Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

DEMOKRASI INDONESIA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah

Pancasila

Yang dibina oleh

Dr. Nurul Zuriah.,M.Si

Disusun Oleh

1. Bima Ariyu Putra Anggutar (P17211217137)


2. Qismah Nur Faizah (P17211217150)
3. Clarissa Sasi Kirana (P17211217146)

KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya makalah yang berjudul “Demokrasi
Indonesia” dapat terselesaikan. Shalawat serta salam tidak lupa kami haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT
untuk kita semua.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila.


Adapun dalam proses penyusunan makalah ini kami mendapat banyak
bantuan,bimbingan,masukan dari dosen pengampu mata kuliah Pancasila, yaitu
Ibu Dr. Nurul Zuriah.,M.Si. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami ingin
menyampaikan terimakasih

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan


untuk penulis dan pembaca. Namun, kami juga menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
kami mengharap kritik dan saran yang membangun agar lebih baik lagi
selanjutnya.

Malang, 26 September 2021


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................


.........................................................................................................................
.........................................................................................................................
2.1 Sejarah dan Pengertian Demokrasi

2.2 Ciri-ciri dan Tujuan Demokrasi

2.3 Perkembangan Demokrasi di Indonesia

2.4 Konsep Demokrasi di Indonesia

2.5 Prinsip Demokrasi Pancasila

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menurut Henry B. Mayo menyatakan demokrasi sebagai sistem politik


merupakan sautu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif
oleh rakyat dalam pemilihan-penilihan berkala yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasaa terjaminnya kebebasan
politik. Demokrasi di Indonesia berkembang dari masa ke masa dan terjadi
banyak perubahan dimana para pemerintahan memberlakukan beberapa sistem
demokrasi yang kurang sesuai dengan negara Indonesia,menggunakan
demokrasi sebagai politik,dll. Oleh karena itu kita perlu mengetahui sejarah
dan pengertian demokrasi,ciri-ciri dan tujuan demokrasi,perkembangan
demokrasi di Indonesia,prinsip demokrasi Pancasila dan konsep demokrasi
Pancasila , karena demokrasi merupakan salah satu unsur dalam suatu negara
agar dapat menjalankan pemerintahan nya dengan baik , maka perlu penetapan
sistem demokrasi yang sesuai dengan negara indoensia. Sehingga dalam
makalah ini akan dibahas mengenai sejarah dan pengertian demokrasi,ciri-ciri
dan tujuan demokrasi,perkembangan demokrasi di Indonesia,prinsip
demokrasi Pancasila dan konsep demokrasi Pancasila.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa itu demokrasi
2. Bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia
3. Apa saja prinsip demokrasi Pancasila
4. Bagaimana konsep demokrasi Pancasila
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui sejarah dan makna demokrasi
2. Mengetahui ciri-ciri da tujuan demokrasi
3. Mengetahui bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia
4. Mengetahui pinsip demokrasi Pancasila
5. Mengetahui apa konsep demokrasi Pancasila
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah dan Pengertian Demokrasi

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Demos” dan “Kratos”.


Demos bermakna rakyat atau khalayak, sementara Kratos bermakna
pemerintahaan. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang mengijinkan dan
memberikan hak, kebebasan kepada warga negaranya untuk berpendapat serta
turut serta dalam pengambilan keputusan di pemerintahan.

Indonesia merupakan negara yang menerapkan demokrasi dalam sistem


pemerintahannya. Namun, penerapan demokrasidi Indonesia mengalami beberapa
perubahan sesuai kondisi politik dan pemimpin kala itu. Berikut penjelasan
sejarah demokrasi di Indonesia. Sejarah demokrasi di Indonesia dari zaman
kemerdekaan hingga zaman reformasi saat ini.

Sejak Indonesia merdeka dan menjadi negara pada tanggal 17 Agustus


1945, dalam UUD 1945 menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
menganut paham demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada
ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR), atau tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi
Perwakilan.

2.2 Ciri-ciri dan Tujuan Demokrasi

 Ciri-Ciri :
1. Memiliki perwakilan rakyat
2. Keputusan berlandaskan aspirasi dan kepentingan warga
3. Menyelenggarakan ciri konstitusional
4. Menyelenggarakan pemilihan umum
5. Terdapat sistem kepartaian

 Tujuan Demokrasi :
1. Kebebasan berpendapat
2. Menciptakan keamanan dan ketertiban
3. Mendorong masyarakat aktif dalam pemerintahan
4. Membatasi kekuasaan pemerintahan
5. Mencegah perselisihan

2.3 Perkembangan Demokrasi di Indonesia

a. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia pada periode 1945-1949 (Masa


Revolusi Kemerdekaan)

Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang


ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan
dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal
kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan
Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk
menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh
KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang
absolut pemerintah mengeluarkan:

 Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah


menjadi lembaga legislatif.
 Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan
Partai Politik.
 Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan
sistem pemerintahn presidensil menjadi parlementer
Perkembangan demokrasi pada periode ini telah meletakkan hal-hal
mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua,
presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator.
Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya
sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system
kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan
politik kita.

b. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia pada periode 1949-1959 (Demokrasi


Parlementer)

Periode pemerintahan negara Indonesia tahun 1950 sampai


1959 menggunakan UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya.
Pada masa ini adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir
semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di
Indonesia. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang
sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen
ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepad pihak
pemerintah  yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya.

Pada tahun 1950-1959 bisa disebut sebagai masa demokrasi liberal yang
parlementer, dimana  presiden sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala
eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat
tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik
demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :

 Dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap


pengelolaan konflik
 Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
 Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
 Persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan
Angkatan Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang 
berjalan

Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
:

 Bubarkan konstituante
 Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
 Pembentukan MPRS dan DPAS

c. Pelaksaan Demokrasi di Indonesia periode 1959-1965 (Demokrasi


Terpimpin)

Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965


adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara
gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner
dengan berporoskan nasakom dengan ciri:

 Dominasi Presiden
 Terbatasnya peran partai politik
 Berkembangnya pengaruh PKI

Sejak berakhirnya pemillihan umum 1955, presiden Soekarno sudah


menunjukkan gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu
terjadi karena partai politik sangat orientasi pada kepentingan ideologinya sendiri
dan dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional secara
menyeluruh.disamping itu Soekarno melontarkan gagasan bahwa demokrasi
parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia yang dijiwai oleh
Pancasila.

Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:

 Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang


dipenjarakan
 Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan
presiden membentuk DPRGR
 Jaminan HAM lemah
 Terjadi sentralisasi kekuasaan
 Terbatasnya peranan pers
 Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

Setelah terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI, menjadi


tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama.

d. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia periode 1965-1998 (Orde Baru)


Pemerintahan Orde Baru  ditandai oleh Presiden Soeharto yang
menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden kedua Indonesia. Pada masa orde
baru ini menerapkan Demokrasi Pancasila untuk menegaskan bahwasanya model
demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila.

Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala
bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil
menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan
1997.Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap
gagal sebab:

 Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada


 Rekrutmen politik yang tertutup
 Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
 Pengakuan HAM yang terbatas
 Tumbuhnya KKN yang merajalela
 Sebab jatuhnya Orde Baru:
 Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
 Terjadinya krisis politik
 TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
 Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto
untuk turun jadi Presiden.

Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang kuat dan relatif
otonom, dan sementara masyarakat semakin teralienasi dari lingkungan kekuasaan
danproses formulasi kebijakan. Kedaan ini adalah dampak dari (1) kemenangan
mutlak dari kemenangan Golkar dalam pemilu yang memberi legitimasi politik
yangkuat kepada negara; (2) dijalankannya regulasi-regulasi politik semacam
birokratisasai, depolitisasai, dan institusionalisasi; (3) dipakai pendekatan
keamanan; (4) intervensi negara terhadap perekonomian dan pasar yang
memberikan keleluasaan kepda negara untuk mengakumulasikan modal dan
kekuatan ekonomi; (5) tersedianya sumber biaya pembangunan, baik dari
eksploitasi minyak bumi dan gas serta dari komoditas nonmigas dan pajak
domestik, mauppun yang berasal dari bantuan luar negeri, dan akhirnya (6) sukses
negara orde baru dalam menjalankan kebijakan pemenuhan kebutuhan pokok
rakya sehingga menyumbat gejolak masyarakat yang potensinya muncul karena
sebab struktural.

e. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia periode 1998-Sekarang

Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya


Presiden Soeharto, maka Indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan
yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir
semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya.
Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian
Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan
kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.

Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan


dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara
lain:

 Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok


reformasi
 Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang
Referandum
 Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang
bebas dari KKN
 Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan
Presiden dan Wakil Presiden RI
 Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
 Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah
dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.

Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini


adalah demokrasi Pancasila, namun berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip
dengan demokrasi perlementer tahun 1950 1959. Perbedaan demkrasi reformasi
dengan demokrasi sebelumnya adalah:

 Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang


sebelumnya.
 Ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampi pada
tingkat desa.
 Pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara
terbuka.
 Sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan
menyatakan pendapat

2.4 Konsep Demokrasi di Indonesia

Gagasan utama dalam penerapan demokrasi adalah kebebasan. Kebebasan dalam


menentukan nasib, menentukan peraturan dan perundangan, dan termasuk juga
kebebasan untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Kebebasan dalam
kehidupan berdemokrasi, bukanlah kebebasan yang bersifat mutlak. Melainkan
sebuah kebebasan yang mengikat dan bertanggungjawab. Bebas dalam artian
terbatas oleh peraturan – peraturan yang telah disepakati bersama. Sehingga,
penyampaian pendapat di muka umum, meski dimaknai secara bebas, akan tetapi
harus dapat dipertanggung jawabkan. Indonesia sebagai negara yang berbentuk
republik dan memiliki berjuta – juta penduduk, masih berusaha untuk dapat
menerapkan konsep demokrasi dengan baik. Apabila kita menganalisis fakta –
fakta yang terjadi di lapangan, masih banyak contoh – contoh cacat proses
demokrasi, yang kemudian mampu memicu terjadinya konflik di berbagai
wilayah. Alhasil, dengan latar belakang penduduk yang sangat kaya akan
perbedaan, kegagalan penerapan demokrasi akan membahayakan kedaulatan
negara. Salah satu contohnya adalah politik dinasti yang saat ini sudah mulai
menjamur di kalangan masyarakat dan elit negarawan. Mulai dari kepala desa,
hingga pejabat pemerintahan daerah. Apabila mereka telah terpilih selama dua
periode untuk menjabat di pemerintahan. Saat masa jabatannya telah berakhir,
mereka akan mencalonkan istri ataupun kerabatnya sendiri, dan mengerahkan
pendukungnya untuk memilih kandidat yang telah dicalonkan. Banyak contoh
juga, usaha yang demikian berjalan mulus, tanpa ada pengawalan dari aparat
penegak hukum. Meski, secara konstitusional memang sah. Akan tetapi, hal ini
dapat merusak originalitas konsep demokrasi yang telah dijalankan. Menurut
Abdurrahman Wahid, konsep demokrasi tidak hanya sebatas kebebasan.
Melainkan juga terkait dengan persamaan, dan musyawarah untuk mencapai
mufakat. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Syekh Ali Abdurraziq, yang
mengatakan bahwa demokrasi adalah kebebasan, keadilan, dan syura.7 Maka,
dalam konsep demokrasi yang diartikan sebagai kebebasan. Bebas bukan berarti
mutlak, melainkan sebuah kebebasan yang memiliki alur dan prosedur, serta
pedoman untuk dapat dilaksanakan dengan baik di dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.

2.5 Prinsip Demokrasi Pancasila

Pancasila sebagai struktur kognitif Setiap bangsa memerlukan nilai-nilai, norma-


norma yang diyakininya mampu berfungsi sebagai rujukan untuk
memperjuangkan cita-citanya. Setiap bangsa memerlukan pengetahuan tentang
apa yang baik dan apa yang buruk, serta apa yang benar dan apa yang salah.
Setiap bangsa memerlukan kepercayaan yang diperlukan dalam memotivasi
kebersamaan dalam menjamin kelangsungan hidupnya. Bagi bangsa Indonesia,
jawabannya adalah Pancasila, baik sebagai pandangan hidup maupun sebagai
dasar negara telah terbukti memenuhi tuntutan kodrat bagi kelangsungan hidup
suatu bangsa. Sebagai struktur koginitif, Pancasila berisi pengetahuan tentang
norma-norma mendasar untuk mengukur dan menentukan keabsahan bentuk
penyelenggaraan negara serta kebijakan penting yang diambil dalam proses
pemerintahan. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan Pancasila, karena
didalamnya terkandung cita-cita, nilai dan keyakinan yang ingin diwujudkan serta
memberikan orientasi tentang dunia seisinya, memberikan arahan bagi kehidupan
yang berjuang melawan berbagai bentuk penderitaan. Pancasila berfungsi baik
dalam menggambarkan tujuan NKRI maupun dalam proses pencapaian tujuan
NKRI. Hal ini berarti tujuan negara yang dirumuskan sebagai “melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial”, mutlak harus sesuai dengan semangat dan nilai-nilai Pancasila. Secara
historis fungsi dan peran Pancasila, mengalami tahapan-tahapan dan setiap
tahapan masing-masing mencerminkan lingkup permasalahan yang berbeda,
sehingga menuntut visi yang khas pula. (Soeryanto Poespowardoyo,1991)
Tahapan pertama, Pancasila sebagai ideologi pemersatu, dan telah menunjukan
kekuatannya dalam dua dasawarsa sejak permulaan kehidupan serta
penyelenggaraan negara RI, Pancasila merupakan filsafat politik. Rakyat
Indonesia telah dibangun dengan kesadaran yang kuat sebagai bangsa yang
memilki identitas dan hidup bersatu dalam jiwa nasionalisme dan patriotisme.
Namun dalam tahapan tersebut, terlihat adanya kelemahan persepsi maka dalam
periode ini kemiskinan yang cukup parah tidak mendapat perhatian yang
sewajarnya, dan kurang dalam penanggulanganya. Sehingga memberi kesempatan
pada fihak-fihak lain yang mencari keutungan kelompoknya, seperti munculnya
pemberontakanpemberontakan. Tahapan kedua, Pancasila sebagai ideologi
pembangunan, namun bukan berarti menegasikan tahap sebelumnya, sehingga
pada tahap ke dua ini, rasa persatuan tetap harus dilestarikan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pada tahap ini timbul kesadaran bahwa ekonomi perlu
ditangani dengan sebaik-baiknya, mengisi kemerdekaan berarti membangun
bangsa, dan membangun bangsa berarti memerangi kemiskinan. Dan langkah
tersebut memerlukan stabilitas politik sebagai prasaratnya, maka keamanan
menjadi tolok ukur untuk memberi peluang pembenahan ekonomi dan mendorong
pertumbuhan. Dan kesemuanya itu menuntut adanya legitimasi kekuasaan yang
memberikan kewenangan yang pasti bagi pemerintah untuk mengambil langkah
serta kebijakan dalam mewujudkan cita-cita yang telah disepakati bersama.
Namun pada tahapan ini, kurang adanya kepekaan sosial, sehingga
masalahmasalah sosial tidak dilihat secara realistis dan kurang dibahas secara
kritis, dan sematamata secara ideologis. Pancasila menjadi alat pragmatism untuk
semata-mata membuat legitimasi diri. Tahapan ketiga, Pancasila sebagai ideologi
terbuka (tanpa menghilangkan tahapan sebelumnya), tahapan ini memberikan
orientasi kedepan mengharuskan bangsa Indonesia selalu menyadari situasi
kehidupan yang sedang dihadapi. Pengaruh negatif globalisasi bisa diatasi dengan
tetap mempertahankan identitas dalam ikatan persatuan nasional yang dinamis.
Terbuka, bukan berarti merubah nilai-nilai dasar Pancasila, melainkan
mengeksplisitkan wawasannya secara konkrit sehingga mampu memecahkan
permasalahan. Perubahan hanya dimungkinkan pada tataran nilai instrumental dan
nilai operasional. Mengingat nilai-nilai tersebut masih bersifat umum, abstrak
maka agar lebih mudah dilaksanakan langkah pertama adalah konkritisasi nilai-
nilai diatas, dengan mengacu pada 3 pendekatan, yakni: negara RI, Pancasila
merupakan filsafat politik. Rakyat Indonesia telah dibangun dengan kesadaran
yang kuat sebagai bangsa yang memilki identitas dan hidup bersatu dalam jiwa
nasionalisme dan patriotisme. Namun dalam tahapan tersebut, terlihat adanya
kelemahan persepsi maka dalam periode ini kemiskinan yang cukup parah tidak
mendapat perhatian yang sewajarnya, dan kurang dalam penanggulanganya.
Sehingga memberi kesempatan pada fihak-fihak lain yang mencari keutungan
kelompoknya, seperti munculnya pemberontakanpemberontakan. Tahapan kedua,
Pancasila sebagai ideologi pembangunan, namun bukan berarti menegasikan tahap
sebelumnya, sehingga pada tahap ke dua ini, rasa persatuan tetap harus
dilestarikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada tahap ini timbul
kesadaran bahwa ekonomi perlu ditangani dengan sebaik-baiknya, mengisi
kemerdekaan berarti membangun bangsa, dan membangun bangsa berarti
memerangi kemiskinan. Dan langkah tersebut memerlukan stabilitas politik
sebagai prasaratnya, maka keamanan menjadi tolok ukur untuk memberi peluang
pembenahan ekonomi dan mendorong pertumbuhan. Dan kesemuanya itu
menuntut adanya legitimasi kekuasaan yang memberikan kewenangan yang pasti
bagi pemerintah untuk mengambil langkah serta kebijakan dalam mewujudkan
cita-cita yang telah disepakati bersama. Namun pada tahapan ini, kurang adanya
kepekaan sosial, sehingga masalahmasalah sosial tidak dilihat secara realistis dan
kurang dibahas secara kritis, dan sematamata secara ideologis. Pancasila menjadi
alat pragmatism untuk semata-mata membuat legitimasi diri. Tahapan ketiga,
Pancasila sebagai ideologi terbuka (tanpa menghilangkan tahapan sebelumnya),
tahapan ini memberikan orientasi kedepan mengharuskan bangsa Indonesia selalu
menyadari situasi kehidupan yang sedang dihadapi. Pengaruh negatif globalisasi
bisa diatasi dengan tetap mempertahankan identitas dalam ikatan persatuan
nasional yang dinamis. Terbuka, bukan berarti merubah nilai-nilai dasar
Pancasila, melainkan mengeksplisitkan wawasannya secara konkrit sehingga
mampu memecahkan permasalahan. Perubahan hanya dimungkinkan pada tataran
nilai instrumental dan nilai operasional. Mengingat nilai-nilai tersebut masih
bersifat umum, abstrak maka agar lebih mudah dilaksanakan langkah pertama
adalah konkritisasi nilai-nilai diatas, dengan mengacu pada 3 pendekatan, yakni:

A. Pendekatan teleologis, yakni pendekatan yang diarahkan pada apa


tujuan kehidupan berbangsa, bernegara ini, artinya tujuan yang kita
sepakati (tercermin dalam Pembukaan UUD 1945) haruslah tidak
bertentangan atau sejalan dan mencerminkan norm-norm sebagai
hasil konkritisasi dari nilai-nilai yang dimaksud diatas.
B. Pendekatan etis, yakni pendekatan yang diarahkan pada ukuran
baik-buruk, apa yang dianggap baik dan yang dianggap buruk
menurut nilai-nilai yang dimaksud diatas. (pembangunan untuk
manusia, bukan manusia untuk pembangunan).
C. Pendekatan integratif yakni bagaimana seharusnya kita bersikap
sebagai bagian dari sistem bangsa maupun negara, apakah lebih
mengutamakan kepentingan negara dan bangsa atau kepentingan
pribadi. Menempatkan manusia tidak secara individualistis
melainkan dalam konteks strukturnya, manusia adalah pribadi,
namun juga merupakan relasi. Dalam rangka menggunakan ketiga
pendekatan tersebut, senantiasa berpijak pada kondisi obyektif
yakni bentuk wilayah (kepulauan) dan kondisi bangsa Indonesia
(hiterogen). Dengan demikian pada saat kita menentukan tujuan
berbangsa dan bernegara ini harus sejalan dengan prinsip-prinsip
negara kepulauan dan heterogenitas yang ada. Demikian juga saat
kita menentukan ukuran benar-salah atau baik-buruk mengacu
pada kondisi obyektif masyarakat Indonesia (humanis religius).
Selanjutnya bagaimana hubungan antara warga-negara dengan
warga negara atau warga negara dengan negara, tentunya merujuk
pada konsep Bhineka Tunggal Ika yang beralaskan konsep
kebangsaan kita. (kesatuan wilayah, kesatuan nasib, kesatuan
tujuan). Kesemuanya itu baru akan efektif jika didukung oleh
aturan yang jelas dan sangsi yang tegas. Sebagai ideologi terbuka,
Pancasila perlu memberikan ruang untuk terciptanya dinamisasi
kehidupan masyarakat, demokratisasi, dan fungsionalisasi

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Demos” dan “Kratos”.
Demos bermakna rakyat atau khalayak, sementara Kratos bermakna
pemerintahaan. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang mengijinkan
dan memberikan hak, kebebasan kepada warga negaranya untuk
berpendapat serta turut serta dalam pengambilan keputusan di
pemerintahan.
2. Pelaksanaan demokrasi di Indonesia:
1) Periode 1945-1949 (Masa Revolusi Kemerdekaan)
2) Periode 1949-1959 (Demokrasi Parlementer)
3) Periode 1959-1965 (Demokrasi Terpimpin)
4) Periode 1965-1998 (Orde Baru)
5) Periode 1998-Sekarang

3.2 Saran
Demikian isi makalah mengenai demokrasi Indonesia yang dapat kami
jelaskan. kami menyadari masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari
penulisan maupun bahasan yang kami sajikan. Oleh karena itu kami mohon saran
kritik yang membangun agar dapat lebih baik lagi. Semoga makalah yang kami
buat dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada dosen pembimbing mata kuliah Pancasila ibu Dr. Nurul Zuriah.,M.Si yang
telah memberi kami tugas pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

https://sistempemerintahannegaraindonesia.blogspot.com/2015/11/sejarah-
perkembangan-demokrasi-di.html

https://www.gramedia.com/literasi/demokrasi/

Rohman Fatkur.2019. Demokrasi di Indonesia Hakikat Demokrasi di Dalam


Keberagaman. Jurnal

Tjarsono Idjang 4 (2), 876-888,2013. Demokrasi Pancasila dan Bhineka Tunggal


Ika Solusi Heterogenitas.Transnasional

Khaelan,2004. Pendidikan Pancasila Paradigma,Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai