Anda di halaman 1dari 64

PENGARUH RESILIENSI TERHADAP STRES KERJA PADA

ANGGOTA DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS


POLDA METRO JAYA

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Sarjana


(S1) Pada Program Studi Psikologi

Oleh:
AHMAD AZAZI ABDUL ROHMAN
46116110051

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
2021
PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Judul :Pengaruh Resiliensi Terhadap Stres Kerja Pada Anggota


Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya
Nama : Ahmad Azazi Abdul Rohman
Nim : 46116110051
Program : Program Studi Psikologi.

Tanggal :

Pembimbing

Mengesahkan

Dekan Fakultas Psikologi Ketua Program Studi Psikologi

Dr. Setiawati Intan Savitri, M. Si Irma Himmatul Aliyyah, M.Psi., Psi


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada peneliti, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengaruh Resiliensi Terhadap Stres Kerja Pada Anggota Direktorat Reserse
Kriminal Khusus Polda Metro Jaya”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Mercu
Buana.
Penulis sebagai manusia biasa menyadari dalam penelitian ini tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan akibat keterbatasn pengetahuan serta pengalaman.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan yang
sangat berarti dari berbagai pihak, khususnya Bapak., Psikolog, selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan saran, waktu, bimbingan, semangat,
pengetahuan dan nasehat-nasehat yang sangat bermanfaat yang telah diberikan
kepada penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis haturkan
Alhamdulillah atas anugerah Allah SWT dan ingin berterima kasih pada semua pihak
yang tekah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada :
1. Kedua orangtua tercinta yang telah memberikan dukungan, semangat serta
do’a yang tiada henti-hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak, M.Psi., Psikolog selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang
telah banyak memberikan arahan, saran, serta waktunya kepada penulis
dengan segala kesabarannya.
3. selalu Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan
arahan, saran, serta waktunya kepada penulis.
4. Ibu Dr. Setiawati Intan Savitri, M.Si selaku Dekan Studi Fakultas
Psikologi Universitas Mercu Buana.
5. Ibu Irma Himmatul Aliyyah, M.Psi., Psikolog selaku Kaprodi Fakultas
Psikologi Universitas Mercu Buana.
6. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Fakultas Psikologi Universitas Mercu
Buana.
7. Seluruh Rekan kerja di Polres Metro Tangerang Kota selaku subjek
penelitian ini.
8. Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 31 Universitas Mercu
Buana.
Akhir kata dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulisi mohon maaf
apabila ada kesalahan dan kelemahan dalam skripsi ini.

Jakarta,

Ahmad Azazi Abdul Rohman


DAFTAR PUSTAKA

Halaman

PENGESAHAN TUGAS AKHIR


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ................................................................................................................i

DAFTAR TABEL........................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR..................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................5

1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................5

1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................7

2.1 Stres Kerja.......................................................................................................7

2.2 Resiliensi.......................................................................................................13

2.3 Penelitian Terdahulu Mengenai Resiliensi Terhadap Stres Kerja.................22

2.4 Fenomena Hubungan Resiliensi terhadap Stres Kerja pada Anggota Reserse
Kriminal Khusus............................................................................................24

2.5 Kerangka Pikiran...........................................................................................27

2.6 Hipotesis Penelitian.......................................................................................28

BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................31

3.1 Desain Penelitian...........................................................................................31

i
3.2 Populasi dan Sampel.....................................................................................31

3.3 Variabel Penelitian........................................................................................32

3.4 Teknik Pengambilan Data.............................................................................33

3.5 Alat Ukur Penelitian......................................................................................33

3.6 Teknik Pengujian Alat Ukur..........................................................................35

3.7 Uji Asumsi Klasik.........................................................................................36

3.8 Metode Analisis Data....................................................................................37

3.9 Uji Hipotesis..................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................38
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu Mengenai Resiliensi Terhadap Stres........................22

Tabel 3. 1 Blue Print Kuesioner Resiliensi (Campbell-Stein, 2007)………………...34


Tabel 3. 2 Blue Print Kuesioner Stres Kerja (Robbins dan Judge, 2017)...................34

Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden.........................................38


Tabel 4. 2 Distribusi Frekuensi Usia Responden........................................................39
Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Pangkat Responden...................................................40
Tabel 4. 4 Validitas Variabel Total Stres Kerja...........................................................40
Tabel 4. 5 Validitas Variabel Total Resiliensi.............................................................42
Tabel 4. 6 Validitas Variabel Stres Kerja....................................................................43
Tabel 4. 7 Validitas Variabel Resiliensi......................................................................43
Tabel 4. 8 Uji Normalitas Data Komlogorov Smirnov...............................................44
Tabel 4. 9 Uji Korelasi Spearman Stres Kerja dan Resiliensi.....................................44
Tabel 4. 10 Matriks Korelasi Stres Kerja dan Resiliensi.............................................45
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2. 1 Kerangka Teori Penelitian......................................................................27


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kepolisian merupakan layanan organisasi yang memiliki tanggung jawab

tertinggi untuk menjaga ketertiban dan kedamaian negara dengan cara menegakkan

hukum dan mengurangi kegiatan tindak kriminal yang tidak terhitung jumlahnya

(Lambert et al.,2017). Menjadi seorang polisi merupakan pekerjaan yang sulit dan

berbahaya, mereka dinilai memiliki standar yang lebih tinggi dibandingkan dengan

warga biasa karena harus menjadi pemecah masalah ketika terjadi konflik di

masyarakat (Adegbile, 2017). Bekerja sebagai polisi merupakan pekerjaan yang

dipenuhi dengan pemicu stres yang tinggi dan peristiwa traumatis karena sering

dihadapkan dengan bahaya fisik serta menyaksikan peristiwa yang membahayakan

orang lain seperti kekerasan, situasi pelecehan dan melihat mayat (Chopko et al.,

2018). Dalam sebuah studi survei nasional terhadap petugas polisi di Kepolisian

Nasional Finlandia, ditemukan lebih dari 40% responden survei melaporkan bahwa

mereka menghadapi insiden kritis di lebih dari 20% waktu kerja mereka. Polisi yang

terkena insiden traumatis juga ditemukan memiliki tingkat depresi dan kecemasan

yang lebih tinggi (Andersen et al.,2015).

Direktorat Reserse Kriminal Khusus yang disingkat dengan Dit Reskrimsus ini

didalamnya terdapat lima Subdit diantaranya Subdit Indag yang menangani terkait

Kasus Kriminal yang berhubungan dengan Perdagangan, Subdit Fishmondev yang

menangani terkait Kasus Kriminal yang berhubungan dengan Pencucian uang dan

Perbankkan, Subdit Sumdaling yang menangani terkait Kasus Kriminal yang

1
2

berhubungan dengan Sumber Daya Lingkungan, Subdit Cyber yang menangani

terkait Kasus Kriminal yang berhubungan dengan Kejatan Dunia Maya dan Subdit

Tipidkor yang menangani terkait Kasus Kriminal yang berhubungan dengan Tindak

Pidana Korupsi dengan tugas pokok Polisi Reserse Kriminal Khusus antara lain yaitu

melakukan pemeriksaan pelaku dan saksi, menyiapkan berkas, menyiapkan berita

acara, menyusun administrasi penyelidikan dan penyidikan, membuat berita acara

sumpah, menerima laporan masyarakat terkait dugaan terjadinya Kejahatan Kriminal

yang Khusus atau terkait ekonomi, membuat rangkuman serta menyiapkan surat-surat

administrasi (Peraturan Kapolri Nomor 22 Tahun 2010).

Pada pelaksanaan tugasnya sebagai Polisi Reserse kriminal Khusus tidak hanya

berhubungan dengan pelaku tindak kriminal yang luar biasa atau Khusus namun

tugas-tugas lain yang dapat diberikan kapan saja pada saat dibutuhkan. Peneliti telah

melakukan wawancara terhadap 3 anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda

Metro Jaya dengan mengajukan beberapa pertanyaan seperti lingkungan pekerjaan,

beban pekerjaan yang dialami dan perasaan anggota ketika menerima beban kerja

tersebut. Hasilnya ketiga anggota tersebut mengatakan bahwa pada waktu tertentu

dan tidak dapat diprediksi anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro

Jaya menerima perintah yang diluar dari tugas pokoknya seperti Melaksanakan Giat

Cipta Kondisi dan pemantauan Gerai Vaksin Merdeka pada saat Pandemi Covid 19

dan Pengamanan Massa mengingat Polda Metro Jaya mempunyai tugas yang berbeda

dengan Polda lain dimana pada wilayah hukum Polda Metro Jaya sering adanya

kegiatan Demonstrasi, sementara tugas pokok Reserse Kriminal Khusu Polda Metro

Jaya menunggu untuk diselesaikan. Berdasarkan hasil wawancara tersebut ditemukan

berbagai macam pemicu stres kerja yang dialami oleh anggota Direktorat Reserse
3

Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Menurut Robbins dan Judge (2008) terdapat tiga

faktor yang menjadi sumber potensial stres yaitu: faktor lingkungan, faktor

organisasional, dan faktor individu.

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa tugas dalam

tuntutan menyelesaikan pekerjaan dalam sebuah organisasi merupakan salah satu

sumber stres bagi polisi sehingga mempengaruhi karakteristik kepribadian dalam

merespon suatu tekanan atau beban kerja yang diberikan, termasuk bagaimana cara

mereka dalam menghadapi sumber stres tersebut. Salah satu upaya untuk menghadapi

sumber stres salah satunya dengan memiliki sikap resiliensi yang tinggi.

Menurut Connor dan Davidson (2003) resiliensi merupakan kemampuan

individu dalam menangani stres atau tekanan serta cara individu dalam mengatasi

kecemasan dan depresi. Resiliensi memiliki hubungan yang erat terhadap stres,

keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Resiliensi hanya

dapat di temukan ketika seseorang mengalami tekanan, sementara kondisi tersebut

dapat menimbulkan stres, dan manajemen stres yang mengarah pada adaptasi yang

positif yaitu resiliensi (Misasi, 2019). Sedangkan menurut Reivich dan Shatte (2002)

terdapat tujuh kemampuan yang digunakan untuk melihat apakah individu tersebut

memiliki resiliensi atau tidak. Seseorang disebut memiliki ketangguhan diri

(resiliensi) apabila mampu mengatur emosi, mampu mengontrol dorongan, optimis,

mempunyai empati yang tinggi, mampu menganalisis sebab suatu permasalahan,

memiliki efikasi diri, dan memiliki kemampuan meraih apa yang diinginkan. Menurut

London dan Mone (dalam Apriawal, 2012) orang-orang dengan kemampuan untuk

dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar yang terus mengalami perubahan,
4

bahkan ketika lingkungan yang ditempati sangat rusuh dan mengganggu dapat

dikategorikan orang yang memiliki resiliensi dalam bekerja.

Wulandari (2020) menjelaskan perilaku resiliensi merupakan kemampuan

umum seseorang dalam melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan

luwes saat dihadapkan dengan tekanan, baik tekanan internal maupun eksternal.

Adapun faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiliensi seperti caring relationship,

high expectation massages, opportunities for participation and contriburtion

(Desmita, 2017). Resiliensi menghasilkan dan mempertahankan sikap positif untuk

digali. Seorang individu yang memiliki resiliensi yang baik akan memahami bahwa

kesalahan bukan akhir segalanya. Individu mengambil sisi positif dari resiliensi,

dimana kesalahan merupakan pengetahuan untuk meraih sesuatu yang lebih tinggi.

Resiliensi ini memfokuskan diri dan menyelesaikan masalah dengan bijaksana.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mahari dan Panjaitan (2019) resiliensi

dan stres orang tua yang memiliki anak penyandang Autism memiliki hubungan yang

signifikan dan berkorelasi dengan tingkat hubungan yang kuat dan negatif. Penelitian

lain yang dilakukan oleh Pratasiwi (2017) berpendapat bahwa stress keja mempunyai

hubungan yang negatif signifikan terhadap resiliensi, dimana jika tingkat stres kerja

rendah maka tingkat resiliensi diri tinggi. Penelitian tersebut juga di perkuat dengan

penelitian yang dilakukan oleh penelitian Triyana et al.,(2014) dimana ada hubungan

negatif resiliensi dengan stres dalam Menyusun skripsi pada mahasiswa Program

Studi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, dibuktikan dengan tingkat stres

pada mahasiswa termasuk pada kategori tinggi sedangkan tingkat resiliensi termasuk

dalam kategori rendah.


5

Berdasarkan latar belakang dan penelitian sebelumnya serta penjelasan yang

sudah disampaikan di atas mengenai kaitan resiliensi terhadap stres kerja dinyatakan

bahwa terdapat hubungan dengan arah negatif namun belum ada penelitian tentang

Pengaruh resiliensi terhadap stres kerja pada anggota Direktorat Reserse Kriminal

Khusus Polda Metro Jaya sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang pengaruh resiliensi terhadap stres kerja anggota Direktorat Reserse Kriminal

Khusus Polda Metro Jaya.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh resiliensi terhadap stres kerja pada anggota Direktorat

Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh resiliensi terhadap stres kerja pada anggota

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan, menambah ilmu

tentang pengaruh resiliensi terhadap stres kerja, serta dapat digunakan dalam

pengembangan Ilmu Psikologi Industri dan Organisasi. Penelitian ini juga

diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya terkait pengaruh

resiliensi terhadap stres kerja.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang pengaruh

resiliensi terhadap stres kerja pada anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus

Polda Metro Jaya.


6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stres Kerja

2.1.1 Definisi Stres Kerja

Stres adalah adanya gangguan pada pikiran dan tubuh akibat tuntutan

kehidupan ataupun pekerjaan (Jenita, 2017). Stres kerja adalah sikap tegang yang

menyebabkan ketidakseimbangan psikologis yang berpengaruh terhadap pola

pikir, kondisi dan emosi seseorang. Stres kerja dapat terjadi karena tuntutan kerja

dan tekanan kerja yang berlebih (Hasibuan, 2014). Stres kerja juga dapat

didefinisikan sebagai respon terhadap lingkungan eksternal yang terdapat

penyimpangan psikologis, fisik, dan perilaku seseorang. Keadaan eksternal yang

kurang baik dapat menyebabkan stres pada seseorang meningkat bila dibiarkan

dan tidak ditangani. Sebuah lingkungan pekerjaan harus menciptakan lingkungan

eksternal yang baik sehingga tingkat stres pada individu dapat menurun (Luthans,

2010). Stres kerja merupakan suatu kondisi dimana seseorang merasa tertekan

dalam melakukan pekerjaannya yang pada akhirnya menyebabkan timbulnya

berbagai gangguan seperti emosi yang tidak stabil, mudah gugup, dan mudah

cemas (Mangkunegara, 2017).

2.1.2 Jenis-jenis Stres

Jenis-jenis stress menurut Selye dalam Rice (2012) dikategorikan menjadi dua atas

persepsi individu terhadap stres yang dialaminya:

a. Distress (stres negatif)

Distress merupakan stres yang dapat merusak atau bersifat tidak

menyenangkan. Stress dirasakan sebagai sebuah keadaan ketika individu

7
8

mengalami cemas, takut, khawatir dan gelisah. Sehingga individu

mengalami keadaan psikologis yang menyakitkan, dan timbul

keingginan untuk menghindar.

b. Eustress (stres positif)

Eustress merupakan keadaan yang bersifat menyenangkan dan

merupakan pengalaman yang memuaskan. Hanson menyatakan frase

joy of stress sebagai ungkapan yang bersifat positif yang ditimbulkan

oleh stres. Eustres dapat meningkatkan motivasi individu untuk

menciptakan karya seperti sebuah karya seni.

Adapun gejala stres dibagi menjadi tiga (Priyoto, 2014), yaitu :

a. Stres ringan

Stres ringan mempunyai ciri-ciri meningkatkan semangat dan energi,

namun energi cadangannya berkurang, penglihatan menjadi tajam,

mampu menyelesaikan pelajaran dengan cepat, sering merasa lelah,

terjadi gangguan pada pencernaan, otak, perasaan menjadi gelisah. Stres

ringan dapat membuat seseorang menjadi tangguh menjalani tekanan

dalam hidupnya dimana durasi stres ringan hanya beberapa menit atau

beberapa jam.

b. Stres sedang

Dibandingkan dengan stres ringan stres sedang memiliki durasi yang

lebih lama. Stres sedang dapat ditandai dengan sakit perut, otot tegang,

perasaan tidak nyaman, mules, terjadi gangguan tidur, badan terasa

ringan.

c. Stres berat
9

Durasi stres berat lebih lama yaitu satu minggu sampai beberapa bulan,

stres berat dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti konflik rumah

tangga, keuangan dan ekonomi, perceraian. Adapun ciri-ciri stres berat

yaitu sulit tidur, konsentrasi menurun, mudah lelah, gangguan pada

hubungan sosial, sering merasa takut, tidak mampu melakukan pekerjaan

sederhana.

2.1.3 Indikator Stres Kerja

Menurut (Handoko, 2008) indikator stres kerja digolongkan menjadi

beberapa diantaranya :

a. Beban Kerja Meningkat

Setiap karyawan mempunyai tenaga dan kempuan yang terbatas sehingga

untuk dapat memberikan kinerja yang baik butuh waktu yang cukup dan

tepat untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Karyawan yang memiliki

beban kerja yang berat cenderung merasa tertekan dan kelelahan dalam

bekerja, yang pada akhirnya menyebabkan stres kerja dan sulit fokus

dalam bekerja.

b. Tekanan Pekerjaan atau Desakan Waktu

Setiap karyawan tentu saja membutuhkan banyak waktu untuk

memaksimalkan kinerja mereka. Karyawan membutuhkan waktu yang

cukup untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dimana ketika seseorang

bekerja dibawah tekanan secara tidak langsung akan merasa cemas dan

gelisah yang akan berpengaruh pada pikiran serta konsentrasi yang

membuat karyawan menjadi stres kerja.

c. Kualitas Supervisi Yang Buruk


10

Seorang pemimpin yang kaku dan terkesan bergaya otoriter, mendikte,

dan tidak menerima masukan serta saran akan mendorong terjadinya stres

kerja. Dimana karyawan akan merasa bekerja dibawah tekanan dan

cenderung kesulitan menyebabkan menjadi sungkan dan takut bertanya.

Pemimpin yang buruk cenderung tidak memandang proses tetapi lebih

mementingkan hasil akhirnya.

2.1.4 Dimensi Stres Kerja

Rujukan penelitian tentang dimensi kerja terbagi menjadi tiga yang

diungkapkan oleh Robbins dan Judge (2017), yaitu:

1. Fisiologis, individu yang mengalami perubahan dalam metabolisme,

fungsi jantung meningkat, penapasan yang cepat, meningkatnya tekanan

darah, dan sakit kepala.

2. Psikologis, individu yang merasa tidak puas terhadap pekerjaannya, cepat

marah, mudah lupa, kurang bersemangat dalam bekerja, tidak percaya

diri.

3. Perilaku, individu yang mengalami penurunan produktivitas, mengalami


perubahan dalam ketidakhadiran, kebiasaan makan berubah, komunikasi

dengan rekan kerja kurang baik, mudah gelisah, dan gangguan tidur.

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja

Kinerja seseorang karyawan dapat menjadi buruk karena mengalami stres

kerja. Adapun faktor-faktor yang membentuk stres kerja adalah pekerjaan itu

sendiri (Hasibuan, 2014):

a. Beban Kerja Yang Sulit


11

Beban kerja yang melebihi kemampuan seorang karyawan menyebabkan

terjadinya stres kerja, kondisi tekanan pekerjaan yang menekan seseorang

karyawan dalam menyelesaikan tugasnya dan tidak sesuai dengan

kemampuannya sehingga membuat pikiran dan tenaga yang lebih banyak

dibandingkan pekerjaan biasanya.

b. Tekanan dan Sikap Pimpinan

Pemimpin yang terlalu menuntut dan menekan karyawan menyebabkan

karyawan menjadi stres, takut, tertekan dan gelisah ketika pekerjaanya

tidak dilakukan dengan baik dan tidak sesuai dengan keinginan

pimpinannya. Ketakutan-ketakutan inilah yang mempengaruhi kinerja

karyawan.

c. Waktu dan Alat Yang Kurang Memadai

Dalam melakukan pekerjaanya karyawan membutuhkan waktu dan

perlasatan yang memadai, jika hal tersebut memiliki hambatan maka akan

mendorong terjadinya stres kerja.

d. Konflik Pribadi

Rekan kerja atau pimpinan, dan lingkungan pekerjaan yang kurang

nyaman akan mempengaruhi kepribadian seseorang yang akan

menyebabkan seseorang menjadi stres pada pekerjaannya. Dimana

hubungan sosial yang kurang baik menyebabkan seseorang akan merasa

tidak nyaman.

e. Pendapatan Yang Rendah

Setiap pekerjaan memiliki beban dan resiko yang berbeda. Pekerjaan

yang memiliki resiko tinggi diharapkan mendapatkan imbalan yang tinggi


12

pula sesuai dengan yang dikerjakan. Pendapatan seorang karyawan

merupakan cara sebuah perusahaan menghargai karyawannya, dengan

pendapatan yang sesuai akan membuat karyawan merasa dihargai.

Sedangkan pendapatan yang tidak sesuai akan membuat karyawan

menjadi stres karena merasa pekerjaannya tidak diapresiasi oleh

perusahaan.

f. Masalah Pribadi

Seseorang individu pasti memiliki masalah pribadi seperti masalah

keluarga yang menyebabkan emosi seseorang menjadi tidak stabil, tidak

fokus dan pikirannya terbagi-bagi. Ketika hal tersebut terjadi maka akan

mendorong seseorang menjadi lalai dalam bekerja dan menyebabkan stres

kerja.

2.1.6 Dampak stres kerja

Menurut Jenita, (2017) stres ringan dapat memberikan pengaruh yang positif

bagi seseorang karena dapat memotivasi seseorang menghadapi tantangan.

Sedangkan stres pada level yang lebih tinggi dapat mengakibat seseorang

menjadi depresi, menurunnya sistem imun, kardiovaskuler dan kanker. Adapun

dampak stres dapat dibagi menjadi beberapa kategori diantaranya (Priyono,

2014):

a. Fisilogis

1) Gangguan pada sistem organ tubuh:

a) Miopati otot: otot mengencang/melemah

b) Hipertensi: kerusakan jantung dan arteri

c) Sistem pencernaan: maag, diare


13

2) Gangguan Sistem Reproduksi

a) Amenorrhea: nyeri pada menstruasi

b) Kegagalan ovulasi pada wanita, impoten pada pria, dan

berkurangnya produksi semen pada pria

c) Kehilangan gairah seksual

3) Gangguan lainnya seperti migraine, tegang otot, rasa bosan, dll.

b. Psikologis

1) Emosi yang naik turun, mudah merasa jenuh.

2) Keletihan emosi

3) Prestasi yang menurun, sehingga menurunkan rasa kompeten

c. Perilaku

1) Level stres yang tinggi akan mempengaruhi kemampuan kognitif

seseorang seperti menurunya kemampuan mengingat informasi,

kesulitan dalam mengambil keputusan, dan tidak berpikir panjang.

2) Prestasi belajar menurun dan cenderung melakukan sesuatu yang

menyebabkan tidak diterima oleh lingkungan masyarakat.

3) Stres berat mendorong seseorang untu bolos bekerja atau tidak aktif

dalam melakukan aktivitasnya.

2.2 Resiliensi

2.2.1 Definisi Resiliensi

Menurut Connor dan Davidson (2003) mendefinisikan resiliensi sebagai

kapasitas individu menangani stress atau tekanan, depresi atau reaksi stress, dan

dalam menangani kecemasan. Sedangkan menurut Desmita (2017), resiliensi

adalah keluwesan, ketangguhan, kemampuan, atau kesanggupan manusia yang


14

dimiliki oleh individu, kelompok atau masyarakat yang memungkinkannya untuk

menghadapi, mencegah, meminimalkan atau bahkan menghilangkan dampak

buruk dari kondisi yang tidak menyenangkan, atau mengubah kondisi kehidupan.

Penderitaan sudah menjadi hal yang wajar untuk diatasi. Menurut Fernanda Rojas

(2015), resiliensi adalah kemampuan menghadapi tantangan, ketika seseorang

menghadapi pengalaman yang sulit dan tahu bagaimana menghadapi atau

beradaptasi, resiliensi muncul. Lacoviello dan Charney (2014) mendefinisikan

resiliensi sebagai proses beradaptasi dengan baik terhadap trauma, tragedi atau

peristiwa stres lainnya. Selain itu, dikatakan bahwa resiliensi bukanlah sifat

kepribadian, tetapi melibatkan perilaku, pikiran, atau tindakan yang dapat

dipelajari oleh siapa saja.

Sikap resiliensi akan menghasilkan dampak positif seperti individu yang

menyadari arti kesalahan dan menggunakan pengetahuannya untuk mencapai suatu

yang tinggi. Individu fokus pada diri mereka sendiri dan memecahkan masalah

dengan kebijaksanaan dan lapang dada. Berdasarkan beberapa pernyataan menurut

beberapa ahli resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bertahan dan

mengatasi masa sulit atau tekanan dalam hidupnya, serta sikap positif dalam

menghadapi sebuah masalah ataupun tantangan.

2.2.2 Dimensi Resiliensi

Menurut Connor dan Davidson (2003) dimensi resiliensi terbagi menjadi

lima aspek, antara lain:

a. Personal Competence, High standard, and Tenacity


15

Kompetensi personal individu yang merasa mampu mencapai tujuan

walaupun pernah mengalami kegagalan. Ketika individu mengalami stress

akan cenderung memiliki rasa minder dan ragu dalam mecapai tujuan sejingga

dibutuhkan standard yang tinggi dan keuletan dalam diri individu. Indikator

dalam aspek ini adalah mampu menjadi individu yang kompeten, ulet dan

memiliki standard yang tinggi.

b. Trust in one’s instincts; tolerance of negative effect; strengthening effect of

stress

Aspek ini berhubungan dengan ketenangan individu dalam bertindak. Individu

yang betindak tenang cenderung lebih hati-hati dalam mengambil keputusan

dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Individu juga cenderung bisa

melakukan coping pada stress dengan cepat, dan dapat fokus mencapai tujuan

walaupun dalam tekanan. Indikator dalam aspek ini adalah percaya terhadap

naluri, toleran pada hal-hal yang buruk, dan mampu mengatasi stres.

c. Positive acceptance of change and secure relationships

Aspek ini berhubungan dengan penerimaan kesulitan secara positif jika berada

dalam kesulitan mampu berhubungan aman dengan individu lain sehingga

tidak mempengaruhi kehidupan sosial dan lingkungan individu. Indikatornya

adalah dapat menerima perubahan dengan positif dan mampu menjaga

hubungan baik dengan orang lain.

d. Control and factor

Aspek ini adalah kemampuan mengontrol diri dan dapat mencapai tujuan serta

memiliki kemampuan untuk meminta dan mendapatkan dukungan sosial


16

ketika menghadapi masalah. Indikator dalam aspek ini adalah kemampuan

mengontrol diri.

e. Spiritual influence

Aspek ini merupakan kemampuan individu untuk terus berjuang karena

keyakinannya pada Tuhan dan takdir. Sehingga individu menganggap dapat

melalui kesulitan dengan perasaan psotif sehingga tetap berjuang dalam

mencapai tujuan. Indikator pada aspek ini adalah kepercayaan kepada Tuhan

dan takdir.

Menurut Campbell-Sills dan Stein (2007) yang mengembangkan teori Connor

dan Davidson (2003) dimensi resiliensi terbagi menjadi dua aspek, antara lain:

a. Hardiness

Suatu kemampuan individu untuk dapat mengatasi perubahan yang terjadi

secara tidak terduga baik itu stres, sakit atau penderitaan, tekanan maupun

adanya perasaan yang tidak menyenangkan dalam diri individu. Olivia (2014)

mengungkapkan bahwa hardiness merupakan sebuah cara pandang positif

terhadap peristiwa yang dialami oleh individu, meningkatkan standar hidup

serta mengubah hambatan yang ada menjadi sumber pertumbuhan. Adapun

fitur-fitur individu yang memiliki hardiness disebutkan Issacson (2002)

meliputi pengendalian diri yang tinggi, kemandirian, keterampilan dalam

memecahkan persoalan, simpati, komitmen dalam kerja, dan memiliki

hubungan yang baik dengan orang- orang disekelilingnya.

b. Persistence

Suatu keadaan dimana individu memberikan usaha terbaiknya dan percaya

pada kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan meskipun dalam


17

keadaan yang sulit dan menggambarkan ketangguhan individu dalam

mencapai sesuatu, tidak menyerah, dan yakin atas kemampuan yang dimiliki

diri sendiri. Bekerja keras dalam mencapai tujuan yang diimpikan walaupun

sulit.

2.2.3 Faktor-faktor Terbentuknya Resiliensi

Grotberg (2003) mengungkapkan faktor-faktor resiliensi yang dapat

menolong seorang individu mengatasi bermacam-macam adversities

menggunakan mengelompokkannya sebagai 3 faktor, antara lain:

a. External support adalah faktor diluar individu yang menyebabkan

meningkatnya kemampuan resilien. Grotberg mengungkapkan bahwa

sebagai (I have), yaitu lebih dari satu anggota keluarga yang dipercaya serta

menyayangi individu tersebut, lebih dari satu individu di luar anggota

keluarga yang mempunyai batasan bertingkah laku. Good role models

mempunyai peran besar, Role models adalah seseorang yang dapat

menampakan apa yang individu harus lakukan. Misalnya fakta terhadap

sesuatu dan memberi semangat supaya individu mengikutinya. Akses untuk

menerima fasilitas kesehatan, pendidikan dan sosial yang diharapkan sangat

penting, selain itu anggota komunitas yang stabil. Selain dukungan

berdasarkan orang-orang terdekat, kadang-kadangseseorang individu

membutuhkan dukungan serta cinta dari orang lain yang dipercaya dapat

memberikan kasih saying yang tidak didapatkan sebelumnya.

b. Faktor Inner Strength (I am), adalah sesuatu yang dimiliki seorang individu

yang akan meluas, Grotberg mengungkapkan bahwa kualitas yang dimiliki


18

individu dapat dikatakan sebagai (I am), antara lain merupakan sikap

kepercayaan diri atas kemampuan dirinya sendiri, sikap optimis, dan disukai

oleh banyak orang, mempunyai niat untuk menggapai prestasi dimasa

depan, empati. Faktor I am ini adalah kekuatan dari diri individu itu sendiri.

Adapan kekuatan tersebut adalah tingkah laku, perasaan, dan kepercayaan

didalam diri seorang.

c. Problem Solving (I can), termasuk kemampuan untuk mendapatkan

inspirasi inspirasi baru, dapat menyelesaikan masalah, memiliki selera

humor, dapat berdiskusi dengan orang lain dan perasaan saat

berkomunikasi pada orang lain, dapat menyelesaikan berbagai masalah

seperti masalah akademik, pekerjaan, personal dan sosial), dapat

mengontrol kepribadian, dan dapat meminta bantuan, mengetahui batas

temperamen diri sendiri dan orang lain. Oleh sebab itu, seorang yang

beresiliensi wajib mempunyai tiga faktor tersebut, yaitu I am, I have dan I

can, tetapi jika seseorang hanya memiliki salah satu faktor saja tidak

tergolong dalam orang berresiliensi.

Berdasarkan beberapa faktor-faktor dapat membentuk resiliensi pada

individu, maka dapat disimpulkan bahwa faktor eksternal (I Have), faktor inner

strength (I am), dan problem solving merupakan faktor-faktor yg menciptakan

resiliensi pada individu.

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi


Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Missasi, 2019; Herman, 2011)

mengungkapkan bahwa asal-usul resiliensi mencakup beberapa hal yaitu:


19

a. Faktor kepribadian, mencakup ciri-ciri kepribadian, self efficacy, self-esteem,

internal Locus of control, optimisme, kapasitas intelektual, karakter individu

positif, faktor demografi seperti usia, jenis kelamin, dan suku, harapan,

ketangguhan, regulasi emosi

b. Faktor biologis, Lingkungan seseorang tumbuh akan berpengaruh pada

struktur fungsi otak dan sistem neurobiologis.

c. Faktor lingkungan, lingkungan terdekat seperti dukungan sosial termasuk

keluarga dan teman, secure attachment kepada seorang ibu, keutuhan

keluarga, hubungan yang harmonis dengan orang tua, dan dukungan sosial

dari rekan sebaya. Lingkungan sangat berkaitan erat dengan resiliensi.

Kemudian lingkungan yang lebih luas yaitu sebuah komunitas seperti

lingkungan sekolah yang baik, hubungan dengan masyarakat, kualitas waktu

untuk melakukan aktivitas olah raga dan seni, faktor-faktor budaya,

spiritualitas dan kepercayaan serta sedikitnya pengalaman yang berkaitan

terhadap kekerasan, berkaitan juga terhadap tingkat resiliensi.

2.2.5 Karakteristik Resiliensi

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Murphey (2013) karakteristik

seseorang mempunyai resiliensi tinggi merupakan individu yang cenderung

easygoing dan gampang bersosialisasi, mempunyai keterampilan berpikir yang

baik, mempunyai orang lain pada yang sangat mendukung, mempunyai satu

atau lebih kelebihan, percaya diri dan percaya pada kemampuannya saat

mengambil keputusan serta mempunyai spiritualitas atau religiusitas dan

Menurut Wolin (1999) karakteristik resiliensi terbagi-bagi menjadi tujuh,

sebagai berikut:
20

a. Insight adalah kemampuan individu untuk mengenal diri sendiri dan orang

lain atau lingkungannya dalam beradaptasi. Insight merupakan kemampuan

mental seseorang individu dalam mengajukan pertanyaan dan memberikan

jawaban dengan jujur.

b. Kemandirian merupakan kemampuan mengontrol emosional dan fisik dari

pusat masalah. Selain itu, kemandirian juga dapat diartikan konduite

perilaku individu agar mandiri tanpa bergantung pada orang lain.

c. Hubungan, seseorang yang resilien tentunya dapat berkomunikasi dengan

orang lain secara jujur, saling mendukung dan bermanfaat.

d. Inisiatif, Individu yang mempunyai kemampuan resilien memiliki sikap

agresif dan dapat bertanggung jawab atas kehidupan serta permasalahan

yang akan dihadapi. Dalam hal ini individu yang resilien selalu

meningkatkan kemampuannya dan memperbaiki dirinya.

e. Kreativitas, pada hal ini berkaitan dengan kemampuan individu berpikir

terhadap pilihan cadangan, dan konsekuensi cadangan dalam menghadapi

tantangan. Individu yang mempunyai resilien bisa mempertimbangkan

konsekuensi sehingga dapat melakukan pilihan yang tepat.

f. Humor, hal ini merupakan kemampuan individu untuk mendapatkan

kebahagiaan pada kondisi apapun. Dengan memiliki selera humor, individu

yang resilien dapat melihat tantangan hidup dengan pandangan yang

berbeda dan lebih ringan.

g. Moralitas, dapat diketahui dengan melihat impian seorang individu agar

bisa hidup dengan baik dan produktif. Individu yang resilien mengkoreksi

dan membuat keputusan.


21

Berdasarkan beberapa karakteristik seseorang individu yang memiliki sikap

resiliensi seperti yang telah dijelaskan serta diuraikan diatas dari beberapa

peneliti dapat disimpulkan bahwa seorang individu yang resilient memiliki

keterampilan berpikir lebih baik.

2.2.6 Tahapan Resiliensi


Menurut penelitian yang dilakukan oleh Coulson (2006) terdapat empat

proses seorang mengalami kondisi tertekan, yaitu :

a. Succumbing (mengalah)

Gambaran kondisi seorang individu mengalah atau menyerah sesudah

menghadapi suatu ancaman atau situasi yang terasa menekan. Individu

yang menemukan atau mengalami kondisi kemalangan terlalu berat.

Penampakan (outcomes) dari seorang individu yang berada dalam situasi

ini berpotensi mengalami depresi dan dalam kondisi yang ekstrim dapay

mengakibatkan individu bunuh diri.

b. Survival (bertahan)

Pada tahapan ini ketika seorang individu tidak bisa mendapatkan atau

mengembalikan fungsi psikologis dan emosi yang positif ketika

menghadapi tekanan. pengalaman yang menekan ini dapat menciptakan

individu gagal untuk berperilaku secara normal (recovery), dan

berkurangnya respek. Individu yang berasa pada situasi ini mengalami

perasaan, perilaku, dan kognitif negatif berkepanjangan seperti, tidak ingin

bersosialisasi, berkurangnya kepuasan kerja, dan menyebabkan depresi.

c. Recovery (pemulihan)
22

Merupakan kondisi individu yang dapat pulih kembali (bounce back)

dalam fungsi psikologis, emosi yang normal, serta dapat menyesuaikan diri

dengan kondisi tertekan, meskipun masih menimbulkan efek yang negatif.

Individu melakukan aktivitasnya kembali seperti biasanya secara langsung

menjelaskan bahwa individu tersebut memiliki sikap resiliensi.

d. Thriving (berkembang pesat)

Pada kondisi ini seorang individu tidak hanya kembali pada tingkat

sebelumnya sesudah berada dalam situasi yang tertekan, tetapi individu

dapat melewati tingkat beberapa respek. Pengalaman dalam menghadapi

dan melewati tekanan dan tantangan yang akan menimbulkan kemampuan

baru individu segingga menjadi lebih baik. Hal ini termanifetasi dalam

perilaku, emosi, dan kognitif seperti sense of purpose of in life, kejelasan

visi, lebih menghargai kehidupan serta keinginan dalam interaksi sosial yg

positif.

Menurut Reivich dan Shatte (2002) mengungkapkan resiliensi terdiri dari

empat tahapan yaitu antara lain :

a. Overcoming (proses mengatasi)

b. Streering tought (melalui sistem pengendalian)

c. Boucingback

d. Reaching out (proses penjangkauan)

2.3 Penelitian Terdahulu Mengenai Resiliensi Terhadap Stres Kerja

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu Mengenai Resiliensi Terhadap Stres


Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

Ghandi P, et al A Study on the Relationship Hasil penelitian menunjukkan bahwa

(2017) between Resilience and resiliensi berpengaruh langsung


23

Turnover Intention: With an terhadap stres bekerja. Dan hasil

Emphasis on the Mediating penelitian menunjukkan bahwa

Roles of Job Satisfaction and terdaoat hubungan antara resiliensi dan

Job Stres turnover yang dimediasi oleh stres

kerja.

Agata McCormac, The Effect of Resilience and Job Pada penelitian ini ditemukan bahwa

et al (2018) Stres on Information Security individu resiliensi yang tinggi akan

Awareness", Information dan menyebabkan tingkat stres kerja yang

Computer Security lebih rendah dan memiliki ISA yang

lebih baik.

Bushara Bano, Job Stres among Police Hasil penelitian ini menyebutkan

(2011) Personnel bahwa penyebab utama stres pada

polisi adalah tekanan politik,

kurangnya waktu untuk keluarga, citra

publik yang negatif dan gaji yang

rendah. Secara empiris tingkat stres

pada lingkungan polisis memiliki

hubungan dengan usia, tingkat

pendidikan, dan pengalaman kerja

dibidangnya.

Waters and Police stres: history, Hasil penelitian ini menyatakan bahwa

Ussery, (2007) contributing factors, symptoms, citra seorang polisi adalah berorientasi

and interventions pada Tindakan, pemecahan masalah

dan dapat mengendalikan emosi.

Seorang polisi harus kuat, tangguh dan

sabar dan tentu saja tidak mudah

terpengaruh oleh perilaku kekerasan

atau kejahatan yang sering ditemui

setiap harinya. Perasaan emosional


24

tersebut dapat dikontrol dengan

menekan emosi itu sendiri.

Wanda Irawan Hubungan Antara Job demands Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Anwarsyah, dkk., Dengan Workplace Well-being pekerja shift memiliki kecenderungan

(2012) Pada Pekerja Shift memilih respon hampir tidak pernah

atau jarang yang mengindikasikan

bahwa nilai job demands pekerja

tergolong rendah.

Maharani dan Resiliensi Dan Hubungannya Terdapat hubungan yang signifikan

Panjaitan, (2019) Dengan Tingkat Stres Orang Tua resiliensi dan tingkat stres orang tua

Yang Memiliki Anak yang memiliki anak penyandang

Penyandang Autism Spectrum Autism Spectrum Disorder, kedua

Disorder variabel berkorelasi dengan tingkat

hubungan yang kuat dan negatif

Septiani dan Hubungan Antara Resiliensi Terdapat hubungan signifikan yang

Fitria, (2016) Dengan Stres Pada Mahasiswa negatif antara setiap dimensi resiliensi

Sekolah Tinggi Kedinasan dan setiap dimensi stress. ndividu yang

resiliensi akan memiliki stress yang

lebih rendah. Sebaliknya, individu

yang menunjukkan angka stress yang

tinggi adalah individu yang cenderung

kurang resilien.

Purwanto dan Resiliensi Dan Beban Kerja Terdapat pengaruh resiliensi dan beban

Sahrah, (2020) Terhadap Stress Kerja Pada kerja terhadap stress kerja pada Polisi

Polisi Lalu Lintas Lalu Lintas. persepsi terhadap beban

kerja dan resiliensi untuk memprediksi

stress kerja pada Polisi Lalu Lintas

adalah sebesar 53,4% sedangkan


25

sisanya 46,6% dipengaruhi oleh faktor

lain yang tidak diteliti dalam penelitian

ini seperti faktor. ekonomi, politik,

teknologi, masalah keluarga, faktor

perubahan sosial dan dukungan

keluarga.

Misasi (2019) Faktor – faktor yang Resiliensi dipengaruhi oleh faktor

mempengaruhi resiliensi internal dan eksternal. Faktor internal

yang mempengaruhi resiliensi antara

lain spritualitas, selfefficacy,

optimisme, self esteem, sedangkan

faktor ekstrenal yang mempengaruhi

resiliensi adalah dukungan social.

2.4 Fenomena Hubungan Resiliensi terhadap Stres Kerja pada Anggota

Reserse Kriminal Khusus

Menurut keye dan Pidgeon (2013) resiliensi diartikan sebagai sebuah

kemampuan seseorang dalam mempertahankan stabilitas psikologis terhadap stres.

Seseorang memiliki tingkat resiliensi yang akan menentukan apakah individu tersebut

akan berhasil atau tidak melewati tekanan, di tandai dengan beberapa ciri diantaranya

kemampuan dalam menghadapi kesulitan, tangguh dalam menghadapi stres, mampu

bangkit dari trauma yang dialami (Rahmawati et al.,2019). Resiliensi memiliki

hubungan yang erat terhadap stres, keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan. Resiliensi hanya dapat di temukan ketika seseorang mengalami

tekanan, sementara kondisi tersebut dapat menimbulkan stres, dan manajemen stres

yang mengarah pada adaptasi yang positif yaitu resiliensi (Misasi, 2019).
26

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ghandi P et al (2017) menunjukkan

bahwa resiliensi berpengaruh langsung terhadap stres bekerja. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara resiliensi dan turnover yang

dimediasi oleh stres kerja. Didukung oleh penelitian (McCormac et al., 2018) yang

menemukan bahwa individu resiliensi yang tinggi akan menyebabkan tingkat stres

kerja yang lebih rendah dan memiliki ISA yang lebih baik. Menurut Bushara Bano

(2011) penyebab utama stres pada polisi adalah tekanan politik, kurangnya waktu

untuk keluarga, citra publik yang negatif dan gaji yang rendah. Secara empiris tingkat

stres pada lingkungan polisis memiliki hubungan dengan usia, tingkat pendidikan,

dan pengalaman kerja dibidangnya.

Menurut catatan Indonesia Police Watch (IPW) Ketua Presidium Indonesia

Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai kasus polisi bunuh diri berpotensi tinggi di

tahun 2018, meski angka polisi bunuh diri pada 2017 turun lebih dari 50 persen

dibandingkan 2016. Menurutnya, ada dua fenomena yang patut dicermati. Pertama,

sebagian besar polisi yang bunuh diri melakukan aksinya dengan cara menembak

kepalanya sendiri dan hanya satu yang gantung diri. Pada tahun 2018 terjadi kasus

bunuh diri yang dilakukan oleh polisi dengan cara menembak kepalanya sendiri,

diduga penyebabnya aalah beratnya beban dan tekanan yang dihadapi, terdapat dua

kasus di antaranya dilakukan anggota Brimob karena persoalan yang sangat sepele

yakni karena stres dijadikan saksi dan Ipda Sasmidias di Palu diduga karena terlalu

lama bertugas di daerah konflik karena pada tahun 2018 beban kerja anggota Polri

cukup berat, terutama dalam menjaga keamanan Pilkada Serentak di berbagai daerah.

Hal ini kerap menjadi tekanan tersendiri bagi anggota Polri dalam menjalankan tugas
27

profesionalnya dan ini pula yang kerap menjadi penyebab utama kasus polisi bunuh

diri dari tahun ke tahun (Republika.co.id).

Tugas sebagai seorang anggota Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus)

Polda Metro Jaya sangat rentan terhadap stres karena memiliki resiko dan beban kerja

yang berat. Stres kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang menciptakan

adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis yang memengaruhi emosi, proses berpikir

dan kondisi individu di lingkungan kerja, dimana pada penelitian yang dilakukan oleh

Hafna dan Aprilia (2018) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif dan

signifikan antara locus of control internal dan stres kerja pada anggota Kepolisian

khususnya yang bertugas di Reserse kriminal Khusus.

Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Daerah, sesuai

dengan pasal 10 huruf d dalam Peraturan Kapolri Nomor 22 Tahun 2010 dimana

unsur pelaksana tugas pokok yang berada di Daerah di pimpin oleh Kapolda, dengan

dibantu oleh beberapa Direktorat yang didalamnya terdapat Direktorat Kriminal

Khusus yang dipimpin oleh Direktur dengan pangkat Komisaris Besar Polisi

(Kombes Pol)/Eselon II-B, bertugas menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan

tindak pidana khusus, koordinasi, pengawasan operasional, dan administrasi

penyidikan PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun

tugas Dir Reskrimsus Polda Metro Jaya yang dikutip dari

(https://reskrimsus.metro.polri.go.id) yang bertanggung jawab kepada Kapolda Metro

Jaya dengan pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Waka Polda Metro Jaya.
28

Dari fenomena di atas ditemukan bahwa tingkat resiliensi memiliki hubungan

negatif terhadap stres kerja, dimana semakin tinggi tingkat resiliensi seseorang maka

tingkat stres kerja semakin rendah.

2.5 Kerangka Pikiran

Resiliensi Stres Kerja


(Campbell dan Stein, 2007) (Robbins dan Judge, 2017)

 Hardiness  Fisiologis
 Persistence  Psikologis
 Perilaku

Gambar 2. 1 Kerangka Teori Penelitian

Secara umum resiliensi dipahami sebagai kemampuan untuk tetap bangkit

kembali melanjutkan kehidupan yang sudah porak poranda sebagai akibat dari

hebatnya kesulitan yang dialami. Resiliensi dipahami sebagai kemampuan untuk

bangkit kembali dari tantangan yang dapat timbul dalam hidup (Connor dan

Davidson, 2003). Dalam konteks bencana, resiliensi berarti kapasitas atau

kemampuan untuk menghadapi atau bangkit dari tekanan (Keim, 2008). Menurut

Connor dan Davidson (2003) terdapat lima dimensi resiliensi yaitu Personal

competence; high standar and tenacity, Trust in one’s instincts; tolerance negative

affect; strengthening effect of stress, Positive acceptance of change and secure

relationship, Control and factor dan Spiritual influences. Teori tersebut

dikembangkan oleh Campbell-Sills dan Stein (2007) dirangkum menjadi dua dimensi

resiliensi yaitu hardiness dan persistence.


29

Beberapa penelitian telah melaporkan tentang pengaruh resiliensi terhadap stres

kerja. Sebagian besar penelitian tersebut menyatakan bahwa resiliensi yang tinggi

akan menurunkan tingkat stres kerja. Setiyana (2013) mendefinisikan stres kerja

adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik

dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan mempengaruhi kondisi

karyawan. Stress dapat dipengaruhi oleh faktor internal mapun eksternal. Menurut

Robbins dan Judge (2017) dimensi stres terbagi menjadi tiga yaitu fisiologis,

psikologis dan perilaku.

2.6 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesa dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan

negatif antara resiliensi terhadap stres kerja pada Anggota Direktorat Reserse

Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif degan

jenis penelitian cause and effect. Penelitian cause and effect merupakan sebab akibat,

bila X maka Y. Penelitian ini dilakukan oleh penguji untuk menilai pengaruh

resiliensi (X) terhadap Stres bekerja yang dialami anggota Reserse Kriminal Khusus

(Dit Reskrimsus) Polda Metro Jaya (Y).

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi merupakan sebuah wilayah generalisasi yang tersusun atas objek

atau subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu sesuai dengan yang

ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anggota Reserse Kriminal Khusus di

Polda Metro Jaya. Populasi pada penelitian ini adalah anggota Direktorat Reserse

Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Jumlah total anggota Satuan tersebut adalah

400 orang.

3.2.2 Sampel

Penulis menggunakan teknik perhitungan sampel dengan Gpower, di mana

ditetapkan untuk effect size sebesar 0.3, alpha (α) sebesar 0.05 dan statistical

power sebesar 0.95. Dengan kriteria ini didapati nilai total sample size sebesar

31
32

111. Dengan demikian, minimum sampel yang harus didapatkan yaitu 111 anggota

Polri Satuan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.

3.2.3 Teknik sampling

Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan non

probability sampling berupa convenience sampling, yaitu suatu metode penentuan

sampel dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu

tempat sesuai dengan konteks penelitian. Subjek yang akan diberikan kuesioner

sebagai responden yaitu Anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda

Metro Jaya (Notoatmodjo, 2010).

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan sebuah atribut seseorang atau obyek, yang

memiliki variasi antara satu orang dengan orang lain atau satu obyek dengan obyek

lain (Sugiyono, 2014). Variabel merupakan atribut dalam bidang keilmuan yang

kemudian di sebut dengan variabel dikarenakan bervariasi. Adapun variabel yang

terdapat dalam penelitian yaitu :

3.3.1 Variabel X

Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah Resiliensi Anggota

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.

3.3.2 Variabel Y

Adapun variabel variabel terikat yang digunakan adalah Stres bekerja yang

dialami anggota Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Metro Jaya.

3.4 Teknik Pengambilan Data


33

Teknik pengambilan data yang digunakan adalah menggunakan kuesioner atau

angket yang diberikan secara online kepada responden. Menurut Sugiyono (2014),

kuesioner merupakan teknik pengambilan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner

cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang

luas. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kuesioner tertutup

yang disebarkan kepada responden secara online. Kuesioner tertutup merupakan

kuesioner yang penelitinya telah menyediakan pilihan jawaban (Sangadji dan Sopiah,

2010).

Dalam penelitian ini akan disajikan pernyataan dengan lima poin skala likert.

Skor yang diberikan yaitu dalam skala 1 sampai 5 dengan rincian sebagai berikut :

• Skor 1 = Jika anda merasa Sangat Tidak Sesuai (STS)

• Skor 2 = Jika anda merasa Tidak Sesuai (TS)

• Skor 3 = Jika anda merasa Ragu – Ragu (RR)

• Skor 4 = Jika anda merasa Sesuai (S)

• Skor 5 = Jika anda merasa Sangat Sesuai (SS)

3.5 Alat Ukur Penelitian

Skala pengukuran menurut Sugiyono (2011) merupakan kesepakatan yang

digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada

dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan

menghasilkan data kuantitatif. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan kuesioner CD-RISC 20, yang dikonstruk dari Connor-Davidson (2003)

dan dikembangkan oleh Campbell-Stein, (2007).


34

Dimensi stres kerja pada Anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda

Metro Jaya yang meliputi gejala fisiologis, gejala psikologis dan gejala perilaku

menggunakan alat ukur Depression Anxiety Stress Scales (DAAS 30) yang di

adaptasi dari Robbins dan Judge (2017) terdiri dari 30 item. Untuk pernyataan

Favourable mempunyai nilai 4 – 1. Nilai 4 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai 3

untuk jawaban Sesuai (S), nilai 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan nilai 1 untuk

jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk pernyataan Unfavourable mempunyai

nilai 1 – 4. Nilai 1 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai 2 untuk jawaban Sesuai

(S), nilai 3 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan nilai 4 untuk jawaban Sangat Tidak

Sesuai (STS).

3.5.1 Blue Print Alat Ukur

Tabel 3. 1 Blue Print Kuesioner Resiliensi (Campbell-Stein, 2007)


Butir
Dimensi Jumlah
Fav Unfav
Hardiness 1,2,11,13,14,15,19,20 5,10 10
Persistence 3,4,6,7,8,9,16,17,18 12 10
Total 17 3 20

Tabel 3. 2 Blue Print Kuesioner Stres Kerja (Robbins dan Judge, 2017)
Dimensi Jumlah item Jumlah
Fav/Unfav
Fisiologis 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 10
Psikologis 11,12,13,14,15,16,17,18,19,20 10
Perilaku 21,22,23,24,25,26,27,28,29,30 10
Total 30 30

3.6 Teknik Pengujian Alat Ukur

3.6.1 Uji Validitas


35

Prinsip validitas penelitian menggunakan instrument yang andal dalam

proses pengumpulan data. Hal yang harus dilakukan saat melakukan pengujian

validitas adalah instrument isi, cara dan sasaran harus relevan (Nursalam, 2015).

Uji validitas merupakan nilai relevansi atau ketepatan hasil alat ukur sebagai

penilaian terhadap fungsi alat ukur tersebut. Tingginya validitas sebuah alat ukur

akan dinilai apabila nilai yang dihasilkan sesuai dengan tujuan peneliti.

Sebaliknya, jika alat ukur tersebut memiliki validitas rendah, maka relevansi

hasilnya terhadap tujuan dari pengukuran juga rendah (Azwar, 2010).

Pengujian validitas tiap butir kuesioner pada program SPSS untuk

menganalisis data statistik. Angka korelasi yang diperoleh dengan melihat tanda

bintang (*) pada hasil skor total atau membandingkan dengan angka bebas korelasi

nilai r yang menunjukkan valid. Kriteria peniliaian uji validitas yaitu apabila nilai r

hitung > r tabel, maka kuesioner tersebut dinyatakan valid. Sebaliknya, apabila

nilai r hitung < r tabel, maka kuesioner tersebut dianggap tidak valid (Azwar,

2010).

3.6.2 Uji Reliabilitas

Realibilitas merupakan sebuah penilaian terhadap kepercayaan atau

konsistensi dari alat ukur, dan bermakna ketepatan pengukuran. Pengukuran

dikatakan realibilitas rendah tidak dapat menghasilkan nilai ukur yang dapat

dipercaya. Perbedaan nilai yang muncul bukanlah diakibatkan oleh perbedaan nilai

sebenarnya, namun lebih kepada akibat kesalahan pengukuran dari alat tersebut.

Nilai yang tidak reliable itu akan tergambar dalam inkonsistensi hasil yang

dikeluarkan (Azwar, 2010).


36

Reliabilitas diuji dengan melihat koefisien alpha-cronbach dalam uji

reliability scale SPSS 24.0. Koefisien reliabilitas direkomendasikan diatas 0,6.

Nilai alpha > 0,60 artinya reliabilitas tinggi, kemudian disimpulkan seluruh item

reliable.

3.7 Uji Asumsi Klasik

3.7.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan guna menguji normalitas sebaran dari data.

Sehingga nanti dapat menentukan apakah selanjutnya menggunakan uji yang

bersifat parametrik atau non parametrik (Siregar, 2015). Metode Kolmogrov-

Smirnov adalah sebuah metode untuk menguji normalitas sebaran data. Prinsip

kerja dari metode Kolmogrov-Smirnov adalah membandingkan frekuensi

kumulatif distribusi teoritik dengan frekuensi kumulatif ditribusi empirik (Siregar,

2015). Analisa dari hasil uji normalitas menggunakan aplikasi SPSS pengujian

sebagai berikut: Kriteria pengujian Kolmogrov-Smirnov adalah populasi > 50,

kemudian diambil berdasarkan nilai probabilitas, jika nilai probabilitas (sig) > 0.05

maka hipotesis diterima, yang artinya berditribusi normal.

3.7.2 Uji Linear

Uji linier bertujuan menilai ketepatan spesifikasi model yang digunakan

dalam penelitian. Pada penelitian ini, uji tersebut akan menggunakan aplikasi

SPSS 24.0. Adapun kesimpulan uji berbentuk pernyataan suatu studi empiris

memiliki hubungan yang berbentuk linear, kuadrat, atau kubik. Hubungan yang

baik antar variabel akan menunjukan bentuk linier, hal ini digambarkan dengan

nilai probabilitas yang > 0,05. Sehingga variabel X1 dan varibel X2 dapat
37

dinyatakan memiliki hubungan yang linear. Namun sebaliknya jika nilai

probabilitasnya berada <0,05, maka hubungan antara variabel X1 dan X2

dinyatakan tidak linier (Siregar, 2015).

3.8 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode regresi

linear sederrhana. Menurut Sugiyono (2013), uji regresi linear sederhana adalah

pengujian terhadap data yang mana terdiri dari dua variabel, yaitu variabel

independen dan satu variabe dependen, dimana variabel tersebut bersifat kausal

(berpengaruh). Persamaan dari regresi linear sederhana adalah:


Y=α+(βX)+e
Keterangan :
Y = Stres kerja
e = error term
α = Konstanta
β = Koefisien Regresi
X = Resiliensi

3.9 Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear

sederhana untuk membuktikan dugaan jika ada pengaruh kuat variable bebas

(resilensi) dengan variable terikat (stres). Uji regresi sederhana digunakan untuk

mengukur seberapa 1 (satu) variabel independen (resiliensi) dapat membuat prediksi

terhadap 1 (satu) variabel dependen (stres kerja). Pada penelitian kali ini peneliti

menguji seberapa besar pengaruh resiliensi terhadap stres kerja. Bentuk persamaan

pada regresi linear sederhana disajikan sebagai berikut :


Y=α+(βX)
Keterangan :
Y = Stres kerja
α = Konstanta
β = Koefisien Regresi
X = Resiliensi
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Responden

Penelitian ini menggunakan responden yang merupakan Anggota Direktorat


Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Kuesioner diberikan secara online
melalui google form, dengan jumlah responden sebanyak 120 orang untuk
mengetahui pendapat responden yang berkaitan dengan pengaruh resiliensi terhadap
stress kerja.
4.2.1 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada responden

didapatkan karakterisktik responden berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat pada

Tabel 4.1

Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden

Frekuensi Persentase (%)

Laki-Laki 88 73.3

Perempuan 32 26.7

Total 120 100

Pada tabel dilaporkan bahwa mayoritas responden adalah berjenis kelamin laki-

laki dengan persentase 73.3% sedangkan persentase terkecil adalah perempuan

dengan persentasi 26.7%. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa

sebagian besar anggota Anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro

Jaya adalah laki-laki.

38
39

4.2.2 Data Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada responden

didapatkan karakterisktik responden berdasarkan jenis usia yang dibagi dengan

kategori usia 20-25 tahun, 26-30 tahun, 31-35 tahun, 36-40 tahun, dan 40-50 tahun,

dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4. 2 Distribusi Frekuensi Usia Responden

Frekuensi persentase (%)

20-25 tahun 12 14.2

26-30 tahun 53 44.2

31-35 tahun 25 20.8

36-40 tahun 20 16.7

40-50 tahun 5 4.2

Total 120 100

Pada tabel dilaporkan bahwa mayoritas responden adalah usia 26-30 tahun,

dengan persentase 44.2% sedangkan persentase terkecil adalah 4.2 dengan kategori

usia 40-50 tahun.

4.2.3 Data Responden Berdasarkan Pangkat

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada responden

didapatkan karakterisktik responden berdasarkan pangkat yang dibagi dengan

kategori Brigadir, Pama dan Pamen, dapat dilihat pada Tabel 4.3
40

Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Pangkat Responden

Frekuensi Persentase (%)

Brigadir 95 79.2

Pama 13 10.8

Pamen 12 10.0

Total 120 100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini mayoritas adalah

Anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya dengan pangkat

Brigadir dengan persentase 79.2%, sedangkan pangkat lain seperti Pama dan Pamen

memiliki persentase yang lebih sedikir yaitu berturut-turut 10.8% dan 10%.

4.2 Hasil Uji Kualitas Instrumen

4.2.1 Uji Validitas

Tabel 4. 4 Validitas Variabel Total Stres Kerja

Item r – hitung Keputusan

1 0.610 VALID

2 0.590 VALID

3 0.672 VALID

4 0.699 VALID

5 0.658 VALID

6 0.614 VALID

7 0.632 VALID

8 0.654 VALID

9 0.746 VALID
41

10 0.672 VALID

11 0.682 VALID

12 0.773 VALID

13 0.795 VALID

14 0.651 VALID

15 0.792 VALID

16 0.776 VALID

17 0.817 VALID

18 0.544 VALID

19 0.624 VALID

20 0.700 VALID

21 0.757 VALID

22 0.685 VALID

23 0.677 VALID

24 0.811 VALID

25 0.702 VALID

26 0.736 VALID

27 0.797 VALID

28 0.758 VALID

29 0.786 VALID

30 0.785 VALID

Dari 30 item yang tersedia untuk mengukur variabel stres kerja, semua item

dinyatakan valid. Sehingga seluruh item tersebut diikutsertakan di dalam analisis data

yang ada dalam penelitian.


42

Tabel 4. 5 Validitas Variabel Total Resiliensi

Item r – hitung Keputusan

1 0.781 VALID

2 0.735 VALID

3 0.654 VALID

4 0.616 VALID

5 0.561 VALID

6 0.810 VALID

7 0.796 VALID

8 0.614 VALID

9 0.734 VALID

10 0.785 VALID

11 0.708 VALID

12 0.738 VALID

13 0.734 VALID

14 0.756 VALID

15 0.745 VALID

16 0.821 VALID

17 0.860 VALID

18 0.825 VALID

19 0.830 VALID

20 0.818 VALID

Dari 20 item yang tersedia untuk mengukur variabel resiliensi, semua item

dinyatakan valid. Sehingga seluruh item tersebut diikutsertakan di dalam analisis data

yang ada dalam penelitian.


43

4.2.4 Uji Reabilitas

a. Hasil Uji Reabilitas Variabel Stres Kerja

Tabel 4. 6 Validitas Variabel Stres Kerja

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.965 30

Alat yang dipergunakan untuk mengukur variabel stress kerja dinyatakan

reliabel dengan nilai Chronbach’s Alpha > 0,50 (Azwar, 2013) dengan seluruh

item dimasukan dalam penelitan. Didapatkan hasil 0.965 sehingga dapat

disimpulkan bahwa kuesioner yang digunakan untuk mengukur stress kerja item

di dalamnya reliable.

b. Hasil Uji Reabilitas Variabel Resiliensi

Tabel 4. 7 Validitas Variabel Resiliensi

Reliability Statistics

Cronbach N of Items

's Alpha

.852 20

Alat yang dipergunakan untuk mengukur variabel resiliensi dinyatakan

reliabel dengan nilai Chronbach’s Alpha > 0,50 (Azwar, 2013) dengan seluruh

item dimasukan dalam penelitan. Didapatkan hasil 0.852 sehingga dapat


44

disimpulkan bahwa kuesioner yang digunakan untuk mengukur resiliensi dengan

20 item di dalamnya reliable.

4.2.5 Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Tabel 4. 8 Uji Normalitas Data Komlogorov Smirnov

Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Total Stres Kerja .132 120 .000
Total Resiliensi .145 120 .000

Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-smirnov

karena jumlah data lebih dari 50 responden. Berdasarkan tabel di atas, dapat

dilihan bahwa nilai Sig. keduanya berada <0.05, sehingga peneliti menyimpulkan

bahwa data pada penelitian ini berdistribusi tidak normal.

b. Uji Hipotesis

Tabel 4. 9 Uji Korelasi Spearman Stres Kerja dan Resiliensi

Total Resiliensi Total Stres Kerja


Spearman's Total_resiliensi Correlation
1.000 -.331**
rho Coefficient
Sig. (2-
. .000
tailed)
N 120 120
Total_Stres kerja Correlation
-.331** 1.000
Coefficient
Sig. (2-
.000 .
tailed)
N 120 120
45

Uji korelasi yang digunakan adalah uji spearman correlation sebagai

alternatif dari uji korelasi pearson karena data dalam penelitian ini data tidak

berdistribusi normal. Dari hasil uji didapatkan nilai korelasi bersifat negatif yaitu -

0.331 sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin seseorang memiliki resiliensi

maka stress kerja akan berkurang dan sebaliknya. Nilai P yang didapat adalah

0.000 (<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua variabel memiliki korelasi

yang signifikan.

Tabel 4. 10 Matriks Korelasi Stres Kerja dan Resiliensi

Correlations

Stres Kerja (Y)


Resiliensi (X)
Fisiologis Psikologis Perilaku

Hardiness -0.247** -0.430** -0.247**

Persistence -0.208* -0.293** -0.235**

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Berdasarkan hasil pada tabel di atas, uji matriks korelasi antara resiliensi dan

stress kerja ditemukan bahwa nilai koefisien korelasi tertinggi ada pada hubungan

dari psikologis baik dengan hardiness maupun persistence. Seluruh nilai korelasi

memiliki nilai negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa resiliensi berhubungan

negatif pula dengan stress kerja seseorang dan berhubungan terbalik. Seluruh

dimensi dinilai memiliki korelasi yang signifikan.

Diantara dimensi yang diteliti, nilai koefisien korelasi antara hardiness dan

psikologis dengan nilai -0.430 dan dengan signifikansi yang kuat. Hal ini

menunjukan bahwa diantara masing-masing dimensi, dua dimensi ini lah yang
46

saling berhubungan. Selain hubungan antara dua dimensi tadi, hardiness juga

dengan ke tiga dimensi dari stress kerja. Sementara persistence, juga berhubungan

dengan stress kerja melalui fisiologis, psikologis dan perilaku, masing dengan

nilai koefisien -0.208, -0.293 dan -0.235 dengan signifikansi yang kuat.

Sedangkan satu aspek lain tidak memiliki signifikansi yang kuat.

4.3 Pembahasan

Pada penelitian ini dilakukan pada anggota Anggota Direktorat Reserse

Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Adapun responden yang digunakan dalam

penelitian ini adalah 120 orang, dengan kategori laki-laki (73.3%), dengan usia

terbanyak yaitu berkisar antara 26-30 tahun (44.2%), dan pangkat yang mayoritas

adalah Brigadir (79.2%).

Hipotesis pertama yaitu terdapat pengaruh yang signifikan negatif antara

resiliensi terhadap stres kerja pada Anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus

Polda Metro Jaya. Pada pengujian uji hipotesis terlihat hasil uji regresi resiliensi

terhadap stress kerja yang menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi -0.331,

sehingga pengaruh resiliensi terhadap stress kerja bersifat negatif yang artinya

seseorang yang memiliki resiliensi maka stress kerja akan berkurang dan sebaliknya

ketika seseorang tidak memiliki resiliensi maka stres kerja akan meningkat. Pada

pengujian regresi linear dilaporkan nilai 0.00 (P< 0.05) yang artinya pengaruh antara

resiliensi dan stress kerja terdapat hubungan yang signifikan dan Ha diterima.

Pada hasil uji korelasi tiap dimensi antar variabel dalam penelitian

menunjukkan bahwa korelasi tertinggi adalah antara Hardiness dan psikologis dengan
47

nilai -0.430 dan dengan signifikansi yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa dalam

penelitian ini rata-rata subjek tergolong dalam hardiness yaitu dapat mengatasi

perubahan yang terjadi secara tidak terduga baik itu stres, sakit atau penderitaan,

tekanan maupun adanya perasaan yang tidak menyenangkan dalam diri individu, serta

memiliki pengendalian diri yang tinggi, kemandirian, keterampilan dalam

memecahkan persoalan, simpati, komitmen dalam kerja, dan memiliki hubungan

yang baik dengan orang-orang disekelilingnya. Dan secara langsung dimensi stress

yaitu psikologis akan menurun dimana individu yang merasa tidak puas terhadap

pekerjaannya, cepat marah, mudah lupa, kurang bersemangat dalam bekerja, tidak

percaya diri akan berkurang signifikan.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwanto dan Sarah (2020)

yang melaporkan bahwa terdapat hubungan negatif antara resiliensi dan stress kerja.

Berdasarkan temuan dari subjek penelitian selalu merasa siap dalam menghadapi

masalah/ kondisi tekanan, dan cenderung berusaha daripada menghindar, melihat

tantangan sebagai peluang untuk belajar, selalu memiliki ide dalam menyelesaikan

masalah dalam pekerjaan, memiliki empati dan simpati terhadap teman sejawat,

namun terkadang pesimis dengan kemampuan diri sendiri serta menganggap

persoalan dan masalah yang dihadapi merupakan pengalaman yang berharga

(Purwanto dan Sarah, 2020).

Tugas Anggota Direktorat Reserse dalam menjalankan tugasnya dilapangan

tentu sering mengadapi situasi- siatuasi yang sulit maupun menekan, sedangkan

sebuah tekanan tersebut dalam memunculkan stress pekerjaan, sehingga anggota yang

dapat menghadapi/beradaptasi dengan baik terhadap situasi sulit tersebut maka dapat
48

meminalisir terjadinya stress. Anggota yang tidak dapat menerima kesulitan yang

dihadapi akan mudah mendapatkan kekecewaan serta pengalaman yang tidak

menyenangkan dalam hidupnya (Mir’atannisa et al., 2019). Tanpa adanya resilensi

individu tidak akan memiliki keberanian, ketekunan, rasionalitas dan insight.

Resiliensi sangat diperlukan individu agar dapat merespon masalah ataupun tekanan

yang dihadapinya dengan positif dan dapat bertahan dalam kesuliitan, dan mampu

bangkit kembali (Desmita, 2017).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan

terdapat pengaruh yang negatif dan singnifikan antara resiliensi dan stress kerja

pada anggota Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Metro Jaya

yang artinya semakin seseorang memiliki resiliensi maka stress kerja akan

menurun, dan sebaliknya ketika seseorang memiliki resiliensi yang rendah

maka stress kerja akan meningkat.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran yang penulis berikan guna

pengembangan penelitian ini selanjutnya, adapaun saran sebagai berikut :

1. Bagi Instansi Terkait

a. Instansi terkait yaitu Polda Metro Jaya dapat memberikan workshop

maupun seminar yang dapat mendukung peningkatan resiliensi khususnya

pada anggota reserse kriminasi khusus (DIt Reskrimsus) guna mengcegah

terjadinya stress kerja dan meningkatkan kualitas kerja.

2. Bagi anggota terkait

Khusunya anggota Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Metro

Jaya untuk dapat meningkatkan sikap resiliensi diri dengan memanfaatkan

teknologi saat ini seperti internet dan buku maupun artikel ilmiah.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

38
39

Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk mengembangkan dan menggali

pengaruh resiliensi dan tingkat stress yang dihadapi dalam anggota Reserse

Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Metro Jaya.


DAFTAR PUSTAKA

Adegbile, Abiodun dan Sarpong, David dan Meissner, Dirk. (2016). Strategic
Foresight for Innovation Management: A Review and Research Agenda.
International Journal of Innovation and Technology Management. 14.
10.1142/S0219877017500195.
Andersen, J. P., Papazoglou, K., Koskelainen, M., Nyman, M., Gustafsberg, H., dan
Arnetz, B. B. (2015). Applying Resilience Promotion Training Among Special
Forces Police Officers. SAGE Open, 5(2), 1–8.
https://doi.org/10.1177/2158244015590446
Apriawal, Jabbal. 2012. Resiliensi Pada Karyawan yang Mengalami Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK). Emphaty 1. (1.).
Azwar, Saifuddin. 2010. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bano Bushara.(2011). Job Stress among Police Personnel. 2011 International
Conference on Economics and Finance Research IPEDR vol.4 (2011) © (2011)
IACSIT Press, Singapore
Campbell-Sills L, Stein MB. (2007).Psychometric analysis and refinement of the
Connor-davidson Resilience Scale (CD-RISC): Validation of a 10-item
measure of resilience. J Trauma Stress. Dec;20(6):1019-28. doi:
10.1002/jts.20271. PMID: 18157881.
Chopko, Brian dan Palmieri, Patrick dan Adams, Richard. (2017). Relationships
Among Traumatic Experiences, PTSD, and Posttraumatic Growth for Police
Officers: A Path Analysis. Psychological Trauma: Theory, Research, Practice,
and Policy. 10. 10.1037/tra0000261.
Connor, K. M., dan Davidson, J. R. (2003). Development of a new resilience scale:
The Connor‐Davidson resilience scale (CD‐RISC). Depression and anxiety,
18(2), 76-82. http://doi.org/ 10.1002/da.10113
Coulson, R. (2006). Resilience and Self-Talk in University Student. Thesis Uiversity
of Calgary
Desmita. 2017. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

38
39

Dodik. S. S Andy Arciana dan Astuti Kamsih. 2012. Hubungan Antara Kepribadian
Hardiness Dengan Stres Kerja Pada Anggota Polri Bagian Operasional Di
Polresta Yogyakarta. Insight Volume 10, Nomor 1, Februari 2012
Donsu, Jenita DT. (2017). Psikologi Keperawatan.Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Fatmasari, A. D. (2015). Hubungan resiliensi dengan stres kerja anggota Polisi Polres
Sumenep. Universitas Maulana Ibrahim Malang.
Felisiani, T. (2015). Polisi bunuh diri karena stres, 80 persen Reserse dan Anggota
Lalu Lintas. Tribun News
Fernanda Rojas, L. (2015). Factors affecting academic resilience in middle school
students : A case study. Gist Education And Learningresearch Journal. ISSN
1692-5777.
Ghandi Parastoo , Elahe Hejazi , Nahid Ghandi. (2017). A Study on the Relationship
between Resilience and Turnover Intention: With an Emphasis on the
Mediating Roles of Job Satisfaction and Job Stress. Bulletin de la Société
Royale des Sciences de Liège, Vol. 86, special issue, 2017, p. 189 - 200
Grotberg, E. H. (Ed.). (2003). Resilience for today: Gaining strength from
adversity. Praeger Publishers/Greenwood Publishing Group.
Hafna Layyina dan Aprilia Eka Dian . 2018. Locus Of Control Internal Dan Stres
Kerja Pada Polisi Reserse Kriminal Polda Aceh. Jurnal Psikologi. Vol 14, No 2
http://dx.doi.org/10.24014/jp.v14i2.5861.
Handoko, T. Hani. 2008. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Liberty:
Yogyakarta
Hasibuan, SP. Melayu. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Herrman, H. (2011). What is Resilience? The Canadian Journal of Psychiatry, 258 -
265.
http://www.kejahatan.go.id tahun 2019 diakses tanggal 1 Agustus 2021
https://reskrimsus.metro.polri.go.id (diakses 1 Agustus 2021).
Iacoviello, B. M., dan Charney, D. S. (2014). Psychosocial facets of resilience:
implications for preventing posttrauma psychopathology, treating trauma
survivors, and enhancing community resilience. European journal of
40

psychotraumatology, 5, 10.3402/ejpt.v5.23970.
https://doi.org/10.3402/ejpt.v5.23970
Isaacson, R. L. (2002). Unsolved Mysteries: The Hippocampus. Behavioral and
Cognitive Neuroscience Reviews, 1(2), 87–
107.doi:10.1177/1534582302001002001 
Keye, D. M., dan Pidgeon, M. A. (2013). An investigation of the relationship
between resilience, mindfulness, and academic self-effficacy. Journal of Social
Sciences, 1 (6), 1-4.
Lambert, E. G., Qureshi, H., Frank, J., Klahm, C., dan Smith, B. (2017). Job Stress,
Job Involvement, Job Satisfaction, andOrganizational Commitment and Their
Associations with Job Burnout Among Indian Police Officers: a Research Note.
Journal of Police and Criminal Psychology, 33(3), 85–99.
https://doi.org/10.1007/s11896-017-9236-y
th
Luthans, Fred. 2010. Organizational Behavior, “An Evidence-Based Approach”. 12
edition. McGraw Hill. New York
Maharani, A.P. and Panjaitan, R.U. 2019. Resiliensi Dan Hubungannya Dengan
Tingkat Stres Orang Tua Yang Memiliki Anak Penyandang Autism Spectrum
Disorder. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa. 2, 1 (May 2019), 47–54.
DOI:https://doi.org/10.32584/jikj.v2i1.295.
Mangkunegara, A.A (2013) Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Kesebelas,
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
McCormac, Agata dan Calic, Dragana dan Parsons, Kathryn dan Butavicius, Marcus
dan Pattinson, Malcolm dan Lillie, Meredith. (2018). The Effect of Resilience
and Job Stress on Information Security Awareness. Information and Computer
Security. 26. 00-00. 10.1108/ICS-03-2018-0032.
Mir’atannisa, Rusmana & Budiman. (2019). Kemampuan Adaptasi Positif Melalui
Resiliensi. Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research, 3
(2): pp. 70-76
Misasi Vallahutullah. 2019. Faktor – faktor yang mempengaruhi resiliensi . Prosiding
Seminar Nasional Magister Psikologi Universitas Ahmad Dahlan 08 Agustus,
2019, Hal. 433-441
41

Murphey, D., Barry, M., dan Vaughn, B. (2013). Positive mental health: Resilience.
Child Trends: Positive Mental Health Resilience, January(January), 1-6.
Nursalam. (2015). Metodologi ilmu keperawatan, edisi 4, Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Olivia, D. O. (2014). Kepribadian Hardiness Dengan Prestasi Kerja Pada Karyawan


Bank. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 2(1), 115 -.
https://doi.org/10.22219/jipt.v2i1.1774
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pidgeon, A. M., Rowe, N. F., Stapleton, P., Magyar, H. B., dan Lo, B. C. Y. (2014).
Examining characteristics of resilience among university students: An
international study. Open Journal of Social Sciences, 2, 14–22.
https://doi.org/10.4236/jss.2014.211003
Pratiwi Nani dan Nola Pritanova. 2017. Pengaruh Literasi Digital Terhadap
Psikologis Anak Dan Remaja. Semantik. Vol 6, No. 1.
Https://Doi.Org/10.22460/Semantik.V6i1
Priyoto., 2014. Teori Sikap dan Perilaku dalam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Purwanto Andi, B. dan Sarah Alimatus. 2020. Resiliensi Dan Beban Kerja Terhadap
Stress Kerja Pada Polisi Lalu Lintas. Psikostudia Jurnal Psikologi. Volume 9
No.3 | November 2020: 260-266 e-ISSN: 2657-0963 DOI:
10.30872/psikostudia
Puspitasari Dita Ayu dan Muryantinah Mulyo Handayani. 2014. Hubungan Tingkat
Self-Efficacy Guru dengan Tingkat Burnout pada Guru Sekolah Inklusif di
Surabaya. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
Rahmawati, B.D., Listiyandini, R.A., Rahmatika, R. (2019), Resiliensi Psikologis dan
Pengaruhnya terhadap Kualitas Hidup terkait Kesehatan pada Remaja di Panti
Asuhan, Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 11 (1): 21 - 30
Reivich, K., dan Shatte, A. (2002). The resilience factor: 7 essential skills for
overcoming life’s inevitable obstacle. New York: Broadway Books.
42

Retno Wulandari, S. (2021). Mengatasi Stres di Masa Pandemi Covid-19 melalui


Hipnoterapi. Edudikara: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 6(2).
https://doi.org/10.32585/edudikara.v6i2.238
Rice, V. H. (Ed.). (2011). Theories of stress and its relationship to health. In Rice, H.

V. (Eds.), Handbook of stress, coping, and health: Implications for nursing

research, theory, and practice. USA: Sage Publication, Inc.

Rizki Muhammad, Hamid Djamhur, Mayowan Yuniadi. 2016. Pengaruh Lingkungan


Kerja Terhadap Stres Kerja Karyawan (Studi Pada Karyawan Pt Pln (Persero)
Distribusi Jawa Timur Area Pelayanan Malang). Jurnal Administrasi Bisnis.
Vol. 21. No.1
Rizkiyani, D., dan Saragih, S. (2014). Stress Kerja dan Motivasi Kerja pada Petugas
Lembaga Permasyarakatan. Jurnal Manajemen Maranatha, 12(1).
https://doi.org/10.28932/jmm.v12i1.172
Robbins, P. Stephen dan Judge, Timothy A. 2017, Organizational Behaviour, Edisi
13, Jilid 1, Salemba Empat, Jakarta.
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. (2008). Perilaku Organisasi Edisi ke-12,
Jakarta: Salemba Empat.
Robbins, Stephen., 2006, Perilaku Organisasi, Edisi 10, PT. Index Kelompok
Gramedia.
Sagar, M. H., Karim, A. K. M. R., dan Nigar, N. (2015). Psychometric properties of
the Bangla version operational police stress questionnaire. Journal of the Indian
Academy of Applied Psychology, 41(2), 242–250.
Septiani Tria dan Fitria Nurindah. 2016. Hubungan Antara Resiliensi Dengan Stres
Pada Mahasiswa Sekolah Tinggi Kedinasan. Jurnal Penelitian Psikologi 2016,
Vol. 07, No. 02, 59-76
Setiyana, V.Y. (2013). Forgiveness dan Stres Kerja terhadap Perawat. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapaan Universitas Muhammadiyah, Vol. 01, No.2.
Siregar, . 2015. Metode Penelitian Kuantitaif. Jakarta: Prenadamedia Group.
Sugiyono. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan RdanD. Alfabet.
43

Triyana Marlyn, Tuti Hardjajani, Nugraha Arif Karyanta. 2014. Hubungan antara
Resiliensi dan Stres dalam Menyusun Skripsi pada Mahasiswa Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
perpustakaan.uns.ac.id
Wanda Irawan Anwarsyah. (2012). Hubungan Antara Job demands Dengan
Workplace Well-being Pada Pekerja Shift. Jurnal Psikologi Pitutur. Volume 1
No.1, Juni 2012
Waters, J.A. and Ussery, W. (2007), "Police stress: history, contributing factors,
symptoms, and interventions", Policing: An International Journal, Vol. 30 No.
2, pp. 169-188. https://doi.org/10.1108/13639510710753199
Werther JR, William B and Davis, Keith, 1996. Human Resources and Personel

th
Management, 5 edition. Mc Graw-Hill.USA

Wolin, Steven J., Sybil Wolin. 1953. The Resilient Self : How Suvivors of Troubled
Families Rise Above Adversity. New York : Villard.
Wulandari, F., dan Rizana, D. (2020). Pengaruh Job Insecurity dan Stres Kerja
Terhadap Turnover Intention dengan Ketidakpuasan Kerja sebagai Variabel
Intervening. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi
(JIMMBA), 2(3), 323-330. https://doi.org/10.32639/jimmba.v2i3.481
www.republika.co.id (diakses 1 Agustus 2021)
44

Anda mungkin juga menyukai