Anda di halaman 1dari 28

A.

Definisi

SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah

mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak.

Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti

kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial

(Smeltzer & Bare, 2013).

Tumor otak adalah lesi oleh karena adanya desakan ruang baik jinak

maupun ganas yang timbul di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak

merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor

ganas disusun saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam

intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh

sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-sel saraf di meningen

otak. Cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka

lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas

pertama kali dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium

(McPhee & Genong, 2012).

B. Epidemiologi

Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding

perempuan (39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥ 60 tahun (31,85

persen), selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3 bulan

sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita (74,1 persen)

yang dioperasi dan lainnya (26,9 persen) tidak dilakukan operasi karena berbagai alasan,

seperti: inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi tumor terbanyak berada di
lobus parietalis (18,2 persen), sedangkan tumor-tumor lainnya tersebar di beberapa lobus

otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum, brainstem, cerebellopontine angle dan

multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA) jenis tumor terbanyak yang

dijumpai adalah Meningioma (39,26 persen), sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan

lain-lain yang tak dapat ditentukan (R. Soffieti, 2003).

C. Etiologi

Menurut McPhee & Genong (2012), Gejala terjadinya spesifik sesuai

dengan gangguan daerah otak yang terkena. Menyebutkan tandatanda yang

ditunjukkan local, seperti pada ketidaknormalan sensori dan motorik. Perubahan

penglihatan dan kejang karena fungsi dari bagianbagian berbeda dan otak. Lokasi

tumor dapat ditentukan pada bagiannya dengan mengidentifikasi fungsi yang

dipengaruhi oleh adanya tumor.

a. Tumor lobus frontal : Sering menyebabkan ganggguan kepribadian, perubahan

status emosional dan tingkah laku dan disintegrasi perilaku mental.

b. Tumor cerebellum : Mengatakan pusing, kehilangan keseimbangan/berjalan

yang sempoyongan dengan kecenderungan jatuh, otot tidak terkoordinasi dan

nigtatius(gerakan mata berirama tidak sengaja).

c. Tumor korteks motorik : Menimbulkan manifestasi gerakan seperti epilepsy,

kejang dimana kejang terletak pada satu sisi.

d. Tumor lobus frontal : Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan

status emosional dan tingkah laku dan disulegrasi perilaku mental.

e. Tumor intra cranial : Dapat menghasilkan gangguan kepribadian konfusi,

gangguan fungsi bicara dan gangguan gaya berjalan.


f. Tumor sudut cerebelopointin : Biasanya diawali pada jaring saraf akustik dan

memberi rangkaian gejala yang timbul dengan semua karakteristik gejala pada

tumor otak.

Gejala pertama :

1) Tinitus dan kelihatan vertigo, segera ikuti perkembangan saraf-saraf

yang mengarah terjadinya tuli (gangguan fungsi saraf cranial ke VIII /

vestibulochorlearis / oktavus)

2) Kesemutan dan rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (berhubungan

dengan cranial ke V/trigemirus)

3) Terjadi kelemahan atau paralisis (keterbatasan saraf cranial ke VII /

fecialis)

4) Pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada

fungsi motorik (aktivitas otot, sikap badan dan keseimbangan).

Sementara itu menurut Soffieti (2003) Penyebab tumor hingga saat ini

masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang

dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:

a. Herediter

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada

meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota

sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap

sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.


Selain jenisjenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk

memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.

b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang

mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada

kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas

dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi

pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.

c. Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami

perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya

suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya

suatu radiasi.

d. Virus

Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang

dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses

terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara

infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.

e. Substansi-substansi Karsinogenik

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini

telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone,

nitroso-ethylurea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.


f. Trauma

Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput

otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum

diketahui

D. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala yang terjadi pada Space Occupying Lesion (McPhee &

Genong, 2012) (Brunner & Suddarth, 2015) adalah :

a. Gejala serebral umum

Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang

dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa : mudah tersinggung,

emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan

inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi.

Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.

b. Tanda dan gejala peningkatan TIK

1) Sakit kepala berat (severe headache)

Sakit kepala ini terutama diwaktu bangun tidur, datang berupa serangan

secara tidak teratur, semakin lama semakin sering. Mula-mula sakit bisa

diatasi dengan analgesik biasa tetapi lama kelamaan obat tersebut tidak

mampu lagi untuk menghilangkan sakit kepala. Nyeri kepala ini terjadi

akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh

darah atau serabut saraf. Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah

tumor otak dan 30% gejala awal tumor otak adalah nyeri
kepala.Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus.Sifat nyeri kepala

bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya

bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta

pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial.

Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor

otak.

2) Muntah proyektil

Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih

sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat

proyektif dan tak disertai dengan mual. Muntah ini biasanya tidak diikuti

dengan rasa mual, karena muntah ini disebabkan oleh peningkatan tekanan

intrakranial

3) Papiledema

Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan

oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil

berubah menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebar atau

kadang-kadang tampak terputus putus. Ini terjadi akibat penekanan pada

vena sentralus retinae.

4) Kejang

Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks

serebri. Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak

pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut.

Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu


dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila. Bangkitan

kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun

5) Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial

Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul

pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan

kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu

tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain

itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK.

Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala

fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma dari

ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.

c. Gejala terlokalisasi (spesifik sesuai dengan daerah otak yang terkena):

1) Tumor korteks motorik, gerakan seperti kejang-kejang yang terletak

pada satu sisi tubuh (kejang jacksonian).

2) Tumor lobus oksipital, hemianopsia homonimus kontralateral (hilang

penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan

dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.

3) Tumor serebelum, pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan

kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot-otot tidak terkoordinasi dan

nistagmus (gerakan mata berirama dan tidak disengaja).

4) Tumor lobus frontal, gangguan kepribadian, perubahan status emosional

dan tingkah laku, disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi

ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri.


5) Tumor sudut serebelopontin, tinnitus dan kelihatan vertigo, tuli

(gangguan saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan

lidah (saraf kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh),

abnormalitas fungsi motorik.

6) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,

gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutama pada lansia

E. Patofisiologi

Gejala tumor intracranial dapat memberikan efek local atau pun efek

general. Pada lobus frontal terjadi gangguan kepribadian, gangguan efek,

disfungsi system motor, kejang, aphasia. Pada presentral gyrus dapat ditemukan

kejang Jacksonian. Pada lobus oskipital terjadi gangguan penglihatan, dan sakit

kepala (headache). Lobus temporal bias terjadi halusinasi pendengaran,

penglihatan atau gustatory dan kejang psikomotor, aphasia. Pada lobus parietal

dapat ditemukan ketidakmampuan membedakan kiri – kanan, deficit sensori

(kontralateral). Ada juga yang menekan secara langsung pada struktur saraf

menyebabkan degenerasi dan interferensi dengan sirkulasi local. Bisa timbul

edem local dan jika lama maka mempengaruhi fungsi jaringan saraf. Suatu tumor

otak sesuai type dimana-mana pada rongga cranial biasa menyebabkan

peningkatan tekanan intracranial (TIK). Bila tumor berada di ventrikel maka dapat

menyebabkan obstruksi. Bila edema meningkat maka suplay darah ke otak

menurun dan karbondioksida tertahan. Pembuluh darah dilates untuk

meningkatkan suplay oksigen darah. Hal ini malah akan memperberat edem.
Papilledema merupakan efek general dari peningkatan tekanan intracranial dan

sering sebagai tanda terakhir yang timbul. Kematian akibat kompresi batang otak

(McPhee & Genong, 2012).

Tumor intrakranial menyebabkan timbulnya gangguan neurologik

progresif. Gangguan ini biasanya disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal

akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial (ICP). Gangguan fokal terjadi

apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung

pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural. Perubahan suplai darah

akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis

jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai

hilangnya fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan

serebrovaskuler primer. Hal ini menyebabkan kehilangan fungsi secara akut

sesuai area yang terkena.

Jika tumor mengenai daerah lobus frontalis maka akan timbul kelemahan

pada otot wajah sehingga terjadi gangguan bicara dan pasien mengalami afasia.

Jika terjadi tekanan pada daerah dan lintasan motorik didekat tumor maka pasien

akan mengalami hemiparesis yang kemudian terjadi paralisis dan reflek tendon

menurun. Tumor pada lobus parasentralis juga menyebabkan terjadi kelemahan

pada kaki dan ekstremitas bawah.

Tumor di lobus parietalis akan menyebabkan hilangnya fungsi sensorik

dan gangguan lokalisasi sensorik. Tumor di lobus oksipitalis akan menyebabkan

terjadi serangan kejang. Sedangkan tumor di ventrikel dan hipotalamus


menyebabkan aktivasi hipotalamus meningkat sehingga terjadi peningkatan suhu

tubuh.

Peningkatan ICP dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan

perubahan sirkulasi CSS. Peningkatan ICP akan membahayakan jiwa bila terjadi

cepat akibat salah satu penyebab tersebut. Mekanisme kompensasi memerlukan

waktu berhari – hari atau berbulan – bulan untuk menjadi efektif sehingga tidak

berguna bila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara

lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume CSF, kandungan

cairan intrasel, dan mengurangi sel – sel parenkim. Peningkatan tekanan yang

tidak diobati mengakibatkan terjadinya herniasi unkus atau serebelum. Herniasi

unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui

insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan

mesensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak.

Herniasi serebelum mengakibatkan tonsil serebelum tergeser ke bawah melalui

foramen magnum oleh suatu massa posterior sehingga terjadi kompresi medulla

oblongata yang selanjutnya pasien mengalami nausea, muntah proyektil, dan

terjadi gangguan pernafasan.

Selain itu peningkatan ICP mengakibatkan terjadinya traksi dan

pergeseran struktur peka nyeri dalam rongga intrakranial sehingga timbul nyeri

kepala. Peningkatan ICP juga mengakibatkan terjadinya pembengkakan papila

saraf optikum kemudian terjadi papila edema, perluasan bintik buta dan
penyempitan lapang pandang perifer sehingga penglihatan menjadi kabur (Price &

Wilson, 2012).

F. Pathway
G. Pemeriksaan penunjang

Menurut McPhee & Genong (2012), pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan pada Space Occupying Lesion adalah :

a. CT Scan

Memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jenis tumor dan

meluasnya edema serebral sekunder serta member informasi tentang sistem

vaskuler.

b. MRI

Membantu dalam mendeteksi tumor di dalam batang otak dan daerah hiposisis,

dimana tulang mengganggu dalam gambar yang menggunakan CT Scan.

c. Biopsy stereotaktik

Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk member dasar

pengobatan serta informasi prognosi.

d. Angiografi

Memberi gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor.

e. Elektroensefalografi (EEG)

Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan

dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

H. Penatalaksanaan

Menurut McPhee & Genong (2012), Tumor otak yang tidak terobati menunjukan

kearah kematian, salah satu akibat peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang

disebabkan oleh tumor. Pasien dengan kemungkinan tumor otak harus dievaluasi
dan diobati dengan segerah bila memungkin sebelum kerusakan neurologis tidak

dapat diubah. Tujuannya adalah mengangkat dan memusnakan semua tumor atau

banyak kemungkinan tanpa meningkatkan penurunan neurologis atau tercapainya

gejala-gejala dengan mengangkat sebagian (dekompresi).

a. Pendekatan pembedahan (Craniatomy)

Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada

serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3. Pengangkatan tumor secara

menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan tindakan yang

mencangkup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan mengakat

bagian besar dari tumor yang secara teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal

atau menjadi resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.

b. Pendekatan kemoterapi

Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak,

juga menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sum-

sum tulang autologi intravens dugunakan pada beberapa pasien yang akan

menerima kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk

menolong pasien terhadap adanya keracunan sum-sum tulang sebagai akibat dosis

tinggi radiasi.

c. Pendekatan stereotaktik

Stereotaktik mrupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik

tertentu didalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk

menghancurkan jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans. Pemerksaan ini

untuk mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT, sedangkan untuk


menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor sambil meminimalkan pengaruh

pada jaringan otak disekitarnya dilakukan pemeriksaan radiosotop dengan cara

ditempelkan langsung kedalam tumor.

I. Komplikasi

Menurut McPhee & Genong (2012), Komplikasi setelah pembedahan dapat

disebabkan efek depresif anestesis narkotik dan imobilitas. Echymosis dan edema

periorbital umunya terjadi setelah pembedahan intracranial. Komplikasi

khususnya/spesifik pembedahan intracranial tergantung pada area pembedahan

dan prosedur yang diberikan, misalnya :

a. Kehilangan memori

b. Paralisis

c. Peningkatan ICP

d. Kerusakan verbal atau berbicara

e. Kerusakan sensasi khusus

Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral adalah komplikasi mayor

pembedahan intracranial dengan manifestasi klinis :

a. Perubahan visual dan verbal

b. Perubahan kesadaran berhubungan dengan sakit kepala

c. Perubahan pupil

d. Perubahan pernapasan

e. Kelemahan otot
Adapun komplikasi dari SOL/ tumor otak menurut Kumar,dkk (2003) sebagai

berikut:

1. Weakness : tumor mengenai bagian otak yang mengontrol gerakan motorik

2. Vision changes : pada chiasma opticum dan visual cortex double vision dan

penurunan lap. Pandang

3. Hearing loss

4. DIC akibat adanya factor-faktor immature neoplastic blood vessels, hormone,

dan lain-lain

5. Kejang akibat gangguan kelistrikan di otak

6. Hydrocephalus Peningkatan TIK atau tumor menghambat aliran LCS di otak

7. Brain herniation Peningkatan TIK menggeser parenkim otak ke for. Magnum

atau transtentorial

8. Kematian mendadak (Sudden death)

9. Komplikasi sebagai efek samping kemoterapi : Encephalopathy, kejang,

kebutaan, cardiomiopathy, thrombosis

10. Komplikasi sebagai efek samping terapi radiasi : Kelelahan, kejang, nyeri

kepala, lethargy, somnolence

11.Perubahan tingkah laku : Gelisah, mania, labil, perubahan tingkah laku sexual,

delusi

12.Depresi :

a. dapat disebabkan karena tumor pada pusat emosi (system limbic) atau

karena keadaan klinis yang disebabkan oleh tumor tersebut


b. Gejala : menangis terus-menerus, kesedihan yg mendalam, social

withdrawal Mudah marah, kecemasan, penurunan libido, gangguan tidur,

tingkah laku yg tidak wajar

c. Dapat juga karena efek STEROID : mood and sleep changes, gg. bipolar

(manic depression).

13.Gejala psikosis (halusinasi dan waham) akibat peningkatan produksi dopamine

J. Prognosis

Tergantung pada lokasi dan kemungkinan tumor untuk diangkat, umur pasien,

histology tumor, dan metastasis tumor.

1. Bila lokasi memungkinkan tumor untuk diangkat, maka prognosis baik. Lokasi

seperti hipotalamus dan batang otak sulit diakses, dapat menyebabkan kematian,

meskipun tidak ada bukti histologik adanya keganasan.

2. Semakin lanjut usia pasien, maka semakin buruk prognosisnya, karena semakin

menurunnya kemampuan sel-sel tubuh untuk beregenerasi. Tumor yang ganas

juga memperburuk prognosis akibat cepatnya perkembangan tumor yg dapat

semakin meningkatkan TIK dan memperburuk kondisi pasien.

3. Pada pasien dengan tumor otak sebagai metastasis dari keganasan di organ lain,

maka pasien umumnya meninggal bukan disebabkan karena kerusakan pada otak,

namun akibat keganasan tersebut.


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

1. Pengumpulan data

a. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, alamat,

diagnosa medis, tanggal/jam MRS dan tanggal/jam pengkajian.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien dan

merupakan alasan pokok klien masuk RS (Keluhan utama saat

MRS). Keluhan utama yang lain adalah keluhan utama saat

dilakukan pengkajian (beberapa saat atau hari setelah klien MRS).

Keluhan ini biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan

intrakranial dan adanya gangguan fokal, seperti nyeri kepala hebat,

muntah – muntah, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Berisikan tentang keadaan dan keluhan klien saat timbulnya

serangan, waktu, frekuensi, penjalaran, kwalitas, tindakan yang

dilakukan untuk mengatasi serangan. Kaji adanya keluhan nyeri

kepala, mual, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran dengan

pendekatan PQRST. Adanya penurunan atau perubahan pada

tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan di dalam

intrakranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi. Sesuai


perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan

koma.

3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama

penyakit yang mendukung munculnya penyakit saat ini (faktor

predisposisi dan presifitasi). Kaji adanya riwayat nyeri kepala pada

masa sebelumnya. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung

pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data

dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan

selanjutnya.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga terutama

yang berhubungan dengan gangguan sistem neuro atau sistem lain

yang mempunyai sifat herediter dan berpengaruh terhadap

munculnya tumor intrakranial & medulla spinalis. e.Pengkajian

psikososiospiritual Pengkajian psikologis pasien stroke meliputi

beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh

persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku

klien.

C. Pengkajian Pola Kebiasaan:

1) Aktivitas/istirahat

Gejala: kelemahan/keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda:

perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia,


masalah dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya

faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas,

keterbatasan dalam hobi dan dan latihan.

2) Sirkulasi Gejala: nyeri kepala pada saat beraktivitas. Kebiasaan:

perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi

jantung.

3) Integritas Ego Gejala: faktor stres, perubahan tingkah laku atau

kepribadian, Tanda: cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,

bingung, depresi dan impulsif.

4) Eliminasi Gejala: Inkontinensia kandung kemih/usus mengalami

gangguan fungsi.

5) Makanan/cairan Gejala: mual, muntah proyektil dan mengalami

perubahan selera. Tanda: muntah (mungkin proyektil), gangguan

menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)

6) Neurosensori Gejala: Amnesia, vertigo, synkop, tinitus,

kehilangan pendengaran, tingling dan baal pada ekstremitas,

gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda: perubahan kesadaran

sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi

pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan,

wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek

tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang,

sensitif terhadap gerakan.


7) Nyeri/Kenyamanan Gejala: nyeri kepala dengan intensitas yang

berbeda dan biasanya lama. Tanda: wajah menyeringai, respon

menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa

istirahat/tidur.

8) Pernapasan Tanda: perubahan pola napas, irama napas

meningkat, dispnea, potensial obstruksi.

9) Hormonal Gejala: Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.

10) Sistem Motorik Gejala: scaning speech, hiperekstensi sendi,

kelemahan.

11) Keamanan Gejala: pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen,

pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda: demam, ruam kulit,

ulserasi

12) Seksualitas Gejala: masalah pada seksual (dampak pada

hubungan, perubahan tingkat kepuasan).

13) Interaksi social Gejala: ketidakadekuatan sitem pendukung,

riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga, dukungan) dan

fungsi peran (Doenges, 2014).

d. Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6)

dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah

dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.


Keadaan Umum

Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan

bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-

tanda vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.

a.B1 (Breathing)

Inspeksi: pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada

medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan pernafasan.

b.B2 (Blood)

Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla

oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi.

c.B3 (Brain)

Tumor intrakranial sering menyebabkan berbagai defisit neurologis,

bergantung pada gangguan fokal dan adanya peningkatan ICP. Pengkajian

B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan

pengkajian pada sistem lainnya. Trias klasik tumor otak adalah nyeri

kepala, muntah, dan papiledema.

1. Pengkajian tingkat kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn klien tumor intrakranial

biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.

Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat

penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi

untuk pemantauan pemberian asuhan.

2.Pengkajian fungsi serebral


a) Status Mental

Observasi penampilan , tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi

wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien tumor intrakranial

tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

b) Fungsi Intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka

pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung

dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage

yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang

tidak begitu nyata.

c) Lobus Frontal

Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika

kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau

fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.

Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,

kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang

menyebabkan klien mengalami masalah frustasi dalam program

rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat

oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini.

Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan

oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang

kerja sama.
3. Pengkajian saraf kranial

Saraf I : Tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

Saraf II : Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian

tertentu dari lintasan visual. Papiledema disebabkan oleh statis

vena yang menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus.

Saraf III, IV, dan VI : Adanya kelumpuhan unilateral atau

bilateral dari saraf VI memberikan manifestasi pada suatu tanda

adanya glioblastoma multiformis.

Saraf V : Pada keadaan tumor intrakranial yang tidak menekan

saraf trigeminus, tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada

neurolema yang menekan saraf ini akan didapatkan adanya

paralisis wajah unilateral.

Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah

asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

Saraf VIII : ada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi.

Tumor lobus temporalis menyebabkan tinitus dan halusinasi

pendengaran yang mungkin diakibatkan iritasi korteks

pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan.

Saraf IX, dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan

membuka mulut.

Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan

trapezius.
Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan

fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

4. Pengkajian sistem motorik

Keseimbangan dan koordinasi, lesi serebelum mengakibatkan

gangguan pergerakan. Gangguan ini bervariasi, bergantung pada

ukuran dan lokasi spesifik tumor dalam serebelum.

5. Pengkajian refleks

Gerakan involunter : pada lesi tertentu yang memberikan tekanan

pada area fokal kortikal tertentu, biasanya menyebabkan kejang

umum, terutama pada tumor lobus oksipital.

6. Pengkajian sistem sensorik Tumor pada lobus parietalis korteks

sensorik parietalis mengakibatkan hilangnya fungsi sensorik

kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, diskriminasi dua titik,

grafestesia, kesan posisi, dan stereognosis.

d.B4 (Bladder)

Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis

luas.

e.B5 (Bowel)

Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah

pada fase akut karena akibat rangsangan pusat muntah pada medulla

oblongata. Pola defekasi terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik

usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan

neurologis luas.
f.B6 (Bone)

Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan

sensori, dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan

istirahat.

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

Pre-Op

1) PK Peningkatan TIK

2) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler, kerusakan kognitif

3) Nyeri Akut berhubungan dengan adanya agen injury biologi akibat tumor

ditandai dengan klien mengeluh nyeri kepala dan tampak meringis kesakitan

4) Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan

klien mengeluh mual muntah, terjadi penurunan nafsu makan, terjadi peningkatan

saliva, klien tidak dapat menghabiskan makanan sesuai porsi yang disediakan.

5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular

ditandai dengan keterbatasan kemampuan dalam melakukan gerak, penurunan

kemampuan dalam melakukan ROM, pergerakan yang tidak terkoordinasi.

6) Kebingungan Akut berhubungan dengan defisit neurologik akibat tumor

dtitandai dengan klien tampak mengalami disorientasi, penurunan perhatian, dan

sering lupa
7) Risiko Jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan akibat adanya

tumor

8) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan tumor otak ditandai dengan

kesulitan untuk mengucapkan melalui verbal (seperti afasia, isfasia, apraksia),

kesulitan dalam mempertahankan pola komunikasi biasanya, tidak bisa/ksulitan

berbicara, ketidakmampuan menggunakan ekspresi wajah.

Post-Op

1) Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral berhubungan dengan adanya

ketidakstabilan regulasi cairan otak pasca operasi tumor otak

2) Nyeri Akut berhubungan dengan adanya agen injury fisik akibat operasi

ditandai dengan klien mengeluh nyeri kepala dan tampak meringis kesakitan

3) Risiko Infeksi berhubungan dengan adanya luka bekas operasi sebagai port de

entry kuman

C. Rencana Keperawatan
D. Evaluasi

1. Pasien menunjukan perfusi jaringan serebral yang efektif.

2. Pasien menunjukan pola nafas yang efektif.

3. Pasien melaporkan nyeri berkurang hingga hilang sama sekali.

4. Pasien menunjukan persepsi sensori yang normal.

5. Pasien melaporkan pemenuhan nutrisi yang sesuai kebutuhan tubuh.

6. Pasien menunjukan kemampuan mobilisasi bertahap.

7. Pasien tidak mengalami cedera.

8. Pasien tidak menunjukan tanda dan gejala stroke.


Referensi

Blackwell. W. (2016). Nursing Diagnoses Definitions And Clasification.


(Nanda). Ed 10. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed


8 Vol 3. EGC. Jakarta

Bulechheck, Glori. M. (2016). Nursing Interventions Clasification (NIC).


Ed 6. Jakarta : CV Mocomedia

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Geissler, A.C. (2014). Rencana


Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin
Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Kumar, Vinay,dkk. (2003). Buku Ajar Patologi. EGC : Jakarta.

McPhee, S. J. & Genong, W. F. (2012). Patofisologi Penyakit Pengantar


Menuju Kedokteran Klinis. Jakarta : EGC

Moorhead, Sue, dkk . (2016). Nursing Outcomes Interventions


Clasiffication (Noc). Ed 5. Jakarta : CV Mocomedia

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses -


Proses Penyakit. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Soffieti, R. (2003). Metastasis Brain Tumors. 7th. Congress of The


European Federation of Neorological Sopcieties. Helsinki.

Anda mungkin juga menyukai