas, tenaga dan pikiran sehingga
makalah yang berjudul “Tahapan Perkembangan Mental dan Gangguan Kesehatan
Mental” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Kami sungguh berharap makalah ini bisa berguna pada tujuan untuk
meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait judul dari makalah ini. Kami
sangat mengetahui bahwa makalah ini ditemukan banyak kekurangan serta jauh dari
kesempurnaan.

Dengan demikian, kami sangat menantikan adanya kritik sekaligus saran untuk
perbaikan makalah yang hendak kami tulis di masa selanjutnya. Sesuatu hal tidak ada
yang sempurna tanpa adanya kritik dan saran. Kami berharap makalah ini bisa
dimengerti oleh setiap pihak yang membacanya. Kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya jika ada kesalahan atau yang lainnya agar dimaklumi dan dimaafkan.

Bali, 08 Februari 2022

Penyusun

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan .........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................3

2.1 Definisi Perkembangan Mental .....................................................................................3

2.2 Tahapan Perkembangan Mental ....................................................................................4

2.3 Gangguan Kesehatan Mental ......................................................................................... 11

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................18

3.1 Simpulan ........................................................................................................................18

3.2 Saran .............................................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Segala sesuatu hal di dunia ini pasti akan mengalami perubahan dengan
menjadi lebih berkembang. Makhluk hidup khususnya manusia pasti akan
mengalami perkembangan. Perkembangan adalah perubahan individu yang lebih ke
arah rohaniah yang menjadi unik untuk setiap individu, karena perkembangan
individu berbeda, perkembangan juga memiliki pola tersendiri yang khas yang
hanya bisa diamati tanpa bisa diukur. Sedangkan pertumbuhan adalah proses
perubahan jasmani yang terjadi sampai mencapai kematangan fisik yang bersifat
kuantitatif yang dialami individu satu dengan yang lainnya berbeda.
Pertumbuhan dan perkembangan berjalan menurut norma-norma tertentu.
Walaupun demikian seorang anak dalam banyak hal bergantung pada orang dewasa,
misalnya mengkonsumsi makanan, perawatan, bimbingan, perasaan aman,
pencegahan penyakit dan sebagainya. Maka dari itu, semua orang yang mendapat
tugas mengawas anak harus mengerti persoalan anak yang sedang tumbuh dan
berkembang. Banyak factor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan,
diantaranya factor lingkungan. Bila lingkungan karena satu hal menjadi buruk, maka
keadaan tersebut hendaknya diubah sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak
berjalan dengan sebaik-baiknya.
Setiap manusia mengalami perkembangan yang dibagi menjadi beberapa fase.
Fase perkembangan manusia secara umum dibagi ke dalam lima tahapan, yaitu (1)
bayi, (2) anak-anak, (3) remaja, (4) Dewasa dan (5) lansia. Setiap fase atau tahapan
perkembangan kehidupan manusia senantiasa berlangsung seiring dengan kegiatan
belajar. Selain perkembanga fisik manusia tentunya akan mengalami perkembangan
mental. Perkembangan mental di setiap fasenya harus sangat diperhatikan. Karena
jika perkembangan mental tak sempurna, seseorang akan mudah mengalami
gangguan mental.

1.2 Rumusan Masalah


Melalui uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan
permasalahan sebagai berikut.
1
1. Apa itu perkembangan mental?
2. Apa saja tahapan perkembangan mental?
3. Apa saja jenis gangguan kesehatan mental?

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui pengertian perkembangan mental.
2. Untuk mengetahui tahapan perkembangan mental
3. Untuk mengetahui jenis-jenis gangguan kesehatan mental.

1.4 Manfaat Penulisan


Melalui penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut.
1. Dapat menjadi penambah wawasan kepada penulis dan pembaca tentang
Tahapan perkembangan mental dan gangguan kesehatan mental.
2. Sebagai sumbangan pemikiran kepada pembaca dan penulis terkait tahapan
perkembangan mental dan gangguan kesehatan mental.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Perkembangan Mental


Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi
sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman (Hurlock 1976 : 2). (Seifert
dan Hoffnung 1994 : 9) mendefinisikan perkembangan sebagai “Long-term
changes in a person’s growth feelings, patterns of thinking, social relationships,
and motor skills”. Sementara itu, (Dianie E papalia 2008 : 3) mengartikan
perkembangan sebagai perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam
organisme dari lahir sampai mati, pertumbuhan, perubahan dalam bentuk dan dalam
integrasi dari bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional, dan
kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak
dipelajari.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan umum, bahwa
yang dimaksud dengan perkembangan adalah perkembangan itu tidak terbatas pada
pengertian pertumbuhan semakin membesar, melainkan di dalamnya juga
terkandung serangkaian perubahan psikis yang berlangsung terus-menerus dan
bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu.
Mental memiliki arti yang berhubungan dengan watak dan batin manusia.
Dari kata Latin "mens" (mentis) berarti jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat. Adapun
istilah mentalitas menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bermakna
aktivitas jiwa, cara berpikir, dan berperasaan. Mental diartikan sebagai suasana
kejiwaan dan pola pikir (mindset) seseorang atau sekelompok orang. Maka revolusi
mental dapat ditafsirkan sebagai aktivitas mengubah kualitas manusia kearah yang
lebih bermutu dan bermental kuat dalam berbagai aspek dengan jangka waktu yang
cepat
Jadi, Perkembangan mental merupakan suatu proses yang menggambarkan
perilaku kehidupan sosial psikologi manusia/remaja pada posisi yang harmonis di
dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks. Menurut Havighurst
perkembangan tersebut harus dipelajari, dijalani dan dikuasai oleh setiap individu
dalam perjalanan hidupnya hal ini merupakan tugas perkembangan mentalnya

3
sehubungan dengan semakil luas dan kompleksnya kondisi kehidupan yang harus
dijalani dan dihadapi. Tidak lagi mereka di juluki sebagai anak-anak melainkan
ingin dihargai dan dijuluki sebagai orang yang sudah dewasa.
Pertumbuhan merujuk pada perubahan-perubahan kuantitatif, yaitu
peningkatan dalam ukuran dan struktur yang lebih cenderung menunjuk pada
kemajuan fisik atau pertumbuhan tubuh yang melaju pada titik optimum dan
kemudian menurun menuju keruntuhannya.
Kematangan merupakan suatu potensi yang dibawa individu sejak lahir,
timbul dan bersatu dengan pembawaannya serta turut mengatur pula
perkembangan tingkah laku individu. Kematangan mula-mula merupakan seperti
adanya kematangan jaringan-jaringan tubuh, saraf dan kelenjar-kelenjar yang
disebut dengan kematangan biologis. Kematangan pada aspek psikis, meliputi
keadaan berpikir, rasa, kemauan.

2.2 Tahapan Perkembangan Mental


Menurut teori perkembangan mental Piaget, ada 4 tahapan perkembangan
kognitif pada anak, yaitu:
1. Tahap Sensori Motorik (Sensori Motor Stage)
Tahap ini merupakan tahap perkembangan yang dialami semenjak lahir
hingga usia sekitar 2 tahun. Untuk anak pada tahap ini, yang utama adalah
berpengalaman melalui berbuat dan sensori. Sedangkan berpikirnya melalui
perbuatan (tindakan), gerak, dan reaksi yang spontan. Pada tahap ini, intelegensi
anak lebih didasarkan pada tindakan terhadap lingkungannya, seperti melihat,
meraba, menjamak, mendengar, membau dan lain-lain. Mekanisme
perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi dan akomodasi.
Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan dengan perlahan-lahan
melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak karena
adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan pengalaman dan situasi yang
baru.
Adapun ciri-ciri tahap sensori motor adalah sebagai berikut:
1) Anak belajar mengembangkan dan menyelaraskan jasmaninya dengan
perbuatan mentalnya menjadi tindakan-tindakan atau perbuatan yang

4
teratur dan pasti. Ia belajar mengkoordinasikan akal dan geraknya.
kegiatan penyelarasan perbuatan gerak fisik dan perbuatan mentalnya itu
disebut “schemata”.
2) Anak berpikir melalui perbuatan dan gerak.
3) Perkembangan yang terjadi pada tahap ini adalah dari gerak refleks
ngemot dan gerak mata sampai pada kemampuan untuk makan, melihat,
memegang, berjalan, dan berbicara.
4) Pada akhir tahap ini, anak belajar mengaitkan simbol benda dengan
benda konkretnya, hanya masih kesulitan. Misalnya, ia mengaitkan
penglihatan mentalnya dengan penglihatan real dari benda yang
disembunyikan. Pada akhir tahap ini. Anak belajar bahwa benda yang
disembunyikan dari penglihatan itu tidak menghilang terus, sebagaimana
yang sebelumnya ia kira.
5) Pada akhir tahap ini pula, anak mulai melakukan percobaan coba-coba
berkenalan dengan benda-benda konkret (dengan menyusunnya,
mengutak-atik, dan lain-lain).

