Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER 1

SEDIAAN NATIF DAN APUS DARAH

Oleh Kelompok C4

Anggota kelompok :
1. Rahmadini Hamdi Putri (2209511123)
2. Komang Yogaswara Restu Subhakti (2209511127)
3. I Wayan Syafei Hasannoesi (2209511129)
4. I Putu Rai Wira Asmara Nata (2209511130)
5. Arine Rayka Khaniya (2209511133)
6. Muhammad Edwin Aldrin (2209511134)

LABORATORIUM FISIOLOGI VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
SEPTEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kuasanya, sehingga dapat diselesaikannya tulisan laporan praktikum Fisiologi
Veteriner I ini dengan baik. Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas atas
selesainya dilakukannya praktikum di laboratorium fisiologi veteriner, Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.

Segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kebaikan dari
tulisan ini, dan tidak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih.

Denpasar, 23 September 2022

Hormat kami,

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………....2

DAFTAR ISI………………………………………………………………………...3

I. PENDAHULUAN...………………………………………………………………..4

II. MATERI DAN METODE…..……………………………………………………...5

III. TATA KERJA…………….…………………………………………………….5

IV. HASIL PENGAMATAN…………………………………………………………...7

V. BAHASAN……………………………………………………………………….11

VI. SIMPULAN………………………………………………………………………13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...14

3
I. PENDAHULUAN

Darah merupakan unit fungsional seluler yang berperan dalam proses


fisiologis. Fungsi utama darah adalah untuk mengangkut oksigen yang
diperlukan oleh sel dalam tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan
nutrisi, mengangkut zat sisa-sisa metabolisme, dan mengandung berbagai
bahan penyusun sistem imun yang bertujuan untuk mempertahankan tubuh dari
berbagai penyakit. Darah terdiri atas dua komponen penyusun yaitu, plasma
darah dan sel-sel darah.

Dengan sediaan natif (darah segar) dapat diamati bentuk sel darah
ataupun mikroorganisme dalam darah. Rouleaux ialah suatu formasi eritrosit
yang saling berdekatan satu sama lain membentuk deretan seperti deretan uang
logam. Bentuk ini sering terlihat pada darah kuda, babi, anjing dan kucing yang
sehat, sedang pada darah sapi,kambing, dan domba jarang terdapat.

Mikroorganisme dalam darah juga dapat dilihat dalam darah natif,


misalnya larva Dirofilaria immitis pada anjing, Trypanosoma pada vertebrata
berenang di antara sel-sel darah.

Dengan mewarnai sediaan apus darah dengan zat warna yang


bersuasana asam dan basa, mis. Giemsa, Wright, Hematoksilin-eosin, maka sel-
sel darah yang bersuasana asam akan berwarna merah, dan yang basa akan
berwarna biru, atau biru keunguan. Oleh karena itulah dengan mikroskop dapat
dilakukan penghitungan (prosentase) sel-sel darah putih.

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mempelajari,


mengetahui, dan memahami Mengamati darah tanpa diproses lebih lanjut
(sediaan natif) yaitu memperhatikan bentuk sel-sel darah eritrosit, leukosit),
bentuk kerput (krenasi), berbaris-jajar (rouleaux), dan ada tidaknya
mikroorganisme (parasit atau bakteria), mempelajari cara membuat sediaan
apus, dan mengamati bentuk-bentuk sel darah dan putih, serta menghitung sel-
sel darah putih (leukosit).

4
II. MATERI DAN METODE

Alat dan bahan :

1. Darah sapi dan antikoagulans


2. NaCl fisiologis
3. Cat giemsa
4. Kaca benda (obyec glass) penutup (cover glass)
5. Xylol dan metil alkohol atau metanol
6. Mikroskop dan minyak imersi

Metode :

1. Natif : melakukan pengamatan secara mikroskopis langsung


dengan mikroskop cahaya
2. Apus : melakukan usapan pada obyek glass

III. TATA KERJA

A. Sediaan natif darah


1. Disediakan satu kaca benda yang bersih dari lemak dan diteteskan NaCl
fisiologis ¼ tetes di atasnya, kemudian diteteskan darah ⅕ tetes (atau
dengan batang korek api) diambil darah. Kemudian diaduk dengan ujung
pipet atau batang korek, setelah rata ditutup dengan kaca penutup.
2. Meletakkan di bawah mikroskop (posisi mikroskop tidak boleh miring)
dan mengamati dengan pembesaran 10x, 250x, dan 400x. Diperhatikan
apa yang terlihat lalu menggambar sel darah merah dan putih 1-3 sel dan
mikroorganisme bila ada.

5
B. Sediaan apus darah
1. Disiapkan dua gelas benda yang bersih dari lemak/ minyak (dibersihkan
dengan kertas tisu yang dibasahi alkohol 70%)
2. Meneteskan darah dengan lidi di ujung kanan (1,5 cm dari tepi kanan)
pada gelas benda-1, dan memegang gelas benda tersebut dengan ibu dan
telunjuk jari tangan kiri pada kedua ujungnya. Kemudian gelas benda ke-
2 dipegang dengan ibu dan telunjuk jari tangan kanan. Lalu salah satu
ujung datar gelas benda ke-2 tersebut diletakkan pada sebelah kiri tetesan
darah tadi membentuk sudut 30o (makin besar sudut, makin tebal sediaan
apusnya). Seperti gambar 1 dibawah ini.
3. Gelas benda ke-2 tersebut ditarik ke kanan sampai menyentuh tetesan
darah, lalu ditunggu sampai darah merata keseluruh sudut gelas. Bila
sudah rata dorong gelas ke-2 (gelas yang ditangan kanan) tersebut tanpa
mengangkatnya, maka akan terbentuklah lapisan atau sediaan apus darah
yang tipis.
4. Sediaan apus dikeringkan di udara bebas atau dikipas-kipaskan, lalu
diwarnai dengan giemsa.

II
Gambar 1. Cara membuat sediaan apus darah

6
IV. HASIL PENGAMATAN

Sediaan Natif :

No Pengamatan Gambar

1. Butir darah : a. Sel darah merah (eritrosit)


a. Merah (eritrosit) - Tampak samping
b. Putih (leukosit)

- Tampak atas

Eritrosit berbentuk bikonkaf.


Bentuk bikonkaf adalah bentuk
cekung pada kedua sisi eritrosit,
Eritrosit yang terlihat juga
berwarna kemerah-merahan
akibat adanya kandungan
hemoglobin di dalamnya.
Bentuk normal eritrosit
memiliki diameter 6-8 mm.

b. Sel darah putih (leukosit)

Leukosit adalah sel berwarna bening


dengan bentuk yang lebih besar dari
eritrosit.

7
No Pengamatan Gambar

1. Eritrosit dalam perbesaran 400x

Eritrosit terlihat normal dan berbentuk


bikonkaf.

2. Eritrosit dalam perbesaran 600x

Pada larutan hipotonis, eritrosit mulai


terlihat memggembung (dilatasi).

3. Eritrosit dan leukosit dalam


perbesaran 1000x.

Pada larutan hipotonis, air bergerak ke


dalam sel darah menyebabkan eritrosit
semakin membengkak (dilatasi) dan
nantinya akan terjadi peristiwa
pecahnya dinding sel darah merah
(hemolisis).
8
No Pengamatan Gambar

4. Eritrosit dalam perbesaran 1500x.

Pada larutan hipertonis (larutan


garam 10%), eritrosit mulai terlihat
menyusut dan keriput (krenasi).

2. Sel lain (mis. keping Ada, terlihat keping darah (trombosit).


darah, SRE)

Trombosit memiliki ukuran lebih kecil dari


eritrosit dan leukosit. Trombosit biasanya
berkumpul pada daerah yang mengalami
pendarahan, trombosit akan melekat satu
dengan lainnya untuk membentuk sumbatan
guna membantu menutup pembuluh darah
dan menghentikan pendarahan.

9
3. Mikroorganisme Ada, terlihat beberapa bakteri yang tersorot
(protozoa) pada saat pengamatan mikroskop dengan
perbesaran 1500x. Kemungkinan bakteri ini
muncul akibat udara bebas yang terdapat di
lab saat melakukan praktikum.

10
V. BAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan menurut kelompok kami (C4), kami


mendapatkan beberapa bentuk berbeda dari sel darah. Pada praktikum sediaan
natif, diamati sel darah dengan menggunakan mikroskop dengan ukuran
perbesaran 40x, 100x, 150x, 400x, 600x, 1000x, dan 1500x. Hasil yang didapat
untuk setiap bentuk pada sel darah dan pada setiap ukuran perbesaran yang
digunakan juga berbeda, namun jika dibandingkan dengan teori yang telah
dipaparkan dan diajarkan oleh dosen pembimbing praktikum pada minggu
sebelumnya, maka bentuk sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit)
yang terlihat sudah hampir sama.

Penggunaan NaCl fisiologis sebanyak 0,9% membuat darah asli menjadi


encer, sehingga eritrosit lebih mudah dilihat di bawah mikroskop dengan
perbesaran minimal 400x, kami juga menemukan bahwa eritrosit berbentuk
bikonkaf dan berwarna kemerah-merahan yang disebabkan oleh kandungan
hemoglobin. Bentuk bikonkaf adalah bentuk cekung pada kedua sisi eritrosit.
Sedangkan leukosit pada pengamatan ini baru terlihat lebih jelas ketika dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x, yaitu berbentuk bulat dengan banyak
butiran. Dalam pengamatan ini dapat dilihat juga bahwa leukosit bergerak lebih
aktif daripada eritrosit. Hal ini dikarenakan leukosit sebagai amoeboid, sedangkan
pergerakan eritrosit dipengaruhi oleh adanya larutan fisiologis NaCl.

Pada pengamatan ini dapat dilihat juga perubahan bentuk eritrosit yang
mengalami krenasi dan dilatasi. Pada kondisi hipertonis (larutan garam 10%) sel
eritrosit berubah bentuk dari bikonkaf menjadi menyusut dan keriput (krenasi),
sedangkan pada kondisi hipotonis (pencampuran dengan distilled water) sel
eritrosit mengalami pembengkakan/menggembung (dislatasi). Sel eritrosit yang
mengalami distalasi lama kelamaan akan terjadi pecahnya dinding sel darah
merah atau biasa disebut juga dengan hemolisis. Hal ini menyebabkan keberadaan
sel eritrosit sulit untuk dilihat sehingga disebut juga dengan “Red Blood Cell
Ghost”.

11
Adapun pada metode apusan darah beberapa faktor yang mempengaruhi hasil
preparat adalah sebagai berikut :
1. Ketipisan apus darah yang harus setipis mungkin agar sel darah tidak
menumpuk dan dapat diamati dengan jelas.
2. Kemiringan kaca obyek penggeser darah.
3. Kecepatan menggeser kaca obyek yang juga mempengaruhi ketebalan
sediaan apus.
4. Jumlah darah yang diteteskan pada kaca obyek juga harus pas, tidak
terlalu sedikit ataupun terlalu banyak.
5. Kebersihan kaca obyek yang juga mempengaruhi, oleh karena itu sebelum
melakukan apusan darah harus memperhatikan apakah kaca obyek sudah
bersih dari lemak atau belum.

Suatu apusan dapat dikatakan benar jika apusan sudah memenuhi kriteria
antara lain, memiliki lebar dan panjang yang tidak memenuhi seluruh kaca obyek,
ketebalannya gradual, tidak terhubung, dan tidak terputus-putus. Preparat darah
apus yang baik memiliki tiga bagian yaitu kepala, badan, dan ekor. Bagian badan
terdiri dari enam zona sampai ekor. Pembacaan preparat darah apus dapat
dilakukan pada bagian atas dan bawah pada zona IV sampai VI yang dekat
dengan bagian ekor. Teknik pembacaan ini juga merupakan salah satu faktor
penentu dalam menilai keberhasilan sediaan apus darah (Santosa B, 2010).

12
VI. SIMPULAN

Berdasarkan pengamatan dari praktikum yang dilakukan, kesimpulan yang


dapat diambil adalah bentuk eritrosit dalam keadaan normal yakni cakram
bikonkaf seperti yang terlihat dalam mikroskop. Sedangkan leukosit memiliki
bentuk yang lebih bulat dan ukuran yang lebih besar daripada eritrosit. Adapun
eritrosit yang berada dalam larutan hipertonis mengalami perubahan dari yang
semula berbentuk cakram bikonkaf menjadi berkerut (krenasi), sedangkan
eritrosit pada larutan hipotonis mengalami penggembungan dari yang semula
berbentuk bikonkaf menjadi lebih besar dan bulat lalu lama kelamaan akan terjadi
hemolisis.

Saat melakukan apusan darah diperlukan teknik dan keahlian, karena


kecepatan menggeser dan kemiringan kaca obyek sangat berpengaruh pada hasil
apusan. Suatu apusan dapat dikatakan benar jika apusan sudah memenuhi kriteria
antara lain, memiliki lebar dan panjang yang tidak memenuhi seluruh kaca obyek,
ketebalannya gradual, tidak terhubung, dan tidak terputus-putus.

13
DAFTAR PUSTAKA

Mescher, Anthony L. (2017). Histologi Dasar JANQUIEIRA Teks & Atlas.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai