Anda di halaman 1dari 151

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

G DENGAN GANGGUAN
SISTEM ENDOKRIN AKIBAT DIABETES MELLITUS TYPE II
DI RUANG SAKURA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUMEDANG
TANGGAL 05-09 MEI 2017

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan


Program DIII Keperawatan

Disusun Oleh:

RENA RAISA SUNDARI

NIM 14.036

AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN SUMEDANG

2017
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : RENA RAISA SUNDARI

NIM : 14.036

Program Studi : Keperawatan

Institusi : AKPER Pemkab Sumedang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis

ini adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan

pengambil alihan tulisan atau fikiran orang lain yang saya akusevagai tulisan atau

fikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya

Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas

perbuatan tersebut.

Sumedang,........................2017

Pembuat Pernyataan

........................................
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa


Karya Tulis Ilmiah yang berjudul :

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.G DENGAN GANGGUAN


SISTEM ENDOKRIN AKIBAT DIABETES MELLITUS TIPE II
DI RUANG SAKURA RSUD KABUPATEN SUMEDANG

Telah diperiksa dan disetujui untuk dipertahankan pada sidang akhir


Karya Tulis Ilmiah

Sumedang, 24 Mei 2017

Pembimbing,

Nunung Siti Sukaesih, S.Kep.M.MedEd


1978 0131 200604 2 014
PENGESAHAN

Telah dipertahankan di depan tim penguji Ujian Sidang Karya Tulis Ilmiah
Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Sumedang

Pada tanggal, 24 Mei 2017

Tim Penguji

Penguji I : Nunung Siti Sukaesih, S.Kep.M.MedEd (………………)


NIP. 1978 0131 200604 2 014

Penguji II : H.Ahmad Purnama, S.Kep,.M.Kes. (……………...)


NIP 19770302 200604 1 031

Penguji III : Putri Wulansari, S.Kep, Ners (………………)


NIP 19830326 201001 2 011

Mengesahkan,
Direktur Akademi Keperawatan Kabupaten Sumedang

H. Dadang Rukmawan, Drs,M.Kes


NIP. 19630301 198302 1 002
PERSEMBAHAN

Hangat pelukan mentari pagi sedikit demi sedikit menggugurkan


embun

Hangat pelukannya terasa menusuk kalbu

Kehangatan sejati dari mentari pagi

Setiap pagi kurasakan akan hal itu

Mentari yang selalu berusaha tampak ceria meskipun badai menerpa

Usahanya penuh cucuran keringat darah dan air mata tuk memenuhi
tanggungjawabnya

Beberapa puluh tahun berlalu telah kurasakan beratnya usaha sang


mentari

Mentari tersebut tiada lain dan tiada bukan ialah kedua orang tuaku

Kini telah tiba waktunya

Ku persembahkan sedikit kebahagiaan

Mah, Pak, sekarang aku telah berada dititik harapan mamah dan
bapak
AKADEMIK KEPERAWAT
PEMERINTAH KABUPATEN SUMEDANG

Rena Raisa Sundari 14.036


Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. G Dengan Gangguan Sistem Endokrin
Akibat Diabetes Mellitus Type II Di Ruang Sakura Rumah Sakit
Umum Daerah Sumedang pada Tanggal 05-10 Mei 2017
123 Halaman , 4 Bab, 6 Tabel, 2 Bagan, 1 Gambar, 3 Lampiran,
ABSTRAK
Karya Tulis Ilmiah dibuat dengan latar belakang kelenjar endokrin
merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan
mikroskopis sederhana. Gangguan paling banyak terjadi pada kelenjar
pankreas yaitu DM. Di Jawa Barat (RISKESDAS) prevalensi penyakit
(DM) 1,3% tahun 2013 dan di Sumedang tahun 2014 sebanyak 124, tahun
2015 ada 121 orang, tahun 2016 185 orang. Tujuan penulisan karya tulis
agar mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif
meliputi aspek bio-psiko-sosial-spiritual pada pasien DM tipe II melalui
pendekatan proses keperawatan. Diabetes mellitus adalah keadaan dimana
kadar gula dalam darah tinggi melebihi kadar gula darah normal. Penyakit
ini biasanya disertai berbagai kelainan metabolisme akibat gangguan
hormon dalam tubuh. Kadar gula darah yang tinggi ini di sebut sebagai
kondisi hiperglikemi.Konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien
dengan tipe II dimulai dari proses pengkajian sampai evaluasi. Setelah
dilakukan pengkajian, masalah yang ditemukan adalah Gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigen, gangguan keseimbangan cairan, gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, gangguan istirahat tidur, intoleransi
aktivitas dan kurang pengetahuan. Evaluasi dari 6 masalah yang
ditemukan, 4 masalah teratasi dan 2 masalah teratasi sebagian. Pada
pelaksanaan asuhan keperawatan yang komperhensif yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, evaluasi kemudian dilakukan
pendokumentasian yang benar. Saran untuk instansi pendidikan
diharapkan dapat menyediakan buku sumber keperawatan medical bedah
tahun terbitan terbaru yang menunjang untuk proses pembelajaran.
Daftar Pustaka: 29 buah (2000-2016).
Keyword : asuhan Keperawatan, Diabetes Mellitus Tipe II
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah SWT, karena atas rahmat dan karunianya-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya tulis ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. G

Dengan Gangguan Sistem Endokrin Akibat Diabetes Mellitus Type II Di Ruang

Sakura Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang Tanggal 05-09 Mei 2017 “.

Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan program Pendidikan DIII Keperawatan di Akademi Keperawatan

Pemerintah Daerah Sumedang. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis

banyak menemukan kesulitan dan hambatan. Namun berkat bimbingan serta

dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah ini tepat pada waktunya.

Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, yaitu :

1. Bapak H. Dadang Rukmawan., Drs., M.Kes, sebagai Direktur Akademik

Keperawatan Pemerintah Kabupaten Sumedang.

2. Ibu Nunung Siti Sukaesih, S.Kep.M.MedEd sebagai pembimbing yang

telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.


3. Bapak H. Ahmad Purnama.,S.Kp.,M.Kes dan Ibu Putri

Wulansari.,S.Kep,Ners. sebagai tim penguji terima kasih atas

dukungannya.

4. Seluruh staf dosen dan karyawan karyawati Akper Pemkab Sumedang yang

telah membantu selama mengikuti pendidikan di Akper Pemkab

Sumedang.

5. Kepala Ruangan Sakura beserta staf yang telah membantu penulisan dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan.

6. Kedua Orang Tua tercinta, kakak, dan keluarga besar yang telah

memberikan bantuan, dukungan moral dan doa dengan penuh keikhlasan.

7. Keluarga Tn. G yang telah membantu memberikan keterangan tentang

keadaan penyakit Tn. G.

8. Angkatan 18 yang telah berjuang bersama melewati suka dan dukanya di

AKPER Sumedang.

9. Keluarga besar 3A “ACTION”. Atas kebersamaannya selama 3 tahun.

10. Teman-teman GreenOrange yang selalu mendengarkan keluh kesah penulis

dan telah memberikan dorongan semangat.

11. Serta semua pihak yang penulis tidak bias sebutkan satu persatu, terima

kasih atas segala bantuan selama penyusunan karya tulis ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ini masih banyak

kekurangan, oleh karena itu apabila ada saran dan kritik yang bersifat

membangun akan penulis terima.


Dengan penuh harap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan

manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Sumedang, Mei 2017

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERSEMBAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

DAFTAR TABEL...........................................................................................vi

DAFTAR GAMBAR......................................................................................vii

DAFTAR BAGAN..........................................................................................viii

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Tujuan Penulisan.......................................................................................7

C. Metode Telaah...........................................................................................8

D. Manfaat Penulisan.....................................................................................9

E. Sistematika Penulisan................................................................................10
BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Diabetes Mellitus

1. Pengertian...........................................................................................12

2. Patofisiologi........................................................................................14

3. Etiologi...............................................................................................16

4. Manifestasi Klinis...............................................................................18

5. Anatomi dan Fisiologi........................................................................18

6. Faktor Resiko......................................................................................20

7. Komplikasi..........................................................................................22

8. Pencegahan.........................................................................................28

9. Dampak Terhadap Sistem lain............................................................29

10. Penatalaksanaan..................................................................................29

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Endokrin

1. Pengkajian..........................................................................................35

2. Diagnosa Keperawatan.......................................................................65

3. Perencanaan........................................................................................66

4. Implementasi......................................................................................74

5. Evaluasi..............................................................................................74

BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tinjajauan Kasus

1. Pengkajian.............................................................................................75

2. Diagnosa keperawatan..........................................................................92
3. Intervensi...............................................................................................93

4. Implementasi.........................................................................................98

5. Catatan Perkembangan..........................................................................101

B. Pembahasan

1. Pengkajian.............................................................................................107

2. Diagnosa keperawatan..........................................................................109

3. Intervensi...............................................................................................113

4. Implementasi.........................................................................................116

5. Evaluasi.................................................................................................118

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ...............................................................................................120

B. Rekomendasi.............................................................................................122

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai albumin dalam normal........................................................64

Tabel 2.2 Pemeriksaan diagnostik...............................................................65

Tabel 2.3 Intervensi teori.............................................................................67

Tabel 3.1 Pola aktivitas................................................................................78

Tabel 3.2 Hasil laboratorium.......................................................................87

Tabel 3.3 Analisa data..................................................................................89

Tabel 3.4 Intervensi......................................................................................93

Tabel 3.5 Implementasi dan Evaluasi .........................................................98


DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Anatomi dan pankreas .......................................................19


DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Patofisiologi ...............................................................................34

Bagan 3.1 Genogram ...................................................................................77


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Satuan Acara Penyuluhan

Lampiran 2 Leaflet

Lampiran 3 Format Bimbingan


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang

mempunyai susunan mikroskopis sangat sederhana. Kelompok ini terdiri

dari deretan sel-sel, lempengan atau gumpalan sel disokong oleh jaringan

ikat halus yang banyak mengandung pembuluh kapiler. Sistem endokrin,

dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi

tubuh. Kedua sistem ini bersama sama bekerja untuk mempertahankan

homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan,

namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla

adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf

(neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua

kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.

Kelenjar endokrin tidak memiliki saluran, hasil sekresi dihantarkan

tidak melaui saluran, tapi dari sel-sel endokrin langsung masuk ke

pembuluh darah. Selanjutnya hormon tersebut dibawa ke sel-sel target

(responsive cells) tempat terjadinya efek hormon. Sedangkan ekresi

kelenjar eksokrin keluar dari tubuh kita melalui saluran khusus, seperti

uretra dan saluran kelenjar ludah. Kelenjar endokrin menghasilkan hormon

”pembawa pesan” yang akan ditindaklanjuti oleh organ tubuh lain.


Terdapat delapan kelenjar endokrin, yaitu kelenjar hipotalamus dan

hipofisis di otak kelenjar tiroid (gondok), di leher bagian depan kelenjar

paratiroid, di dekat kelenjar tiroid kelenjar adrenal (suprarenalis), di kutub

atas ginjal kiri-kanan kelenjar gonad (kelamin), pada testis dan indung

telur kelenjar pankreas, kelenjar timus di bawah tulang dada. Gangguan

pada kelenjar itu bisa menyebabkan penyakit yang berbeda-beda.

Salah satu gangguan paling banyak terjadi pada kelenjar pankreas

yang adalah diabetes mellitus (DM). Diabetes mellitus merupakan

sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa

dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam

jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang

dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas.

Mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan

penyimpanannya (Smeltzer & Bare, 2002).

Diabetes Mellitus, terjadi apabila kemampuan tubuh untuk bereaksi

terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama

sekali produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang

dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti diabetes

ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik

(HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut menyebabkan

komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan

komplikasi neuropati (penyakit pada saraf). Diabetes juga disertai dengan


peningkatan insidens penyakit makrovaskuler yang mencakup infark

miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer (Smeltzer & Bare, 2002).

Terdapat beberapa tipe diabetes Mellitus: Tipe I Diabetes mellitus

tergantung insulin (insulin dependent mellitus/IDDM). Tipe II Diabetes

mellitus tidak tergantung insulin (noninsulin dependent diabetes

mellitus/NIDDM). Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan

atau syndrom lainnya. Diabetes mellitus gestasional (gestasional diabetes

mellitus/ GDM) (Smeltzer & Bare, 2002).

Kurang lebih 5%-10% penderita mengalami diabetes tipe I, yaitu

diabetes yang tergantung insulin. Pada diabetes jenis ini, sel-sel beta

pankreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormon insulin

dihancurkan oleh suatu proses autoimun (Smeltzer & Bare, 2002).

Sisanya penderita mengalami diabetes tipe II, yaitu diabetes yang

tidak tergantung insulin. Diabetes tipe II terjadi akibat penurunan

sensitivitas terhadap insulin (yang disebut resistensi insulin) atau akibat

penurunan produksi jumlah insulin (Smeltzer & Bare, 2002).

WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita Non Insulin Dependent

Diabetes mellitus (NIDDM) dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar

21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik,

diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun

adalah sebesar 113 juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban

sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%. Pada tahun 2030

diperkirakan ada 12 juta penyandang diabetes daerah urban dan 8,1 juta di
daerah rural. Diabetes mellitus (DM) jika tidak ditangani dengan baik akan

mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti

mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf, dan lain-lain.

Berdasarkan data tersebut di atas penyakit Diabetes Mellitus setiap

tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan. Penyakit Diabetes

Mellitus termasuk ke dalam penyakit gangguan Sistem Endokrin yang

mempunyai dampak terhadap sistem lain yaitu Sistem Perkemihan ; dapat

menimbulkan kerusakan ginjal karena kadar gula darah yang tinggi dapat

memberatkan kerja ginjal dan merusak sel nefron, Sistem Panca Indra ;

kerusakan retina mengalami kerusakan atau penglihatan kabur, Sistem

Persarafan ; kerusakan neuropati kelebihan gula darah dapat merusak

pembulu darah kecil yang memasok darah ke saraf, Sistem

Kardiovaskuler ; kadar gula dalam darah meningkat dapat menimbulkan

kekentalan darah dan meningkatkan kerja jantung, Sistem Integumen ;

dapat menimbulkan infeksi jamur dan bakteri, Sistem Muskuloseletal ;

dapat menimbulkan osteoporosis lebih cepat bagi perempuan (Wedaran,

2007).

Selain mempunyai dampak terhadap sistem penyakit endokrin,

diabetes mellitus mempunyai dampak juga terhadap kebutuhan dasar

manusia yaitu gangguan intoleransi aktifitas, pemenuhan kebutuhan

nutrisi, istirahat tidur, difisit personal hygiene, kurang pengetahuan.

Penyakit diabetes mellitus apabila tidak segera mendapatkan penanganan

secara cepat, tepat dan benar dapat menyebabkan kematian pada penderita
penyakit tersebut. Dikarenakan bertambahnya berat badan yang

berlebih/kegemukan, tidak aktif secara fisik dan kurang olahraga sehingga

metabolisme tubuh berkurang (literatur). Dengan berjalannya waktu,

diabetes dapat merusak jantung, pembulu darah, mata, ginjal, dan saraf.

Melihat pentingnya penanganan penyakit dan bahaya/dampak dari

penyakit diabetes mellitus. Maka pemerintah melalui kebijakan Mentri

Kesehatan untuk mengantisipasi dan menekan timbulnya penyakit tersebut

dengan mengeluarkan kebijakan upaya prepentive, promotive, kuratif, dan

rehabilitatif seperti halnya mengeluarkan program kegiatan Terapkan gaya

hidup sehat olahraga secara teratur/ senam DM, himbauan untuk berhenti

merokok dan melarang minum-minuman beralkohol. Himbauan tersebut di

sampaikan melalui media masa, media cetak, maupun media elektronik

(Kemenkes, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian epidemiologi sampai tahun delapan

puluhan telah di laksanakan di berbagai kota di Indonesia, prevalensi

diabetes berkisar antara 1,5 s/d 2,3% di seluruh jumlah penduduk di

Indonesia (Suyono, 2009).

Berdasarkan data di Jawa Barat sesuai (RISKESDAS) prevalensi

penyakit diabetes mellitus di dapat hasil yaitu 1,3% pada tahun 2013

(Kemenkes, 2013)

Kabupaten Sumedang, prevalensi penyakit diabetes mellitus (DM)

tipe II Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang berjumlah 430, pada tahun
2014 sebanyak 124, tahun 2015 ada 121 orang sedangkan pada tahun 2016

yaitu 185 orang.

Sehubungan dengan angka kejadian penyakit diabetes mellitus

semakin tinggi, peran perawat sangat penting dalam hal penanganan pada

penyakit diabetes mellitus. Pada prinsipnya peran dan fungsi perawat

adalah memberikan asuhan keperawatan secara komperhensif untuk

memenuhi kebutuhan dasar manusia, hal tersebut sangat signifikan

dengan pasien diabetes mellitus yang mengalami gangguan pada sistem

tubuh dan pada pemenuhan kebutuhan dasarnya sehingga sejalan dengan

peran perawat sebagai pemberi layanan. Peran perawat sebagai preventif

dan promotif yaitu suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah

kesehatan dan penyakit, atau serangkaian yang lebih mengutamakan

promosi kesehatan misalnya pendidikan kesehatan tentang cara menjaga

pola hidup sehat, olahraga rutin, tidak merokok, kontrol berat badan,

mengatur pola makan dan jadwal makan. Peran perawat dalam

mendukung kuratif yaitu suatu kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk

penyembuhan penyakit adalah memberikan asuhan keperawatan seperti

membantu dalam pemberian nutrisi seperti sumber Protein hewani ; ayam

tanpa kulit, ikan, telur rendah kolestrol atau putih telur, sumber Protein

nabati ; tempe, tahu, kacang hijau, Sayuran ; tinggi serat, kangkung,

Buah-buahan ; apel, pepaya. Peran perawat sebagai rehabilitatif yaitu

kegiatan untuk mengembalikan pasien ke lingkungan masyarakat

sehingga dapat berfungsi kembali sebagai anggota masyarakat yang


berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai

dengan kemampuannya misalnya pengaturan diit makan sehari-hari,

pemeriksaan glukosa darah secara teratur dengan melaksanakan

pemeriksaan laboratorium komplit minimal sebulan sekali.

Berdasarkan data-data di atas maka penulis tertarik untuk mengambil

kasus di ruang Sakura. Dengan mengangkat judul “Asuhan keperawatan

pada Tn.G dengan gangguan sistem Endokrin akibat Diabetes Mellitus

Tipe II di ruang Sakura RSUD Sumedang pada tanggal 05-09 Mei 2017”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan system endokrin akibat diabetes mellitus secara

komprehensif melalui pendekatan asuhan keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Memberikan gambaran tentang pengkajian pada klien dengan

gangguan system endokrin akibat diabetes mellitus.

b. Memberikan gambaran tentang penentuan diagnosa keperawatan

pada klien dengan gangguan system endokrin akibat diabetes

mellitus sesuai dengan prioritas masalah.


c. Memberikan gambaran tentang penerapan rencana tindakan

keperawatan pada klien dengan gangguan system endokrin akibat

diabetes mellitus.

d. Memberikan gambaran tentang pelaksanaan tindakan keperawatan

pada klien dengan gangguan system endokrin akibat diabetes

mellitus.

e. Memberikan gambaran dalam evaluasi pada klien dengan

gangguan system endokrin akibat diabetes mellitus.

f. Memberikan gambaran tentang pendokumentasian asuhan

keperawatan klien dengan gangguan system endokrin akibat

diabetes mellitus sesuai dengan tahapan proses keperawatan.

C. Metode Telaah

Dalam penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan metode

deskriptif berbentuk studi kasus melalui proses keperawatan yang

menggambarkan suatu permasalahan pada saat sekarang dan di analisa,

kemudian dicari alternative untuk pemecahan masalah. Sedangkan teknik

pelaksanaan dengan melakukan asuhan keperawatan yang meliputi :

1. Wawancara

Yaitu Tanya jawab secara langsung antara pengumpul dan dengan

pasien atau keluarga pasien melalui komunikasi lisan mengenai

masalah-masalah yang sedang diteliti sehingga mendapatkan data


subjektif secara langsung yang berhungungan dengan masalah yang

dihadapi pasien.

2. Observasi

Yaitu mengamati perilaku dan keadaan pasien secara langsung selama

5 hari dari tanggal 05 – 09 Mei 2017 untuk memperoleh data objektif

yang mendukung adanya masalah keperawatan.

3. Pemeriksaan Fisik

Yaitu memeriksa keadaan pasien secara langsung dengan

menggunakan metode head to toe melalui cara inspeksi, auskultasi,

palpasi dan perkusi.

4. Studi Dokumentasi

Yaitu mencarai informasi yang meliputi catatan perawatan dan catatan

medic mengenai klien dari status klien, selama di rawat di RSUD

Sumedang.

5. Studi Kepustakaan

Penulis mencari data atas keterangan dari buku-buku yang ada

kaitannya dengan masalah yang diteliti dan dibahas oleh penulis.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Mahasiswa

Mendapatkan pengalaman secara nyata dalam melakukan asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan system endokrin akibat


diabetes mellitus secara langsung yang meliputi aspek bio-psiko-sosio-

spiritual melalui pendekatan proses asuhan keperawatan.

2. Bagi Lahan Praktek Mendapatkan sumber informasi tentang asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin akibat

diabetes mellitus.

3. Bagi Pendidikan

Memperolah gambaran tentang keberhasilan pendidikan mahasiswa

dalam mengaplikasikan hasil pembelajaran di akademik dan praktek di

lapangan sehingga diharapkan menjadi bahan kajian, penelitian, dan

perbandingan antara tinjauan teori dan kenyataan yang ada pada pasien

dilapangan dan sebagai masukan dalam melaksanakan asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin akibat

diabetes mellitus.

4. Bagi profesi

Dapat memberikan gambaran dalam usaha menggambarkan peran dan

fungsi keperawatan secara menyeluruh dan menekankan pentingnya

suatu proses keperawatan komprehensif untuk meningkatkan derajat

kesehatan pasien secara optimal.

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan karya tulis ini terbagi dari empat bab, yaitu :

Bab I Pendahuluan, meliputi : latar belakang, tujuan penulisan,

manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.


Bab II Tinjauan Teoritis, meliputi : konsep dasar diabetes mellitus

Dalam bab ini juga dibahas tentang konsep asuhan keperawatan pada klien

dengan gangguan sistem pendokrin akibat diabetes mellitus.

Bab III Tinjauan Kasus dan Pembahasan, meliputi : tentang

pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem endokrin akibat diabetes mellitus dengan pendekatan proses

keperawatan melalui pengkajian , yang terdiri dari pengumpulan data,

analisa data dan diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas masalah,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta catatan perkembangan.

Selain itu juga terdapat pembahasan yang menjelaskan tentang

kesenjangan antara konsep teori dan kenyataan kasus yang ada

dilapangan disertai upaya alternatif pemecahan masalahnya yang diawali

dari tahap pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi, meliputi : kesimpulan dari

pelaksanaan asuhan keperawatan dan saran terhadap Institusi Pendidikan

dan Rumah Sakit sebagai tempat pelayanan.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit

metabolisme dengan karakteristik hiprglikemi yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Soegondo,

2005).

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara

genetic dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa

hilangnya toleransi karbohidrat (Price,2006).

Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit metabolik

dikarakterisasikan dengan tingginya tingkat glukosa di dalam darah

(hiperglikemi) yang terjadi akibat efek sekresi insulin, kerja insulin

atau keduanya (American Diabetes Assocation (ADA), Expert

Committee of the Diagnosis and Classification of Diabetes mellitus

2003.
Diabetes mellitus adalah keadaan dimana kadar gula dalam darah

tinggi melebihi kadar gula darah normal. Penyakit ini biasanya disertai

berbagai kelainan metabolisme akibat gangguan hormon dalam tubuh.

Kadar gula darah yang tinggi ini di sebut sebagai kondisi hiperglikemi.

Diabetes mellitus yang juga popular dengan nama lain kencing manis

itu adalah suatu kondisi yang di serita oleh seseorang karena

kekurangan hormone insulin (Kristanti,2009).

Diabetes Mellitus terdiri dari dua tipe yaitu tipe pertama DM yang

disebabkan keturunan dan DM tipe 2 yang disebabkan oleh lifestyle

atau gaya hidup. Secara umum, hampir 80% prevalensi Diabetes

Mellitus ini adalah DM tipe 2. Ini berarti gaya hidup yang tidak sehat

menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM (Depkes RI,

2009).

Diabetes mellitus adalah penyakit kronik, progresif yang

dikarakterisasikan dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein awal terjadinya

hiperglikemia (Black & Hawk, 2009).

Menurut pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa diabetes

mellitus adalah keadaan dimana tubuh tidak mampu melakukan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh

defisiensi insulin.
Ada beberapa tipe diabetes mellitus yang berbeda. Penyakit ini

dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik, dan terapinya.

Klasifikasi diabetes yang utama adalah

a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (insulin dependent

diabetes mellitus/ IDDM). Pada jenis diabetes ini, sel-sel beta

pankreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormon

insulin dihancurkan oleh suatu proses autoimun. Sebagai akibatnya,

penyuntikan insulin

b. Tipe 2 : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (non-insulin

dependent diabetes mellitus/ NIDDM). Terjadi akibat penurunan

sensitivitas terhadap insulin.

c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom

lainya.

d. Diabetes mellitus gestasional (gestational diabetes mellitus/

GDM)”
2. Patofisiologi

a. Diabetes Mellitus Tipe I (Diabetes Mellitus Dependent

Insulin/DMDI).

Diabetes mellitus tipe I adalah penyakit hiperglikemi akibat

ketiadaan absolut insulin, biasanya dijumpai pada orang yang tidak

gemuk dan berusia kurang dari 30 tahun. Diabetes tipe I

diperkirakan timbul akibat destruksi autoimun sel-sel beta pulau

Langerhans yang dicetuskan oleh lingkungan. Individu yang peka

secara genetik tampaknya memberikan respon dengan

memproduksi antibodi terhadap sel-sel beta, yang akan

mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh

glukosa. Juga terdapat bukti adanya peningkatan antibodi-antibodi

terhadap sel-sel pulau Langerhans yang ditujukan terhadap

komponen antigenik tertentu dari sel-sel beta. Mungkin juga bahwa

para individu yang mengidap diabetes tipe I memiliki kesamaan

antigen antara sel-sel beta pankreas mereka dengan virus atau obat

tertentu, sehingga sistem imun gagal mengenali bahwa sel-sel

pankreas adalah diri atau self (Barbara C. Long 1999. Perawatan

Medikal Bedah edisi 3. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan

Keperawatan. Bandung).

b. Diabetes Mellitus Tipe II ( Diabetes Mellitus Non Dependent

Insulin/DMNDI ).
Diabetes Mellitus Tipe II adalah kelainan yang heterogen

dengan prevalensi yang sangat bervariasi di antara kelompok etnis.

Di AS populasi yang sangat tinggi prevalensinya adalah suku

bangsa india pima, keturunan spanyol dan asia.

Pathogenesis Diabetes Mellitus Tipe II di tandai adanya

resistensi insulin perifer, gangguan “hepatic glucose production

(HGP)”, dan penurunan fungsi sel β, yang akhirnya akan menuju

ke kerusakan total sel β.

Pada stadium prediabetes (IFG dan IGT) mula-mula timbul

resistensi insulin (di singkat RI) yang kemudian di susun oleh

peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi RI itu agar

kadar glukosa darah tetap normal. Lama ke lamaan sel beta tidak

akan sanggup lagi mengkompensasi RI hingga kadar gula darah

meningkat dan fungsi sel beta makin menurun saat itu lah

diagnosis diabetes ditegakan. Ternyata penurunan fungsi sel beta

itu berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak

mampu lagi mengsekresikan insulin, suatu keadaan menyerupai

diabetes tipe I. kadar gula darah makin meningkat.

Dengan diketahuinya mekanisme seperti itu, ADA

(American diabetes association) pada tahun 2008 menyebutkan

bahwa “type II diabetes results from a progressive insulin

secretory defec on the background of insulin resistance (ADA

2008).
c. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional terjadi pada wanita hamil yang

sebelumnya tidak mengidap diabetes. Sekitar 50 % wanita

pengidap kelainan ini akan kembali ke status nondiabetes setelah

kehamilan berakhir. Penyebab diabetes gestasional dianggap

berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen

dan hormon pertumbuhan yang terus-menerus tinggi selama

kehamilan.

3. Etiologi

Insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) atau diabetes mellitus

tergantung insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel B pulau

langerhans akibat proses auto imun. Sedangkan Non Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Mellitus Tidak Tergantung

Insulin (DMTTI) di sebabkan kegagalan sel B dan resistensi insulin,

resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat

produksi glukosa oleh hati, sel B tidak mampu mengimbangi resistensi

insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi depisiensi relative insulin,

ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada

rangsangan glukosa, maupun bersama glukosa bahan perangsang sekresi

insulin lain. Berarti sel B pankreas mengalami desensitiasi terhadap

glukosa.
Diabetes mellitus mempunyai Etiologi yang heterogen, dimana

berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi diterminan

genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas Diabetes

Mellitus. Faktor Diabetes Mellitus lain yang di anggap sebagai

kemungkinan. Etologi Diabetes Mellitus yaitu;

a. Kelainan sel Beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel Beta sampai ke

gagalan sel Beta melepas insulin.

b. Faktor-faktor lingkungan yang merubah fungsi sel Beta, antara lain

agen yang menimbulkan infeksi, diet dimana masukan karbohidrat

dan gula diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.

c. Gangguan sistem imunitas, sistem dapat dilakukan oleh autoimunitas

yang di sertai pembentukan sel-sel anti body anti pankreatik dan

mengakibatkan kerusakan sel-sel penyekresian insulin, kemundian

peningkatan kepekaan sel Beta oleh virus.

d. Kelainan insulin pada pasien obesitas terjadi gangguan kepekaan

jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang

terdapat pada membrane sel yang responsive terhadap insulin.

4. Menifestasi klinis

a. Type I

Polidipsia, poliuria, polipagia, turunnya berat badan, kelemahan,

somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu,


sakit berat dan timbul ketoasidosis serta dapat meninggal kalau

tidak mendapatkan pengobatan segera (Price, 2006)

b. Type II

Sebaliknya pada pasien type II mungkin sama sekali tidak

memperlihatkan gejala apapun dan di diagnosis hanya dibuat

berdasarkan pemeriksaan darah di laboraturium dan melakukan tes

toleransi glukosa. Pada hyperglikemia berat pasien tersebut

menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen (Price, 2006).

5. Anatomi dan Fisiologi

Pankreas merupakan organ retroperitoneal yang terletak di bagian

posterior dari dinding lambung. Letaknya diantara duodenum dan limfa, di

depan aorta abdominalis dan arteri serta vena mesenterica superior. Organ

ini konsistensinya padat, panjangnya ±11,5 cm, beratnya ±150 gram.

Pankreas terdiri bagian kepala/caput yang terletak di sebelah kanan, diikuti

corpus ditengah, dan cauda di sebelah kiri. Ada sebagian kecil dari

pankreas yang berada di bagian belakang Arteri Mesenterica Superior

yang disebut dengan Processus Uncinatus (Simbar, 2005).

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar dan terdapan di

dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar

pankreas terdapat pada lekukan yang di bentuk oleh duodenum dan bagian

dari piloris dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama

dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuk
atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar

pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang

membentuk usus.

Gambar 2.1 anatomi pankreas

Jaringan penyusun pankreas terdiri dari :

 Jaringan eksokrin, berupa sel sekretorik yang berbentuk seperti

anggur yang disebut sebagai asinus/Pancreatic acini yang

merupakan jaringan yang menghasilkan enzim pencernaan ke

dalam duodenum.

 Jaringan endokrin yang terdiri dari pulau-pulau Langerhans/Islet

of Langerhans yang tersebar di seluruh jaringan pankreas, yang

menghasilkan insulin dan glukagon ke dalam darah.

6. Faktor Resiko

Penyakit Diabetes Mellitus dikatakan sangat mematikan dan sangat

mengerikan karena penyakit ini biasa menjadi pintu gerbang untuk

datang penyakit berat lainnya. Penyakit Diabetes cenderung


menjadikan para penderitanya terserang penyakit secara komplek atau

komplikasi : seperti penyakit jantung, ginjal, liver, dan lainnya dari

berbagai penyakit berat.

Menurut Valliyot et al (2013), faktor risiko DM tipe 2 terdiri dari :

a. Genetik

Orang yang mempunyai riwayat keluarga yang menderita diabetes

akan memiliki risiko sebesar 3 kali dibanding dengan pasien yang

tidak memiliki riwayat dibetes dalam keluarga.

b. Hipertensi

Orang dengan hipertensi sistolik akan memiliki risiko 4-6 kali

untuk menjadi diabetes.

c. Usia

Pada penelitian ini disebutkan bahwa kelompok orang usia diatas

50 tahun keatas akan memiliki risiko 5 kali lebih besar menderita

diabetes dibanding dengan kelompok usia 20-30 tahun. Orang

yang memiliki usia yang tua akan mengalami peningkatan tekanan

darah sistolik secara progresif, yang disebabkan oleh penurunan

elastisitas pembuluh darah, fibrosis pembuluh darah dan

penurunan pengisian dalam vaskular.

d. Rokok

Pada penelitian ini didapatkan bahwa orang yang merokok

meningkatkan risiko terkena diabetes.

e. Aktivitas Fisik
Orang yang kerja berat akan memiliki risiko 89% lebih kecil

dibanding orang yang kerja ringan. Tetapi pekerjaan yang

dilakukan juga harus didukung oleh aktivitas fisik yang dilakukan

pada waktu luang. Misalnya orang yang menggunakan waktu

luang tersebut dengan pesta makan dan dengan orang yang

berolahraga (Baliunas et all, 2009).

Alkohol dapat menjadi faktor protektif yang mencegah DM

maupun faktor risiko yang meningkatkan risiko DM, tergantung

dari kadar yang dikonsumsi. Pada laki-laki, alkohol akan menjadi

faktor protektif pada kadar 22g/hari, dan akan menjadi faktor

risiko dengan kadar diatas 60g/hari. Sedangkan pada perempuan,

alkohol akan menjadi faktor protektif pada kadar 24g/hari, dan

menjadi faktor risiko jika kadar diatas 50g/hari.

7. Komplikasi

a. Komplikasi Akut

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa

darah < 60 mg/dL. Hipoglikemia pada pasien DM tipe1 dan DM

tipe 2 merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai

sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati. Faktor

utama terjadinya hipoglikemia adalah ketergantungan jaringan


saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan. Hipoglikemia

timbul akibat peningkatan kadar insulin yang kurang tepat, baik

sesudah penyuntikan insulin atau karena obat yang

meningkatkan insulin seperti sulfonilurea.

Pada pasien DM tipe II jarang terjadi hipoglikemia berat,

lebih sering terjadi pada pasien DM tipe I. Insiden hipoglikemia

sebagai komplikasi dapat dikurangi dengan meningkatkan

pemantauan gula darah (Rustama, 2010).

b. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan kelebihan gula darah yang

disebabkan oleh makan secara berlebihan, stress, emosional,

penghentian obat secara mendadak. Hiperglikemia dapat

mengakibatkan ketoasidosis diabetik (KAD) dan koma

hiperosmolar hiperglikemik nonketotik (HHNK).

1) Ketoasidosis Diabetik ( KAD)

Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi

kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,

asidosis dan ketoasidosis terutama disebabkan oleh

defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan

hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol

dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan

produksi glukosa hati meningkat dan glukosa sel tubuh


menurun. KAD merupakan komplikasi akut DM yang

serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat

dieuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi

berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok

(Soewando, 2009).

2) Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)

Pada hiperglikemia dan hipersmolar akan timbul dehirasi

dan kemudian hipovolemia. Hipovolemia akan

mengakibatkan hipotensi dan nantinya menyebabkan

gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan

stadium terakhir dari hiperglikemia dimana telah timbul

gangguan elektrolit berat. Keluhan pasien HHNK adalah

rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Dapat

pula ditemukan keluhan mual dan muntah namun lebih

jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang disertai

keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis,

kejang atau koma (Soewando, 2009).

b. Komplikasi Kronik

Komplikasi kronik jangka panjang atau dapat disebut juga

dengan komplikasi vaskular jangka DM melibatkan pembuluh

pembuluh kecil (mikrovaskular) dan pembuluh-pembuluh

sedang dan besar (makrovaskular) Menurut Tjokroprawiro

(2011) risiko terjadinya komplikasi pada penderita DM adalah


2 kali lebih mudah mengalami stroke, 25 kali lebih mudah

mengalami buta, 2 kali lebih mudah mengalami PJK (Penyakit

Jantung Koroner), 17 kali lebih mudah mengalami gagal ginjal

kronik, dan 5 kali lebih mudah mengalami selulitis atau

gangrene.

1) Komplikasi Mikrovaskular

a) Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan

paling sering ditemukan pada usia 20-74 tahun.

Resikonya 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan

dibandingkan dengan nondiabetes. Resikonya

meningkat sejalan dengan lamanya diabetes (Pandelaki,

2009). Retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan

dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina

mata. Faktor resiko timbulnya retinopati adalah kadar

gula yang tidak terkontrol, durasi diabetes, hipertensi,

hiperlipidemia dan merokok. Retinopati diabetik sering

tidak bergejala hingga kelainan yang berat atau

kerusakan retina yang ireversibel sudah terjadi

(Rustama, 2010).

b) Nefropati Diabetik

Nefropati diabetik pada DM ditandai dengan

albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal


dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan. Di

Amerika dan Eropa nefropati merupakan penyebab

utama gagal ginjal terminal dan merupakan salah satu

penyebab kematian tertinggi diantara semua komplikasi

DM dan penyebab kematian tersering karena

komplikasi kardiovaskuler.

2) Komplikasi Makrovaskular

a) Gangguan Pada Pembuluh Darah

Kerusakan pada pembuluh darah karena DM akan

mengakibatkan masalah pada jantung dan otak, serta

gangguan pada pembuluh darah kaki akibatnya sirkulasi

terganggu, terjadi peningkatan tekanan darah (hipertensi)

dan infark hati dan cerebral. Penyempitan pembuluh

darah disebabkan adanya tumpukan lemak pada dinding

pembuluh darah. Penumpukan ini tidak hanya terjadi

karena pola makan yang tidak normal tetapi juga

disebabkan oleh kontrol metabolisme glukosa dalam hati

tidak normal. Komplikasi dapat mengenai pembuluh

darah arteri yang lebih besar sehingga terjadi

aterosklorosis. Perubahan ini menyebabkan meningginya

LDL kolesterol dan trigliserida serta menurunnya HDL

kolesterol (Tobing, 2008).

b) Gangguan sistem kardiovaskuler


Gangguan pada pembuluh darah akan mengakibatkan

aliran darah ke jantung terhambat atau terjadi iskhemia

(kekurangan oksigen di otot jantung), timbul angina

pectoris bahkan akhirnya dapat menyebabkan serangan

jantung dan hingga gagal jantung. Makroangiopati

diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa

aterosklerosis. Gangguan-gangguan biokimia yang

ditimbulkan akibat insufisiensi insulin berupa : (1)

penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler, (2)

hiperlipoproteinemia dan, (3) kelainan pembekuan darah.

Pada akhirnya makroangiopati diabetik ini akan

mengakibatkan penyumbatan vaskuler (Tobing, 2008).

c) Gangguan Pada Sistem Pencernaan

Mengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat

saraf yang memelihara akan rusak sehingga fungsi

lambung untuk menghancurkan makanan menjadi lemah.

Hal ini menyebabkan lambung menjadi bergelembung

sehingga proses pengosongan lambung terganggu dan

makanan lebih lama tertinggal dilambung. Keadaan ini

akan menimbulkan rasa mual, perut mudah terasa penuh,

kembung, makan tidak lekas turun, kadang timbul terasa

sakit di ulu hati atau makanan terhenti dalam dada, hal


ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada

lambung dan usus (Tjokroprawiro, 2011).

d) Gangguan Sistem Perkemihan

Akibat hipoksia yang berkaitan dengan diabetes jangka

panjang, glomerulus, seperti sebagian besar kapiler

lainnya, menebal. Terjadi hipertropi ginjal akibat

peningkatan kerja yang harus dilakukan oleh ginjal

pengidap DM kronik untuk menyerap ulang glukosa.

8. Pencegahan

a. Terapkan gaya hidup sehat

Buatlah hidup lebih teratur dan terjadwal dalam menjalankan

aktivitas kehidupan, ketidak teraturan dalam pola hidup akan

sangat mempengaruhi kerja berbagai organ dan kelenjar.

b. Terapkan pola makan yang baik dan sehat

Jaga diri dari masukan asupan makanan yang tidak sehat dan

beresiko terhadap kesehatan dalam jangka panjang seperti makanan

tinggi lemak, makanan yang mengandung pengawet, perasa dan

pewarna makanan.

c. Jaga kondisi mental spiritual


Jauhkan dari kondisi stress yang berkepanjangan, jauhi dari sikap

marah dan slalu menjalin hubungan dengan tuhan dengan berbagai

ibadah dalam agama kondisi mental spiritual sangat berpengaruh

terhadap kesehatan.

d. Lakukan aktifitas fisik secara rutin

Aktifitas fisik bisa kita lakukan dengan berolah raga, pekerjaan

yang penuh dengan aktifitas seperti berbelanja ke pasar dengan

jalan kaki dan lain sebagainya.

e. Jaga berat badan batas ideal

Segera turunkan berat badan, obesitas memiliki faktor resiko yang

sangat tinggi untuk seseorang terserang berbagai penyakit berat

seperti; jantung koroner, kanker, Diabetes Mellitus dan penyakit

berat lainnya.

f. Jauhi rokok dan minuman beralkohol

Hati-hati karena telah menyiapkan masa depan yang sangat

membahayakan terhadap kesehatan, sangat rentang untuk terserang

penyakit Diabetes Mellitus dan penyakit berat lainnya di kemudian

hari.

9. Dampak terhadap Sistem Lain

Penyakit Diabetes Mellitus termasuk ke dalam penyakit gangguan

Sistem Endokrin yang mempunyai dampak terhadap sistem lain yaitu;


a. Sistem Perkemihan ; dapat menimbulkan kerusakan ginjal karena

kadar gula darah yang tinggi dapat memberatkan kerja ginjal dan

merusak sel nefron.

b. Sistem Panca Indra ; kerusakan retina mengalami kerusakan atau

penglihatan kabur.

c. Sistem Persarafan ; kerusakan neuropati kelebihan gula darah

dapat merusak pembuluh darah kecil yang memasok darah ke

saraf.

d. Sistem Kardiovaskuler ; kadar gula dalam darah meningkat dapat

menimbulkan kekentalan darah dan meningkatkan kerja jantung.

e. Sistem Integumen ; dapat menimbulkan infeksi jamur dan bakteri.

f. Sistem Muskuloseletal ; dapat menimbulkan osteoporosis lebih

cepat bagi perempuan (Wedaran, 2007).

10. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi Diabetes adalah mencoba menormalkan

aktifitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk

mengurangi komplikasi Vaskuler neuropatik. Tujuan terapeutik pada

setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal

(Smeltzer & Bare, 2002).

Ada lima komponen dalam penatalaksanaan Diabetes

a. Mengatur makanan (diet)


Diet dan pengendalikan berat badan merupakan dasar dari

penatalaksanaan Diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita

Diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini.

1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya

vitamin, mineral).

2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.

3) Memenuhi kebutuhan energy.

4) Mencegah kluktasi kadar glukosa darah setiap harinya

dengan mengupayakan kadar glukosa, darah mendekati

normal melalui cara-cara yang aman dan praktis.

5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meninggkat.

Bagi pasien-pasien obesitas, penurunan berat badan

merupakan kunci dalam penanganan Diabetes. Bagi semua

penderita Diabetes. Perencanaan makanan harus

mengimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan

tertentu gaya hidup, jam-jam makan, yang bisa diikutinya dan

latar belakang etnik serta budayanya.

b. Latihan

Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan

meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki

pemakaian insulin. Sirkulasi darah tonus otot juga diperbaiki

dengan berolahraga.
c. Pemantauan glukosa dan keton

1) Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri.

Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia

serta hiperglikemia dan berperan dalam menentukan kadar

glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi

komplikasi Diabetes jangka panjang.

2) Hemoglobin glikosilasi

Merupakan pemeriksaan darah yang mencerminkan kadar

glukosa darah rata-rata selama periode waktu kurang-lebih 2

hingga 3 bulan.

3) Pemeriksaan urin untuk glukosa

Pemeriksaan glukosa urin merupakan satu-satunya cara

memantau diabetes setiap hari.

4) Pemeriksaan urine untuk keton

Pemeriksaan keton urine harus dilakukan pada saat penderita

Diabetes tipe I mengalami glukosuria atau kenaikan kadar

glukosa darah yang tidak dapat dijelaskan dan pada keadaan

sakit serta hamil.

d. Terapi

1) Insulin

Sebagaimana dinyatakan sebelumnya hormon insulin

disekresikan oleh sel-sel beta pulau Langerhans. Hormon ini

bekerja untuk menurunkan kadar glukosa darah post prandial


dengan mempermudah pengambilan serta penggunaan

glukosa oleh sel-sel otot, lemak dan hati selama periode

puasa, insulin menghambat pemecahan simpanan glukosa

protein dan lemak.

2) Agens Antidiabetik Oral

Agens antidiabetik oral mungkin berkhasiat bagi pasien

diabetes tipe II yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan

latihan meskipun demikian obat ini tidak dapat digunakan

pada kehamilan.

3) Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah

Diabetes Mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan

prilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup

karena diet aktivitas fisik dan stress fisik serta emosional

dapat mempengaruhi pengendalian diabetes maka pasien

harus belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap

hari guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar

glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki

perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari

komplikasi diabetik jangka panjang.


2. Patofisiologi Bagan 2.1 menurut Nurarif & Kusuma,2015

- Factor genetik
- Infeksi virus Gula dalam darah tidak
Kerusakan sel beta Ketidakseimbangan
- Pengrusakan dapat dibawa masuk dalam
produksi insulin
imunologi sel

Glukosuria Batas melebihi ambang ginjal


Hiperglikemi Anabolisme protein menurun

Dieresis osmotik Kerusakan pada antibodi


Vikositas darah meningkat Syok hiperglikemik

Poliuria Retensi urin Kekebalan tubuh menurun


Aliran darah lambat Koma diabetik

Kehilangan elektrolit dalam sel


Ketidakefektifan perfusi jaringan Resiko infeksi Neuropati sensori perifer
Dehidrasi
Kehilangan kalori
Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit
Resiko syok
Sel kekurangan bahan untuk Ganggren Kerusakan integritas jaringan
Merangsang hipotalamus metabolisme
Protein dan lemak dibakar BB menurun
Pusat lapar dan haus

Katabolisme lemak Pemecahan protein Keletihan


Polidipsia/polipagia

Asam lemak
Ketidakseimbangan nutrisi Keton Ureum
kurang dari kebutuhan
Ketoasidosisi
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Sistem

Endokrin

Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistmatis untuk

menentukan status kesehatan pasien dan untuk mengidentifikasi semua

masalah kesehatan yang aktual ataupun potensial (Smeltzer & Bare, 2002).

1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem endokrin akibat

DM meliputi :

a. Identitas klien, meliputi :

1) Nama : Nama merupakan inisisal atau identitas dasar seseorang.

Nama merupakan pembeda dari setiap orang.

2) Umur : Umur dikaji agar dapat diketahui tahap perkembangan

klien dalam masa apa, apakah masih produktif atau mulai masuk

periode klimakterium. Sehingga dapat memberikan intervensi

yang tepat. Umur juga dikaji jika terdapat nama yang sama.

Umur > 30 tahun lebih berisiko untuk menderita penyakit

diabetes mellitus.

3) Agama : Agama dikaji untuk menentukan nilai-nilai kehidupan

yang dianut nya. Agama menentukan standar hidup seseorang

yang akan berpengaruh terhadap keputusan yang diambil.

4) Jenis kelamin : Jenis kelamin dikaji untuk menentukan gender

seseorang. Laki-laki lebih berisiko menderita penyakit diabetes


mellitus dibandingkan perempuan karena perempuan ada masa

menopause.

5) Suku bangsa : Suku bangsa dikaji untuk menentukan latar

belakang kebudayaan dan adat istiadat yang dianutnya. Suku

bangsa juga mempengaruhi seseorang bertindak sesuai dengan

nilai moral yang dianut oleh adat istiadat suku bangsa yang

bersangkutan.

6) Pendidikan terakhir dan pekerjaan : Dikaji untuk menentukan

tingkat pengetahuan dan pengalaman klien, komunitas dimana

saja yang sering dikunjungi klien. Pendidikan yang rendah akan

menyebabkan pengetahuan sesseorang pun menjadi rendah.

7) Nomor Rekam Medis : Dikaji sebagai pembeda dengan klien

yang lain, setiap klien memiliki nomor masing-masing yang

berbeda. Nomor medrek juga memudahkan rumah sakit untuk

mengurus administrasi klien terutama jika memerlukan

intervensi lintas ruangan.

8) Tanggal masuk dan tanggal pengkajian : Dikaji untuk

menentukan berapa lama klien sudah dirawat. Juga sebagai

pembeda dengan klien lain jika terdapat nama atau umur yang

sama tetapi tanggal masuk berbeda.

9) Diagnosa medis : Dikaji untuk menentukan intervensi atau

tindakan yang tepat dilakukan sesuai diagnosa medis.


10) Alamat klien : dikaji untuk memudahkan dalam

pengadministrasian atau pengarsipan rumah sakit. Alamat juga

berguna sebagai data jika sewaktu waktu pihak rumah sakit

memerlukan data klien sementara klien sudah pulang.

Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan keluhan yang paling dirasakan

oleh klien, biasanya klien dengan gangguan endokrin yaitu

diabetes mengeluh lemah, kesemutan, gatal, mata kabur,

disfungsi ereksi, pruritus vulvae disertai dengan dua nilai

pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu

≥ 200 mg/dl dan/atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl yang

diperiksa pada hari yang sama atau pada hari yang berbeda)

(Suyono, 2009).

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan informasi mengenai hal-hal yang menyebabkan

masalah kesehatan yang berkaitan dengan keluhan utama.

Pengembangan dari keluhan yang dirasakan pasien dalam P, Q,

R, S, T, yaitu :
P : Paliatif/Provocative

Segala sesuatu yang memperberat (Provocative) dan

memperingan keluhan (palitif).

Q : Qualitative/Quantitative

Bagaimana pasien merasakan keluhan tersebut, seberapa

sering keluhan tersebut dirasakan.

R : Region/radiasi

Daerah yang terkena serta apakah terjadi penyebaran.

S : Severity/scale

Apakah dengan adanya keluhan tersebut mengganggu

aktivitas yang lain.

T : Timing

Kapan terjadinya apakah terus menerus, atau hilang timbul,

sejak kapan keluhan dirasakan.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Yaitu riwayat kesehatan yang pernah dialami oleh pasien,

terutama riwayat yang dapat menjadi faktor predisposisi

penyakit diabetes.

a) Riwayat penyakit yang pernah dialami dan riwayat alergi,

misalnya penyakit infeksi pada pancreas yang dapat

mengakibatkan gangguan fungsi pancreas (Price, 2006).

b) Obat-obatan yang pernah/ biasa digunakan, obat-obatan

seperti alloxon, streptozocin, vacorat thiazide


diphenilthidantion, phenotiazine, poison bersifat sitotoksik

terhadap sel beta pancreas dan dapat mengurangi sekresi

insulin secara langsung (Smeltzer & Bare, 2002).

c) Pengalaman dirawat, riwayat diabetes ringan

mengisyaratkan resiko tinggi untuk terjadinya diabetes tipe

II (Greenspan & Baxter, 1998).

d) Jika perempuan : riwayat pernah melahirkan anak > 4 kg,

salah satu tanda dari diabetes gestasional yang mempunyai

resiko lebih tinggi untuk mengidap diabetes di kemudian

hari (Smeltzer & Bare, 2002).

e) Riwayat diet dahulu, ketidak mampuan sesorang dalam

menyeimbangkan asupan makanan atau dengen kata lain

kegagalan dalam keseimbangan asupan nutrisi yang hal ini

juga biasa dihubungkan dengan pola aktivitas yang sedikit

sehingga pemakaian glukosa darah kurang. Diet tinggi gula

juga dapat menjadi resiko terkenanya penyakit DM

(Smeltzer & Bare, 2002).

f) Kegemukan, orang dengan penimbunan lemak yang banyak

mempunyai kerentanan terhadap insulin atau penurunan

fungsi reseptor insulinnya (Price, 2006).

g) Faktor stress, mencegah goncangan psikologis sangan

penting dalam kontrol diabetes, terutama jika penyakit sulit

untuk distabilkan. Kontrol glukosa darah pasien diabetes


peka terhadap gangguan emosi karena sel-sel alfa pancreas

yang hiper-respontif terhadap kadar epinefrin fisiologis dan

menghasilkan glukagon dalam jumlah berlebihan dengan

konsekuensi hiperglikema.

h) Riwayat pengobatan Diabetes Mellitus, kaji apakah pasien

selalu mengontrol penyakitnya atau tidak, kemana pasien

biasa kontrol dan berobat.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan yang terdapat pada keluarga harus dikaji

pada pasien dengan penyakit DM.

a) Pada pasien dengan DM tipe II penyekitnya mempunyai

pola familial yang kuat. Resiko berkembangnya diabetes

tipe II pada sodara kandung mendekati 40 % dan 33 %

untuk anak cucunya. Transmisi genetik adalah paling kuat

dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan muda

(MODY) yaitu subtype penyakit diabetes yang diturunkan

dengan pola autosomal dominan. Jika orangtua menderita

diabetes tipe II, rasio diabetes dan non diabetes pada anak

adalah 1 : 1 dan sekitar 90 % pasti membawa carier diabetes

tipe II (Price, 2006).

b) Dilengkapi dengan genogram yang berfungsi untuk

mengetahui adanya faktor keturunan.


c. Pola Aktivitas Sehari-Hari

1) Nutrisi

a) Makan

Kaji jenis, frekuensi, porsi, nafsu makan, adanya

mual/muntah, kesulitan, makanan pantangan, dan cara

makan.

Pada klien dengan diabetes mellitus biasanya terdapat

peningkatan frekuensi makan (poliphagi), namun lama

kelamaan dapat mengalami keluhan seperti mual, anoreksia

sehingga frekuensi dan jumlah makanan yang dikonsumsi

berkurang. Makanan kesukaan terutama makan yang manis-

manis juga mempengaruhi penyakit diabetes mellitus,

makanan pantangan orang yang mengidap penyakit diabetes

mellitus adalah yang manis-manis kaji apakah penderita

mentaati pantangan tersebut atau malah mengabaikannya.

Kaji juga cara makan, bila pasien mengalami kelemahan

biasanya cara makannya dibantu.

b) Minum

Kaji jenis minuman yang biasa diminum, frekuensi,

jumlah, kesulitan, cara minum, pemasangan infuse, catat juga

total intake. Pasien dengan diabetes mellitus biasanya

mengalami poliuria sehingga jika intake cairan tidak

seimbang dengan output dapat mengakibatkan dehidrasi atau


bahkan dapat mengakibatkan shock hipovolemia. Jenis

minuman yang dikonsumsi juga dapat mempengaruhi tingkat

kesakitan penyakit diabetes mellitus, diantaranya kebiasaan

minum teh manis, soft drink (seperti cola), sirop dan

minuman lain yang mengandung glukosa yang tinggi dapat

meningkatkan kadar glukos darah sehingga memperberat

penyakit pasien.

2) Eliminasi

a) Buang Air Kecil (BAK)

Kaji frekuensi BAK, warna, penggunaan kateter, adanya

bau atau darah, jumlah urine output, adanya inkontinensia,

adanya kesulitan, penggunaan kateter, cara melakukan.

Pasien dengan diabetes mellitus, biasanya mengalami

perubahan pola eliminasi yaitu banyak pipis (poliuria), kaji

juga jumlah, warna, adanya bau atau darah, jika pasien

menggunakan kateter selama di RS kaji sudah berapa lama

pemasangannya untuk menghindari infeksi, kondisi

kebersihannya, lancar atau tidak pengeluaran urinnya.

b) Buang Air Besar (BAB)

Kaji frekuensi BAB, waktu, warna, adanya bau, darah,

lendir, konsistensi, kesulitan dan penggunaan pencahar,

diare/obstipasi, kesulitan, penggunaan pencahar, dan cara

melakukan. Pasien dengan diabetes mellitus dapat mengalami


distensi karena penurunan motilitas usus, ataupun mengalami

diare.

3) Istirahat tidur

Kaji waktu pasien tidur baik siang ataupun malam, berapa

lama biasanya tidur pasien, dan kaji juga kebiasaan pengantar

tidur. Pada pasien dengan diabetes mellitus dapat terjadi

gangguan istirahat tidur dikarenakan adanya nyeri kepala, pusing

atau nokturia yang dapat merangsang RAS (Reticular Activating

System) yaitu pusat pengaturan kewaspadaan tidur terletak pada

batang otak atas dan BSR (Bulbar Synchronizing Regional)

terletak di pons dan batang otak tengah yaitu untuk tetap terjaga,

pasien menjadi sering terbangun oleh karena keinginan untuk

BAK.

4) Kebersihan Diri

Kaji kebersihan badan yaitu mandi pasien seperti frekuensi,

penggunaan sabun, dan cara melakukan apakah mandiri atau

dibantu. Kebersihan mulut dan gigi dengan cara menggosok gigi,

yaitu frekuensi, penggunaan pasta gigi, dan cara melakukannya.

Pemeliharaan rambut seperti frekuensi mencuci rambut,

penggunan shampoo, dan cara melakukan. Kebersihan kuku,

yaitu frekuensi memotong kuku, keadaan kuku bersih atau kotor,

dan cara melakukan perawatan kuku.


Pada pasien dengan diabetes mellitus kadang tidak

mengalami gangguan dalam pemenuhan kebersihan diri, namun

pada sebagian pasien terutama yang sudah kronik dan megalami

kelemahan biasanya pemenuhan kebersihan dirinya dibantu.

5) Kebutuhan aktivitas

Kaji aktivitas sehari-hari, aktivitas diwaktu luang, latihan

rutin yang dilakukan, jenisnya, frekuensinya, dan cara

melakukan.

Biasanya pada pasien diabetes yang mengalami kelemahan

sering ditemukan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan

aktivitas.

d. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan sistem tubuh secara

menyeluruh dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi

dan auskultasi.

1) Sistem Endokrin

Yang harus dikaji dalam sistem ini adalah segala sesuatu

yang berkaitan dengan sistem endokrin, diantaranya tanda-tanda

kelainan kelenjar pancreas yang dapat berupa hiperglikemi

ataupun hipoglikemi, tanda-tanda kelainan kelenjar tiroid

apakah membesar atau dalam keadaan normal.


Pada pemerisaan fisik sistem endokrin pada penderita

diabetes mellitus biasanya didapat :

a) Gejala khas diabetes mellitus yaitu polidipsi (sering haus),

poliuri (sering kencing) dan poliphagi (sering lapar). Pada

pasien NIDDM terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dangan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat

reseptor khusus pada permukaan sel, sehingga terjadi reaksi

intrseluler yang meningkatkan transport glukosa menembus

membrane sel. Pada keadaan NIDDM insulin menjadi tidak

efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan, sehingga konsentrasi glukosa darah menjadi

tinggi, hal ini mengakibatkan ginjal tidak dapat menyerapa

kembali semua glukosa yang tersaring keluar ; yang

akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine

(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekresika

kedalam urine ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan

dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik) sebagai

akibat kehilangan cairan yang berlebihan pasien akan

mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa

haus (polidipsia). Defesiensi insulin mengganggu

metabolisme lemak dan protein, dan mengakibatkan

menurunnya simpanan kalori sehingga pasien dapat


mengalami peningkatan nafsu makan (polifagia) (Smeltzer

& Bare, 2002).

b) Dapat terjadi komplikasi metabolik akibat terapi insulin dari

diabetes mellitus yang sering yaitu hipoglikemi, gejala-

gejala hipoglikemi disebabkan oleh pelepasan epinefrin

(berkeringat, bergetar, sakit kepala dan palpitasi), juga

akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang

aneh, sensorium yang tumpul dan koma) (Price, 2006).

2) Sistem Persarafan

Pada sisitem persrafan perlu dikaji :

a) Fungsi Cerebral, diantaranya tingkat kesadaran dengan

menggunakan Glasglow Coma Scale, perilaku dan

penampilan pasien, intelektual pasien yaitu orientasi pasien

terhadap orang, tempat dan waktu. Tingkat konsentrasi dan

kalkulasi, proses piker, dan fungsi sensori.

b) Fungsi Cerembelum, diantaranya tes koordinasi, tes

keseimbangan yang dapat dilakukan dengan cara steping tes

atau tes romberg.

c) Fungsi Saraf Cranial, yaitu nervus I (Olfactorius) untuk

fungsi penciuman, nervus II (Optikus) untuk fungsi

penglihatan, nervus III (Okulomotorius) gerakan bola mata

dan pupil, nervus IV (Trochealis) gerakan mata ke bawah

dan keatas, nervus V (Trigeminus) untuk fungsi motorik


dan sensorik, nervus VI (Abdusen) gerakan mata ke lateral,

nervus VII (Vestibulokhlearis) mempersyarafi otot wajah,

nervus VIII (Okustikus) untuk fungsi pendengaran, nervus

IX (Glasofaringeus) untuk fungsi menelan, nervus X

(Vagus) untuk fungsi control menelan), nervus XI

(Assesorius) untuk fungsi gerakan pada bahu, nervus XII

(Hipoglosus) untuk fungsi pergerakan lidah.

d) Fungsi sensisbilitas permukaan/ super ficial, terhadap ras

raba dan rasa nyeri.

e) Fungsi reflek, diantaranya refleks tendon, refleks

permukaan/ super facial, kalau diperlukan refleks patologis.

Pada penderita diabetes mellitus biasanya didapat :

(1) Nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan

propioseptik dan gangguan motorik yang disertai

hilangnya reflek-reflek tendon dalam, kelemahan oto dan

atrofi. Gejala tersbut diakibatkan pada jarinagn saraf

terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan

kadar mioniositol yang menimbulkan neuropati.

Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan

mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan

menyebabkan kehilangan akson. Kecepatan konsduksi-

konsduksi motorik akan berkurang pada tahap dini

perjalan neuropati. Neouropati dapat menyerang saraf-


saraf perifer (mononeuropati dan polineouropati), saraf

cranial atau sistem saraf otonom, terserang sistem saraf

otonom dapat disertai diare nocturnal, keterlambatan

pengosongan lambung dengan gas troparesis, hipotensi

postural dan impotensi. Pada pasien dengan neuropati

otonom diabetic dapat menderita infark miocard akut

tanpa nyeri, pasien juga dapat kehilangan respon

katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari

reaksi-reaksi hipoglikemia (Price, 2006).

(2) Dalam tahap lanjut terjadi gangguan persarafan

berhubungan dengan komplikasi mikro dan

makrovaskuler serta keadaan asidosis. Terjadi neuropati

motor sensori yang berperan dalam ulkus dan infeksi

kaki dan telapak kaki. Neuropati autonomic berperan

dalam kandung kemih neurogenic, impotensi, konstipasi

yang berubah-ubah dengan diare, penurunan keringat,

gastreonteritis dan hipotensi otrostatik (Engram, 1999).

3) Sistem Pernafasan

Kaji kesimetrisan hidung, jenis pernafasan pasien,

pengemabangan paru, frekuensi pernafasan, getara paru kiri dan

kanan simetris atau tidak, bunyi nafas pasien pada area

bronchial, vesicular dan brochovesikuler, perkusi area paru,

danya kesulitan bernafas atau tidak.


Pada pemerikasaan fisik sistem pernafasan pada penderita

diabetes mellitus biasanya didapat :

a) Pada pasien dengan diabetes mellitus biasanya pada tahap

awal tidak mengalami gangguan secara nyata namun lama-

kelamaan dapat ditemukan berbagai keluhan diantaranya

pasien merasa sesak nafas karena jaringan tubuh kekurang

O2, nafas bau aseton jika asidosis terjadi, dan biasanya

ditemukan pernafasan kusmaul. Hal ini diakibatkan pada

keadaan diabetes mellitus resistensi insulin dan sekresi

insulin terganggu, sehingga proses masuknya glukosa ke

tingakat sel berkurang. Untuk mengimbangi kekurangan ini

maka disekresi hormon, hormon glukgon, epinefrin, kortisol

dan hormon pertumbuhan, sehingga mengakibatkan

terjadinya reaksi glikogenolisis, glukonoegenesis, nipolisis

dan ketogenesis yang meningkat. Keton menumpuk sebagai

akibat dari peningkatan dari lipolisis dan ketogenesis,

sehingga menimbulkan nafas yang berbau aseton.

Keasaman oleh baik konservasi produk lemak dan protein

menjadi glukosa menyebabkan asidosis metabolik,

ditunjukan oleh penurunan Ph dan kadar bikarbonat.

Frekuensi meningkat dalam upaya mengeluarkan kelebihan

karbondioksida, yang dibentuk sebagai upaya tubuh

membentuk ekuilibrium asam-basa (Engram, 1999).


4) Sistem Kardiovaskuler

Kaji adanya vaskularisasi perifer diantaranya capillary refill

time, adanya edema atau tidak jugularis vena pressuari normal

atau tidak, frekuensi nadi, tekanan darah, bunyi jantung, perkusi

seluruh area jantung.

Pada tahap awal biasanya tidak ditemukan gangguan pada

sistem ini, namun dalam waktu yang lama akan menimbulkan

berbagai gangguan yang biasanya terbagi atas dua golongan,

yaitu yang menyerang pembulu darah besar (makroangiopati)

dan yang menyerang pembulu darah kecil (mikroangiopati).

a) Makroangiopati

Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran

histopatologik berupa ateroskeloris. Gabungan dari

biokimia yang disebabkan karena insulin dapat menjadi

penyebab jenis penyakit berupa :

(1) Penimbunan sarbitol dalam tunika intima vaskuler

(2) Hiperlipoproteinemia

(3) Dan kelainan pembekuan darah

Pada akhirnya makroangeopati ini akan mengakibatkan

penyumbatan vaskular. Jika mengenai arteri-arteri perifer

maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer

yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren pada

ekstermitas. Jika yang terkena arteri koronaria, dan Aorta


maka dapat mengakibatkan angina dan miocard infark

(Price, 2006).

b) Mikroangiopati

Mikroangiopati merupakan lesi spesifik yang

menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik),

glomerulus ginjal (nefropatik diabetik), dan saraf-saraf

periper (neuropati dibetik), otot-otot dan kulit. Dipandang

dari sudut histokimia, penebalan ini disertai oleh

peningkatan penimbunan glikorprotein. Selain itu senyawa

kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa maka

hiperglikemia menyebabkan bertambahnya kecepatan

pembentukan sel-sel membran dasar manifestasi dini dari

neprofati berupa hipertensi (Price,2006).

5) Sistem Pencernaan

Pada pemerikasaan fisik sistem pencernaan perlu dikaji

berat badan pasien tanyakan juga berat badan sebelu sakit

apakah ada perbedaan secara mencolok atau tidak, tanda-tanda

kekurangan nutsi seperti rambut yang rontok, kusan, rapuh,

konjungtiva anemis atau normal, bising usus palpasi hepar

empedu, apendik, pancreas, perkusi daerah abdomen.

Pada pasien dengan diabetes mellitus biasanya ditemukan

gangguan pada sistem ini diantaranya :


a) Asupan nutrisi awalnya meningkat (poliphagi) lama–

kelamaaan dapat mengalami mual anoreksia. Pada DM

dapat terjadi proses pemecahan lemak dan protein menjadi

glukosa sebagai kompenasasi tubuh dalam meningkatkan

kadar glukosa. Hal ini mengakibatkan asidosis metabolic,

peningkatan io H+ yang akhirnya banyak membentuk

ikatan kimia CI sehingga terjadi peningkatan HCL yang

merangsang nervus vagus baik langsung ataupun karena

proses iritasi mukosa terlebih dahulu sehinggal timbul rasa

mual ; muntah dan diare (Engram, 1999).

b) Terjadinya diare yang berubah-ubah dengan konstipasi,

diakibatkan oleh neuropati yang menyerang saraf-saraf

perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf

cranial atau saraf otonom, terserangnya saraf otonom dapat

mengakibatkan diare, dan keterlambatan pengosongan

lambung (distensi) (Price, 2006).

6) Sistem Perkemihan

Pada sistem ini perlu dikaji frekuensi buang air kecil,

jumlah urine output, periksa area costo vetebra angel dengan

cara palpasi apakah ada keluahan nyeri atau tidak, periksa bunyi

bruit pada 3 arteri yaitu arteri renalis kiri dan kanan, arteri iliaka

kiri dan kanan, arteri femoralis kiri dan kanan. Perkusi area

Costo Vertebra Angel (CVA) apakah terdapat nyeri atau tidak.


Pada pemeriksaan fisik sistem perkemihan pada penderita

diabetes mellitus biasanya didapat:

a) Poliura, nokturia , urine encer, urine berkabut dan bau

busuk jika terjadi infeksi. Defesiensi insulin menyebabkan

kegagalan metabolisme karbohidrat sehingga glukosa tidak

dapat masuk kedalam sel, akibatnya glukosa dalam darah

meningkat melebihi ambang ginjal (> 180 mg/dl) dan hal ini

menyebabkan pengeluaran glukosa melalui urine. Sifat

glukosa yang menghambat reabsorsi air maka terjadilah

banyak berkemih (poliuri) yang mengandung lukosa

(glukosuria), dan hal ini akan meningkatkan pada malam

hari (nokturnal) karena cairan yang seharusnya terbuang

melalui keringat, dikeluarkan melalui urine. Nokturia ini

dapat menimbulkan tidur pasien terganggu, karena dapat

merangsang RAS dan BSR untuk tetap tergaja, pasien

menjadi sering terbangun oleh karena keinginan untuk

BAK. peningkatan pengeluaran urine mengakibatkan

menurunnya volume itnra vaskuler dan meningkatnya

osmolaritas darah hal ini akan mengakibatkan merangsang

pusat halus di supra optik nuklei bagian iteral hipotalamus.

Pada fase pemulaan pasien akan merasakan haus dan

mengakibatkan pasien banyak minum (Smeltzer & Bare,

2002).
b) Nyeri area renal adalah salah satu komplikasi yang

ditimbulkan oleh penyakit diabetes adalah terjadinya

nefropati diabetik, yang dapat menyebabkan gagal ginjal

terminal sehingga penderita perlu menjalani cuci darah atau

hemodialisis. Nefropati diabetik ditandai dengan kerusakan

glomerulus ginjal yang berfungsi sebagai alat penyaring

(Smeltzer & Bare, 2002).

7) Sistem Integumen

Kaji keadaan kulit pasien apakah pucat, cianosis pigmentasi

kulit, adanya luka, tekstur kulit, kelembapan, suhu, turgor kulit,

adanya ulkus diabetikum.

Pada penderita diabetes mellitus biasanya didapat :

a) Suhu menurun bila terjadi hipovolemia dan meningkat jika

terjadi infeksi.

b) Lesi, luka pada telapak kaki, kulit pucat dan sianosis, ulkus

pada kulit, kulit kering ada bekas garukan. Defisiensi

insulin dapat berdampak terhadap integritas kulit yang bisa

disebabkan karena neuropati diabetik dan angiopati

diabetik. Neuropati atau kerusakan pada selubung mielin

akan menyebabkan penurunan sensasi sehingga

pengontrolan terhadap trauma mekanik, termis dan kimia

menurun yang biasanya akan mengakibatkan cedera. Selain

itu pada sistem integumen dapat terjadinya gangguan


berupa rasa gatal di kulit, keringat yang lembab kulit mudah

terinfeksi, luka sukar sembuh, mudah terjadi selulitis dan

gangren. Hal ini dikarenakan oleh sistem pertahanan tubuh

yang kurang akibat menipisnya persediaan protein

(globulin) dan sulitnya nutrisi dan O2 mencapai ke perifer

karena kekentalan darah meningkat yang menyebabkan laju

darah ke perifer menurun (Price, 2006).

c) Tekstur kulit kasar, kering, turgor kembali > 3 detik.

Ketoasidosis pada DM dapat mencetuskan dehidrasi, pada

pasien dehidrasi biasanya ditemukan tektur kulit yang kasar,

bersisik, turgor kulit kembali dalam waktu > 3 detik, kulit

kering. Hal ini diakibatkan juga karena kurangnya suplai

nutrisi ke tingkat sel kulit (Greenspan, 2000).

8) Sistem Muskuloskeletal

Kaji adanya atrofi otot, deformitas, kekuatan otot, gerakan

sendi (fleksi, ekstensi, addukasi, abdukasi, rotasi, pronasi,

supinasi) dan tonus otot.

Pada penderita diabetes mellitus biasanya didapat kelemaha,

kekuatan otot menurun, kekakuan pada ekstremitas, kontraktur,

peradangan. Hal ini diakibatkan oleh Defesiensi insulin dan

resistensi dari reseptor terhadap insulin mengakibatkan transport

glukosa terhadap sel menurun sehingga sel tubuh kekurangan

energi dan ini berdampak pada berkurangnya masa otot,


kelemahan dan cepat lelah. Selain itu berkurangnya cairan darah

dan ruang persendian mengakibatkan perubahan cairan sinovial

yang memungkinkan terjadinya kontraktur dan peradangang.

(Price, 2006).

9) Reproduksi

Kaji kebersihan dari orga reproduksi, adanya keputihan,

adanya lecet pada perineum.

Pada penderita diabetes mellitus biasanya didapat:

Penurunan libido, adanya impotensi, pada wanita adanya fluor

albus. Hal ini diakibatkan oleh dampak dari Defesiensi insulin

menyebabkan hambatan pengikat ekstradiol pada gugus protein

akibat kegagalan metabolisme protein. Pada wanita juga

dijumpai perasaan tidak nyaman pada vagina (keputihan) akibat

peningkatan glukosa urine dimana hal tersebut merupakan

media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme dan akibat

penurunan daya tahan tubuh serta kebersihan diri yang kurang

sehingga mudah terjadinya infeksi candida (Greenspan &

Baxter, 2000).

10) Sistem Penglihatan

Kaji keadaan mata dan bola mata apakah terdapat kelainan,

adanya katarak pada lensa mata atau tidak, distribusi alis dan

bulu mata, ketajaman penglihatan, pergelarak bola mata, lantang

pandang, visus mata.


Pada penderita diabetes mellitus biasanya didapat

penurunan visus mata, retinopati atau katarak. Retinopati

merupakan reaksi pada gangguan pembuluh-pembuluh darah

kecil (mikroangiopati) yang menyerang arteriola retina,

hiperglikemi akan menyebabkan penumpukan glukosa pada sel

dan jaringan tertentu yang dapat menstransport glukosa tanpa

memerlukan insulin. Hiperglikemi yang kronis akan

mengakibatkan meningkatnya pembentukan membran dasar sel

akibat penimbunan glikoprotein. Mikroangiopati ini akan

berlanjut dengan pelebaran sakular yang kecil (mikroaneurisma)

di arteriola retina. Akibatnya terjadi pendarahan,

neovaskularisasi dan terbentuknya jarinagn parut retina yang

dapat mengakibatkan kebutaan. Neuropati dan katarak timbul

sebagai akibat dari gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol

fruktosa) akibat kekurangan insulin, sehingga terdapat

penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga mengakibatkan

katarak dan kebutaan (Price, 2006).

11) Sistem Pendengaran

Kaji keadaan telinga dan lubang telinga secara umum.

Kebersihan, keutuhan dan fungsi pendengaran. Pada penderita

DM jarang ditemukan kelainan pada sistem pendengaran,

kecuali jika sistem saraf pusat yang mempersrafi sistem ini

terganggu atau bila suplai nutrisi dan O2 untuk metbolisme


fungsi auditorius ikut terganggu begitu juga dengan fungsi

vestibulum untuk keseimbangan.

12) Sistem Imun

Kaji adanya tanda-tanda infeksi seperti peningkatan suhu

(kalor). Pembengkakan (tumor), kemerahan (color), nyeri (dolor

dan fungsiolaesa). Kaji juga keadaan kelenjar getah bening,

biasanya mengalami pembengkakan bila terjadi peradangan

sebagai mekanisme tubuh untuk menghasilkan antibody.

Pasien diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan

gangguan respon leukosit dan limposit terhadap infeksi,

gangguan ini berkenaan dengan turunnya produksi energi dan

turunnya resptor insulin pada monosit, kadar gula yang tinggi

menyebabkan konsentrasi darah menjadi pekat sehingga

menghambat fungsi PMN dan pergerakan leukosit. Dan tiga

gangguan imunologi yang dialami jika kadar gula darah tinggi

yaitu gangguan fungsi kemotaksis, fagositosis dan aktivitas

mikrobiosidal intra seluler sehingga ketiga gangguan ini

mengakibatkan leukosit tidak dapat melakukan fungsinya yang

akhirnya menurunkan daya tahan tubuh pasien (Price, 2006).

e. Aspek Psikologis, Sosial, Spritual dan Pengetahuan

1) Aspek Psikologis

Pada pasien dengan diabetes mellitus dapat terjadi

gangguan rasa aman cemas karena keridak tahuan tentang


penyakitnya dan akibat dari timbulnya dampak dari diabetes

mellitus tersebut,misalnya luka yang sulit sembuh. Pasien akan

cemas apakah dirinya akan sembuh atau tidak. Kaji juga adanya

tanda-tanda depresi. Stress emosional dapat berdampak negatif

terhadap pengendalian diabetes. Peningkatan hormon stress

akan meningkatkan kadar glukosa darah, khususnya bila asupan

makanan dan pemberian insulin tidak diubah, disamping itu

pada saat terjadi stress emosional, penderita diabetes dapat

merubah pola makan, latihan dan penggunaan obat yang

biasanya dipatuhi. Penderita diabetes harus menyadari

kemungkinan kemunduran pengendalian diabetes yang

menyertai stress emosional. Bagi mereka diperlukan motivasi

agar sedapat mungkin memantau rencana terapi diabetes saat

stress. Disamping itu strategis stress pembembelajaran untuk

memperkecil pengaruh stress dan mengatasinya ketika hal ini

terjadi merupakan aspek yang penting dalam pendidikan

diabetes (Smeltzer & Bare, 2002).

2) Aspek Sosial

Kaji kemampuan pasien untuk bersosialisasi baik dengan

keluarga, tim kesehatan, pasien dan lingkungannya serta

dukungan terhadap pasien selama di rumah sakit. Kaji juga

kemampuan berkomunikasi pasien.


Kaji apakah dengan adanya dampak dari penyakit diabetes

mengakibatkan pasien tidak mau berhubungan dengan organ

lain atau cenderung menarik diri.

3) Aspek Spritual

Kaji keyakinan dan kepercayaan terhadap kesembuhannya,

kaji apakah dengan adanya penyakit diabetes pasien mengalami

kesulitan dalam beribadah, kaji apakah pasien berdo’a dan

adanya distress spiritual.

4) Aspek Pengetahuan

Mengkaji pengetahuan pasien dan keluarga terutama

tentang konsep penyakit, penatalaksanaa (seperti pemberian

obat, diet, latihan) diperlukan untuk menilai kemampuan

perawatan di rumah.

f. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :

1) Darah

a) Gula darah puasa diatas normal, diakibatkan karena defisit

insulin sehingga proses pengangkutan glukosa ke sel

berkurang dan berdampak pada penumpukan glukosa dalam

darah. Nilai normal gula darah puasa yaitu 80-115 mg/dl

(Price, 2006).

b) Tes Toleransi Glukosa (TTG), TTG oral merupakan

pemeriksaan yang lebih sensitif daripada TTG intravena,


yang dilakukan dengan pemberian larutan karbohidrat

sederhana. Pasien mengkonsumsi makanan tinggi

karbohidrat (150-300 gr) selama 3 hari sebelum dilakukan

tes, sesudah berpuasa pada malam hari besoknya di ambil

sempel darah. Kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr yang

biasa dalam bentuk minuman diberika kepada pasien,

pasien diberitahu untuk duduk diam selama tes dilakukan

dan menghindari latihan, rokok, kopi serta makanan lain

selain air putih. Setelah 2 jam dilakukan pengambilan

sampel darah. Dengan kriteria Diagnostik WHO untuk

diabetes mellitus orang dewasa yang tidak hamil pada

sedikitnya dua kali pemeriksaan :

(1) Glukosa plasma sewaktu/random >200 mg/dl

(11,1mmol/L).

(2) Glukosa plasma puasa/nicher >140 mg/dl (7,8 mmol/L).

(3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2

jamkemudian sesudah mengkonsumsi 75 g karbohidrat

(2 jam postprandial [pp] > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

(Smeltzer & Bare, 2002).

c) Essai hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini

mengukur persentasi glukosa yang melekat pada

hemoglobin, glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama


hidupnya sel darah merah. Rentang normalnya adalah 5-6 %

(Engram, 1999).

d) Natrium meningkat, asupan glukosa yang berkurang pada

sel terutama pada ginjal akan mengakibatkan fungsi ginjal

terganggu diantara fungsi ginjal sebagai pengatur

keseimbangan cairan dan elektrolit. Nilai normal natrium

135-145 mg/dl (Doengoes, 1999).

e) Kalium awalnya terjadi peningkatan karena asidosis, namun

selanjutnya akan hilang melalui urine, kadar kalium

absolute tubuh menurun, bila insulin diganti dan asidosis

teratasi, kekurangan kalium serum mungkin akan

berkurang, nilai normal 25-100 mEq/dl (Doengeos, 2000).

f) BUN dan kreitinin meningkat, peningkatan pemecahan

protein menjadi glukosa sebagai kompetensi tubuh untuk

meningkatkan glukosa menimbulkan peningkatan BUN

(Engram, 1999).

Kreatinin meningkat sebagai dampak dari gangguan fungsi

ginjal yang diakibatkan oleh diabetes mellitus. Nilai normal

BUN 50-20 mEq/dl. Nilai normal kreatinin laki-laki 0,8-1,7

mg/dl dan wanita 0,6-1,0 mg/dl (Smeltzer & Bare, 2002).

g) pH menurun, dapat diakibatkan karena asidosis metabolic

sebagai akibat dari pemecahan lemak dan protein menjadi


glukosa sebagai kompensasi tubuh dalam memenuhi kadar

glukosa, nilai normal pH 7,35-7,45 (Engram, 1999).

h) PCO2 meningkat, CO2 dibentuk sebagai upaya tubuh untuk

membentuk ekuilibrium asam-basa. Nilai normal PCO2

arteri 22-29 mEq/dl dan vena 23-30 mEq/dl (Engram,

1999).

i) Hb menurun, dapat diakibatkan karena mual dan anorexia

sehingga asupan makanan pasien berkurang dan akhirnya

menurunkan kadar Hb.

(1) Albumin dan lemak darah meningkat, pada penderita

diabetes dapat mengabkibatkan gangguan fungsi ginjal

dan dapat mengakibatkan komplikasi ginjal yaitu

nefropati diabetikum, sehingga prose filtrasi ginjal

terganggu. Protein yang seharusnya tidak dikeluarkan

lewat urine, pada keadaan ini di keluarkan lewat urine,

sehingga kadar albumin dalam darah meningkat

(Smeltzer & Bare, 2002).

(2) Urine

Positif terhadap glukosa dan keton.

Pada respon terhadap defesiensi terhadap

intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi glukosa

(glukoneogenesis) untuk menghasilkan energi. Selama

proses pengubahan ini, asam lemak bebas dipecah


menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi

ditunjukan oleh ketonuria. Glukosuria menunjukan

bahwa ambang ginjal terhadap reabsorpsi glukosa

dicapai. Ketonuria menandakan ketoasidosis (Engram,

1999).

Data Laboratorium Diagnosis Nefropati Diabetik :

Pasien DM dinyatakan mengalami nefropati diabetik

jika pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam waktu 3-6

bulan ditemukan albumin didalam urine 24 jam >30

mg, dengan catatan tidakditemukan penyebab

albuminuria lain.

Tabel 2.1 : Nilai Albumin Dalam Urine

KATEGORI Urine 24 jam Urine dalam Urine sewaktu


(mg/24 jam) waktu tertentu (mg/mg kreatinin)
(mg/menit)
Normal <30 < 20 <30

Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299

Makroalbuminuria > > >

(Konsensus Pengelolaan diabetes mellitus Tipe 2 di Indonesia, 2002

Nilai normal urine :

pH : 4,5-8 (rata-rata 5,5-6)

BUN : 5-15 mg/dl

Kreatinin : laki-laki 0,8-1,7 mg/dl


Perempuan 0,6-1,0 mg/dl

Berat jenis : 1,002-1,305

Leukosit : Tidak ada

Eritrosit : Tidak ada

Tabel 2.2 pemeriksaan diagnostik

No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


1 Gula darah puasa >140 mg/dl 70 – 110 mg/dl
2 Gula darah 2 jam >140 mg/dl < 140 mg/dl
postprandial
3 Gula darah sewaktu >140 mg/dl < 140 mg/dl
4 Test intoleransi >140 mg/dl < 115 mg/dl
glukosa
5 Test toleransi glukosa > 140 < 115 mg/dl
mg/dl

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

Diagnosa keperawatan adalah diagnosa yang dibuat oleh perawat

profesional, menggambarkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang

menunjukan masalah kesehatan yang dirasakan pasien dimana perawat

berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu menolongnya (Gordon).

Diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi 5 katergori yaitu, aktual,

resiko, kemungkinan, keperawatan wellness dan keperawatan sindrom

(Carpenito, 2000).
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan diuresis osmotik, diare, kurang atau pembatasan

asupan.

b. Gangguan pemenuhunan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan asupan glukosa ke sel menurun, mual, anorexia,

defesiensi insulin.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar

gula darah, perubahan sirkulasi, penurunan sensori dan peningkatan

ureum darah.

d. Resiko kerusakan penatalaksanaan dirumah sehubungan dengan

kurang pengetahuan dan sistem pendukung yang tidak kuat.

e. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori penglihatan dan

kelemahan.

f. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi

leukosit dan kadar gula darah yang tinggi.

g. Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.

(Doenges, 2000).

3. Perencanaan

a. Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan diuresis osmotik, diare, kurang atau

pembatasan asupan.
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria TTV stabil,

nadi perifer dapat diraba, turgot kulit baik, intake output seimbang,

tidak tampak lemah.

Tabel 2.3 Intervensi

Intervensi Rasional
1. Kolaborasi dengan dokter dalam 1. Untuk mengganti cairan yang
pemberian cairan parenteral, hilang dan mempertahankan
vitamin, elektrolit. keseimbangannya.
2. Pertahankan pemberian cairan 2. Untuk selalu menjaga
hilang sedikit 2500 ml/hari. keseimbangan cairan yang
berkesinambungan.
3. Observasi intake output cairan 3. Untuk mengetahui cairan yang
hilang dan cairan pengganti yang
harus diperbaiki.
4. Kaji ulang TTV, catat adanya 4. Hipovilemia dapat
perubahan tekanan darah dimanifestasikan oleh hipotensi,
ortostatik. tachikardi, berat ringan
hipovolemia dapat dibuat ketika
tekanan darah > 20 mmHg dari
posisi duduk atau berdiri
5. Kaji ulang turgor kulit dan
5. Tugor kulit > 3 detik merupakan
keadaan membran mukosa mulut.
salah satu indikator dehidrasi atau
6. Kaji adanya perubahan mental/ volume yang tidak adequat.
sensori. 6. Perubahan mental dapat
berhubungan dengan glukosa yang
tinggi atau rendah, elektrolit yang
abnormal, asidosis, penurunan
7. Kaji tanda-tanda kerusakan ginjal perfusi serebral dan hipoksia
dengan cara mengobservasi hasil 7. Semakin tinggi persentase
lab : hematokrit berarti konsentrasi
b. Hematokrit, darah semakin kental dan
c. BUN/kreatinin diperkirakan banyak plasma darah
d. Osmolalitas darah yang keluar sehingga dapat
e. Natrium berlanjut terjadinya syok
hipovolemik, kreatinin adalah zat
racun pada dalam darah yang
ginjalnya sudah tidak berfungsi,
natrium untuk mencegah retensi
cairan dalam darah
b. Gangguan pemenuhunan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan asupan glukosa ke sel menurun, mual,

anorexia, defesiensi insulin.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi, dengan kriteria mual

berkurang, nafsu makan bertambah, porsi makan bertambah,

kojungtiva merah muda, nilai lab normal.

Intervensi Rasional
1. Kolaborasi pemberian diet sesuai 1. Tujuan utama diet pada DM
dengan toleransi pasien dengan adalah mengendalikan glukosa
prinsip 3 J (jumlah, jenis, jadwal) darah dan diet ini harus sangat
diperhatikan komposisinya
disertai dengan melihat data
laboratorium
2. Kolaborasi pemberian insulin 2. Insulin diberikan dengan
reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraseluler yang meningkatkan
trasnport, glukosa menembus
3. Sesuaikan asupan nutrisi dengan membran sel.
makanan kesukaan 3. Untuk menigkatkan selra makan
tetapi disesuaikan dengan
program diet, dapat diupayakan
4. Observasi asupan nutrisi setelah pulang
4. Asupan nutrisi harus selalu
dipantau untuk mengobservasi
keadaan hipo/hiperglikemi dalam
5. Jika terjadi lonjakan kadar keadaan asidosis metebolik
glukosa darah dapat diberikan 5. Pembentukan sel oleh saraf yang
makanan berserat masuk dalam GIT dapat
memperlambat pengosongan
lambung dengan kata lain
menunda obsorsi serta serat dapat
meningkatkan masa feses
6. Timbang berat badab tiap hari
sehingga menurunkan konstipasi.
6. Mengkaji asupan makanan yang
7. Observasi pmeriksaan adekuat termasuk obsorpsi dan
laboratorium seperti kadar otoritasnya.
glukosa darah, aseton, pH, HCO3 7. Gula darah akan menurun seacara
perlahan denga terapi cairan dan
pemberian insulin secara
terkontrol. Dengan pemberian
insulin secara optimal, glukosa
dapat masuk kedalam sel dan
8. Pantau aanta tanda-tanda koma digunakan untuk sumber kalori.
nonketoik, hiperglikemik, Ketika hal ini terjadi, kadar
hiperosmoral dan hipoglikemia : aseton akan menurun dan asidosis
a. Koma nonketoik, dapat teratasi.
hiperglikemi, hiperosmoral : 8. Hipoglikemi merupakan
glukosa darah puasa 600-2000 komplikasi yang sering terjadi
mg/dl, natrium normal atau pada pasien DM, dapat
meningkat, kalium normal diakibatkan karena pemberian
atau meningkat, insulin yang berlebih,
osmomolaritas serum diatas hpo/hiperglikemi kejadiannya
350 mOs/kg, hipotensi, dapat menimbulkan keluhan atau
dehidrasi, perubahan sensori bahkan kematian
b. Hipoglikemia : kuliot dingin,
lembab dan pucat, kadar gula
darah < 70 mg/dl, gelisah,
penurunan kesadaran.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar

gula darah, perubahan sirkulasi, penurunan sensori dan peningkatan

ureum darah.

Tujuan : Integritas kulit dapat terjaga selama perjalanan penyakit

berlangsung, dengan criteria, tidak teraba lesi, tidak ada tanda –tanda

infeksi, memperlihatkan gaya hidup untuk mencegah infeksi.

Intervensi Rasional
1. Melakukan mobilisasi secara 1. Imobilisasi dapat mencegah
teratur pada pasien. tekanan pada pembulu darah yang
akan menghambat suplai nutri dan
O2, sehingga dekubitus atau luka
tekan dapat di cegah.
2. Beri penkes tentang 2. Berikan pengetahuan pada pasien
pencegahan luka, diantaranga dan keluarga bahaya dari luka pada
dengan cara : penderita DM, dan cara
a. Menghindari garukan. pencegahan terjadinaya luka.
b. Penggunaan lition pada
kulit yang kering.
c. Menggunakan alas kaki
jika berjalan
d. Menghindari penggunaan
sandal jepit
3. Berikan perawatan kulit 3. Masage dapat memperlancar
yang teratur, masage daerah peredaran darah, pemberian lotion
tulang yang tertekan, jaga bermanfaat untuk mencegah kulit
kulit tetap kering, linen kasar.
kering dan tetap kencang
(tidak berkerut).

d. Resiko kerusakan penatalaksanaan dirumah sehubungan dengan

kurang pengetahuan dan sistem pendukung yang tidak kuat

Tujuan : Pasien dapat melaksanakan prosedur yang baik di rumah,

dengan criteria pasien dapat mengerti tentang keadaan dan

perencanaan perawatan yang disampaikan, pentingnya melaksanakan

keterampilan kesehatan secara benar, hubungan antara keadaan sakit

dan pengobatan yang disampaikan.

Intervensi Rasional
1. Berikan penyuluhan pada pasien dan 1. Lebih banyak pasien mengetahui
keluarga tentang konsep penyakit tentang penyakit yang
yang dideritanya. dideritanya, akan meningkatkan
kepatuhan pasien akan
pengobatan yang dijalankan.
2. Berika penyuluhan kepada pasien 2. Memberi pengetahuan tentang
dan keluarga penatalaksanaan pentalaksanaan DM di rumah :
penyakit DM : a. Penkes pemberian obat
a. Pengobatan DM terutama insulin sangat
b. Diet DM penting, agar pasien dan
c. Latihan keluarga mampu untuk
melakukan perawatan di
rumah, pemberian obat
secara tepat dapat
menhindari komplikasi
seperti hipertensi atau koma
diabetikum.
b. Meningkatkan kepatuhan
pasien dalam program diet,
dan keluarga dapat
mendukung program diet
pasien.
c. Menumbuhkan kesadaran
pada pasien untuk
melakukan aktivitas sesuai
3. Berikan penyuluhan kepada pasien batas toleransi
dan keluarga tentang pentingnya 3. Meningkatkan kepatuhan pasien
kontrol secara teratur untuk kontrol secara teratur
terutama pemeriksaan gula
darah, untuk mencegah
terjadinya komplikasi lebih
lanjut

e. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori penglihatan dan

kelemahan

Tujuan cedera tidak terjadi dengan kriteria fungsi sensori, koordinasi

gerakan meningkat, gula darah normal.

Intervensi Rasional
1. Orientasikan pasien pada 1. Pasien terhadap lingkungan
lingkungan, dekatkan barang- membantu untuk melakukan
barang kebutuhan pasien dan bantu aktifitas untuk menhindari injuri
ADL. dan memudahkan pasien untuk
memenuhi kebutuhan di sekitar
lingkungannya.
2. Anjurkan pasien untuk melakukan 2. Gerakan secara tiba-tiba atau terlalu
gerakan secara berhati-hati dan berat meningkatkan resiko injuri.
bertahap.
3. Anjurkan pasien untuk membuka 3. Menutup mata akan mengakibatkan
mata dan memandang ke depan pasien kehilangan orientasi terhadap
ketika beraktifitas atau pusing dan lingkungan atau mencari pegangan
penglihatannya kabur. dan memerlukan adaptasi
mataulang terhadap lingkungan
sekitarnya.
4. Kurangi faktor-faktor pemberatan 4. Penerangan dan aktivitas berlebih
injuri. bisa menjadi fungsi penglihatan
menjadi menurun.
5. Kolaborasi dokter sesuai dengan 5. Gangguan fungsi penglihatan
penyakit yang memperberat injuri tingkat tertentu tidak biasa
(gangguan penglihatan atau sistem dilakukan hanya dengan intervensi
persarafan). keperawatan tetapi juga
memerlukan tim kesehatan lain
untuk mengatasinya.
6. Berikan penkes pada pasien alasan 6. Penjelasan yang baik meningkatkan
terjadinya berbagai faktor pemberat partisipasi pasien dalam mencegah
injuri muncul. terjadinya injuri.
7. Libatkan keluarga untuk membantu 7. Keterlibatan keluarga penting untuk
menghindari injuri perawatan lebih lanjut selama
pasien berada di rumah.
8. Kaji ulang faktor-faktor pemberat
8. Pengkajian diperlukan untuk
injuri
mengukur keberhasilan intervensi
yang dilakukan

f. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leukosit

dan kadar gula darah yang tinggi.

Tujuan : Infeksi tidak terjadi dengan criteria kulit lembab, gula darah

normal.

Rasional Intervensi
1. Pertahankan aseptik dan antiseptik 1. Mengurangi jumlah
dalam pemberian setiap tindakan mikroorganisme yang dapat
kepada pasien. menimbulkan terjadinya infeksi.
2. Jauhi oral atau tempat yang dapat 2. Tubuh akan sangat merespon
menularkan penyakit contohnya terhadap datangnya penyakit
penyakit infeksi saluran karena berbagai gangguan dan
pernafasan. penurunan daya tahan tubuh pada
orang DM.
3. Observasi tanda-tanda infeksi dan 3. Infeksi dapat mengakibatkan
peradangan sepeti demam, peningkatan suhu tubuh,
kemerahan, adanya pus pada kemerahan, nyeri, bengkak dan
luka,sputum purulen, urine warna fungiolaesa yang dapat di
kuning atau berkabut. identifikasi. Penanganan lebih
cepat membantu dalam proses
pencegahan yang lebih lanjut dari
infeksi.
4. Kolaborasi dokter untuk pemberian 4. Membantu meningkatkan
antibiotik kekebalan sistem tubuh

g. Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif

Tujuan Cemas tidak terjadi demgan criteria memahami tentang

penyakitnya, memiliki persepsi yang benar terhadap penyakitnya,

istirahat tidak terganggu

Intervensi Rasional
1. Memberikan dukungan emosional 1. Motivasi dan dorongan
meningkatkan ketentraman jiwa
pada diri pasien.
2. Luangkan waktu untuk pasien 2. Bertanya atau mengungkapkan
mengungkapkan perasaan dan perasaan pasien, dapat mengurangi
bertanya. kecemasan yang ada dengan
mengeluarkan unek-unek pada diri
pasien.
3. Perbaiki persepsi yang salah 3. Informasikan yang benar
terhadap penyakit. membantu meringankan beban
pasien dengan berbagai alternatif
penanganan yang ada untuk
4. Anjurkan orang terdekat untuk penyakitnya.
mendampingi pasien 4. Keberadaan orang terdekat
meningkatkan keyakinan
5. Berikan gambaran tentang psikologis.
penderita yang sama yang tetap 5. Gambaran keberhasilan penderrita
dapat menjalani hidupnya dengan yang sama dapat dijadikan
normal dan tentang perkumpulan dorongan pasiennutnuk ingin
penderita penyakit yang lain sembuh dan menempuh
penatalaksanaan yang benar,
sedangkan perkumpulan penyakit
DM dapat menurunkan kecemasan
karena pasien tidak merasakan
sendiri menderita penyakitnya
4. Implementasi
Hal- hal yang harus diperhatikan ketika melakukan pelaksanaan

adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan

validasi, penguasaan pengetahuan interpersonal, intelektual dan teknikal.

Intervensi harus dilakukan dengan efisien pada situasi yang tepat,

keamanan fisik dan psikologis pasien dilindungi dan didokumentasikan

berupa percatatan dan pelaporan (Hidayat, 2009).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keprawatan yang

bertujuan melihat sejauh mana diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan dan mengevaluasi kesalahan yang terjadi selama

pengkajian, analisa, intervensi, mengimplementasi keperawatan (Hidayat,

2009). Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam

mencapai tujuan, hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan hubungan

dengan klien terhadap tindakan yang diberikan proses evaluasi terdiri

dari :

a. Formatif : Evaluasi setelah rencana keperawatan dilakukan untuk

membantu keefektifan tindakan yang dilakukan secara

berkelanjutan hingga tujuan tercapai.

b. Sumatif : Evaluasi yang diperlukan pada akhir tindakan

keperawatan secara objektif, fleksibel dan efisien (Hidayat, 2009).


BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan kasus

1. Pengkajian

a. Identitas

1) Identitas Klien

Nama : Tn. G

Umur : 62 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Status : Kawin

Suku bangsa : Sunda / Indonesia

Alamat : Dsn. D Rt 02/01 Ds. S Kec. J

Tanggal masuk : 04 Mei 2017

Tanggal pengkajian : 05 Mei 2017

No. Medrec : 639257

Ruang rawat : R. Sakura

Diagnosa medis : Diabetes Mellitus (DM) dan

Cronic Kidney Disease (CKD)

2) Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. Y

Umur : 58 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status perkawinan : Kawin

Pendidikan : SD

Pekerjaan : IRT

Hubungan dengan klien : Istri

b. Keluhan Utama

Sesak

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Keluarga klien mengatakan kurang lebih seminggu sebelum

di bawa ke rumah sakit klien mengeluh sesak. Sesak semakin

bertambah sehingga pada tanggal 04 Mei 2017 klien di bawa ke

rumah sakit.

Pada saat dikaji tanggal 05 Mei 2017 klien mengeluh sesak.

Sesak dirasakan sedang, sesak bertambah pada saat

beraktivitas dan berkurang saat istirahat dengan posisi setengah

duduk dengan menggunakan 2 bantal. Klien terpasang oksigen

5 liter/menit pernasal canul dengan RR 24x/menit.


2) Riwayat kesehatan dahulu

Pada saat dikaji keluarga klien mengatakan bahwa klien

pernah mengalami penyakit jantung dan diabetes melitus dan

baru diketahui sejak 2 bulan yang lalu, sebelumnya klien

pernah dirawat di rumah sakit pada bulan Februari 2017

dengan diagnosa pembengkakan pada jantung dan diabetes

melitus. Klien mengatakan tidak pernah mengontrol gula

darahnya. Klien belum pernah dioperasi, klien tidak

mempunyai alergi terhadap obat-obatan ataupun makanan.

Sebelumnya klien punya kebiasaan merokok dan minum kopi

2-3 kali sehari sejak usia 17 tahun namun sudah berhenti sejak

1 tahun yang lalu karena setiap merokok terasa tidak enak dan

merasa pusing. Klien mempunyai riwayat hipertensi dan baru

mengetahuinya sejak 2 bulan lalu.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga klien mengatakan bahwa ayah klien pernah

mengalami penyakit yang sama dengan klien. Di dalam

keluarga klien tidak ada penyakit menular, tetapi ada penyakit

keturunan seperti hipertensi dari ayahnya.


Bagan. 3.1 Genogram

Pada genogram di atas menggambarkan bahwa keluarga Tn. G

mempunyai istri yaitu Ny.Y dan mempunyai anak lima. Yang tinggal

serumah bersama keluarga Tn.G adalah anak yang ke tiga, ke empat, dan

anak yang ke lima. ayah dan ibu dari Tn.G keduanya sudah meninggal,

sedangkan ayah dan ibu dari Ny.Y ayahnya sudah meninggal tetapi ibunya

masih ada.

Keterangan :

: Laki-laki : Klien

: Perempuan : Perempuan meninggal

: Laki-laki meninggal : Ada hubungan

: Tinggal satu rumah

Tabel 3.1 adl


d. Pola Aktivitas Sehari-hari
NO ADL DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
1 Nutrisi
. a. Makan
 Frekwensi 2-3x/hari 3x/hari
 Jumlah 1 porsi habis ½ porsi habis
 Jenis Nasi, lauk pauk, sayur Bubur saring, lauk pauk, sayur
 Keluhan Tidak ada Mual
 Cara Sendiri Dibantu
Minum
 Jumlah 6-8 gelas/hari 2-4 gelas/hari
 Jenis Air putih Air putih
 Keluhan Tidak ada Tidah ada
 Cara Sendiri Dibantu
Masalah : Ada Mual dan Minum sedikit

2. Eliminasi
a. BAB
 Frekwensi 1x/hari 1x/hari
 Waktu Tidak tentu Tidak tentu
 Warna Kuning Kuning kecoklatan
 Konsistensi Lembek Lembek
 Kesulitan Tidak ada Tidak ada
 Cara Sendiri Dibantu
b. BAK
 Frekwensi 5-6x/hari 3-4x/hari
 Jumlah Tidak diukur ± 250 cc/12 Jam
 Warna Kuning Kuning
 Kesulitan Tidak ada Tidak ada
 Bau Khas Khas
 Kateter Tidak Tidak
 Cara Sendiri Dibantu
Masalah : Gangguan keseimbangan cairan
3. Istirahat dan Tidur
a. Waktu tidur
 Malam 21.00-05.00 WIB 01.00 WIB
 Siang Tidak tentu Tidak tentu
b. Lamanya
 Malam 6-8 Jam ± 3 Jam
 Siang Tidak tentu Tidak tentu
c. Kegiatan
sebelum tidur Nonton tv Tidak ada
d. Masalah tidur Tidak ada Sesak
Masalah : Klien susah tidur karena sesak
4. Kebersihan Diri
a. Mandi
 Frekwensi 2x/hari 1x/hari
 Cara Sendiri Dilap/dibantu
b. Pemeliharaan
mulut dan gigi
 Frekwensi 2x/hari 1x/hari
 Cara Sendiri Dibantu
c. Pemeliharaan
kuku
 Frekwensi 1x/minggu Belum
 Cara Sendiri Belum
d. Pemeliharaan
rambut
 Frekwensi 1x/hari Baru 1x
 Cara Sendiri Dibantu
Masalah : tidak ada masalah
5. Aktivitas dan Olahraga
a. Olahraga
 Jenis
 Frekwensi Jalan kaki Tidak ada
b. Kegiatan Tidak tentu Tidak
diwaktu luang
c. Cara melakukan Nonton Tv Tidur dan duduk

Sendiri Kadang dibantu


Masalah : Lemas, intoleransi aktivitas

e. Pemeriksaan Fisik

1) Sistem Pernafasan

Inspeksi : Bentuk hidung simetris, tidak terdapat

lesi, tidak terdapat secret, tidak terdapat

pernafasan cuping hidung, terdapat retraksi

dada, terpasang oksigen 5 liter/menit,

pernafasan 24x/menit.

Auskultasi : Bunyi nafas terdengar adanya ronchi di

bagian atas.

Perkusi : Saat perkusi daerah thorax terdengar

resonan.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada daerah

dada, tidak ada benjolan pada daerah dada,

taktil premitus kiri dan kanan sama.

2) Sistem pancaindra

a) Penglihatan

Inspeksi : Bentuk simetris, konjungtiva pucat,

sklera kuning, reflek pupil (+) pada

cahaya, tidak terdapat pengeluaran air

mata.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada kelopak

mata, tidak teraba adanya benjolan pada

daerah mata.

b) Pendengaran

Inspeksi : bentuk simetris, posisi pina sejajar

dengan sudut mata, tidak terdapat

serumen.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada mastoid,

tidak teraba adanya benjolan pada

telinga.

c) Penciuman : Klien mampu menyebutkan bau kayu putih

saat dilakukan penciuman

d) Pengecapan : Klien mampu membedakan rasa pahit dan

manis.
3) Sistem Endokrin

Inspeksi : Tidak ada pemebesaran kelenjar tyroid di

daerah leher.

Palpasi : Tidak ada benjolan pada leher

4) Sistem Kardiovaskuler

Inspeksi : Konjungtiva pucat, adanya peningkatan

JVP >3, 5cm.

Auskultasi : Tekanan Darah 130/70 mmHg. BJ 1(S1)

terdengar dengan bunyi lub di ICS V-VI

MCL kiri, BJ 2 (S2) terdengar dengan

bunyi dub terdengar di ICS II linea sternalis

kiri dan kanan.

Perkusi : terdengar dullnes pada area jantung.

Palapasi : Denyut jantung 82x/menit dengan irama

reguler, CRT < 3 detik, akral hangat.

5) Sistem Pencernaan

Inspeksi : Warna bibir pucat, terdapat karang gigi

pada gigi atas, pembesaran tonsil (-),

bentuk abdomen datar.

Auskultasi : Bising Usus 8x/menit, tidak terdengar ada

bruits.

Perkusi : Bunyi abdomen timpani.


Palpasi : Kemampuan menelan baik, tidak teraba

pembesaran hati.

6) Sistem Perkemihan

Inspeksi : Tidak ada lesi ataupun benjolan pada

daerah abdomen, tidak terpasang kateter.

Auskultasi : Tidak terdapat suara bruits.

Perkusi : Bunyi timpani pada saat di perkusi.

Palpasi : Ada nyeri tekan pada daerah ginjal.

7) Sistem Integumen

Inspeksi : Kulit kering, tidak ada kemerahan, tidak

ada lesi, tidak ada oedem.

Palpasi : Turgor kulit < 3 detik, suhu 36,20C tidak

ada nyeri tekan, tidak teraba ada oedem.

8) Sistem Muskuloskeletal

Ekstremitas : Bentuk simetris, warna kulit sawo matang,

klien mampu menggerakan kaki dan

tangannya, ROM aktif, kekuatan otot

5 5

5 5

Artinya : klien dapat menahan gravitasi dan menahan tekanan

9) Sistem Reproduksi

Klien menolak untuk dikaji


10) Sistem Persyarafan

a) Tingkat kesadaran : Compos Mentis

E : 4 = Membuka mata dengan spontan

M : 6 = Mengikuti perintah

V : 5 = Berorientasi dengan baik

b) Fungsi sensori

Sensibilitas klien masih baik, terbukti klien mampu

membedakan rasa hangat, tajam dan tumpul.

c) Fungsi sereblum

Koordinasi gerak baik terbukti klien masih mampu

mendekatkan jari-jari tangan dengan ibu jari.

d) Fungsi saraf kranial

(1) N I (Olfaktorius)

Klien dapat mencium bau kayu putih

(2) N II (Optikus)

Kedua mata klien masih bisa melihat namun sedikit

buram.

(3) N III (Okulomotoris)

Pupil berbentuk isokor, pupil mengecil dan kembali jika

terkena cahaya.

(4) N IV (Troklear)

Klien bisa menggerakan bola mata ke kiri, kanan,

bawah dan ke atas.


(5) N V (Trigeminus)

Klien dapat mengunyah dan menelan makanan dengan

baik.

(6) N VI (Abdusen)

Klien dapat melirik ke kiri dan ke kanan serta mnegikuti

arah telunjuk.

(7) N VII (Facialis)

Klien dapat memperlihatkan gigi dan tersenyum

(8) N VIII (Auskustikus)

Klien dapat mendengar dan merespon sesuai

pertanyaan.

(9) N IX dan X (Glosofaringeus dan Vagus)

Mampu membuka mulut dan menelan, letak uvula

berada di tengah dan apabila mengucapkan kata “ah”

gerakan uvula tertarik ke atas.

(10) N XI (Asesorius)

Klien dapat menoleh ke kiri dan kanan.

(11) N XII (Hipoglosus)

Klien dapat menggerakan lidahnya ke segala arah.

11) Fungsi refleks

a) Refleks Tendon Achiles : Positif pada pergelangan kaki

b) Refleks Bicep : Positif di kedua ekstremitas atas


c) Refleks Tricep : Positif di kedua ekstremitas atas

d) Refleks Patela : Positif di kedua ekstremitas bawah

e) Refleks Babinsky : Positif terdapat dorsofleksi ibu jari

12) Status Psikologis, Sosial, Spiritual, Data Pengetahuan

a) Status psikologis

- Pola pikir dan Persepsi

pasien menerima kondisinya saat ini dan pasien yakin

bahwa sakitnya akan sembuh.

- Konsep Diri

Pasien mengatakan bangga menjadi seorang laki-laki

- Gambaran Diri

Pasien mengatakan menyukai seluruh tubuhnya, karena

ciptaan Allah SWT.

- Ideal Diri

Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dari sakitnya

dan ingin pulang ke rumah.

- Harga Diri

Pasien tidak merasa minder dengan penyakitnya

- Peran Diri

Pasien adalah seorang suami, ayah yang berperan

sebagai kepala keluarga.


- Identitas Diri

Pasien merupakan seorang laki-laki dan berpenampilan

sesuai jenis kelaminnya.

b) Sosial

Pasien koperatif dan selalu komunikasi dengan perawat,

dokter, pasien lain, maupun pengunjung. Pasien pun selalu

ramah ketika para saudara dan tetangganya datang

menjenguk.

c) Spiritual

Pasien mengatakan bahwa dia selalu berdo’a pada Allah

SWT untuk kesembuhannya dan ada keyakinannya untuk

sembuh.

d) Pengetahuan pasien dan keluarga.

Klien dan keluarga mengatakan baru mengetahui penyakit

jantung dan gula darah (DM) saja yang di derita klien.

f. Data Penunjang

1) Hasil pemeriksaan laboratorium


 Hasil pemeriksaan tanggal 04 Mei 2017

Tabel 3.2 Hasil laboratorium


NO JENIS HASIL NILAI NORMAL
PEMERIKSAAN

1. Hemoglobin 8,3 gr/dl 14-17,5 gr/dl


2. Leukosit 13.300 /mm3 4.500-10.000 /mm3
3. Trombosit 323.000 /mm3 150.000-450.000 /mm3
4. Hematokrit 26,0 % 40-52 %
5. Natrium 135 mmol/L 135-148 mmol/L
6. Kalium 3.81 mmol/L 3.5-5.1 mmo/L
7. Klorida 101 mmol/L 98-107 mmol/L
8. Glukosa Darah Sewaktu 338 mg/dL 100-150 mg/dL
9. Kreatinin 5,87 mg/dL 0,5-1,1 mg/dL
NO JENIS HASIL NILAI NORMAL
PEMERIKSAAN
1. Glukosa Darah Puasa 244 mg/dl 100-150 mg/dl
Glukosa Darah 2 jam PP 270 mg/dl 100-120 mg/dl

 Hasil pemeriksaan tanggal 05 Mei 2017


NO JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

1. Hemoglobin 8,1 gr/dl L : 13,5–18 P : 11,5-16.0 g/dl


2. Leukosit 9.400 /mm3 4.500-10.000 /mm3
3. Trombosit 265.000 /mm3 150.000-450.000 /mm3
4. Hematokrit 24,8 % 40-48 %
5. Ureum 200 mg/dl 10-50 mg/dl
6. Kreatinin 5,24 mg/dl 0,5-1,1 mg/dl
7. Natrium 131 mmol/l 135-148 mmol/l
8. Kalium 3.6 mmol/l 3.5-5.1 mmol/l
9. Klorida 96 mg/dl 98-107 mg/dl
10. HbsAg (+)/positif
11. TEST HIV I / HSV I Non reaktif Non reaktif

 Hasil pemeriksaan tanggal 06 Mei 2017


NO JENIS HASIL NILAI NORMAL
PEMERIKSAAN
1. Glukosa Darah Sewaku 290 mg/dl 100-150 mg/dl

2) Hasil Pemeriksaan Radiologi

Tanggal 04 Mei 2017

- Cardiomegali dengan bendungan paru

- Tidak tampak TBC paru aktif


3) Terapi

Tanggal 07 Mei 2017

- Infus Martos 20gtt / menit (IV)

- Lasix 2x60mg IV

- Ceftriaxon 1x2gr IV

- Bicnat 3x1 tablet Oral

- Valesco 1x1 tablet Oral

- Emineton 1x1 tablet Oral

- Humalog sesuai daftar SC

- Cek GD sebelum makan

4) Analisa Data

Tabel 3.3 Analisa data


No Data Senjang Etiologi Masalah
1. DS : Gula darah meningkat Gangguan
- Klien mengatakan
sesak Viskositas darah pemenuhan
DO :
- Klien menggunakan Kerja jantung meningkat kebutuhan
O2 5 liter/menit
- TD : 130/70 mmHg Kompensasi jantung hipertropi oksigen
- RR: 24x/menit sel otot jantung
- Ronchi (+) Kardiomegali
- Adanya retraksi
dada Kontraksi jantung menurun
- Hasil radiologi
cardiomegali dgn Volume sekuncup (stroke
adanya bendungan volume)
paru
Refluks darah ke paru-paru

Hiperemi paru-paru

Oedema paru-paru
Sesak

2. DS : Peningkatan frekuensi nafas Gangguan


- Klien mengatakan
sulit tidur karena Merangsang susunan saraf istirahat tidur
sesak autonomy untuk
DO : mengaktifitaskan norepinephrine
- Klien tampak
kurang tidur dan Saraf simpatis terangsang untuk
lemas mengaktifasi RAS mengaktifkan
- Konjungtiva pucat kerja orga tubuh
- Lama tidur 3-4
jam REM menurun

Pasien terjaga

Gangguan Istirahat Tidur

3. DS : Penurunan resistensi dan Gangguan


- Klien mengeluh sekresi insulin
mual pemenuhan
- Klien mengatakan Penurunan asupan glukosa ke
tidak nafsu makan sel kebutuhan
- Klien mengatakan
lemas Peningkatan Kadar Gula nutrisi
DO : Darah
- Klien tampak
lemas Glukoniogenesis
- Tanggal 5 Mei
Gula darah 2 jam Lipolisis
PP 270 mg/dl
- GDP : 244mg/dl Peningkata benda keton ke
- Porsi makan habis dalam darah
½ porsi
- Hb 8,1 gr/dl Nafas bau aseton
- Konjungtiva pucat
Asidosis metabolik

Keasaman darah meningkat


pH menurun

Peningkatan HCL dalam


melano naso

Vagus
abdomen merangsang pusat
mual di medulla vluntin
center/Medulla Oblongata

Mual Anorexsia

4. DS : Penurunan fungsi ginjal Gangguan


- Klien mengatakan
BAK 3-4x/hari Peningkatan reabsorbsi Na+ keseimbangan
dan air
DO : cairan elektrolit
- Minum 3-4 Cairan ditubular di buang
gelas/hari lebih lambat
- Ureum 200 mg/dl
- Kreatinin 5,24 Penurunan reabsorbsi dari
mg/dl cairan tubular distal
- Bibir pucat
- Urin 24 jam ±250 Penurunan volume urin
cc
- Adanya Urine menjadi pekat
peningkatan JVP >
3cm =5cm Gangguan pengeluaran sisa
- Hematokrit 24,8% metabolisme
- Foto Thorax
Cardiomegali
dengan bendungan
paru
5. DS : Suplai oksigen menurun Toleransi
- Klien mengatakan
tubuhnya terasa Metabolisme sel tubuh tidak aktivitas
lemas adekuat
- Klien mengeluh
sesak nafas saat Energi yang dihasilkan sedikit
banyak aktivitas
DO Lemah dan mudah lelah
- Klien tampak
lemah Gangguan intoleransi aktivitas
- Klien lebih banyak
berbaring
- Kekuatan otot
5 5
5 5
- Aktivitas kadang
di bantu
- Terpasang O2 5
ltr/menit
6. DS : Klien dengan gagal ginjal Kurang
- Klien dan keluarga pengetahuan
mengatakan Kurang informasi tentang
kurang penyakit
mengetahui
tentang penyakit Klien dan keluarga menanyakan
yang di derita tentang penyakit
klien
DO : Kurang pengetahuan
- Klien dan keluarga
tampak bingung
- Klien dan keluarga
tidak tahu tentang
penyakit yang
diderita klien

2. Diagnosa Keperawatan yang Muncul

1) Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan

penurunan kontraksi jantung akibat kardiomegali

2) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit : kelebihan cairan dan

elektrolit berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal

3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi ingesti berhubungan

dengan mual akibat asidosis metabolik

4) Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan

dengan peningkatan aktifasi RAS dan BSR akibat sesak

5) Intoleranssi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

6) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


3. INTERVENSI

Tabel 3.4 Intervensi

N DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWAT
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
AN
1. Gangguan pemenuhan Tupan : Setelah dilakukan 1. Kaji ulang TTV setiap 8 1. Untuk mengetahui
kebutuhan oksigen tindakan keperawatan selam 5 x jam keadaan umum klien
berhubungan dengan 24 jam kebutuham oksigen sebagai standar
penurunan kontraksi terpenuhi menentukan intervensi
jantung akibat yang tepat
kardiomegali 2. Atur posisi klien 2. Posisi semi fowler akan
Tupen : Setelah dilakukan senyaman mungkin meningkatkan ekspansi
tindaka keperawatan selama 2 x (semi fowler) paru yang optimal
24 jan diharapkan kebutuhan sehingga ventilasi
oksigen terpenuhi dengan maksimal
kriteria hasil 3. Pemberian O2 5 3. Untuk meningkatkan
- Sesak (-) liter/menit suplai oksigen ke
- RR normal 24(BBx10)x20% jaringan tubuh
16-20x/menit 24x650x20%=3,120
- Hb normal (L: 13,5-18, mL/mnt = 3 L/mnt
P: 11,5-16,0 g/dl) 4. Kolaborasi pemberian 4. Penyeimbang keasaman
obat bicnat 3x1 dalam darah dan sebagai
tablet/oral buffer/penyangga pada
kondidi asidosis
5. Kolaborasi pemberian
valesco 1x1 tablet/oral 5. Untuk meningkatkan
kondisi pasien
merileksasikan pembuluh
darah sehingga
mengurangi tekanan
darah
2. Gangguan Tupan : Setelah dilakukan 1. Observasi intake dan 1. Penurunan curah jantung,
keseimbangan cairan tindakkan keperawatan selama output selama 24 jam mengakibatkan gangguan
elektrolit : kelebihan 5 x 24 jam diharapakan cairan perfusi ginjal, retensi
cairan dan elektrolit dan elektrolit terpenuhi natrium/air, dan
berhubungan dengan penurunan urine output
penurunan fungsi ginjal 2. Kolaborasi berikan 2. Diuretik bertujuan untuk
diuretik lasix 2x60mg menurunkan volume
Tupen : setelah dilakukan per IV plasma dan menurunkan
tindakkan keperawatan selama retensi cairan di jaringan
2 x 24 jan diharapkan cairan sehingga menurunkan
dan elektrolit terpenuhi dengan resiko terjadinya udem
kriteria hasil paru
- Intake dan output 3. Kolaborasi pemberian
obat Ceftriaxon 1x2gr/IV 3. Mengobati dan mencegah
seimbang infeksi yang disebabkan
- Hasil ureum dan oleh bakteri
kreatinin normal 4. Kolaborasi pemeriksaan
ureum dan kreatinin, 4. Mengetahui peningkatan
elektrolit cairan atas penurunan ureum
kreatinin

3. Gangguan pemenuhan Tupan : Setelah dilakukan 1. Anjurkan makan dengan 1. Membuat sistem
kebutuhan nutrisi tindakkan keperawatan selama porsi sedikit tapi sering pencernaan akan selalu
ingesti berhubungan 5 x 24 jam diharapkan bekerja mngolah
dengan asidosis gangguan pemenuhan makanan secara bertahap
metabolik kebutuhan nutrisi terpenuhi. sehingga kerja
metabolisme tidak terlalu
berat
Tupen : Setelah dilakukkan 2. Diskusikan makanan 2. melibatkan pasien dalam
tindakan keperawatan selama 2 yang disukai perencenaan
x 24 jam diharapkan nutrisi memampukan pasien
terpenuhi dengan kriteria hasil memiliki rasa kontrol dan
- Mual (-) mendorong untuk makan
- Porsi makan habis 3. Berikan makanan protein
yang cukup 0,8g/kgBB, 3. Memberikan makanan
- Selera makan secukupnya tanpa
meningkat rendah garam 2-3gr per
hari, makanan yang memberatkan kerja
- Gula darah normal jantung dan ginjal
- Hb normal mudah dicerana dan
tidak menimbulkan gas pemecahan protein dan
mencegah
menghilangkan
penimbunan garam atau
4. Beri penjelasan tentang air dalam tubuh
pemenuhan kebutuhan 4. Dengan menjelaskan
nutrisi tentang pentingnya
pemenuhan kebutuhan
nutrisi maka klien
diharapkam akan
5. Monitor hasil tes gula termotivasi
darah tiap 6 jam / ½ jam 5. Untuk memonitor
sebelum makan peningkatan kadar gula
6. Kolaborasi pemberian darah
humalog sesuai daftar 6. Membantu gula darah
(200-240 = 4 unit), (250- (glukosa) masuk ke
300 = 8 unit), (300-350 = dalam sel sehingga tubuh
12 unit), (350-400 = 16 dapat menggunakannya
unit) per SC untuk energi
7. Kolaborasi pemberian
infus martos 20gtt/menit 7. Membantu mencukupi
suplai air dan karbohidrat
pada pasien diabetik
8. Kolaborasi pemberian secara parenteral
obat Emineton 1x1 8. Untuk membantu
tablet/oral mengurangi gejala
anemia karena
kekurangan zat besi
4. Gangguan pemenuhan Tupan : Setelah dilakukan 1. Ciptakan lingkungan 1. Lingkungan yang
kebutuhan istirahat tindakkan keperawatan selama yang nyaman dan tenang nyaman dan tenang akan
tidur berhubungan 5 x 24 jam diharapkan untuk tidur membuat klien tidur
dengan peningkatan pemenuhan kebutuhan istirahat 2. Atur posisi tidur yang 2. Posisi tidur yang
aktifasi RAS dan BSR tidur terpenuhi nyaman (semi fowler) nyamann membuat klien
akibat sesak rileks
Tupen : Setelah dilakukan 3. Ajarkan teknik rileksasi 3. Dengan teknik rileksasi
tindakkan keperawatan selama untuk tidur klien akan rileks dan
2 x 24 jam diharapkan klien tenang untuk tidur
dapat beristirahat dengan 4. Batasi pengunjung ketika 4. Agar klien tidak akan
nyaman dengan kriteria hasil klien istirahat tidur mendapatkan gangguan
- Sesak berkurang atau saat tidur
hilang
- Tidur cukup 6-8 jam
- Klien tampak segar
5. Intoleransi aktivitas Tupan : Setelah dilakukan 1. Kaji ulang kekuatan otot 1. Mengetahui tingkat
berhubungan dengan tindakkan keperawatan selama tiap 24 jam kekuatan otot klien
kelemahan 5 x 24 jam diharapkan aktivitas sebelum beraktivitas
klien mandiri 2. Kaji ulang aktivitas yang 2. Mengidentifikasi
mampu dan tidak mampu kebutuhan klien dalam
Tupen : Setelah dilakukan dilakukan klien melakukan aktivitas
tindakkan keperawatan selama 3. Bantu pemenuhan 3. Memudahkan dan
2x 24 jam diharapkan klien aktivitas klien meminimalisir resiko jatuh
menunjukkan perbaikan dan 4. Motivasi klien saat melalukan aktivitas
berpartisipasi dalam kegiatan melakukan aktivitas 4. Memberi semangat pada
yang diinginkan dengan kriteria secara bertahap seperti klien untuk beraktivitas
hasil makan tidak dibantu secara bertahap
- Keadaan umum klien
baik
- Klien tidak mudah lelah
setelah beraktivitas
- Klien dapat beraktivitas
secara bertahap
6. Kurang pengetahuan Tupan : Setelah dilakukan 1. Berikan pendidikan 1. Dengan terpaparnya
berhubungan dengan tindakkan keperawatan selama kesehatan kepada klien informasi dapat
kurangnya informasi 5 x 24 jam pengetahuan dan keluarga tentang mengetahui dan
keluarga dan klien bertambah pengertian, etiologi, memahami tentang
tanda dan gejala, penyakit yang diderita
Tupen : Setelah dilakukan pencegahan, dan klien
tindakan keperawatan selama 1 penatalaksanaan
x 24 jam klien dan keluarga
mengetahui dan memahami
penyakit yang diderita klien
4.IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tabel 3.5 Implementasi
NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
KEPERAWATAN
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan 1. 05 Mei 2017, jam 08.00 WIB Jumat, 05 Mei 2017, jam 12.30
oksigen berhubungan dengan Mengkaji TTV setiap 8 jam WIB
penpenurunan kontraksi jantung TD : 130/70 mmHg S : Klien mengatakan masih
akibat kardiomegali N : 82x/menit sesak
RR : 24x/menit pernasal canul
SB : 36,20C O : - Klien masih tampak sesak,
2. 5/5/2017, jam 08.30 WIB 1. Frekuensi nafas 24x/menit
Mengatur posisi klien senyaman 2. Terpasang O2 5 liter/menit
mungkin (semi fowler)
3. 5/5/2017, jam 08.45WIB A : Masalah belum teratasi
Mempertahankan dalam
pemberian O2 lembab 5 P : Intervensi lanjutkan 1, 3, 4 dan
liter/menit 5
4. 5/5/2017, jam 12.00 WIB Rena
Pemberian obat bicnat Raisa/Ibu
5. 5/5/2017, jam 18.00 WIB Gina
Pemberian obat valesco

2. Gangguan keseimbangan cairan 05 Mei 2017, Jam 08.30 WIB Jumat, 05 Mei 2017, jam 10.00
elektrolit berhungan dengan : 1. Mengobservasi intake dan output WIB
kelebihan cairan dan elektrolit selama 24 jam S : Klien mengatakan minum 3-4
berhubungan dengan penurunan 2. 5/5/2017, jam 09.00 WIB gelas/hari sekitar BAK
fungsi ginjal Pemberian obat lasix 1x60mg IV 3x/hari
3. 5/5/2017,jam 21.00 WIB O : Terpasang IV line Martos
Pemberian obat ceftriaxon Klien tampak minum ± 3 gelas
1x2gr/IV Klien BAK 3 x/6 jam
4. 5/5/2017, jam 07.00 WIB Rena
Berkolaborasi pemeriksaan A : masalah teratasi sebagian Raisa/Ibu
ureum dan kreatinin, elektrolit Dewi
cairan P : Intervensi lanjutkan 1, 2, dan 3

3. Gangguan pemenuhan kebutuhan 05 Mei 2017, jam 11.50 WIB Sabtu, 05 Mei 2017, Jam 12.35
nutrisi ingesti berhubungan 1. Menganjurkan makan dengan WIB
dengan mual akibat asidosis porsi sedikit tapi sering S : Klien mengatakan masih tidak
metabolik 2. 5/5/2017, jam 12.30 WIB nafsu makan
Memberikan penjelasan tentang
pemenuhan kebutuhan nutrisi O : - Porsi makan habis ½ porsi
3. 5/5/2017, jam 11.30 WIB 1. Klien tampak lemas
Memonitor hasil tes gula darah 2. GDS 120 mg/dl
setiap 6 jam/ ½ jam sebelum
makan A : Masalah teratasi sebagian
4. 5/5/2017, jam 11.35 WIB
Pemberian humalog 8 unit P : Intervensi lanjutkan 2, 3, 5, 6
5. 5/5/2017, jam 12.30 WIB dan 7
Memberikan infus martos Rena Raisa
20gtt/menit
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan 05 Mei 2017, jam 11.00 WIB 05 Mei 2017, Jam 13.40 WIB
istirahat tidur berhubungan 1. Menciptakan lingkungan yang S : - Klien mengatakan tidur masih
dengan peningkatan aktifasi RAS nyaman dan tenang untuk tidur terganggus dengan sesak
dan BSR akibat sesak 2. 5/5/2017, jam 08.30 WIB - Klien mengatakan lama tidur
Mengatur posisi tidur yang kurang lebih 4 jam
nyaman (semi fowler) O : Klien tampak lemah dan
3. 5/5/2017, jam 13.30 WIB berbaring
Mengajarkan teknik rileksasi - TD : 150/70 mmHg
untuk tidur - N : 82x/menit
4. 5/5/2017, jam 10.35 WIB - RR : 24x/menit
Membatasi pengunjung ketika - SB : 36,20C
Rena Raisa
klien istirahat tidur A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi lanjutkan 1, 2 dan 3
5. Intoleransi aktivitas berhubungan 05 Mei 2017, jam 09.50 WIB 05 Mei 2017, jam 13.10 WIB
dengan kelemahan 1. Mengkaji ulang kekuatan otot S : Klien mengatakan tubuhnya
tiap 24 jam masih terasa lemas
2. 5/5/2017, jam 12.00WIB O : - Klien tampak lemah
Membantuantu pemenuhan - Klien lebih banyak berbaring
aktivitas klien - Terpasang O2 5 liter
3. 5/5/2017, jam 13.00 WIB - Aktivitas kadang dibantu
Memotivasi klien melakukan - Kekuatan otot
aktivitas secara bertahap 5 5
5 5
A : Masalah teratasi sebagian Rena Raisa
P : intervensi lanjutkan 1 dan 2
6. Kurang pengetahuan 05 Mei 2017, jam 10.00 WIB 05 Mei 2017, jam 10.15 WIB
berhubungan dengan kurangnya 1. Memberikan pendidikan S : Klien dan keluarga mengerti
informasi kesehatan kepada klien dan tentang materi penkes yang
keluarga tentang pengertian, diberikan
penyebab, tanda dan gejala, O : Klien tampak mengikuti
penkes dengan seksama
A : Masalah teratasi Rena Raisa
P : Intervensi hentikan
CATATAN PERKEMBANGAN
HARI KE 2
TANGGAL 06 MEI 2017
Tabel 3.5 Catatan perkembangan
NO HARI/TGL DX CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
1. Sabtu, 06 Mei 1 S : Klien mengatakan sesak masih
2017, Jam ada
07.00 WIB
O : Klien tampak sesak
- TD : 170/90 mmHg
- RR : 25x/menit
- Menggunakan O2 5 liter/menit
- Adanya retraksi dada
- Hasil radiologi cardiomegali dgn
adanya bendungan paru
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi lanjutkan 1,3, dan 4
I : Pukul 09.00 WIB
1. Mengukur TTV
TD : 150/90 mmHg
N : 84x/menit
RR : 24x/menit Rena Raisa
SB : 36,3 C
o

R/Kooperatif
Pukul 09.15 WIB
3. Mempertahankan pemberian O2
lembab 5l/menit
R/Kooperatif
Pukul 12.00 WIB
4. Memberikan obat bicnat
R/Kooperatif
E : Pukul 10.00 WIB
- TD masih 150/90 mmHg
- RR : 22x/menit per nasal canul
R : Kaji ulang intervensi 1, 3, dan 4
2. Sabtu, 06 Mei 2 S : klien mengatakan
2017, Jam Infuse martos 3x500 ml = 1500 ml
07.00 WIB Minum 400 cc
Obat 11 cc
Intake = 1911
BAK 200 cc
IWL = 20 x BB + 100 (suhu
sekarang – suhu normal)
Dalam 24 jam = 20 x 65 + 100
(36,3-37) = 1400
Output = 1600
Intake-output = 1911- 1600 = 311
O : Terpasang IV line martos
- Turgor kulit < 3
- TD : 150/90 mmHg Rena Raisa
- RR : 24x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan 1, 2, dan 3
I : Jam, 08.00 WIB
1. Mengobservasi intake dan
output tiap 24 jam
R/Kooperatif
Jam, 09.00WIB
2. Pemberian obat lasix
1x20mg/IV
E : Jam, 10.30 WIB
Turgor kulir < 3 detik
R : Kaji ulang intervensi 1,2,3
3. Sabtu, 06 Mei 3 S : - Klien mengatakan tidak ada nafsu
2017, Jam makan
07.00 WIB - Klien mengatakan mual
O : - Porsi makan habis ½ porsi
- GDP 290 mg/dl
A: masalah teratasi sebagian
P : Intervensi lanjutkan 2,3,5,6 dan 7
I : Jam 08. 30 WIB
3. Mendiskusikan makanan
yang disukai (ikan asin dan Rena Raisa
sambel)
Jam11.30 WIB
5. Momonitor hasil tes gula
darah
Hasil GDS 141mg/dl
Jam 12.00 WIB
4. Berkolaborasi berikan
makanan dengan ahli gizi
R/Kooperarif
E : Jam 16.30 WIB
1. Hasil tes gula darah
Hasil =180 mg/dl
R : Kaji ulang intervensi 5,6
4. Sabtu, 06 Mei 4 S : - Klien mengtakan tadi malam
2017, Jam tidurnya kurang
07.00 WIB - Klien mengatakan lama
tidur ± 3 jam
O : - klien tampak lemah
- Klien tampak berbaring saja
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi lanjutkan 1, 2 dan 3
I : Jam 09.00 WIB
2. Mengatur posisi tidur yang
nyaman (semi fowler) Rena Raisa
Jam, 09.30WIB
3. Mengajarkan teknik rileksasi
untuk tidur dengan
mendengarkan suara ayat suci
alquran
Jam, 12.30 WIB
4. Membatasi pengunjung saat
klien istirahat (keluarga yang
menunggu 1 orang)
R/Kooperatif
E : Jam 13.30 WIB
1. Klien tidur dengan nyaman
2. Mengajarkan teknik rileksasi,
klien menjadi tenang
3. Keluarga yang menunggu 1
orang
R : Kaji ulang intervensi 3
5. Sabtu, 06 Mei 5 S : Klien mengatakan badan masih
2017, Jam terasa lemas
07.00 WIB O : Klien tampak lemah
1. Klien lebih banyak berbaring
kadang duduk
2. Kekuatan otot
5 5
5 5
3. Aktivitas kadang di bantu
4. Terpasang O2 5 liter
A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi lanjutkan 1, 2
I : Jam 11.00 WIB
1. Mengkaji ulang kekuatan otot
tiap 24 jam
5 5 Rena Raisa
5 5

Jam, 11.30 WIB


2. Membantu pemenuhan aktivitas
(bantu duduk)
Jam, 11.40 WIB
3. Mengkaji aktivitas yang mampu
dilakukan
R/Kooperatif
E : Jam 12.30 WIB
1. kekuatan otot tiap 24 jam
5 5
5 5
2. Makan sendiri tidak dibantu
R : Kaji ulang intervensi 1
6. Sabtu, 06 Mei 6 S : Klien dan keluarga sudah mengerti
2017, Jam tentang materi penkes yang
07.00 WIB diberikan
O : Klien dapat menjelaskan kembali
apa yang telah diberikan dalam
penkes
Rena Raisa
A : Masalah teratasi
P : Intervensi hentikan
7. Minggu, 07 1 S : Klien mengatakan sesak
Mei 2017, Jam berkurang
07.00 WIB O : Klien terpasang O2 3 liter/menit
- RR : 21x/menit
- TD : 150/80 mmHg
- N : 88 x/menit
- SB : 36,50C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi lanjutkan 1,3 dan 4
I : Jam, 09.00 WIB
1. Mengukur TTV
TD: 160/80 mmHg Rena Raisa
RR :22x/menit
N : 86x/menit
SB : 36,80C
Jam, 09.30WIB
3. Mempertahankan oksigen 3
liter/menit
Jam, 12.00 WIB
4. Memberikan obat bicnat 1x1
tablet/oral
R/Kooperatif
E : Jam, 10.30 WIB
1. TD sama 160/80mmHg
RR: 21 x/menit per nasal canul
R : Kaji ulang intervensi 1, 3 dan 4
8. Minggu, 07 2 S : Klien mengatakan
Mei 2017, Jam Infus martos 3x500=1500
07.00 WIB Minum 600 cc
Obat 11 cc
Intake = 2111
BAK 300 cc
BAB 20 cc
IWL = 20 x BB + 100 (suhu
sekarang-suhu normal)= 1400
cc/ jam Rena Raisa
Dalam 24 jam = 20 x 65 + 100
(36,5-37)= 1400 cc/24 jam
Output = 1720
Intake-output = 2111- 1720 = 391
O : TD : 160/80 mmHg
RR : 24x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi hentikan
I : Jam, 08.00 WIB
1. Mengobservasi intake dan
output tiap 24 jam
R/Kooperatif
E : Jam, 10.30 WIB
Turgor kulit < 3 detik
9. Minggu, 07 3 S : Klien mengatakan makan kadang
Mei 2017, habis kadang tidak
07.00 WIB O : Makan pagi habis
GDS pagi 180 mg/dl Rena Raisa
GDS jam 11.30 194 mg/dl
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
10. Minggu, 07 4 S : Klien mengatakan tidur masih
Mei 2017, Jam kurang
07.00 WIB - Lama tidur 2-3 jam
O : Klien tampak lemah
TD : 190/100mmHg
N : 88 x/menit
SB : 36, 30C
A : Masalah teratasi sebagian Rena Raisa
P : Intervensi dilanjutkan 2,3
I : Jam 08.00 WIB
2. Mengatur posisi tidur yang
nyaman
Jam, 08.30 WIB
3. Mengajarkan teknik relaksasi
nafas dalam
E : Jam 10.30 WIB
1. Klien nyaman dan tenang
R : Kaji ulang intervensi 3
11. Minggu, 07 5 S : Klien mengatakan tubuhnya
Mei 2017, Jam sudah tidak terasa lemas
07.00 WIB O : Klien tampak segar
A : Masalah teratasi Rena Raisa
P : intervensi dihentikan
12. Senin, 08 Mei 1 S : Klien mengatakan sesak masih
2017, Jam ada
08.00 WIB O : klien tampak sedikit sesak
- Terpasang O2 3 liter/menit
- RR : 20 x/menit pernasal canul
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
I : Jam 09.00 WIB Rena Raisa
1. Mengukur TTV
TD : 200/110mmHg
RR : 20 x/menit pernasal canul
N : 82 x/menit
SB : 36,5oC

Jam, 09.30 WIB


2. Mempertahankan pemberian
O2 3 liter/menit
Jam, 12.00 WIB
4. Memberikan obat Bicnat 1x1
tablet per oral
E : Jam, 10.00 WIB
1. Hasil TTV
TD : 190/100mmHg
RR : 20 x/menit pernasal canul
N : 82 x/menit
2. Mempertahankan O2 3
liter/menit
13. Senin, 08 Mei 4 S : Klien mengatakan tidur masih
2017, 08.00 terganggu
WIB O : Klien tampak lemah
- TD ; 160/70 mmHg
- N : 80 x/menit
- RR : 20 x/menit Rena Raisas
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan 3
I : Jam, 10.00 WIB
- Ajarkan teknik relaksasi
B. Pembahasan

Setelah melaksanakan Asuhan Keperawatan kepada klien Tn. G

dengan gangguan sistem endokrin akibat diabetes mellitus di Ruang

Sakura RSUD Sumedang, penulis menemukan adanya kesenjangan

antara teori yang didapatkan dengan praktek yang dilaksanakan secara

langsung di lapangan. Selain itu penulis juga menemukan beberapa hal

yang mendukung dan menghambat kegiatan asuhan keperawatan. Oleh

karena itu maka penulis akan membahas kesenjangan, hambatan serta

upaya pemecahannya dari tahap pengkajian sampai evaluasi. Berikut ini

akan penulis kemukakan beberapa kesenjangan tersebut, yaitu :

1. Tahap Pengkajian

Tahap ini merupakan tahap awal dari suatu proses keperawatan,

dimana penulis melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada klien

dan keluarga klien. Menjelaskan maksud dan tujuan dilakukan

asuhan keperawatan pada klien sehingga pada tahap ini penulis

menemukan data-data dari hasil pengkajian baik bersifat objektif

maupun subjektif yang nantinya data dikumpulkan kemudian data

hasil pengkajian tersebut dijadikan dasar dalam menentukan

masalah diagnosa keperawatan.

Gangguan sistem endokrin akibat diabetes mellitus, pada

pengkajian secara teori mengeluh lemah, kesemutan, gatal, mata

kabur, poliphagi, polydipsia dan dengan dua nilai pemeriksaan

glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu ≥ 338 mg/dl


dan/atau glukosa darah puasa ≥ 244 mg/dl yang diperiksa pada hari

yang sama atau pada hari yang berbeda.

Pada keluhan utama penulis menemukan kesenjangan antara teori

dan kasus nyata, yaitu keluhan utama yang dirasakan klien sesak

nafas karena penyakit diabetes mellitus pada klien sudah

komplikasi dengan penyakit kardiomegali ditandai dengan adanya

hasil pemeriksaan radiologi. Pada saat pengumpulan data taggal 5

Mei 2017 jam 08.00 WIB dari hasil pengkajian di dapatkan

beberapa masalah pada Tn.G yaitu, klien mengatakan sesak. Sesak

dirasakan sedang, sesak bertambah pada saat beraktivitas dan

berkurang saat istirahat dengan posisi setengah duduk dengan

menggunakan 2 bantal. Klien terpasang oksigen 5 l/menit dengan

respirasi rate 24x/menit.

Data Objektif yang di dapat yaitu Tekana Darah 130/70 mmHg,

dengan Nadi 82 x/menit, Respirasi 24 x/menit per nasal canul ,

klien tampak pucat, dengan akral hangat, suhu 36,2oC, ronchi (+),

retraksi dada (+) penurunan jumlah urine 250 cc/hari, dan hasil

glukosa darah sewaktu 338 mg/dl.

Berdasarkan data di atas jika di bandingkan antara teori dengan

data yang di dapat yang tidak sesuai yaitu sesak. Didalam teori

tidak menyebutkan adanya sesak akan tetapi ketika di lapangan

ditemukan sesak karena penyakit klien terdapat komplikasi pada

pembengkakan jantung.
Berdasarkan teori adanya, polypagi, polydypsi akan tetapi ketika

dilapangan tidak ditemukan, karena nafsu makan klien kurang

sehingga klien tidak mengalami polypagi dan tidak ditemukan

polydypsi karena klien tidak banyak minum.

Berdasarkan data diatas ketika di lapangan ditemukan retraksi

dada, ronchi (+) namun secara teori tidak menyebutkan seperti itu .

hal itu terjadi karena klien mengalami bendungan paru berdasarkan

hasil dari radiologi.

2. Tahap Diagnosa Keperawatan

Setelah dikemukakan analisa data dan mengatakan diagnosa

keperawatan penulis menemukan adanya kesenjangan antara

diagnosa keperawatan yang ada pada kasus dengan diagnosa

keperawatan pada teori.

Pada penegakkan diagnosa keperawatan dengan endokrin, secara

teori terdapat 7 diagnosa keperawatan diantaranya :

a. Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan diuresis osmotik, diare, kurang atau

pembatasan asupan.

b. Gangguan pemenuhunan kebutuhan nutrisi kurang dari

kebutuhan berhubungan dengan asupan glukosa ke sel

menurun, mual, anorexia, defesiensi insulin.


c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan

kadar gula darah, perubahan sirkulasi, penurunan sensori dan

peningkatan ureum darah.

d. Resiko kerusakan penatalaksanaan dirumah sehubungan

dengan kurang pengetahuan dan sistem pendukung yang tidak

kuat.

e. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori

penglihatan dan kelemahan.

f. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan penurunan

fungsi leukosit dan kadar gula darah yang tinggi.

g. Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.

Sedangkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Tn. G

ada 6, diantaranya

a. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan

penurunan kontraksi jantung akibat kardiomegali

b. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit : kelebihan cairan

dan elektrolit berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal

c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi ingesti berhubungan

dengan mual akibat asidosis metabolik

d. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan

dengan peningkatan aktifasi RAS dan BSR akibat sesak

e. Intoleranssi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

informasi

Berdasarkan data diatas jika di hubungkan antara praktek di

lapangan dengan teori, yang tidak sesuai dengan teori yaitu

diagnosa Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan

dengan penurunan kontraksi jantung akibat kardiomegali

ketidaksesuaian tersebut terjadi karena memang terjadinya

penurunan kontraksi jantung akibat pembesaran jantung sehingga

klien kekurangan oksigen ditandai dengan respirasi 24x/menit per

nasal canul.

Berdasarkan data diatas jika dihubungkan antara teori dengan

praktek dilapangan yang tidak sesuai yaitu gangguan

keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan dalam teori

sedangkan dalam kenyataan mengalami kelebihan itu terjadi

karena pada kenyataan klien mengalami penurunan fungsi ginjal

sehingga bisa mengakibatkan penimbunan cairan dalam tubuh.

Berdasarkan data diatas jika dihubungkan antara teori dengan

praktek dilapangan yang tidak sesuai dengan praktek dilapangan

yaitu Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan

dengan peningkatan aktifasi RAS dan BSR akibat sesak, hal ini

terjadi karena peningkatan pernafasan sehingga klien tidak

nyaman beristirahat.
Berdasarkan data diatas jika dihubungkan antara teori dengan

praktek di lapangan yang tidak sesuai dengan praktek di lapangan

yaitu di lapangan tidak di temukan diagnosa Gangguan integritas

kulit berhubungan dengan peningkatan kadar gula darah,

perubahan sirkulasi, penurunan sensori dan peningkatan ureum

darah, hal itu terjadi karena penulis tidak menemukan adanya lesi

atau luka decubitus, walaupun terdapat kulit kering. Penulis juga

telah melakukan cross check dengan diagnosa dokter.

Diagnosa yang tidak sesuai lainnya yaitu seperti Resiko

kerusakan penatalaksanaan dirumah sehubungan dengan kurang

pengetahuan dan sistem pendukung yang tidak kuat, hal ini

disebabkan karena data-data yang dapat menunjang diagnosa ini

tidak ada, seperti pesepsi yang salah tentang diabetes mellitus.

Diagnosa yang tidak sesuai yaitu resiko injuri berhubungan

dengan penurunan sensori penglihatan dan kelemahan, hal ini

karena penulis tidak menemukan data-data yang menunjang

terhadap timbulnya masalah penglihatan klien tidak jelas.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan penurunan

fungsi leukosit dan kadar gula darah yang tinggi, hal ini karena

pada saat dikaji kadar leukosit 9.400mm3 dan masih merupakan

nilai normal dan tidak ditemukan tanda – tanda infeksi seperti

kalor, dolor, rubor, dan tumor.


Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif, hal

ini terjadi karena peneliti kurang membina hubungan saling

percaya dengan klien dan memang klien tidak tampak cemas

namun klien kurang tahu akan penyakitnya.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan pada teori

tidak terdapat namun pada kenyataan penulis menemukan

diagnosa tersebut karena ditandai dengan setiap kali klien

beraktivitas merasa sesak bertambah dan dikarenakan pemasukan

energi (makan) yang kurang.

Berdasarkan teori kurang pengetahuan berhubungan dengan

kurangnya informasi tidak ada sedangkan pada kenyataannya

penulis mendapatkan diagnosa tersebut ditandai dengan adanya

klien tidak mengetahui tentang penyakit apa aja yang dideritanya.

3. Tahap Intervensi

Dalam penyusunan rencana keperawatan berdasarkan

permasalahan yang muncul, klien dan kelurga cukup koorperatif

dalam memberikan keterangan sehingga rencana yang dibuat dapat

disepakati oleh klien dan keluarganya. Serta dalam penyusunan

rencana keperawatan pun banyak kesamaan dengan yang dilakukan

diruangan sehingga bisa mendapat masukan apabila ada

kesalahpahaman.
Berdasarkan praktek lapangan diagnosa pertama dalam

teori tidak ada sehingga penulis memodifikasi dengan diagnosa

pertama yaitu gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen

berhubungan dengan penurunan kontraksi jantung akibat

kardiomegali intervensi yang tidak sesuai antara teori dengan

kenyataan yaitu Kaji ulang TTV setiap 8 jam, Atur posisi klien

senyaman mungkin (semi fowler) untuk meningkatkan ekspansi

paru sehingga ventilasi menjadi maksimal, Pemberian O2 5

liter/menit, RR 24x/menit Kolaborasi pemberian obat bicnat 3x1

tablet/oral, Kolaborasi pemberian valesco 1x1 tablet/oral. Hal ini

terjadi karena pada kasus diabetes mellitus jarang ditemukan

kecuali sudah mengalami komplikasi.

Diagnosa kedua yaitu Gangguan keseimbangan cairan

elektrolit : kelebihan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

penurunan fungsi ginjal intervensi yang tidak sesuai antara teori

dengan kenyataan yaitu, kolaborasi dengan dokter pemberian

cairan parenteral, vitamin, elektrolit, pertahankan pemberian cairan

hilang sedikit 2500 ml/hari, kaji ulang turgor kulit dan keadaan

membran mukosa mulut, kaji adanya perubahan mental/sensori, hal

ini terjadi karena klien kelebihan cairan dan karena kurang

ketelitian penulis dalam melakukan intervensi. Namun di dalam

teori yang tidak sesuai dengan di lapangan yaitu kolaborasi


pemberian diuretik lasix 2x60mg, kolaborasi pemberian obat

ceftriaxon 1x2gr/IV.

Diagnosa yang ke tiga yaitu gangguan pemenuhan

kebutuhan nutrisi ingesti berhubungan dengan mual akibat asidosis

metabolik intervensi yang tidak sesuai antara teori dengan

kenyataan yaitu observasi asupan nutrisi, jika terjadi lonjakan

kadar glukosa darah dapat diberikan makanan berserat, timbang

berat badan tiap hari, pantau tanda-tanda koma nonketoik,

hiperglikemik, hipoglikemia hal ini terjadi karena keterbatasan dan

kekurang telitian penulis dalam melakukan intervensi. Namun di

dalam teori yang tidak sesuai dengan di lapangan yaitu anjurkan

makan dengan porsi sedikit tapi sering, berikan maknan protein

yang cukup 0.8 g/kgBB, rendah garam 2-3 gr per hari, makanan

yang mudah dicerna dan tidak menimbulkan gas, beri penjelasan

tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi, monitor hasil tes gula darah

tiap 6 jam, kolaborasi pemberian infus martos 20gtt/menit,

kolaborasi pemberian obat emineton 1x1 tablet/oral.

Pada diagnosa yang ke empat yaitu gangguan pemenuhan

kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan sesak di dalam teori

tidak terdapat diagnosa tersebut. Intervensi yang dilakukan yaitu,

ciptakan lingkungan yang nyaman, atur posisi tidur (semi fowler),

ajarkan teknik rileksasi, batasi pengunjung hal ini dilakukan agar

kebutuhan tidur klien terpenuhi.


Diagnosa yang ke lima yaitu Intoleransi aktivitas

berhubungan dengan kelemahan dalam teori tidak terdapat

diagnosa tersebut. Intervensi yang dilakukan yaitu, kaji ulang

kekuatan otot tiap 24 jam, kaji ulang aktivitas yang mampu dan

tidak mampu dilakukan klien, bantu pemenuhan aktivitas klien,

motivasi klien melakukan aktivitas secara bertahap seperti makan

tidak dibantu hal ini dilakukan hal ini dilakukan agar kebutuhan

klien terpenuhi.

Diagnosa yang ke enam yaitu kurang pengetahuan

berhubungan dengan kurangnya informasi dalam teori tidak

terdapat diagnosa tersebut. Intervensi yang dilakukan yaitu,

berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang

pengertian, etiologi, tanda dan gejala, pencegahan, dan

penatalaksanaan.

4. Tahap Implementasi

Tahap implementasi merupakan realisasi atau tindakan

nyata dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Adapun hal yang menjadi

hambatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan adalah bahwa

penulis tidak dapat melaksanakan asuhan keperawatan selama 24

jam, hal ini dikarenakan adanya kegiatan yang lain sehingga

penulis tidak dapat melaksanakkn asuhan keperawatan yang

berkesinambungan atau yang maksimal, alternatif lain yang didapat


adalah dengan cara mendokumentasikan asuhan keperawatan yang

telah di laksanakan dalam status kesehatan klien.

Pada diagnosa pertama yaitu gangguan pemenuhan

kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kontraksi

jantung akibat kardiomegali semua rencana tindakan keperawatan

yang ada di intervensi keperawatan dapat dilakukan namun tidak

dapat sepenuhnya karena peneliti hanya dines satu shift dan tidak

dapat mengkaji ulang setiap 8 jam sekali, untuk mengatasi hal

tersebut pelaksanaannya dilakukan oleh perawat di ruangan.

Pada diagnosa yang kedua yaitu gangguan keseimbangan

cairan elektrolit : kelebihan cairan dan elektrolit berhubungan

dengan penurunan fungsi ginjal semua rencana tindakan

keperawatan yang ada di intervensi keperawatan dapat dilakukan

namun tidak bisa dilakukan sepenuhnya karena peneliti hanya

dines satu shift, untuk mengatasi hal tersebut pelaksanaannya

dilakukan oleh perawat di ruangan.

Pada diagnosa yang ketiga yaitu gangguan pemenuhan

kebutuhan nutrisi ingesti berhubung dengan mual akibat asidosis

metabolik, semua rencana tindakan keperawatan yang ada di

intervensi keperawatan dapat dilakukan namun tidak bisa

dilakukan sepenuhnya karena peneliti hanya dines satu shift, untuk

mengatasi hal tersebut pelaksanaannya dilakukan oleh perawat di

ruangan.
Pada diagnosa yang ke empat yaitu gangguan pemenuhan

kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan aktifasi

RAS dan BSR akibat sesak, semua rencana tindakan keperawatan

yang ada di intervensi keperawatan dapat dilakukan.

Pada diagnosa yang ke lima yaitu intoleransi aktifitas

berhubungan dengan kelemahan, semua rencana tindakan

keperawatan yang ada di intervensi keperawatan dapat dilakukan.

Pada diagnosa yang ke enam yaitu kurang pengetahuan

berhubungan dengan kurangnya informasi, semua rencana tindakan

keperawatan yang ada di intervensi keperawatan dapat dilakukan .

5. Evaluasi

Penulis melakukan dua tahap evaluasi, yaitu evaluasi

formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif mengacu pada

tujuan jangka pendek, sedangkan evaluasi sumatif mengacu pada

tujuan jangka panjang atau dilakukan pada akhir tujuan jangka

panjang. Pada tahap ini penulis melakukan penilaian dari respon

klien terhadap intervensi yang telah diberikan sesuai dengan tujuan

yang telah di tetapkan.

Pada hari pertama pemberian asuhan keperawatan, dari

enam diagnosa yang muncul yang teratasi hanya diagnosa ke enam

yaitu kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

informasi. Untuk ke lima diagnosa yang lain, masalahnya belum

teratasi. Pada hari pertama pemberian asuhan keperawatan muncul


diagnosa baru yaitu gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen

berhubungan dengan penurunan kontraksi jantung akibat

kardiomegali.

Pada hari ke dua pemberian asuhan keperawatan, dari ke

lima diagnosa yang belum teratasi, pada hari ke dua pun lima

diagnosa masalahnya belum teratasi masih perlu intervensi

lanjutan.

Pada hari ke tiga pemberian asuhan keperawatan, dari ke

lima diagnosa yang belum teratasi, ada tiga diagnosa yang teratasi

yaitu, diagnosa ke dua gangguan keseimbangan cairan elektrolit

berhubungan dengan : kelebihan cairan dan elektrolit berhubungan

dengan penurunan fungsi ginjal, ke tiga gangguan pemenuhan

kebutuhan nutrisi ingesti berhubungan dengan mual akibat asidosis

metabolik dan diagnosa ke lima intoleransi aktivitas berhubungan

dengan kelemahan. Untuk ke dua diagnosa yang lainnya belum

teratasi pada hari ke tiga dan masih perlu intervensi lanjutan.

Pada hari ke empat pemberian asuhan keperawatan, dari ke

dua diagnosa yang belum teratasi di hari keempat pun tidak teratasi

dan masih perlu intervensi lanjutan.


BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. G dengan

gangguan system endokrin akibat diabetes mellitus di Ruang Sakura

RSUD Sumedang dari tanggal 05 Mei s/d 09 Mei 2017, maka penulis

menarik kesimpulan sebagai berikut:

Secara komperhensif dapat disimpulkan pada pengkajian Tn. G

dengan gangguan sistem endokrin akibat diabetes mellitus masalah yang

muncul yaitu, adanya retraksi dada, ronchi (+), klien mengeluh sesak yang

berpengaruh terhadap istirahat tidur klien, pemenuhan kebutuhan oksigen,

keseimbangan cairan elektrolit, kebutuhan nurisi kurang, intoleransi

aktivitas dan klien tidak tahu dengan penyakitnya karena kurang terpapar

informasi.

Maka penulis mendapatkan diagnosa keperawatan sesuai dengan

kondisi klien diantaranya : Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen

berhubungan dengan penurunan kontraksi jantung akibat kardiomegali,

gangguan keseimbangan cairan elektrolit : kelebihan cairan dan elektrolit

berhubungan dengan fungsi ginjal, gangguan pemenuhan kebutuhan

nutrisi ingesti berhubungan dengan mual akibat asidosis metabolik,

gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan

peningkatan aktifasi RAS dan BSR akibat sesak, intoleransi aktivitas


berhubungan dengan kelemahan, kurang pengetahuan berhubungan

dengan kurangnya informasi.

Rencana tindakan pada pasien Tn. G disusun berdasarkan diagnosa

yang telah ditegakan sesuai dengan kebutuhan pasien. Setelah menentukan

diagnosa, selanjutnya penulis membuat perencanaan pada setiap diagnosa

yang dilakukan seperti pemeriksaan fisik, kaji ulang tanda-tanda vital,

pengecekan kadar gula darah, kolaborasi pemberian obat serta penyuluhan

tentang penyakitnya. Semua intervensi keperawatan pada Tn. G dapat

dilakukan sesuai rencana keperawaatan dikarenakan pasien dan keluarga

kooperatif serta adanya kerja sama dengan perawat.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang telah disusun pada

tahap perencanan, terutama dalam melaksanakan tindakan keperawatan

pada Tn. G dengan diabetes mellitus, penulis tidak mendapatkan hambatan

yang berat karena penulis mendapat dari keluarga klien. Sehingga

pelaksanaan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan lancar dan

memperoleh hasil yang baik.

Evaluasi terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan Tn.G dengan

gangguan sistem endokrin akibat diabetes mellitus, berdasarkan data-data

senjang yang didapat pada Tn.G, penulis mengambil 4 diagnosa dan pada

hari ke dua pemberian asuhan keperawatan muncul diagnosa baru

sehingga menjadi 6 diagnosa keperawatan. Diagnosa ke enam tersebut

yang belum teratasi sampai hari ke 5 pemberian asuhan keperawatan yaitu

gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan


kontraksi jantung akibat kardiomegali dan gangguan pemenuhan

kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan aktifasi RAS

dan BSR akibat sesak.

B. Rekomendasi

1. Bagi Mahasiswa

Hendaknya sebelum praktek di lapangan dan memberikan asuhan

keperawatan kepada klien dengan gangguan sistem endokrin harus

mengetahui tentang konsep dasar sistem endokrin dan asuhan

keperawatan pada sistem endokrin dan membawa alat-alat praktek yang

belum tersedia di ruangan untuk melakukan observasi sesering

mungkin, sering latihan di lab dan sering mengunjungi perpustakaan

untuk membaca.

2. Untuk Lahan Praktek

Agar pelaksanaan asuhan keperawatan mencapai hasil yang maksimal,

hendaknya pihak Rumah Sakit mempermudah segala sesuatu yang

dibutuhkan penulis, seperti pemberian data dari medrek dan program

yang terlalu lama. Menyediakan sarana pemeriksaan penunjang

diagnostik yang lebih lengkap, menyediakan tempat penyimpanan tas

dan alat bagi mahasiswa dan alat pemeriksaan lain khususnya untuk

pemeriksaan sistem endokrin.


3. Untuk institusi pendidikan

Agar penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat, hendaknya

pihak institusi membuat jurnal ilmiah, pengadaan buku sumber terbaru

yang kurang, khususnya buku tentang sistem endokrin tentang diabetes

mellitus. Sehingga penulis memiliki acuan yang lebih luas dalam

mengumpulkan materi dan dapat mendalami materi tersebut.

4. Bagi Profesi

Hasil penulisan ini dapat menjadi sumbangan pemikiran yang dapat

memperkaya ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan asuhan

keperawatan pada gangguan sistem endokrin akibat diabetes mellitus

tipe II.
DAFTAR PUSTAKA

ArifinAgusta YL (2009). Deskripsi Diabetes di suatu Masyaraka tJawa Barat.

Buku program dan kumpulan ringkasan. Symposium Nasional

Endokrinologi. Bandung

Brunner & suddarth (2002). Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 Volum 2.

Jakarta : EKG

Bilous Rudy dan Donelly Richard. (2015). Buku Pegangan Diabetes Edisi Ke 4.

Jakarta: Bumi Medika, 2014.

Corwin, Elizabeth J (2009). Buku Saku Patofisologi, edisi ketiga Diabetes Atlas

Third Edition. Jakarta : EKG

Deonges, Marilynn E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk

Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi Ketiga.

Jakarta : EKG.

Price, Sylvia A (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi

keenam. Penerbit buku Kedokteran EKG. Jakarta.

Suyono S (2009). Prevenstion of Diabetes Mellitus WHO Tehnical Report

Series.

Suyono S (2009). Upaya Pencegahan Primer Diabetes Dan Sekunder Dalam

Mengantisipasi Ledakan Penderita Diabetes Menjelang Abad 21. Pidato

Pengukuhan Sabagai Guru Besar FKUI.


Rikesdar 2007, Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen

Kesehatan, Republik Indonesia.

Soegondo S, Subekti I (2009). Konsensus Pengelola Diabetes tipe I di Indonesia.

PB Perkeni, Wild S et al Diabetes Care 2004.

SIM RSU Sumedang (2016)

Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & NANDA-NIC-NOC. Yogyakarta: Meaction Publishing.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang. (2016). Sistem Pencatatan Dan

Pelaporan Puskesmas. Sumedang: Dinkes Kabupaten Sumedang.

http://jukeunila.com/wp-content/uploads/2016/02/5.pdf

http://cme.medicinus.co/file.php/1/

LEADING_ARTICLE_Diabetes_Mellitus_Tipe_2_dan_tata_laksana_terkini.pdf

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/16/06575894/

gangguan.endokrin.sebabkan.banyak.penyakit

https://fetdrikick93.wordpress.com/2015/06/13/sistem-endoktrin/
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Gagal Ginjal Kronis


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas ujian akhir program

Disusun oleh:

Rena Raisa Sundari


14.036

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAHAN KABUPATEN SUMEDANG
2016/2017
SATUAN ACARA PENYULUHAN
GAGAL GINJAL KRONIK

Tema                           : Gagal ginjal


SubTema                     : Gagal ginjal kronik
Sasaran                        : Tn.G dan keluarga
Hari, tanggal               : Jumat, 05 Mei 2017
Waktu                         : Pukul 09.00- 09.15 WIB (15 menit)
Tempat                        : Ruang Sakura RSUD Sumedang

I. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mengikuti penyuluhan mengenai Gagal Ginjal Kronik
(GGK) selama 15 menit, klien dan keluarga dapat memahami mengenai
gagal ginjal kronik.
II. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan  penyuluhan, keluarga mampu menjelaskan:
- Pengertian GGK
- Etiologi GGK
- Manifestasi klinik GGK
- Pencegahan GGK
- Penatalaksanaan GGK

III. Pokok Materi (Terlampir)


1. Pengertian GGK
2. Etiologi GGK
3. Manifestasi klinik GGK
4. Pencegahan GGK
5. Penatalaksanaan GGK
IV. Media
Leaflet
V. Metode
Ceramah
Tanya jawab

VI. Kegiatan
NO KEGIATAN PENYULUH PESERTA WAKTU
1. Pendahuluan 1. Mengucapkan salam Menjawab salam 2 Menit
&sApersepsi pembukaan Memperhatikan
2. Memperkenalkan diri Berpartisipasi aktif
3. Apersepsi Memperhatikan
4. Mengkomunikasikan
tujuan
2 Isi Menjelaskan dan Memperhatikan dan 10 Menit
menguraikan materi mencatat penjelasan
tentang: penyuluh dengan
1. Pengertian GGK cermat
2. Etiologi GGK
3. Manifestasi GGK. Menanyakan hal-hal
4. Pencegahan GGK yang belum jelas.
5. Penatalaksanaan
GGK. Memperhatikan

- Memberikan jawaban dari penyuluh.


kesempatan kepada
peserta penyuluhan
untuk bertanya.
- Menjawab pertanyaan
peserta penyuluhan
yang berkaitan dengan
materi yang belum
jelas.
3 Penutup a. Menyimpulkan a. Memperhatikan5        3 Menit
. materi yang telah kesimpulan dari
disampaikan materi
b. Melakukan penyuluhan
evaluasi yang telah
c. Mengakhiri disampaikan.
kegiatan Menjawab
pertanyaan yang
telah diajukan
oleh penyuluh.
Menjawab salam

VII. Evaluasi
a. Evaluasi formatif:
1. Klien dapat menjelaskan sekilas tentang pengertian Gagal Ginjal
Kronik
2. Klien dapat menyebutkan  hal-hal yang menyebabkan terjadinya
Gagal Ginjal Kronik
3. Klien dapat menyebutkan  kembali tanda dan gejala Gagal Ginjal
Kronik
4. Klien dapat menyebutkan apa saja pencegahannya
b. Evaluasi somatif
Klien dapat memahami penatalaksanaan Gagal Ginjal kronik

MATERI
GAGAL GINJAL KRONIK

1. PENGERTIAN
Penyakit gagal ginjal kronis bersifat progresif dan irreversible
dimana terjadi uremia karena kegagalan tubuh untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit ( Smeltzer, 2002).
Gagal ginjal kronis ini merupakan penyakit ginjal tahap akhir.
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan
dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi
dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan
menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah). (Smeltzer & Bare, 2001.)
Gagal ginjal kronik (penyakit ginjal tahap akhir) adalah gangguan
fungsi ginjal yang menahun dan tidak bisa kembali ke semula.

2. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain:
a. Tekanan darah tinggi
b. Kencing manis
c. Batu ginjal
d. Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama

Menurut Guyton (1997) penyebab GGK adalah :


a. Gangguan Imunologi
b. Gangguan Metabolik : Diabetes mellitus.
c. Gangguan Pembuluh Darah Ginjal.
d. Infeksi.
e. Kelainan Kongenital

3. MANIFESTASI KLINIS
- Lemas,
- Kurang  nafsu makan,
- mual, muntah
- Bengkak
- kencing berkurang, 
- sesak napas,
- pucat/anemi

4. PENCEGAHAN
- Olahraga
- Berhenti merokok
- Kurangi makanan berlemak
- Banyak mengkonsumsi air putih
- Kontrol gula darah dan tekanan darah
-
5. PENATALAKSANAAN
a. Cuci darah
b. Kurangi minum
c. Operasi (transplantasi ginjal)
d. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
e. Transfusi darah
f. Transplantasi ginjal
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal Lemas,
tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan Tekanan darah tinggi Kurang  nafsu makan,
fungsi renal yang progresif dan irreversible Kencing manis mual, muntah
dimana kemampuan tubuh gagal untuk Bengkak
Batu ginjal
mempertahankan metabolisme dan
Penggunaan obat dalam jangka waktu yang kencing berkurang, 
keseimbangan cairan dan
lama sesak napas,
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah).   pucat/anemi
(Brunner & Suddarth, 2001.)   Sakit pinggang
 
Olahraga
Berhenti merokok
Cuci darah
Kurangi makanan berlemak
Kurangi minum
Banyak mengkonsumsi air putih
Operasi (transplantasi ginjal)
Kontrol gula darah dan tekanan darah
Diit rendah protein dan tinggi
karbohidrat
Transfusi darah
Transplantasi ginjal

AKADEMI
KEPERAWATAN
SUMEDANG
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. BIODATA

Nama : RENA RAISA SUNDARI

Tempat/tanggal lahir : Subang, 24 Juli 1996

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Kp. Patrol RT 16 RW 04 Ds.Cikawung,

Kec. Tanjungsiang, Kab. Subang

B. PENDIDIKAN

1. SDN Mekar Harapan (Tahun 2002-2008)

2. SMPN 1 Tanjungsiang (Tahun 2008-2011)

3. SMAN 1 Sumedang (Tahun 2011-2014)

4. Akper Pemkab Sumedang (Tahun 2014- 2017)

Anda mungkin juga menyukai