2. Tahap Pre Operasi (Pre Operational Stage)


Tahap kedua dari teori perkembangan mental manusia dari Piaget adalah
tahap pre operasi. Istilah “operasi” di sini adalah suatu proses berfikir logik, dan
merupakan aktivitas sensorimotor. Dalam tahap ini anak sangat egosentris,
mereka sulit menerima pendapat orang lain. Anak percaya bahwa apa yang
mereka pikirkan dan alami juga menjadi pikiran dan pengalaman orang lain.
Mereka percaya bahwa benda yang tidak bernyawa mempunyai sifat bernyawa.
Tahap ini adalah tahap dimana anak mulai melakukan persiapan dalam
pengorganisasian operasi konkret. Tahap perkembangan ini dapat dibagi ke
dalam dua bagian. Pertama, tahap berpikir pre konseptual (sekitar usia 2 – 4
tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan
permainan khayalan. Kedua, tahap berpikir intuitif (sekitar usia 4 – 7 tahun),
dimana pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan pada persepsi
pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran.
Adapun ciri-ciri tahap perkembangan pre operasi adalah sebagai berikut:

5
1) Sebaran umur sekitar 2–7 tahun; tahap berpikir pre konseptual sekitar
2-4 tahun dan tahap berpikir intuitif sekitar 4–7 tahun.
2) Bila dibandingkan, pada tahap ini, anak berpikir internal (penghayatan
ke dalam) sedangkan pada tahap sensori motor dengan gerak atau
perbuatan. Anak pada tahap pre konseptual memungkinkan
representasi sesuatu itu dengan bahasa, gambar, dan permainan
khayalan. Penilaian dan pertimbangan anak pada tahap berpikir
intuitif didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri, belum pada
penalaran.
3) Anak mengaitkan pengalaman yang ada pada dunia luar dengan
pengalaman pribadinya. Anak mengira bahwa cara berpikirnya dan
pengalamannya dimiliki pula oleh orang lain. Misalnya, jika ia
melihat sebuah gambar terbalik dari arah sisi meja yang satu, akan
mengira temannya yang berhadapan dengan dia di sisi lain dari meja
itu, akan melihat gambar tersebut secara terbalik pula. Oleh karena itu,
kita menemukan bahwa anak-anak pada tahap ini sangat egois, tidak
membenarkan barang mainannya, makanannya, dan lain-lainnya,
dijamah oleh anak lain
4) Anak mengira bahwa benda-benda tiruan itu memiliki sifat-sifat benda
yang sebenarnya. Contoh untuk ini misalnya perlakuan anak terhadap
bonekanya, seperti perlakuannya terhadap anak yang sebenarnya
(mengajak bicara, mengasih makan dan minum, menyuruh tidur, dan
lain-lain).
5) Pada tahap ini, anak tidak dapat membedakan antara kejadian-
kejadian yang sebenarnya (fakta) dengan khayalannya (fantasi). Oleh
karena itu, jika dia berdusta “berdustanya” itu bukan karena moralnya
jelek, tetapi karena kelemahannya. Ia tidak dapat membedakan mana
fakta dan mana fantasi.
6) Anak berpendapat bahwa benda-benda akan berbeda jika kelihatannya
berbeda.
7) Anak pada tahap ini memiliki kesukaran membalikkan dan mengulang
pemikiran (perbuatan). Anak tidak dapat atau sukar memahami apa

6
yang akan terjadi jika air yang ada dalam bejana sebelah kanan
ditumpahkan ke dalam bejana sebelah kiri. Anak pada tahap ini belum
dapat melakukan operasi invers.
8) Anak masih kesulitan untuk memikirkan dua aspek atau lebih dari
suatu benda secara serempak. Misalnya ia akan kesulitan jika ia
diminta untuk mengumpulkan kelereng besar dan berwarna hijau
misalnya. Demikian pula ia akan kesulitan jika harus memahami
bahwa himpunan laki-laki dan himpunan orang dewasa itu ada
irisannya.
9) Anak belum berpikir induktif maupun deduktif, melainkan transitif
(dari khusus ke khusus).
10) Anak mampu memanipulasi benda-benda konkret.
11) Anak mulai dapat membilang dengan menggunakan benda konkret,
misalkan jari tangannya.
12) Pada akhir tahap ini, anak dapat memberikan alasan atas
keyakinannya, dapat mengelompokkan benda-benda berdasarkan satu
sifat khusus yang sederhana, dan mulai dapat memperoleh konsep
yang sebenarnya.
13) Anak belum dapat memahami korespondensi satu-satu untuk
memahami banyaknya (kesamaan dan ketidaksamaan). Anak
mengalami kesulitan untuk memahami bahwa bilangan kardinal dari
himpunan bilangan asli adalah sama banyak dengan bilangan kardinal
dari himpunan bilangan asli genap.
14) Anak sulit memahami konsep ketakhinggaan dan pembagian tak
terbatas dari sebuah ruas garis atas ruas garis-ruas garis yang lebih
kecil panjangnya.

3. Tahap Operasi Kongkrit (Concrete Operational Stage)


Tahap ini merupakan tahap anak-anak sekolah dasar pada umumnya.
Pada tahap ini, anak dapat memahami operasi (logis) dengan bantuan benda-
benda kongkrit. Yang dimaksud operasi dengan bantuan benda-benda kongkrit
disini adalah tindakan atau perbuatan mental mengenai kenyataan dalam

7
kehidupan nyata. Anak tidak perlu selalu dengan bantuan benda-benda kongkrit
Ketika melakukan operasi. Akan tetapi ada kemungkinan, anak-anak masih
kesulitan membuat generalisasi verbal dari contoh-contoh yang serupa. Oleh
karena itu, anak-anak pada tahap ini dapat dikelompokkan ke dalam taraf
berpikir kongkrit yaitu selalu memerlukan bantuan benda-benda kongkrit, atau
taraf berpikir semi kongkrit, artinya dapat mengerti jika dibantu dengan gambar
benda kongkrit. Dapat pula dikatakan taraf berpikir semi abstrak, yaitu dapat
mengerti dengan bantuan diagram, torus, atau sejenisnya. Serta dapat pula
dikatakan berada pada taraf berpikir abstrak, yaitu dapat mengerti tanpa bantuan
benda-benda real, gambar ataupun diagramnya.
Adapun ciri-ciri anak tahap operasi kongkrit adalah sebagai berikut:
1) Sebaran umur dari sekitar 7–11 tahun atau 12 tahun, kadang-kadang
lebih.
2) Pada permulaan tahap ini, egoismenya mulai berkurang. Anak mulai
bersedia bermain dengan teman-temannya, tukar-menukar mainan,
dan lain-lainnya.
3) Dapat mengelompokkan benda-benda yang mempunyai beberapa
karakteristik ke dalam himpunan dan himpunan bagian dengan
karakteristik khusus dan dapat melihat beberapa karakteristik suatu
benda secara serentak.
4) Mampu berkecimpung dalam hubungan kompleks antara kelompok-
kelompok, dapat membalikkan operasi dan prosedur, serta dapat
melihat ‘langkah (keadaan) antara’ dari suatu perubahan. Misalnya,
keadaan antara ayahnya pergi dan pulang kantor, langkah antara
matahari terbit dan terbenam, dan lain-lain.
5) Jika pada tahap pre operasional anak belum memahami konsep
kekekalan, tetapi pada tahap ini sudah anak sudah memahami konsep
kekekalan. Konsep kekekalan bilangan (6–7 tahun); kekekalan materi
(7–8 tahun); kekekalan panjang (7–8 tahun); kekekalan luas (8–9
tahun); dan konsep kekekalan berat (9–10 tahun). Bahkan pada akhir
tahap ini, anak sudah dapat memahami konsep kekekalan isi (14–15
tahun kadang-kadang mulai pada usia 11 tahun).

8
6) Mampu melihat sudut pandangan orang lain. Pada tahap ini, anak
belajar membedakan antara perbuatan salah yang disengaja dengan
kesalahan yang tidak disengaja. Bagi anak pada tahap ini kucing itu
dinamai (disebut) kucing karena binatang itu adalah kucing, bukan
karena pemberian nama oleh manusia.
7) Dapat menggunakan tambang panjang 3, 4, dan 5 m dan bilangan
Pythagoras lainnya untuk membuat segi tiga siku-siku.
8) Anak-anak pada tahap ini senang membuat benda bentukan,
memanipulasi benda, dan membuat alat mekanis
9) Pada akhir tahap ini, anak dapat memberikan alasan deduktif dan
induktif, tetapi masih banyak memandang contoh berurutan dari suatu
prinsip umum sebagai hal-hal yang tidak berhubungan, misalnya
dalam langkah-langkah terurut pada pembuktian induksi matematika.
10) Berpikirnya lebih dinamis, berpikir ke depan – ke belakang dalam
suatu struktur atau konteks.
11) Masih mengalami kesulitan untuk menjelaskan peribahasa dan tidak
mampu melihat arti yang tersembunyi. Tetapi ia mulai dapat
memahami orang yang membadut (berjenaka).
12) Anak jarang dapat membuat definisi deskriptif yang tepat, meskipun
demikian ia dapat mengingat-ingat definisi buatan orang lain dan
mengatakan kembali apa yang dihapalkannya.
13) Masih kesulitan memahami abstraksi verbal. Anak mampu melakukan
operasi kompleks seperti kebalikan, substitusi, gabungan dan irisan,
dan pengurutan dari benda-benda kongkrit, tetapi mungkin tidak
mampu menyelesaikan operasi-operasi ini dengan simbol-simbol
verbal. Kekuatan penilaian (judgement) dan memberi alasan secara
logis belum berkembang dengan baik dan anak jarang dapat
menyelesaikan soal cerita yang berhubungan dengan hukum transitif.
14) Tahap ini disebut tahap operasi kongkrit sebab anak-anak usia antara
7–12 tahun mengalami kesulitan dalam menerapkan proses intelektual
formal ke simbol-simbol verbal dan ide-ide abstrak. Meskipun

9
demikian anak pada usia 12 tahun sangat mahir menggunakan
kepandaiannya untuk memanipulasi benda-benda kongkrit.

4. Tahap Operasi Formal (Formal Operational Stage)


Tahap operasi formal merupakan tahap terakhir dalam perkembangan
kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini, seorang remaja sudah dapat berpikir
logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi
dan hipotesis, dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati
saat itu, dan cara berpikir yang abstrak mulai dimengerti.
Adapun ciri-ciri tahap operasi formal adalah sebagai berikut:
1) Berusia sekitar 11–12 tahun ke atas (disebut juga anak dewasa).
2) Tidak memerlukan perantara operasi konkret lagi untuk menyajikan
abstraksi mental secara verbal.
3) Dapat mempertimbangkan banyak pandangan sekaligus dan dapat
memandang perbuatannya secara objektif dan merefleksikan proses
berpikirnya.
4) Mulai belajar merumuskan hipotesis (perkiraan) sebelum ia berbuat.
Misalnya ia dapat memperkirakan apa yang akan terjadi pada waktu
menggoreng bila ia memasukkan daging ayam berair ke dalam katel
berminyak yang sangat panas. Percobaan dilakukan untuk
membuktikan hipotesisnya.
5) Dapat merumuskan dalil/teori, menggeneralisasikan hipotesis, dan
mengetes bermacam hipotesis.
6) Dapat menghayati derajat kebaikan dan kesalahan dan dapat
memandang definisi, aturan, dan dalil dalam konteks yang benar dan
objektif.
7) Dapat berpikir deduktif dan induktif, dapat memberikan alasan-alasan
dari kombinasi pernyataan dengan menggunakan konjungsi, disjungsi,
negasi, dan implikasi, serta memahami induksi matematika.
8) Anak dapat memahami dan menggunakan konteks kompleks seperti
permutasi, kombinasi, perbandingan (proposisi), korelasi dan

10
probabilitas, dan dapat menggambarkan besar tak hingga dan kecil tak
hingga.
Operasi formal pada tahap perkembangan mental ini tidak berhubungan
dengan ada atau tidaknya benda-benda kongkrit, tetapi berhubungan dengan
tipe berpikir. Apakah situasinya disertai oleh benda-benda kongkrit atau tidak,
tidak menjadi masalah.

2.3 Gangguan Kesehatan Mental


1. Gangguan Kesehatan Mental pada Anak
Masalah kesehatan atau perkembangan mental yang terjadi pada anak
sering ditemukan di Indonesia bahkan dunia. Namun banyak orang tua
yang cenderung menganggap biasa dari gejala awal gangguan kesehatan
atau perkembangan mental. Selain faktor lingkungan (terutama orang
tua), faktor lain adalah riwayat kehamilan saat anak dalam kandungan,
riwayat penggunaan obat, riwayat genetik, riwayat trauma serta faktor
penyakit fisik dan masalah gizi yang terjadi pada anak. Beberapa hal
yang cenderung sering terjadi dalam gangguan kesehatan mental anak,
antara lain:
➢ Gangguan Kecemasan (Ansietas)
Mungkin kita menganggap perasaan cemas itu biasa
dialami. Namun keadaan ini bisa terjadi secara berlebihan dan
sering bahkan sampai mengganggu aktivitas sosial anak,
sehingga dikatakan sebagai gangguan cemas. Gangguan cemas
pada anak terjadi akibat adanya rasa tertekan pada anak,
akibatnya anak-anak selalu merasa mengkhawatirkan hal yang
belum pasti hasilnya. Bahkan walaupun hal yang menjadi
penyebab kekhawatiran sudah dilewati, bahkan anak tetap
mengalami rasa cemas. Faktor yang menyebabkan ada banyak
hal, mulai dari genetik, orang tua, bahkan lingkungan sehari-hari
dalam interaksi anak di luar rumah.
Di Indonesia, kesadaran orang dewasa terhadap mental anak kadang
dianggap biasa, padahal tanpa diketahui bahwa perkataan terus-menerus

11
muncul lagi di pikiran kita. setiap terlintas kembali dipikiran, rasa malu,
rasa marah dan rasa takutnya pun kembali kita rasakan. Gangguan
mental akibat terlintasnya peristiwa di masa lalu tersebut dikenal dengan
Post Traumatic Disorder (PTSD). Sebuah penelitian menunjukkan, orang
yang punya gangguan kecemasan berlebihan sering kali mengalami kilas
balik peristiwa yang membuat trauma tersebut. Efeknya, mereka
menghindari hal hal yang membuat mereka ingat akan peristiwa itu.

2. Gangguan Kesehatan Mental pada Remaja


Remaja adalah kelompok individu yang paling rentan mengalami
gangguan mental. Sebab, banyak faktor risiko yang dihadapi remaja yang
berpotensi memengaruhi kesehatan mental mereka. Faktor-faktor yang
dapat menyebabkan stres selama masa remaja antara lain keinginan besar
untuk lebih mandiri, tekanan saat menyesuaikan diri dengan teman
sebaya, serta peningkatan akses dan penggunaan teknologi. Faktor
penentu lainnya termasuk kondisi rumah tangga dan kekerasan seksual
yang rentan menimpa para remaja. Berikut gangguan kesehatan mental
yang sering dialami remaja :
1) Gangguan Emosi
Gangguan emosi umumnya muncul pada masa remaja.
Selain depresi atau kecemasan, remaja dengan gangguan emosi
bisa mengalami sifat mudah marah, frustasi atau marah secara
berlebihan. Selain gejala psikologis, gangguan emosi juga dapat
menimbulkan gejala fisik, seperti sakit perut, sakit kepala, atau
mual. Gangguan emosional bisa sangat memengaruhi kinerja di
sekolahnya. Jika tidak segera ditangani, remaja yang mengalami
gangguan emosi dapat mengalami gejala lebih buruk, seperti
mengisolasi diri hingga punya pikiran bunuh diri.
2) Masalah Perilaku
Masalah perilaku pada masa kanak-kanak merupakan
penyebab utama kedua gangguan mental pada remaja. Gangguan
perilaku pada masa kanak-kanak contohnya ADHD (Attention-

12
deficit hyperactivity disorder ) yang ditandai dengan kesulitan
fokus dan gangguan perilaku yang ditandai dengan perilaku
merusak atau menantang. Masalah perilaku ini juga dapat
memengaruhi kinerja sekolah dan berisiko menimbulkan perilaku
kriminal pada remaja.
3) Gangguan Makan
Gangguan makan biasanya muncul pada masa remaja dan
dewasa muda. Gangguan makan lebih sering menyerang wanita
daripada pria. Contoh gangguan makan yang bisa dialami remaja
adalah :
• Anoreksia nervosa yaitu gangguan makan yang ditandai
dengan berat badan yang sangat rendah, rasa takut yang
berlebihan pada kenaikan berat badan, dan persepsi yang
salah terhadap berat badan.
• Bulimia nervosa adalah gangguan makan di mana
pengidapnya punya keinginan mengonsumsi makanan
dalam jumlah besar sekaligus lalu diikuti dengan
kecenderungan untuk memuntahkan kembali makanan
yang telah dimakannya agar berat badan tidak meningkat.
Bulimia adalah gangguan mental yang berbahaya dan
berpotensi mengancam nyawa.
• Gangguan makan yang ditandai dengan membatasi kalori
atau makan berlebihan.
Gangguan makan berisiko merusak kesehatan dan sering
kali muncul bersamaan dengan depresi, kecemasan atau
penyalahgunaan zat.
4) Psikosis
Psikosis adalah kondisi kejiawaan yang bisa ditandai
dengan adanya gangguan hubungan dengan
realita. Psikosis merupakan gejala serius yang muncul akibat
gangguan mental yang serius dan meliputi adanya gangguan
halusinasi atau delusi. Gejala psikosis paling sering muncul

13
pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Gejala dapat
berupa halusinasi atau delusi. Gejala ini dapat mengganggu
kemampuan remaja untuk berpartisipasi dalam kehidupan
sehari-hari dan memengaruhi kinerja sekolahnya. Psikosis
juga bisa menimbulkan stigma negatif di masyarakat atau
pelanggaran hak asasi manusia.
5) Self Harm dan Bunuh Diri
Self-harm adalah suatu bentuk perilaku menyakiti diri
sendiri yang dilakukan individu karena permasalahan yang
kompleks dan rumit. Seseorang yang mengalami self harm
cenderung menyakiti dirinya sendiri dengan cara memukul,
membenturkan anggota tubuh ke tembok, melukai tubuh
dengan benda tajam. Pengidap self harm merasa setelah
melukai diri sendiri maka merasakan sensasi ketenangan dan
kepuasan yang sifatnya sementara.
Depresi dan stress berlebih menjadi pemicu seseorang
melakukan bunuh diri. Ada sejumlah faktor risiko yang
memicu perilaku bunuh diri pada remaja. Misalnya,
penggunaan alkohol yang berbahaya, pelecehan di masa
kanak-kanak dan hambatan dalam mengakses perawatan
mental. Selain itu, media sosial juga kini menjadi penyebab
bunuh diri terbesar pada anak remaja. Pasalnya, media sosial
bisa menuntut banyak hal pada anak remaja, seperti citra diri
dan kehidupan yang cenderung konsumtif.
6) Perilaku Pengambilan Resiko
Di masa remaja, rasa keingintahuan sangat tinggi, remaja
cenderung ingin mencoba hal-hal baru karena rasa
penasarannya. Jika salah langkah para remaja akan sangat
rentan mengambil banyak risiko, seperti risiko melakukan
hubungan seksual dini, merokok, minum alkohol, hingga
penyalahgunaan narkoba. Tindakan kekerasan adalah
perilaku pengambilan risiko yang dapat memengaruhi

14
pencapaian pendidikan, cedera, keterlibatan dengan
kejahatan, hingga kematian.

3. Gangguan Kesehatan Mental pada Dewasa


1) Demensia
Demensia adalah suatu gangguan intelektual/daya ingat
yang umumnya progresif dan ireversibel. Biasanya ini sering
terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun. Di Indonesia sering
menganggap bahwa demensia ini merupakan gejala yang normal
pada setiap orang tua. Namun kenyataan bahwa suatu anggapan
atau persepsi yang salah bahwa setiap orang tua mengalami
gangguan atau penurunan daya ingat adalah suatu proses yang
normal saja. Anggapan ini harus dihilangkan dari pandangan
masyarakat kita yang salah.
Faktor resiko yang sering menyebabkan lanjut usia
terkena demensia adalah: usia, riwayat keluarga, jenis kelamin
perempuan. Demensia merupakan suatu penyakit degeneratif
primer pada susunan sistem saraf pusat dan merupakan penyakit
vaskuler.
2) Depresi
Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam
problem lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi
depresi tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-
masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi.
Gejala depresi pada lansia dengan orang dewasa muda berbeda
dimana pada lansia terdapat keluhan somatik.
Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara
faktor-faktor psikologik, sosial dan biologik. Biologik: sel saraf
yang rusak, faktor genetik, penyakit kronis seperti hipertensi,
DM, stroke, keterbatasan gerak, gangguan
pendengaran/penglihatan. Sosial: kurang interaksi sosial,

15
kemiskinan, kesedihan, kesepian, isolasi sosial. Psikologis:
kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang tidak terselesai.
3) Skizofrenia
Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja
akhir/dewasa muda dan menetap seumur hidup. Wanita lebih
sering menderita skizofrenia lambat dibanding pria. Perbedaan
onset lambat dengan awal adalah adanya skizofrenia paranoid
pada tipe onset lambat.Terapi dapat diberikan obat anti psikotik
seperti haloperidol, chlorpromazine, dengan pemberian dosis
yang lebih kecil.
4) Gangguan Delusi
Onset usia pada gangguan delusi adalah 40– 55 tahun,
tetapi dapat terjadi kapan saja. Pada gangguan delusi terdapat
waham yang tersering yaitu: waham kejar dan waham somatik.
5) Gangguan Somatiform
Gangguan somatiform ditandai oleh gejala yang sering
ditemukan apada pasien > 60 tahun. Gangguan biasanya kronis
dan prognosis adalah berhati-hati. Untuk mententramkan pasien
perlu dilakukan pemeriksaan fisik ulang sehingga ia yakin bahwa
mereka tidak memliki penyakit yang mematikan.Terapi pada
gangguan ini adalah dengan pendekatan psikologis dan
farmakologis.
6) Gangguan Penggunaan Alkohol dan Zat Lain
Riwayat minum/ketergantungan alkohol biasanya
memberikan riwayat minum berlebihan yang dimulai pada masa
remaja/dewasa. Mereka biasanya memiliki penyakit hati.
Sejumlah besar lansia dengan riwayat penggunaan alkohol
terdapat penyakit demensia yang kronis seperti ensefalopati
wernicke dan sindroma Korsakoff.
Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi,
higienis pribadi yang buruk, malnutrisi dan efek pemaparan. Zat
yang dijual bebas seperti kafein dan nikotin sering disalah

16
gunakan. Di sini harus diperhatikan adanya gangguan
gastrointestiral kronis pada lansia pengguna alkohol maupun
tidak obat-obat sehingga tidak terjadi suatu penyakit medik.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka dapat ditarik simpulan sebagai
berikut.
1. Perkembangan mental merupakan suatu proses yang menggambarkan
perilaku kehidupan sosial psikologi manusia/remaja pada posisi yang
harmonis di dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks.
2. Menurut teori perkembangan mental Piaget, ada 4 tahapan perkembangan
kognitif pada anak, yaitu 1) Tahap sensori motoric (tahap perkembangan
yang dialami semenjak lahir hingga usia sekitar 2 tahun), 2) Tahap pre
operasi (dalam tahap ini anak sangat egosentris, mereka sulit menerima
pendapat orang lain), 3) Tahap operasi konkrit (tahap anak-anak sekolah
dasar pada umumnya. Pada tahap ini, anak dapat memahami operasi (logis)
dengan bantuan benda-benda kongkrit), 4) Tahap operasi formal ( seorang
remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal
berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dapat mengambil kesimpulan
lepas dari apa yang dapat diamati saat itu, dan cara berpikir yang abstrak
mulai dimengerti).
3. Gangguan kesehatan mental dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu
gangguan kesehatan mental anak, gangguan kesehatan mental remaja dan
gangguan kesehatan mental dewasa. Pada anak-anak sering terjadi
gangguan mental seperti ansietas dan PTSD. Pada remaja sering terjadi
gangguan emosi, masalah perilaku, gangguan makan, psikosis, self harm,
bunuh diri, perilaku pengambilan resiko. Sedangkan pada orang dewasa
ialah demensia, depresi, skizofrenia, gangguan delusi, gangguan somatifrom
dan gangguan penggunaan alcohol.

3.2 Saran
Di zaman modern ini, kesadaran orang dewasa terhadap mental anak masih
sangat rendah. Kadang orang tua masih menganggap itu hal yang biasa, padahal

18
tanpa disadari hal yang dianggap biasa inilah yang menjadi pemicu terjadinya
gangguan mental. Orang tua haruslah melek dengan perkembangan mental
anaknya. Untuk menjaga perkembangan mental anak dapat dilakukan dengan
membangun kepercayaan diri anak, mendorong anak untuk bersosialisasi,
mengajari anak untuk menikmati sebuah proses, mengajari disiplin dengan adil dan
konsisten dan menciptakan lingkungan rumah yang aman. Tidak hanya pada anak,
orang dewasa juga harus memperhatikan Kesehatan mentalnya, terlebih lagi
semakin seseorang dewasa beban hidup akan semakin bertambah dan tentunya
berpengaruh pada kesehatan mental.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alhaddad. 2012. Penerapan Teori Perkembangan Mental Piaget. Tersedia di : http://e-


journal.stkipsiliwangi.ac.id/index.php/infinity/article/view/5/4#:~:text=Menurut
%20teori%20perkembangan%20mental%20dari,usia%20sekitar%207%20tahun
%20sampai. Diakses pada 08 Februari 2022.

Mith. 2017. Tahapan Perkembangan Mental. Tersedia di :


https://www.scribd.com/document/360369481/Kelompok-4-Tahapan-
Perkembangan-Mental. Diakses pada 08 Februari 2022.

Handayani. 2020. 6 Gangguan Mental yang Muncul di Masa Remaja. Tersedia di :


https://www.halodoc.com/artikel/ini-6-gangguan-mental-yang-muncul-di-masa-
remaja. Diakses pada tanggal 08 Februari 2022.

Sehat, Halo. 2016. 7 Jenis Gangguan Mental pada Anak. Tersedia di


:http://halosehat.com/penyakit/gangguan-jiwa-mental/jenis-gangguan-mental-
pada-anak pada tanggal 08 Februari 2022.

Anda mungkin juga menyukai