Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

TENTANG
“MEMAHAMI TEORI BELAJAR VYGOTSKY’S DAN W. A. BROWNELL
BERDASARKAN PSIKOLOGI KOGNITIF”

“Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Matematika”

Disusun Oleh :

Ella Tirta Shalina (20029052)

Novita Hanifah (20029072)

Rahmadini Hamdi Putri (20029135)

Dosen Pengampu :

Ibu Dra. Sri Elniati, MA

Bapak Ronal Rifandi, S.Pd., M.Sc

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

KOTA PADANG

TA 2021/2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

1. Latar Belakang .............................................................................................................. 1


2. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
3. Tujuan............................................................................................................................ 1

BAB II : PEMBAHASAN ........................................................................................................ 2

1. Teori Belajar Berdasarkan Psikologi Kognitif .............................................................. 2

2. Teori belajar Vygotsky’s berdasarkan Psikologi Kognitif ............................................ 3

3. Teori belajar W.A Brownell yang berdasarkan psikologi kognitif ................................ 6

BAB III : PENUTUP............................................................................................................... 11

1. Kesimpulan .................................................................................................................. 11

2. Saran ............................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah ini tepat waktu. Tidak lupa
shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “Memahami Teori Belajar Vygotsky’s dan W.A.Brownell


berdasarkan psikologi kognitif” dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Makalah ini
didasari tugas yang diberikan oleh Dosen Strategi Pembelajaran Matematika. Tujuan
makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para pembaca tentang Belajar
dan Pembelajaran mengenai Teori Belajar Berdasarkan Psikologi Kognitif.

Kami sangat menyadari dalam penyusunan makalah ini masih memerlukan


penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran
pembaca demi menyempurnakan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini, kami memohon maaf. Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Padang, 21 Agustus 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan maksud memperoleh pengetahuan serta untuk meningkatkan keterampilan
yang dimiliki seseorang. Belajar juga dianggap sebagai tahapan untuk merubah tingkah laku
individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif. Kegiatan belajar dapat dilakukan dimana aja misalnya di
perpustakaan, museum, sekolah maupun tempat rekreasi. Selama proses belajar manusia pasti
tidak luput dari kesalahan. Untuk itu perlu adanya teori-teori belajar yang tepat untuk
diterapkan dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang diinginkan bisa
tercapai dengan maksimal.
Teori – teori pembelajaran berpedoman pada prinsip-prinsip pembelajaran yang
dihasilkan daripada kajian-kajian ahli psikologi pendidikan. Teori ini merupakan azas kepada
para pendidik agar dapat memahami tentang cara pelajar belajar. Selain itu, dengan adanya
pengetahuan yang menyeluruh tentang teori ini pendidik diharapkan agar dapat
menghubungkan prinsip dan hukum pembelajaran dengan kaedah dan teknik yang akan
digunakan.
Teori belajar membahas dan menjelaskan bagaimana individu belajar dengan maksud
memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai dari suatu proses pembelajaran.
Teori-teori belajar dapat digunakan sebagai landasan untuk menciptakan suatu proses atau
kegiatan pembelajaran yang ingin dicapai oleh seoraang guru khususnya dan oleh masyarakat
luas pada umumnya, salah satunya teori belajar Vygotsky’s dan W.A.Brownell yang
berdasarkan psikologi kognitif.
2. Rumusan Masalah
1. Apa itu teori belajar berdasarkan psikologi kognitif?
2. Bagaimana teori belajar Vygotsky’s yang berdasarkan psikologi kognitif?
3. Bagaimana teori belajar W.A Brownell yang berdasarkan psikologi kognitif?
3. Tujuan
1. Menjelaskan teori belajar berdasarkan psikologi kognitif
2. Mengetahui teori belajar Vygotsky’s yang berdasarkan psikologi kognitif
3. Mengetahui teori belajar W.A Brownell yang berdasarkan psikologi kognitif

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. TEORI BELAJAR BERDASARKAN PSIKOLOGI KOGNITIF


Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses
belajar itu sendiri. Belajar tidak hanya sekadar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut Drs.
H. Baharuddin dan Esa Nur wahyuni (2007: 89) yang menyatakan” aliran kognitif
memandang kegiatan belajar bukan sekedar stimulus da respons yang bersifat mekanistik,
tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam
individu yang sedang belajar”. Kutipan tersebut di atas berarti bahwa belajar adalah sebuah
proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan perilaku, sehingga
perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses
mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan lain sebagainya.
Seperti juga di ungkapkan oleh Winkel (1996:53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas
mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai
sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas. Selain itu teori belajar kognitif
memandang “belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur
pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas
belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan
informasi.
Tidak seperti halnya belajar menurut perspektif behavioris dimana perilaku manusia
tunduk pada peneguhan dan hukuman pada perspektif kognitif ternyata ditemui tiap individu
justru merencanakan respon perilakunya, menggunakan berbagai cara yang bisa membantu
dia mengingat serta mengelola pengetahuan secara unik dan lebih berarti. Teori belajar yang
berasal dari alran psikologi kognitif ini menelaah bagaimana orang berpikir, mempelajari
konsep dan menyelesaikan masalah. Hal yang menjadi pembahasan sehubungan dengan teori
belajar ini adalah tentang jenis pengetahuan dan memori.
Menurut pendekatan kognitif yang mutakhis, elemen terpenting dalam proses belajar
adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar. Dengan kata lain
apa yang telah kita ketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi perhatian,

2
dipersepsi, dipelajari, diingat ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya hasil dari proses
belajar sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar berikunya.
2. TEORI BELAJAR VYGOTSKY’S YANG BERDASARKAN PSIKOLOGI KOGNITIF
Lev Semyonovich Vygotsky lahir pada tahun 1896 di Tsarist Russia, di suatu kota
Orscha, Belorussia dari keluarga kelas menengah Keturunan Yahudi. Dia tumbuh dan besar
di Gomel, suatu kota sekitar 400 mil bagian barat Moscow. Sewaktu dia masih muda, dia
tertarik pada studi-studi kesusastraan dan analisis sastra, dan menjadi seorang penyair dan
Filosof.
Memasuki usia 18 tahun, dia menulis suatu ulasan tentang Shakespeare's Hamlet yang
kemudian dimasukkan dalam satu dari berbagai tulisannya mengenai psikologi. Dia
memasuki sekolah kedokteran di Universitas Moscow dan dalam waktu yang tidak lama
kemudian dia pindah ke sekolah hukum sambil mengambil studi kesusastraan pada salah satu
universitas swasta. Dia menjadi tertarik pada psikologi pada umur 28 tahun.
Vygotsky mengajar kesusatraan di suatu sekolah Propinsi sebelum memberi kuliah
psikologi pada suatu sekolah keguruan. Dia dipercaya membawakan kuliah psikologi
walaupun secara formal tidak pernah mengambil studi psikologi. Dari sinilah dia semakin
tertarik dengan kajian psikologi sehingga menulis disertasi Ph.D. mengenai ”Psychology of
Art” di Moscow Institute of Psychology pada tahun 1925.
Vygotsky bekerja kolaboratif bersama Alexander Luria and Alexei Leontiev dalam
membuat dan menyusun proposal penelitian yang sekarang ini dikenal dengan pendekatan
Vygotsky. Selama hidupnya Vygotsky mendapat tekanan yang begitu besar dari pemegang
kekuasaan dan para penganut idelogi politik di Rusia untuk mengadaptasi dan
mengembangkan teorinya.
Banyak developmentalis yang bekerja di bidang kebudayaan dan pembangunan
menemukan dirinya sepaham dengan Vygotsky, yang berfokus pada konteks pembangunan
sosial budaya. Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai
sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vygotsky
menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan
penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa,
sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu
berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-
bidang tersebut. Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam
perkembangan kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil
yang kesepian.
3
Pada level institusional, sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan alat-alat yang
berguna bagi aktivitas kognitif melalui institusi seperti sekolah, penemuan seperti komputer,
dan melek huruf. Interaksi institusional memberi kepada anak suatu norma-norma perilaku
dan sosial yang luas untuk membimbing hidupnya. Level interpersonal memiliki suatu
pengaruh yang lebih langsung pada keberfungsian mental anak. Menurut Vygotsky,
keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial
langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan
interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui
pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar
belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi matang.
Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak mendalami bahasa
dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk membantu memecahkan masalah. Dalam
tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan bahasa untuk menyelesaikan
masalah, mereka berbicara lantang sembari menyelesaikan masalah. Sebaliknya, begitu
menginjak tahap operasional konkret, percakapan batiniah tidak terdengar lagi.
Teori-teori Vygotsky sendiri dibentuk dari tiga ide utama:
a. Intelektual berkembang dalam menghadapi ide-ide baru
b. Interaksi dengan orang lain menambah perkembangan intelektual
c. Guru adalah mediator dalam pembelajaran siswa

Teori belajar Vygotsky menekankan bahwa perkembangan manusia adalah sesuatu


yang tidak boleh terpisahkan dengan berbagai jenis kegiatan sosial dan budaya. Ia
menekankan bahwa segala bentuk perkembangan mental, Kognitif, Afektif, dan
Psikomotorik seoarang anak dipengaruhi oleh penemuan atau sosial budaya yang terjadi di
masyarakat seperti bahasa, ingatan dan lain-lain.
Ia juga menegaskan bagaimana peranan orang lain dapat mempengaruhi perkembangan
si anak. Sebenarnya anak sendiri dapat menemukan fungsi-fungsi mental tetapi secara
sederhana. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini atau disebut sebagai ”alat kebudayaan”
disebarkan secara turun-temurun dari orang dewasa kepada anak-anak.
Walaupun kecerdasan emosional dalam Psikologi tiap anak berbeda, tetapi pengalaman
pembelajaran bersama orang lain dapat membentuk gambaran batin tentang dunianya. Secara
singkat Vygotsky membedakannya menjadi aktual development dimana seorang anak dapat
melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain dan potensial development dimana seorang anak
melakukan sesuatu dengan bantuan atau petunjuk dari orang lain.

4
Menurut Vygotsky, pengetahuan dan perkembangan kognitif setara dengan teori
sciogenesis. Yaitu rasa kesadaran sosial adalah yang utama dan rasa individualnya bersifat
derivative atau turunan. Ini berarti bahwa pengembangan kognitif individu dihasilkan dari
sumber-sumber sosial di lingkungan luar dirinya. Namun bukan berarti seseorang tersebut
adalah pihak yang pasif pada perkembangan kognitifnya tetapi ia juga dituntut berperan aktif
dalam membangun pengetahuannya sendiri. Maksudnya adalah perkembangan kognitif
bukan hanya ditentukan berdasarkan individu yang aktif tetapi juga lingkungan sosial yang
katif pula.
Maka dari itu perkembangan kognitif teori belajar vygotsky setara dengan sosialnya
dibagi menjadi 3 hal yakni :
1. Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development) dimana kemampuan
seseorang akan tumbuh melalui dua tataran yaitu : tataran sosial lingkungan dan tataran
psikologis dalam dirinya
2. Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development) dimana dibedakan dalam
dua tingkat yaitu tingkat perkembangan aktual yang terlihat dari keberhasilannya
menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalahnya sendiri dan tingkat
perkembangan potensial yang terlihat dari kemampuan seseorang dalam menyelesaikan
tugas atau pemecahan masalah dengan bantuan orang lain.
3. Mediasi
Teori perkembangan kognitif Vygotsky dibedakan menjadi dua jenis mediasi yaitu :
1. Media metakognitif adalah berbagai alat semiotik yang digunakan untuk menjalani self
regalution (pengaturan diri) yang terdiri dari self planning, self monitoring, self
checking dan self evaluation.
2. Media kognitif adalah berbagai alat kognitif untuk memecahkan masalah yang
berhubungan dengan pengetahuan tertentu.
Keuntungan dari teori belajar vygotsky :
1) Anak diberikan kesempatan yang besar untuk meningkatkan zona perkembangan
proksimalnya melalui nelajar dan berkembang
2) Mengaitkan pembelajaran dengan tingkat perkembangan potensial dari pada tingkat
perkembangan actual
3) Perlunya strategi dalam mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada
intramentalnya

5
4) Kesempatan seluas-luasnya pada anak dalam mengintregrasikan pengetahuan deklaratif
dengan pengetahuan prosedural yang dilakukan untuk mengerjakan tugas dan
memecahkan masalah.
5) Proses belajar bukan hanya bersifat transfersal tetapi juga konstruksi dimana
pengetahuan dibangun antar sesama pihak yang terlibat

Setelah Vygotsky meninggal pada usia yang masih dibilang sangat muda (38 tahun),
pada tahun 1934 akibat menderita penyakit tuberculosis (TBC), barulah seluruh ide dan
teorinya diterima oleh pemerintah dan tetap dianut dan dipelajari oleh mahasiswanya.
Kepeloporannya dalam meletakkan dasar tentang psikologi perkembangan telah banyak
mempengaruhi sekolah pendidikan di Rusia yang kemudian teorinya berkembang dan
dikenal luas di seluruh dunia hingga saat ini.

3. TEORI BELAJAR W.A BROWNELL YANG BERDASARKAN PSIKOLOGI


KOGNITIF
William Artur Brownell mendedikasikan hidupnya dalam dunia pendidikan. Pada
penelitiannya mengenai pembelajaran anak khususnya pada aritmetika mengemukakan
belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian atau yang
dikenal dengan Meaning Theory (teori bermakna) dan dalam perkembangannya ia
meletakkan pondasi munculnya matematika baru. Jika dilihat dari teorinya ini sesuai dengan
teori belajar- mengajar Gestalt yang muncul pada pertengahan tahun 1930. Dimana menurut
teori Gestalt, latihan hafalan atau yang dikenal dengan sebutan drill adalah sangat penting
dalam kegiatan pengajaran. Cara drill diberikan setelah tertanam pengertian.
Brownell (1935) “…he characterized his point of view as the “meaning theory.” In
developing it, he laid the foundation for the emergence of the “new mathematics.” He
showed that understanding, not sheer repetition, is the basis for children's mathematical
learning…”. Pada penelitiannya mengenai pembelajaran anak khususnya pada aritmetika
mengemukakan belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar
pengertian atau yang dikenal dengan Meaning Theory (teori bermakna) dan dalam
perkembangannya ia meletakkan pondasi munculnya matematika baru. Jika dilihat dari
teorinya ini sesuai dengan teori belajar-mengajar psikologi Gestalt yang mengutamakan
kepada pengertian dan belajar bermakna. Aliran psikologi Gestalt ini terjadi di Amerika
Serikat pada sekitar tahun 30-an.

6
Khusus dalam hubungan pembelajaran matematika di SD, Meaning Theory (teori
makna) yang diperkenalkan oleh Brownel merupakan alternatif dari Drill Theory (teori
latihan hafal/ulangan).
Teori Drill dalam pengajaran matematika berdasarkan kepada teori belajar asosiasi
yang lebih dikenal dengan sebutan teori belajar stimulus respon yang dikembangkan oleh
Edward L. Thorndike (1874-1949). Teori belajar ini menyatakan bahwa pada hakikatnya
belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. Menurut
hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti
rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau puas ini bisa timbul sebagai akibat siswa
mendapat pujian atau ganjaran sehingga ia merasa puas karena sukses yang diraihnya dan
sebagai akibatnya akan mengantarkan dirinya ke jenjang kesuksesan berikutnya.

1. Drill Theory (Teori Hafalan)

Menurut teori drill ikatan antara stimulus (soal) dan respon (jawab) itu bisa dicapai
oleh siswa dengan latihan berupa ulangan (drill), atau dengan kata lain dengan latihan
hapal atau menghapal. Intisari pengajaran matematika menurut teori drill adalah sebagai
berikut:
a. Matematika (aritmatika) untuk tujuan pembelajaran (belajar mengajar) dianalisis
sebagai kumpulan fakta (unsur) yang berdiri sendiri dan tidak saling berkaitan.

b. Anak diharuskan untuk menguasai unsur-unsur yang banyak sekali tanpa


diperhatikan pengertiannya.
c. Anak mempelajari unsur-unsur dalam bentuk seperti yang akan digunakan nanti pada
kesempatan lain.
d. Anak akan mencapai tujuan ini secara efektif dan efisien dengan melalui
pengulangan atau drill.
Brownell mengemukakan ada tiga keberatan utama berkenaan dengan teori drill
pada pengajaran matematika.
a. Teori drill memberikan tugas yang harus dipelajari siswa yang hampir tidak mungkin
dicapai. Menurut hasil penelitian menunjukkan anak yang tahu 3 + 6 = 9 ternyata
tidak tahu dengan baik, bahwa 6 + 3 = 9. Penelitian lain menunjukkan bahwa
penguasaan 3 + 6 = 9 tidak menjamin dikuasainya 13 + 6 = 19, 23 + 6 = 29 atau 43 +
6 = 49, dan sebagainya.

7
b. Keberatan yang lainnya berkaitan dengan reaksi yang dihasilkan oleh drill. Pada saat
guru memberikan drill pada keterampilan aritmetika, ia berasumsi bahwa murid akan
berlatih sebagai reaksi dari yang telah ditentukan. Misalkan pada waktu guru
memberi tugas 4 + 2 = 6 dan 9 – 5 = 4, ia mengharap semua siswa akan dengan diam
berfikir atau mengucapkan dengan keras, 4 ditambah 2 sama dengan 6, 9 dikurangi 5
sama dengan 4. Guru percaya dengan sering mengulanginya akhirnya siswa selalu
menjawab 6 dan 4 untuk ke dua tugas tersebut. Kemudian melalui penelitian
diketahui bahwa hanya 40% dari siswa yang dapat menjawab dengan benar
berdasarkan ingatannya. Kegiatan ini menunjukkan bahwa drill tidak menghasilkan
respons otomatis untuk siswa- siswa di kelas 1 dan kelas 2 SD, padahal tugas dan
beban belajar mereka relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan kelas-kelas yang
lebih atas.

c. Aritmetika adalah paling tepat dipandang sebagai suatu sistem berpikir kuantitatif.
Pandangan ini merupakan kriteria penilaian suatu sistem pengajaran matematika
yang memadai atau tidak. Jelas dari sudut pandang ini, teori drill dalam pengajaran
aritmetika tidak memadai, sebab pengajaran melalui drill tidak menyediakan kegiatan
untuk berfikir secara kuantitatif. Agar siswa dapat berfikir secara kuantitatif ia
harus mengetahui maksud dari apa yang dipejarinya (mengerti), yang tidak pernah
menjadi perhatian dari sistem pengajaran aritmetika melalui drill (balapan).

Menurut Brownell dalam belajar orang membutuhkan makna, bukan hanya sekedar
respon otomatis yang banyak. Dengan demikian teori drill dalam pembelajaran matematika
yang dikembangkan atas dasar teori pengaitan atau teori stimulus-respon, menurutnya
terkesan bahwa proses pembelajaran matematika khususnya aritmetika dipahami semata-
mata hanya sebagai kemahiran.

2. Meaning Theory (Teori Bermakna)

Menurut teori makna (Meaning Theory), anak itu harus melihat makna dari apa yang
dipelajarinya, dan ini adalah isu utama pada pembelajaran matematika. Teori makna
mengakui perlunya drill dalam pembelajaran matematika, bahkan dianjurkan jika memang
diperlukan. Jadi, drill itu penting, tetapi drill dilakukan apabila suatu konsep, prinsip atau
proses telah dipahami dengan mengerti oleh para siswa.

8
Teori makna memandang matematika sebagai suatu sistem dan konsep- konsep,
prinsip-prinsip dan proses-proses yang dapat dimengerti. Menurutnya tes belajar untuk
mengukur kemampuan matematika anak bukanlah semata-mata kemampuan mekanik
anak dalam berhitung saja. Tes harus mengungkapkan kemampuan intelektual anak dalam
melihat antara bilangan, dan kemampuan untuk menghadapi situasi aritmetika dengan
pemahaman yang sempurna baik aspek matematikanya maupun aspek praktisnya.
Menurut teori ini, anak harus melihat makna dari apa yang dipelajarinya. Anak harus tahu
makna dari simbol yang ditulis dan kata yang diucapkannya.

Menurut brownell kemampuan mendemosntrasikan operasi-operai hitung secara


mekanis dan otomatis tidaklah cukup. Tujuan utama dari pengajaran aritmetika adalah
mengembangkan atau pentingnya kemampuan berfikir dalam situasi kuantitatif. Brownell
mengusulkan agar pengajaran aritmetika pada anak lebih menantang kegiatan berfikirnya
dari pada kegiatan mengingatnya. Program aritmetika di SD haruslah membahas tentang
pentingnya (significance) dan makna (meaning) dari bilangan. Pentingnya bilangan (the
significance of number) adalah nilainya atau pentingnya dalam kehidupan keseharian
manusia.Pengertian signifikansi bilangan bersifat fungsional atau dengan kata lain penting
dalam kehidupan sosial manusia. Sedangkan makna bilangan (the meaning of number)
adalah bersifat intelektual, yaitu bersifat matematis sebagai suatu sistem kuantitatif.

Menurut Brownell dalam belajar orang membutuhkan makna, bukan hanya sekedar
responotomatis yang banyak. Maka dengan demikian teori drill dalam pembelajaran
matematika yang dikembangkan atas dasar teori asosiasi atau teori stimulus respon,
menurutnya terkesan bahwa proses pembelajaran matematika khususnya aritmetika
dipahami semata-mata hanya sebagai kemahiran.

Teori belajar William Brownell didasarkan atas keyakinan bahwa anak- anak pasti
memahami apa yang sedang mereka pelajari jika belajar secara permanen atau secara terus
menerus untuk waktu yang lama. Salah satu cara bagi anak-anak untuk mengembangkan
pemahaman tentang matematika adalah dengan menggunakan benda-benda tertentu ketika
mereka mempelajari konsep matematika.

Aritmetika atau berhitung yang diberikan pada anak-anak SD dulu lebih menitik
beratkan hafalan dan mengasah otak. Aplikasi dari bahan yang diajarkan dan bagaimana
kaitannya dengan pelajaran-pelajaran lainnya sedikit sekali dikupas. Menurut Brownell
anak-anak yang berhasil dalam mengikuti pelajaran pada waktu itu memiliki kemampuan
9
berhitung yang jauh melebihi anak-anak sekarang. Banyaknya latihan yang diterapkan
pada anak dan latihan mengasah otak dengan soal-soal yang panjang dan sangat rumit
merupakan pengaruh dari doktrin disiplin formal.

Terdapat perkembangan yang menunjukkan bahwa doktrin formal itu memiliki


kekeliruan yang cukup mendasar. Dari penelitian yang dilaksanakan pada abad 19 terdapat
hasil yang menunjukkan bahwa belajar tidak melalui latihan hafalan dan mengasah otak,
namun diperoleh anak melalui bagaimana anak berbuat, berfikir, memperolehpersepsi, dll.

Implikasi teori perkembangan kognitif Brownell dalam pembelajaran sebagai


berikut:
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu, guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-
baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

a. Siswa hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan siswa
lain.
Pengaplikasian teori kognitif Brownell dalam belajar bergantung pada akomodasi.
Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar I adapat belajar,
karena ia tidak dapat belajar dari apa yang telah diketahui saja dengan adanya area baru,
siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasikan.
Dengan demikian, dalam teoriber makna yang dikembangkan oleh Brownell bahwa
pengajaran operasi hitung akan mudah dipahami oleh siswa apabila makna bilangan dan
operasinya diikutsertakan dalam proses operasi. Kita percaya bukan keputusan
mengajarkan matematika dengan bermakna saja yang dapat menyebabkan perubahan
dalam reformasi pendidikan, tetapi bagaimana cara kita menginterpretasikan istilah
pembelajaran matematika yang bermakna yang telah dan akan melanjutkan usaha
perbaikan dalam matematika.

10
PENUTUP
BAB III
1. Kesimpulan
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses
belajar itu sendiri. Belajar tidak hanya sekadar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut Drs.
H. Baharuddin dan Esa Nur wahyuni yang menyatakan” aliran kognitif memandang kegiatan
belajar bukan sekedar stimulus dan respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu,
kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam individu yang sedang
belajar”. Kutipan tersebut di atas berarti bahwa belajar adalah sebuah proses mental yang
aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan perilaku, sehingga perilaku yang tampak
pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti
motivasi, kesengajaan, keyakinan dan lain sebagainya. Menurut Vygotsky, pengetahuan dan
perkembangan kognitif setara dengan teori sciogenesis. Yaitu rasa kesadaran sosial adalah
yang utama dan rasa individualnya bersifat derivative atau turunan. Ini berarti bahwa
pengembangan kognitif individu dihasilkan dari sumber-sumber sosial di lingkungan luar
dirinya. Namun bukan berarti seseorang tersebut adalah pihak yang pasif pada perkembangan
kognitifnya tetapi ia juga dituntut berperan aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri.
Maksudnya adalah perkembangan kognitif bukan hanya ditentukan berdasarkan individu
yang aktif tetapi juga lingkungan sosial yang aktif pula. Teori belajar Vygotsky menekankan
bahwa perkembangan manusia adalah sesuatu yang tidak boleh terpisahkan dengan berbagai
jenis kegiatan sosial dan budaya. Ia menekankan bahwa segala bentuk perkembangan mental,
Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik seoarang anak dipengaruhi oleh penemuan atau sosial
budaya yang terjadi di masyarakat seperti bahasa, ingatan dan lain-lain. Dalam teori
bermakna yang dikembangkan oleh Brownell menyatakan bahwa pengajaran operasi hitung
akan mudah dipahami oleh siswa apabila makna bilangan dan operasinya diikutsertakan
dalam proses operasi. Teori drill juga penting, tetapi drill dilakukan apabila suatu konsep,
prinsip atau proses telah dipahami dan dimengerti oleh para siswa. Hal ini dikarenakan
bahwa penguasaan seseorang terhadap matematika tidak cukup hanya dilihat dari
kemampuan mekanik anak dalam berhitung saja, tetapi juga dalam aspek praktis dan
kemampuan berpikir kuantitatif. Kita percaya bukan keputusan mengajarkan matematika
dengan bermakna saja yang dapat menyebabkan perubahan dalam reformasi pendidikan,
tetapi bagaimana cara kita menginterpretasikan istilah pembelajaran matematika yang

11
bermakna yang telah dan akan melanjutkan usaha perbaikan dalam matematika.
2. Saran

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Namun besar harapan penulis agar makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu tugas
perkuliahan, yaitu mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika. Apabila dalam
penyusunan makalah ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan bagi pembaca, ataupun
kekurangan pada penjelasan terhadap permasalahan, penulisan, penulis mohon maaf
yang sebesar-

12
DAFTAR PUSTAKA

Ainiyyah, Zahra Nur. 2017. “Teori Vygotsky”, https://student


activity.binus.ac.id/himpgsd/2017/06/teori-vygotsky/, diakses pada tanggal 21 Agustus 2021
pukul 20.01

Hudoyo, Herman.1988.Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : Depdikbud

Karso, dkk. 2000. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas terbuka

Lestari, Adriyani Asih. 2014. “ Makalah Teori Belajar Kognitif”,


https://www.academia.edu/8237398/Makalah_Teori_Belajar_Kognitif, diakses pada
tanggal 21 Agustus 2021 pukul 19.57

Ruseffendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya


Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Rijal, Fazka Khoiru. 2017. “Teori Belajar Sosial Kognitif - Bandura dan Vygotsky “,

https://fazkakhoirurijal.blogspot.com/2017/01/teori-belajar-sosial-kognitif-bandura.html, diakses
pada tanggal 22 Agustus 2021 pukul 13.05

Sternberg, Ribert. 2008. Psikologi Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai