Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TEORI BELAJAR BERDASARKAN PSIKOLOGI KOGNITIF


Ernst von Glasserveld dan Jean Pieget
Strategi Pembelajaran Matematika

DISUSUN OLEH
1. Adzra Afifah 20029004
2. Silvinia Eliza Putri 20029082
3. Umar Wahid Arif 20029088
4. Yosa Setiawati 20029155

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Teori Belajar Berdasarkan
Psikologi Kognitif. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Teori belajar yang diharapkan nantinya dapat membantu
dalam upaya menyusun strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan dan situasi peserta
didik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Hj Sri Elniati,serta Bapak
M.A.Ronal Rifandi, S.Pd, M.Sc selaku dosen Strategi Pembelajaran Matematika yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang penulis tekuni. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.
Penulis menyadari, makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan enulis nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Padang, 22 Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................................1

B. Rumusan masalah.........................................................................................................1

C. Tujuan...........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................2

A. Teori Belajar Kognitif......................................................................................................2


B. Teori Belajar Kontruksivisme Jean Pieget......................................................................2
C. Teori Belajar Konstruksivisme Von Glasersfeld.............................................................7
BAB III PENUTUP...................................................................................................................11

Kesimpulan.................................................................................................................................11

Saran..........................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ki Hajar Dewantara, ia mengemukakan bahwa pengertian pendidikan ialah tuntunan tumbuh


dan berkembangnya anak. Manusia sejak lahir hingga tua terus menjalani aktivitas belajar,
karena pada dasatnya proses tumbuh dan berkembang manusia merupakan proses belajar, dalam
aktivitas belajar dibutuhkan Pendidikan sebagai tuntunan. Pendidikan merupakan upaya untuk
menuntun kekuatan kodrat pada diri setiap anak agar mereka mampu tumbuh dan berkembang
sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat yang bisa mencapai keselamatan dan
kebahagiaan dalam hidup mereka.

Pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi merupakan


salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Pendidikan tidak akan berhasil
dengan baik jika tidak dibarengi dengan psikologi. Demikian pula watak dan kepribadian
seseorang ditunjukkan oleh psikologi. Dasar-dasar psikologis ini sangat dibutuhkan para
pendidik untuk mengetahui prilaku anak didiknya, apakah anak didiknya dalam keadaan yang
baik saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran, atau dalam keadaan yang tidak baik.

Dengan demikian, pendidik sangat membutuhkan pengetahuan psikologi untuk mengatasi


anak didik yang seperti itu dan memotivasinya agar tetap dalam keadaan yang semangat dalam
belajar. Bahasan dalam tugas ini mengupas tentang teori belajar menurut aliran psikologi
kognitif serta implikasinya dalam proses belajar dan pembelajaran.

B. Rumusan Masalah

Memahami Teori belajar berdasarkan psikologi kognitif menurut pandangan ahli,


yaitu teori belajar menurut Ernst von Glasserveld, dan Jean Piaget.

C. Tujuan

Penulis berharap, hendaknya tulisan ini dapat membantu pendidik dan calon
pendidik dalam dalam menyusun strategi belajar yang seusuai dengan situasi dan kondisi
berdasarkan psikologi peserta didik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif menjelaskan belajar dengan berfokus pada perubahan-


perubahan proses mental internal yang digunakan dalam upaya memahami dunia
eksternal. Proses tersebut digunakan mulai dari mempelajari tugas-tugas sederhana
hingga yang kompleks.

Dalam perspektif kognitif, belajar adalah perubahan dalam struktur mental


seseorang yang memberikan kapasitas untuk menunjukkan perubahan prilaku. Struktur
mental ini meliputi pengetahuan, keyakinan, keterampilan, harapan dan mekanisme lain
dalam kepala pembelajar. Fokus teori kognitif adalah potensi untuk berprilaku dan bukan
pada prilakunya sendiri.( Khodijah, 2014)

Secara bahasa kognitif berasal dari bahasa latin ”Cogitare” artinya berfikir
(Fauziah, 2011). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kognitif berarti segala sesuatu
yang berhubungan atau melibatkan kognisi, atau berdasarkan pengetahuan faktual yang
empiris (KBBI, 2002). Dalam pekembangan selanjutnya, istilah kognitif ini menjadi
populer sebagai salah satu wilayah psikologi, baik psikologi perkembangan maupun
psikologi pendidikan. Dalam psikologi, kognitif mencakup semua bentuk pengenalan
yang meliputi setiap perilaku mental manusia yang berhubungan dengan masalah
pengertian, pemahaman, perhatian, menyangka, mempertimbangkan, pengolahan
informasi,pemecahan masalah, kesengajaan, membayangkan, memperkirakan, berpikir,
keyakinan dan sebagainya.

B. Teori Belajar Kontruksivisme Jean Pieget


a. Konsep umum teori Pieget
Jean Pieget adalah seorang ahli biologi yang lahir di Nauchate, Switzerland pada
tahun 1896. Pieget awalnya memiliki ketertarikan pada struktur tubuh hewan
(zoologi). Kemudian pieget tertarik pada struktur mental dari hewan-hewan tersebut.
Setelah mengamati dengan seksama dan mendalam, hingga mendapatkan kesimpulan

2
tentang bagaimana teradinya perubahan mental para hewan setelah mengalami
berbagai situasi baru dalam hidupnya, lalu mengaitkaannya dengan manusia, dia
berkesimpulan bahwa sejak lahir bayi secara terus menerus mencari dan memberi
tanggapan atas rangsangan yang diterimanya.
Teori jean pieget berfokus pada penemuan asal muasal logika alamiah dan
transformasinya dari penalaran yang satu kepada penalaran lainnya. Maksudnya yang
mendasari teori jean pieget ini adalah “penemuan”. Dia berpendapat bahwa di dalam
pembelajaran, memamahi berarti mengkonstruksi ulang informasi yang di dapat
dengan informasi yang telah ada sebelumnya sehingga terjadi pembaharuan di dalam
konsep berfikir setiap individu.
Piaget juga berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi apabila ada interaksi
antara individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Interaksi seorang
individu dengan individu lainnya berperan penting dalam mengembangkan
presepsinya terhadap alam. Karena jika seorang individu berinteraksi dengan individu
lainnya, dan melakukan pertukaran ide dan gagasan serta mendapatkan banyak
informasi baru, individu yang awalnya memiliki pandangan subjektif terhadap
sesuatu dapat mengalami perubahan pandangan menjadi lebih objektif

b. Proses pembelajaran manusia


Menurut pieget pada saat belajar, terdapat dua proses yang terjadi secara tidak
langsung di setiap diri individu, yaitu proses organisasi dan proses adaptasi. Namun
sebelum itu, setiap individu yang baru lahir sudah dikaruniai sesuatu yang disebut
dengan skema di dalam otaknya. Skema ini merupakan konsep yang ada di pikira
individu dan dipakai untuk mengorganisasikan informasi yang diterimanya.
a) Organisasi
Organisasi adalah usaha yang dilakuka didalam pikiran manusia untuk
mengelompokan perilaku yang terpisah-pisah menjadi urutan yang lebih
teratur di dalam sistem fungsi kognitif. Pada proses ini manusia akan
menghubungkan informasi yang baru saja diterimanya denga informasi yang
telah tersimpan lebih dahulu di dalam pikirannya.
b) Adaptasi

3
Pada proses adaptasi terjadi dua kegiatan yaitu kegiatan menggabungkan
informasi yang baru diterima dengan informasi yang sudah ada sejak lama,
dan kegiatan mengganti informasi yang sudag ada (sudah lama) dengan
informasi yang baru diterima. Pada proses adaptasi terdapat empat konsep
dasar yang membangun proses ini, konsep tersebut adalah skemata, asimilasi,
akomodasi, dan keseimbangan.
1. Skemata, adalah struktur yang berfungsi melakukan adaptasi dengan
lingkungan dan menata lingkungan tersebut secara intelektual. Skema
adalah kumpulan konsep yang terdapat pada setiap individu sebagai
hasil dari interaksi dengan individu lainnya. Seorang anak bayi sudah
memiliki skema di dalam dirinya saat baru saja di lahirkan, namun
skema ini adalah skema paling sederhana, yang dengan seiring
berambhanya usia, bertambahnya pengalaman, bertambahnya interaksi
dan informasi akan semakin berkembang dan semakin kompleks.
2. Asimilasi, adalah struktur yang berfungsi menerima informasi baru
dan kemudian mengkoordinasikannya dengan informasi lama dengan
cara menggabungkan atauun memadukannya satu sama lain, tanpa ada
yang tergantikan atau tereleminasi.
3. Akomodasi, adalah struktur yang berfungsi menerima informasi baru
agar kemudian dapat memperbarui informasi lama dengan merubah
informasi lama sehingga terciptanya skemata baru.
4. Keseimbangan, adalah struktur yang menyeimbangkan antara asimilasi
dengan akomodasi didalam pikiran individu. Struktur ini akan
menstabilkan struktur mental dengan cara menyelaraskan antara
akomodasi dan asimilasi. Contohnya, jika seorang anak mendapatkan
sebuah informasi baru dari pengalaman barunya, hal ini akan
menjadikan struktur mentalnya tidak stabil karena bertemu dengan
sesuatu yang belum pernah diketahuinya. Kemudian akan terjadi
asimilasi ataupun akomodasi. Terjadinya dua proses ini haruslah
selaras demi terciptanya kestabilan baru bagi individu tersebut.

4
c. Fase perkembangan kognitif
Proses adaptasi manusia dalam menghadapi pengetahuan dan informasi barunya,
ditentukan oleh fase perkembangan kognitifnya. Menurut piaget ada empat fase
perkembangan kognitif yang menentukan proses adapatasi individu, yaitu :
a) Sensorimotor
Fase sensorimotor merupakan fase perkembangan kognitif yang dialami
oleh individu yang berumur 0-2 tahun. Pada fase ini, individu baru dapat
mengandalkan koordinasi dari sensoris mereka seperti indra penglihatan, dan
indra pendengaran dengan gerakan motoric (otot) seperti menyentuh dan
menggapai. Pada awal fase ini, yang terlihat dari perilaku individu tersebut
adalah pola refleks untuk beradaptasi dengan lingkunganya. Dengan
mengamati dan melalui berbagai situasi yang tidak dipahaminya, skemata
merekapun terus berkembang. Hingga menjelang akhir fase ini individu sudah
mulai menunjukan pola sensorik yang lebih kompleks.
b) Pra-operasional
Fase pra-operasional merupakan fase perkembangan ognitif yag dialami
individu mulai umur dua tahun hingga tujuh tahun. Fase ini lebih simbolis dari
pada fase sensorimotor namun tidak melibatkan pemikiran operasional (pra-
operational). Fase ini lebih bersifat egosentris dan intutif dibandingkan dengan
logis.
Pada fase ini terdapat dua subfase yaitu simbolis dan intuitif.
1. Simbolis
Subfase ini terjadi anatara umur 2-4 tahun. Ciri-cirinya adalah anak-
anak sudah dapat merepresentasikan objek yang tidak hadir dan
adanya sifat egosentrisme serta animism.
2. Intuitif
Subfase ini terjadi saat usia 4-7 tahun. Ciri anak-anak pada fase ini
adalah besarnya rasa igin tahu pada anak-anak, merasa yakin akan
pengeahuan dan keyakinan mereka, namun mereka tidak sadar cara
mengetahuinya.
c) Operasional konkret

5
Fase operasional-konkret adalah fase perkembangan kognitif pada anak
usia tujuh sampai sebelas tahun. Ciri-cirinya anak sudah dapat meakukan
operasi-operasi yang konkret, sudah dapat menggolong-golongkan objek, tapi
belum bisa menyelesaikan permasalahan abstrak. Pada fase ini anak sudah
mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian yang bersifat konkret.
Anak-anak sudah dapat membedakan benda yang sama dalam kondisi yang
berbeda.
d) Operasional-Formal
Fase operasional formal merupakan fase yang dialami oleh anak dengan
umur 11 tahun keatas. Pada tahap ini individu sudah mulai dapat berpikir
secara idealis, logis, dan abstrak. Selain itu mereka juga dapat berspekulasi
tentang kualitas terbaik yang dia harapkan ada pada dirinya atau pun orang
lain.
Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif seorang anak hanya berjalan
jika dia mengasimilasi dan mengakomodasi rangsangan dari lingkunganya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa untuk dapat mengembangkan kognitif (pengetahuan) individu,
maka individu tersebut haruslah melakuka interaksi dengan lingkungannya, terus
bergerak, terus mengamati, terus berpikir, serta terus mengasimilasi dan mengakomodasi
informasi-informasi yang diterimanya dari lingkungan tersebut.

Implikasi yang dapat dilakukan dalam proses pembelajaran matematika sesuai dengan
teori kognitif pieget adalah :
1. Memberikan dukungan terhadap anak-anak yang berani keluar dari zona nyaman dan
bereksplorasi saat memecahkan masalah matematika dengan caranya sendiri.
2. Memberikan berbagai referensi pembelajaran yang dibutuhkan anak, agar mereka
dapat dengan mudah mencari informasi yang meeka butuhkan saat memecahkan
permasalahan matematika.
3. Untuk anak dibangku sekolah dasar, kita dapat menyediakan berbagai macam media
pembelajran matematika seperti miniature atau replika dari berbagai objek geometri
dalam matematika, dan membimbing mereka untuk mngelompokan media-media
tersebut.

6
4. Untuk anak dibangku sekolah menegah, kita sudah dapat menerapkan pembelajaran
yang lebih membangun ide dan kreatifitas, seperti memberikan beberapa permasalahn
matematika dan membentuk kelompok-kelompok kecil, dengan harapan mereka
dapat bertukar ide dan gagasan mereka mengenai permasalahan tersebut.

C. Teori Belajar Konstruksivisme Von Glasersfeld

a. Konsep umum

Glasersfeld memiliki nama asli Ernst von Glasersfeld. Von Glasersfeld lahir di
Munich pada tahun 1917. Meskipun orang tuanya berasal dari Austria, tetapi Von
Glasersfeld besar di Northern Italy dan Switzerland. Sebelum menjadi pengajar, Von
Glasersfeld pernah menjadi petani di Irlandia pada masa perang dunia kedua. Semenjak
tahun 1970 Von Glasersfeld mengajar psikologi kognitif di Universitas Gregoria, USA
dan mendapatkan gelar sebagai guru besar emeritus di tahun 1987. Pada tahun 1970, Von
Glasersfeld merumuskan teori konstruktivisme radikal. Teori ini terinspirasi dan mengacu
pada teorinya Jean Piaget. Von Glasersfeld menyatakan: “Some of the many ideas I have
taken over from Piaget. Piaget's work has greatly influenced and encouraged me during
the 1970s”; yang artinya banyak ide yang saya ambil dari Piaget. Kerja Piaget mendorong
dan berpengaruh sangat besar selama tahun 1970; dan Glasersfeld sependapat dengan apa
yang dikemukakan Piaget: “Intelligence organizes the world by organizing itself”.

Konstruktivisme berasal dari kata konstruktif yang berari membangun. Pada


awalnya teori konstruktivisme bukanlah bagian dari teori filsafat. Sebenarnya teori ini
bersumber dari Ilmu Filsafat. Seiring berjalannya waktu, teori ini menerima pengaruh
dari ilmu psikologi, terutama dari teori belajar Piaget. Jadi, menurut konstruktivisme
belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh murid dalam membangun pengetahuan.

Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld (1987: 204) adalah sebagai teori


pengetahuan dengan akar dalam. Ia melihat pengetahuan sebagai sesuatu hal yang dengan
aktif menerima apapun melalui pikiran sehat atau melalui komunikasi dan interaksinya.
Kongnitif adalah adabtif dan membiarkan sesuatu untuk mengorganisir pengalaman dunia
itu, bukan untuk menemukan tujuan kenyataan (Von Glasersfeld, 1995)

7
Jadi, dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme adalah suatu pandangan dalam
memperoleh pemahaman terhadap suatu pengetahuan yang dilakukan dengan cara aktif
mengonstruksi pengetahuan sendiri berdasar pengalaman orang itu. Mengonstruksi
pengetahuan ini dapat dilakukan secara individu maupun melalui interaksi sosial.

Jika dikaitkan dengan matematika, maka pembelajaran konstruktivisme adalah


pembelajaran yang melibatkan siswa aktif belajar memahami dan membangun
pengetahuan matematika berdasarkan pengalaman siswa itu sendiri. Dalam proses
membangun pengetahuan matematika, siswa berinterasi dengan lingkungan dan
dihadapkan pada informasi baru. Dengan kognisinya, informasi ini akan di adaptasi oleh
siswa. Sehingga aturan-aturan lama dapat dimodifikasi dengan aturan-aturan baru yang
sudah dimilikinya.

b. Implementasi Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika

Dengan teori konstruktivisme miliknya, Von Glasersfeld memiliki pendapat yang


berbeda dengan pembelajaran tradisional dimana guru mentransfer pengetahuannya
kepada siswa dan siswa menerimanya. Berdasarkan teori konstruktivisme, siswa harus
mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang didapatkannya dari pengalaman.

Di dalam teori ini, tugas utama guru bukan mentransfer pengetahuannya tetapi
memfasilitasi kegiatan pembelajaran sehingga siswa menjadi aktif belajar dengan cara
mengkonstruksikan pengetahuan berdasarkan pengalamannya sendiri. Dalam
pengimplementasian teori ini, guru harus menyadari bahwa adanya perbedaan tingkat
konsepsi siswa terhadap apa yang diamatinya.

Von Glasersfeld (1995) telah mengusulkan beberapa implikasi teori konstruktivis


untuk pengembang instruksional menekankan bahwa hasil pembelajaran harus fokus pada
proses konstruksi pengetahuan dan bahwa tujuan pembelajaran harus ditentukan dari
tugas otentik dengan spesifik tujuan (Bada & Olisegun, 2015)

Fokus utama dari belajar metematika adalah memberdayakan siswa untuk berpikir
dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan para ahli, bukan
menjalankan pengetahuan prosedural yang telah ditemukan oleh para ahli matematika

8
sebelumnya. Implementasi dari teori konstruktivisme pada matematika sebaiknya
dilakukan dari pendidikan dasar. Driver dan Bell (Susan, Marilyn dan Tony, 1995)
mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang
pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin
proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan
dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan,
melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar
dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran,materi, dan sumber.

Bahkan secara spesifik Herman Hudoyo (1998) mengatakan bahwa seseorang


akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah
diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi matematika yang
baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses
belajar matematika tersebut. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu
diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996) mengemukakan
sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu (1) siswa
mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka
miliki, (2) matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa
lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar
pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Contoh pembelajaran matematika berbasis konstruktivisme diungkapkan Uba


Umbara (2017) yaitu pada materi segi empat dalam menentukan keliling persegi panjang,
adalah sebagai berikut.

a. Sediakan huruf A, B. C dan D pada kertas ukuran A4.

b.Sediakan rol meteran dengan panjang minimal 50 meter.

c. Ajak siswa ke lapangan yang ada di sekolah, misalnya lapangan basket. Lapangan
basket adalah persegi panjang.

9
d.Satu orang siswa diminta untuk berjalan mengelilingi lapangan bola basket.
Selanjutnya siswa tersebut untuk menaruh huruf yang telah disediakan
sebelumnya.

e. Dua orang siswa diminta untuk mengukur panjang dari titik A ke titik B, dari titik B
ke titik C, dari titik C ke titik D dan dari titik D ke titik A. sementara siswa lain
diminta untuk menulis panjang/jarak dari masing-masing titik tersebut.

f. Setelah diketahui panjang masing-masing titik, mintalah masing-masing siswa untuk


menjumlahkan hasil pengukuran. Sehingga di dapat penjumlahan : 28 +15 +
28 + 15 = 86

g.Setelah itu, minta siswa untuk menyederhanakan penjumlahan tersebut, sehingga di


dapat (2 x 28) + (2 x 15) = 86.

h.Guru memberikan penjelasan tentang arti panjang dan lebar. Sehingga


penyederhanaan penjumlahan tadi bisa diganti menjadi 2P + 2L = K

Contoh di atas menunjukkan peran guru sebagai seorang fasilitator dalam


membantu siswanya agar dapat dengan mudah mengkonstruksi sendiri pengetahuan
tentang konsep keliling. Perintah guru kepada siswa untuk mengelilingi lapangan basket
akan memberikan analogi dan pemahaman yang jelas mengenai keliling suatu bangun
datar, inilah yang akan menjadi jembatan bagi siswa dalam memahami mengenai konsep
keliling. Sementara perintah guru untuk menjumlahkan hasil pengukuran dan
menyederhanakannya kemudian merubah penyederhanaan menjadi sebuah notasi P dan L
merupakan contoh anak menggunakan pengetahuan yang ada di dalam struktur
kognitifnya.

10
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Teori belajar kognitif menjelaskan belajar dengan berfokus pada perubahan-


perubahan proses mental internal yang digunakan dalam upaya memahami dunia
eksternal. Proses tersebut digunakan mulai dari mempelajari tugas-tugas sederhana
hingga yang kompleks.

Teori jean pieget berfokus pada penemuan asal muasal logika alamiah dan
transformasinya dari penalaran yang satu kepada penalaran lainnya. Maksudnya yang
mendasari teori jean pieget ini adalah “penemuan”. Dia berpendapat bahwa di dalam
pembelajaran, memamahi berarti mengkonstruksi ulang informasi yang di dapat dengan
informasi yang telah ada sebelumnya sehingga terjadi pembaharuan di dalam konsep
berfikir setiap individu.

Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld (1987: 204) adalah sebagai teori


pengetahuan dengan akar dalam. Ia melihat pengetahuan sebagai sesuatu hal yang dengan
aktif menerima apapun melalui pikiran sehat atau melalui komunikasi dan interaksinya.
Kongnitif adalah adabtif dan membiarkan sesuatu untuk mengorganisir pengalaman dunia
itu, bukan untuk menemukan tujuan kenyataan (Von Glasersfeld, 1995)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme adalah suatu pandangan dalam


memperoleh pemahaman terhadap suatu pengetahuan yang dilakukan dengan cara aktif
mengonstruksi pengetahuan sendiri berdasar pengalaman orang itu. Mengonstruksi
pengetahuan ini dapat dilakukan secara individu maupun melalui interaksi sosial.

Jika dikaitkan dengan matematika, maka pembelajaran konstruktivisme adalah


pembelajaran yang melibatkan siswa aktif belajar memahami dan membangun

11
pengetahuan matematika berdasarkan pengalaman siswa itu sendiri. Dalam proses
membangun pengetahuan matematika, siswa berinterasi dengan lingkungan dan
dihadapkan pada informasi baru. Dengan kognisinya, informasi ini akan di adaptasi oleh
siswa. Sehingga aturan-aturan lama dapat dimodifikasi dengan aturan-aturan baru yang
sudah dimilikinya.

B. SARAN

Kami sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki
kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki
makalah dengan mengacu kepada sumber yang bisa dipertanggungjawabkan nantinya.
Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai
pembahasan makalah di atas.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anidar, J. (2017). Teori Belajar Menurut Aliran Kognitif Serta Implikasinya Dalam
Pembelajaran. Jurnal Al-Taujih: Bingkai Bimbingan dan Konseling Islami, 3(2), 8-16.

Nu’man, M. (2012). Penanaman Karakter Penalaran Matematis dalam Pembelajaran Matematika


melalui 1 Pola Pikir Induktif-Deduktif. Jurnal Fourier, 1(2), 53-62.

Sunanik.(2014).Perkembangan Anak Ditinjau dari Teori Konsruktivisme.Samarinda

Supardan, H. D. (2016). Teori dan praktik pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran.


Edunomic Jurnal Pendidikan Ekonomi, 4(1).

Sutarto, S. (2017). Teori kognitif dan implikasinya dalam pembelajaran. Islamic Counseling:
Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, 1(2), 1-2

Umbara, U. (2017). Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Matematika.


JUMLAHKU: Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan, 3(1), 31-38.

13

Anda mungkin juga menyukai