Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH GADAR

“ASKEB PERITONITIS”
Dosen Pembimbing : RD. Rahayu, S.Psi, M.PSi

Disusun Oleh :
Kelompok 4
1. Popy Mulia Asmara P27224018085
2. Retno Puspito Sari P27224018086
3. Risa Fawuri Nur H P27224018087
4. Septiani Rida Wardani P27224018088
5. Shalma Putri A P27224018089
6. Sherly Permatasari S P27224018090
7. Try Nurul Silvyana P27224018092
8. Veni Firdaus P27224018093
9. Yasinta Nur Jihan P27224018094

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA


JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Peritonotis”.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Ginekologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Peritonitis bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu RD. Rahayu, S.Psi, M.Psi
selaku dosen mata kuliah Ginekologi yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Klaten, 03 Juli 2020


Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...................................................................................... i

KATA PENGANTAR....................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 1
1.3 Tujuan................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3

2.1 Definisi................................................................................................ 3
2.2 Etiologi................................................................................................ 4
2.3 Manifestasi Klinis................................................................................ 6
2.4 Patofisiologi......................................................................................... 7
2.5 Pathway............................................................................................... 8
2.6 Komplikasi........................................................................................... 9
2.7 Pemeriksaan Diagnostik...................................................................... 9
2.8 Penatalaksanaan................................................................................... 10
2.9 Asuhan Kebidanan pada Peritonitis..................................................... 13

BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................... 14

BAB IV PENUTUP........................................................................................... 21

3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 21
3.2 Saran.................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peradangan merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya,
peradangan adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan,
zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada
daerah cedera atau nekrosis. Peradangan sebenarnya adalah gejala
menguntungkan dan pertahanan, yang hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan
agen-agen penyerang, penghancur jaringan nekrosis, pembentukan keadaan yang
dibutuhkan untuk perbaikan serta pemulihan. Peradangan bisa terjadi di seluruh
bagian tubuh manusia, misalnya peritonitis.
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput
organ perut (peritonieum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa
terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh
infeksi atau aseptik.Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi
bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri
yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim
pencerna aktif.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi peritonitis?
2. Apa etiologi peritonitis?
3. Bagaimana manifestasi klinis peritonitis?
4. Bagaimana patofisiologi peritonitis?
5. Apa komplikasi pada peritonitis?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada peritonitis
2

7. Bagaimana penatalaksanaan pada peritonitis?


8. Bagaimana asuhan kebidanan pada peritonitis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi peritonitis
2. Untuk mengetahui etiologi peritonitis
3. Untuk mengetahuimanifestasi klinis pada peritonitis
4. Untuk mengetahui patofisiologi peritonitis
5. Untuk mengetahui komplikasi pada peritonitis
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada peritonitis
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada peritonitis
8. Untuk mengetahui asuhan kebidanan pada peritonitis
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Peritonitis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan
pada peritoneum. Peritoneum adalah lapisan tipis dari jaringan yang melapisi
organ-organ perut dan terletak di dalam dinding perut. Peradangan ini disebabkan
oleh infeksi bakteri atau jamur pada membrane ini. Ada dua tipe peritonitis yaitu
primer dan sekunder. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
pembuluh darah dan pembuluh limfe ke peritoneum. Penyebab peritonitis primer
yang paling umum adalah penyakit hati. Peritonitis sekunder adalah tipe
peritonitis yang lebih umum. Hal ini terjadi ketika infeksi yang berasal dari
saluran pencernaan atau saluran empedu menyebar ke dalam peritoneum.
Peritonitis juga dapat bersifat akut atau kronis. Peritonitis akut adalah peradangan
yang tiba-tiba pada peritoneum sedangkan peritonitis kronis adalah peradangan
yang berlangsung sejak lama pada peritoneum. Peritonitis adalah keadaan darurat
yang mengancam jiwa karena memerlukan perawatan medis secepatnya. Infeksi
menghentikan pergerakan usus yang normal (peristaltik). Tubuh segera
mengalami dehidrasi, dan zat-zat kimia penting yang disebut elektrolit dapat
menjadi sangat terganggu. Seseorang yang menderita peritonitis dan tidak dirawat
dapat meninggal dalam beberapa hari.
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau
sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal
oleh bakteri atau kimia. Primer tidak berhubungan dengan gangguan usus dasar
(contoh: sirosis dengan asites, system urinarius); sekunder inflamasi dari saluran
GI, ovarium/uterus, cedera traumatic atau kontaminasi bedah (Doenges, 1999).
Peritonitis adalah inflamasi peritonium yang bias terjadi akibat infeksi bacterial
atau reaksi kimiawi (Brooker, 2001). Peritonitis adalah infeksiseius atau
peradangan dari sebagian atau seluruh peritonium, penutup dari saluran usus
(Griffith, 1994)
4

2.2 Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan didalam abdomen berupa
inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak
lambung, perforasitifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena
perforasi organ berongga karena trauma abdomen.
1. Bakterial, misalnya Bacteroides, E.Coli, Streptococus,Pneumococus, proteus,
kelompok Enterobacter-Klebsiella, Mycobacterium Tuberculosa.
Misalnya peradangan dinding peritonium yang terjadi bila benda asing
termasuk bakteri atau isi gastrointestinal.
2. Kimiawi, yaitu pada getah lambung,dan pankreas, empedu,darah, urin, benda
asing (talk, tepung).
Misalnya, robek atau perforasi dari organ mana saja diperut, seperti
apendiksitis, tukak peptik, atau divetikulum yang terinveksi atau kandung
kemih. Juga luka pada dinding perut, seperti karena pisau atau luka karena
tembak, atau dapat pula karena penyakit radang panggul atau robeknya
kehamilan ektopi
Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk:
1. Peritonitis primer (Spontaneus)
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari
rongga peritoneum. Penyebab paling sering dari peritonitis primer
adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis.
Kira-kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan
berkembang menjadi peritonitis bakterial.
2. Peritonitis sekunder
Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis,
perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering
kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi usus
halus (Brian,2011).
5

Berikut penyebab peritonitis sekunder


Regio Asal Penyebab
Boerhaave syndrome
Malignancy
Esophagus
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic*
Peptic ulcer perforation
Malignancy (eg, adenocarcinoma, lymphoma, gastrointestinal
Stomach stromal tumor)
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic*
Peptic ulcer perforation
Duodenum Trauma (blunt and penetrating)
Iatrogenic*
Cholecystitis
Stone perforation from gallbladder (ie, gallstone ileus) or
common duct
Biliary tract Malignancy
Choledochal cyst (rare)
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic*
Pancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstones)
Pancreas Trauma (blunt and penetrating)
Iatrogenic*
Ischemic bowel
Incarcerated hernia (internal and external)
Closed loop obstruction
Small bowel Crohn disease
Malignancy (rare)
Meckel diverticulum
Trauma (mostly penetrating)
Large bowel Ischemic bowel
6

Diverticulitis
Malignancy
Ulcerative colitis and Crohn disease
and appendix
Appendicitis
Colonic volvulus
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic
Pelvic inflammatory disease (eg, salpingo-oophoritis, tubo
Uterus,
ovarian abscess, ovarian cyst)
salpinx, and
Malignancy (rare)
ovaries
Trauma (uncommon)

2.3 Manifestasi Klinis


Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan
tanda-tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri
tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di
bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan
sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan
terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan
ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran
peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita
bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri
jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri
abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas
lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya
(peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat
yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
7

terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri
akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi
positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes
berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis,
atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.

2.4 Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam
rongga abdomen sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau
perforasi tumor. Terjadinya proliferasi bacterial, terjadinya edema jaringan dan
dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal
menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler
dan darah. Respons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh
ileus paralitik disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.
8

2.5 Pathway

Bakteri Streptokok. Cedera perforasi Benda asing,


Stapilokok saluran cerna dialysis, tumor
eksternal

Masuk saluran
Keluarnya enzim Porte de entre
cerna Masuk kae ginjal
pancreas, asam benda asing,
lambung, empedu bakteri
Peradangan
Perdangan ginjal
saluran cerna

Masuk ke rongga
peritoneum

PERITONITIS

Fase Merangsang Merangsang pusat Perangsangan


penyembuhan aktivitas nyeri di talamus pirogen di
parasimpatik hipotalamus

Perlekatan fibrosa nyeri


hipertermi
Absorpsi menurun
Obstruksi usus

Diare
Refluk makan ke
atas
Kekurangan
volume cairan dan
Mual, muntah,
anoreksia

Intake inadekuat

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan
9

2.6 Komplikasi
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut
sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan
lanjut, yaitu :
a. Komplikasi dini
1) Septikemia dan syok septic
2) Syok hipovolemik
3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multi system
4) Abses residual intraperitoneal
5) Portal Pyemia (misal abses hepar)
b. Komplikasi lanjut
1) Adhesi
2) Obstruksi intestinal rekuren

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


a. Test laboratorium
1) Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein
(lebihdari 3 gram/100 ml) danb anyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi
dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi
memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupaka
ndasardiagnosasebelum hasil pembiakan didapat.
a) Hematokritmeningkat
b) Asidosis metabolic (darihasilpemeriksaanlaboratoriumpadapasien
peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
2) X. Ray
Dari tesX Ray didapat:
Fotopolos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
a) Illeus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis.
b) Usus halus dan usus besar dilatasi.
10

c) Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi


3) Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk
pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan fotopolos abdomen 3 posisi, yaitu :
a) Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior.
b) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan
sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.
c) Tiduran miring kekiri (left lateral decubitus = LLD), dengansinar
horizontal proyeksianteroposterior.

2.8 Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir
semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomy
eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan antara lain:
a. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defansmuskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panastinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
b. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensiusus,
extravasasi bahan kontras, tumor, danoklusi vena atau arteri mesenterika.
c. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan
saluran cerna yang tidak teratasi.
d. Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
a. Mengeliminasi sumber infeksi.
b. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
c. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus
mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah a.l :
11

a. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.


b. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
c. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
d. Pemberian terapi cairan melalui I.V.
e. Pemberian antibiotic.
Terapi bedah pada peritonitis antara lain:
a) Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan
luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan
infeksinya.
b) Pencucian rongga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,
kain kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk
menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang nekrosis.
c) Debridemen: mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
d) Irigasi kontinyu pasca operasi.
Terapi post operasi antara lain:
a) Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
b) Pemberian antibiotic
c) Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, peristaltic usus pulih, dan tidak ada
distensi abdomen.
b. Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan
fokusseptik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin
mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonic adalah penting.
Pengembalian volume intravascular memperbaiki perfusi jaringan dan
pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan
vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan
resusitasi.
1) Terapi antibiotic harus diberikan segera setelah diagnosis peritonitis bakteri
dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian
12

dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan


pada organism mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika
berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia
dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakterei akan berkembang
selama operasi.
2) Pembuangan focus septic atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertical di garis tengah yang
menghasilkan jalan masuk keseluruh abdomen dan mudah dibuka serta
ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan di atas tempat
inflamasi.Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi
tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada
umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan
menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
3) Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi
ke tempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika
(misalsefalosporin) atau antiseptik (misalpovidon iodine) pada cairan irigasi.
Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum,
karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteri menyebar ke tempat lain.
4) Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa
drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan
dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminaneksogen. Drainase berguna pada
keadaan dimanater jadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan
diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

c. Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat,
terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi
atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitisakut) atau penyakit
radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan.
Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotic
diberikan bersamaan.
13

2.9 Asuhan Kebidanan pada Peritonitis


Sebagai seorang bidan harus dapat mendeteksi dini komplikasi yang di
alami oleh pasien dengan cara mengetahui tanda dan gejala pada peritonitis,
sehingga seorang bidan dapat menentukan tindakan yang akan dilakukannya
secara tepat. Adapun asuhan yang diberikan oleh bidan, diantaranya:
1. Komunikasi kepada pasien dan keluarga mengenai keadaan ibu.
2. Merencanakan upaya rujukan ke RS dengan alasan.
3. Memberikan dukungan psikologis.
4. Sebelum melakukan rujukan, berikan antibiotika sehingga bebas panas
selama 24jam : Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah
gantasimin 5 mg/kg BB IV dosis tunggal/hari dan metronidazole
500mg IV setiap 8jam dan antibiotic harus diberikan dalam dosis yang
tinggi untuk menghilangkan gembung perut diberi Abot Miller Tube.
5. Bila peritonitis meluas maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan
vena yang berupa infuse NaCl atau ringer lactat untuk mengganti
elektrolit dan kehilangan protein (selama dilakukan rujukan).
Selain itu bidan melakukan pendidikan kesehatan mengenai hal yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU DENGAN PERITONITIS

Pengkajian:

Tanggal : 11 Juni 2019

Jam : 16.00 WIB

Tempat : BPS Ny.Sismiyati, S.Tr.Keb

A. DATA SUBJEKTIF

1. Biodata

Nama ibu : Ny. S Nama Suami : Tn. A

Umur : 23 th Umur : 28 th

Agama : Islam Agama : Islam

Suku/bangsa : jawa/Indonesia Suku/bangsa : jawa/Indonesia

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kedungbanjar 2/3 Alamat : kd.banjar 2/3

Taman – pemalang Taman–pml


15

2. Alasan Datang
Ibu menyatakan ingin memeriksakan keadaannya. Ibu mengeluh nyeri
perut bagian bawah.
3. Keluhan tambahan
Ibu menyatakan sering merasa mual, dan demam tinggi.
4. Riwayat perjalanan penyakit

Ibu menyatakan 6 minggu yang lalu mengalami abortus pada usia


kehamilan 3 bulan, karena ibu jatuh dikamar mandi dan ibu mengalami
perdarahan dengan mengeluarkan prongkolan darah sehingga ibu harus
dilakukan tindakan curetase di Rumah Sakit. Ibu dirawat di rumah sakit
selama 3 hari, kemudian dibolehkan pulang oleh dokter obgyn. Setelah 6
minggu post curetase, ibu mengalami nyeri hebat pada perut bagian bawah
dan ibu merasa mual-mual.

5. Riwayat menstruasi

a. Menarche :13 tahun


b. Siklus : 28 hari
c. Lama : 6 hari
d. Jumlah perdarahan : 2x ganti pembalut
e. HPHT : 11 februari 2012
f. Keluhan :-

6. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang


 Ibu menyatakan saat ini merasa tidak nafsu makan sehingga
badannya terasa lemas
 Ibu menyatakan saat ini sering merasakan mual
 Ibu menyatakan saat ini perutnya terasa sangat nyeri
b. Riwayat kesehatan yang lalu
 Ibu menyatakan tidak pernah menderita penyakit hipertensi.
 Ibu menyatakan tidak pernah menderita penyakit keturunan seperti
asma dan DM.
16

 Ibu menyatakan tidak pernah menderita penyakit menular


hepatitis, TBC, dan PMS.
c. Riwayat kesehatan keluarga
 Ibu menyatakan dari pihak keluarga ada yang menderita penyakit
hipertensi.
 Ibu menyatakan dari pihak keluarga suami maupun istri tidak ada
yang menderita penyakit keturunan seperti asma dan DM.
 Ibu menyatakan dari pihak keluarga suami maupun istri tidak ada
yang menderita penyakit menular hepatitis, TBC, dan PMS.

7. Riwayat sosial ekonomi

a. Status perkawinan
 Frekuensi menikah : 1x
 Usia saat menikah : 22 tahun
 Lama menikah : 1 tahun
 Status perkawinan : syah
b. Respon ibu dan keluarga
Ibu menyatakan suami dan keluarganya mendukung dengan keadaannya.
c. Dukungan keluarga
 Secara emosional
Ibu menyatakan suami bersedia menemani untuk memeriksakan
keadaannya.
 Pengambilan keputusan
Keputusan pertama : suami
Keputusan kedua : istri

8. Pola kehidupan sehari-hari

a. Pola nutrisi
 Sebelum abortus
17

Makan

Frekuensi : 3x sehari Porsi : 1 piring


Jenis : nasi, Keluhan :-
lauk, sayur
Minum
Frekuensi : 6 Jenis : air putih, teh
gelas/hari Keluhan :-
 Setelah abortus
Makan
Frekuensi : 2x sehari Porsi : ½ piring
Jenis : nasi, lauk, sayur Keluhan : tidak nafsu makan
Minum
Frekuensi : 6 gelas/hari Keluhan :-
Jenis : air putih, teh

b. Pola eliminasi
 Sebelum abortus
BAB
Frekuensi : 1x / hari Warna : kuning
Konsistensi : lembek Keluhan :-
· BAK
Frekuensi : 5x / hari Keluhan :-
Warna : kuning jernih
 Setelah abortus
· BAB
Frekuensi : 1x / hari Keluhan : nyeri saat
Konsistensi : keras BAB
Warna : kuning
· BAK
Frekuensi : 4x /hari Keluhan :-
Warna : kuning jernih
18

c. Pola aktivitas
 Sebelum abortus: ibu menyatakan melakukan pekerjaan rumah tangga
sendiri.
 Setelah abortus: ibu menyatakan aktivitas ibu terganggu sehingga
pekerjaan rumah tangga di bantu oleh anggota keluarga lain.
d. Pola istirahat
 Sebelum abortus
Tidur malam : ± 8 jam Keluhan :-
Tidur siang : ± 2 jam
 Setelah abortus
Tidur malam : ± 5 jam Keluhan : kurang tidur
Tidur siang : ± 1 jam
e. Pola personal hygiene
 Sebelum abortus
Mandi : 2x sehari
Gosok gigi : 2x sehari
Keramas : 3x seminggu
Ganti celana dalam : 2x sehari
 Setelah abortus
Mandi : 2x sehari
Gosok gigi : 2x sehari
Keramas : 2x seminggu
Ganti celana dalam : 2x sehari
f. Pola seksual
 Sebelum abortus: ibu menyatakan melakukan hubungan seksual 3x
seminggu
 Setelah 6 minggu post abortus: ibu menyatakan melakukan hubungan
seksual 1x seminggu
19

B. DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan umum
 KU : Lemah
 Kesadaran : CM
 TD : 110/70 mmHg
 Suhu : 38,7°C
 Nadi : 88 x/mnt
 Rr : 20 x/mnt
2. Pemeriksaan fisik
 Kepala : bersih, tidak ada ketombe
 Muka : pucat (+), tidak oedem
 Mata : konjungtiva pucat (+), sklera tidak kuning
 Hidung : bersih, tidak ada secret
 Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar typoid dan parotis
 Ketiak : bersih, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
 Payudara : simetris, tidak ada masa
 Abdomen : di uterus tidak teraba benjolan, nyeri tekan perut
bagian bawah
 Genetalia : tidak oedem, tidak varises, ppv lokhea alba, tidak
bau busuk.
 Ekstremitas : tidak oedem, tidak varises
3. Pemeriksaan penunjang
HB : 9 gr%

C. ASSESMENT
P0A1 Ny.S 23 tahun post AB 6 minggu dengan suspek peritonitis
o Dx.potensial : Syok neurogenik,peritonitis, anemia
20

o Antisipasi : kolaborasi dokter obgyn

D. PLANNING

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu mengalami tanda gejala


infeksi pada bagian perut yang di tandai dengan nyeri tekan perut bagian
bawah, mual, dan demam.
Evaluasi: Ibu mengerti penjelasan bidan dan merasa cemas
2. Memberikan suppot mental pada ibu dengan cara memotivasi ibu untuk
tetap tenang dan tidak merasa cemas
Evaluasi: Ibu merasa sedikit tenang
3. Menganjurkan ibu untuk makan-makanan bergizi dan memperbanyak
sayuran hijau serta menganjurkan ibu untuk istirahat cukup
Evaluasi: Ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran bidan
4. Menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan
melakukan pemeriksaan radiologi ke RS
Evaluasi: Ibu bersedia mengikuti anjuran bidan
5. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa ibu harus dirujuk agar dapat
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
Evaluasi: Ibu dan keluarga mengerti dan bersedia untuk di rujuk
6. Memberikan infom consent kepada ibu tentang persetujuan rujukan
Evaluasi: Ibu bersedia menandatangani surat persetujuan dirujuk
7. Melakukan persiapan rujukan dan mengantar ibu ke tempat rujukan
Evaluasi: Persiapan rujukan sudah siap dan pasien telah dirujuk.
21

BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada
selaput organ perut (peritonieum). Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.
Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan
patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik.
Ada dua tipe peritonitis yaitu primer dan sekunder. Peritonitis
primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari pembuluh darah dan
pembuluh limfe ke peritoneum. Penyebab peritonitis primer yang paling
umum adalah penyakit hati. Peritonitis sekunder adalaht ipe peritonitis
yang lebih umum.
Peritonitis juga dapat bersifat akut atau kronis. Peritonitis akut
adalah peradangan yang tiba-tiba pada peritoneum sedangkan peritonitis
kronis adalah peradangan yang berlangsung sejak lama pada peritoneum.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan perawat dapat menangani dan
dapat mengatasi apabila pasien dengan peritonitis. Perawat diharapakan dapat
melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik kepada klien dengan peritonitis.
22

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Alih bahasa oleh Hartono, dkk.
Jakarta: EGC.
Dongoes, M.E., Mary F.M., dan Alice C. G. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC.
http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/peritonitis-_-
951000103799. diakses tanggal 27 Maret 2015 pukul 10.30 WIB
Heather, Herdman. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarata : EGC
Wilkinson, J.M, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai