Anda di halaman 1dari 5

2.

2 Adaptasi Terhadap Persalinan


2.2.1 Adaptasi Janin
1. Denyut Jantung Janin
Pemantauan denyut jantung janin (DJJ) memberi informasi yang dapat
dipercaya dan dapat digunakan untuk memprediksi keadaan janin yang berkaitan
dengan oksigenasi. Stres pada unit uteroplasenta akan tercermin dalam pola DJJ
yang khas. Adalah penting bagi perawat untuk memiliki pengetahuan dasar
tentang faktor-faktor yang terlibat dalam oksigenasi janin dan tentang respon janin
yang menunjukkan oksigenasi janin yang adekuat.
DJJ rata-rata aterm ialah 140 denyut/menit. Batas normalnya ialah 110-
160 denyut/menit. Pada kehamilan yang lebih muda DJJ lebih tinggi dengan nilai
rata-rata sekitar 160 denyut/menit pada usia gestasi 20 minggu. Laju denyut akan
menurun secara progresif dengan semakin matangnya janin saat mencapai aterm.
Akan tetapi percepatan sementara dan diselarasi DJJ yang sedikit dini dapat
terjadi sebagai respon terhadap gerakan janin yang spontan, periksa dalam,
tekanan fundus, kontraksi uterus, dan palpasi abdomen.

2. Sirkulasi Janin
Sirkulasi janin dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantaranya ialah
posisi ibu, kontraksi uterus, tekanan darah, dan aliran darah tali pusat. Kontraksi
uterus selama persalinan cenderung mengurangi sirkulasi melalui arteriol spiralis,
sehingga mengurangi perkusi melalui ruang intervilosa. Kebanyakan janin sehat
mampu mengompensasi stres ini. Biasanya aliran darah tali pusat tidak terganggu
oleh kontraksi uterus dan posisi janin.

3. Pernapasan dan perilaku janin


Perubahan-perubahan tertentu menstimulasi kemoreseptor pada aorta dan
badan karotid guna mempersiapkan janin untuk memulai pernapasan setelah lahir.
Perubahan-perubahan ini meliputi hal-hal berikut:
 7 sampai 42 ml air ketuban diperas keluar dari paru-paru (selama
persalinan pervaginam)
 Tekanan oksigen (Po2) janin menurun
 Tekanan karbondioksida (Pco2) arteri meningkat
 pH arteri menurun
Gerakan janin masih sama seperti masa hamil tetapi menurun setelah
ketuban pecah.

2.2.2 Adaptasi ibu


1. perubahan kardiovaskuler
Perawat dapat berharap akan menemukan beberapa perubahan pada sistem
kardiovaskuler wanita selama bersalin. Pada setiap kontraksi, 400 ml darah
dikeluarkan uterus dan masuk kedalam sistem vaskuler ibu. Hal ini akan
meningkatkan curah jantung sekitar 10% sampai 15% pada tahap pertama
persalinan dan sekitar 30% sampai 50% pada tahap kedua persalinan.
Perawat dapat mengantisipasi perubahan tekanan darah. Ada beberapa
faktor yang mengubah tekanan darah ibu. Aliran darah, yang menurun pada arteri
uterus akibat kontraksi, diarahkan kembali ke pembuluh darah perifer. Timbul
tahanan perifer, tekanan darah meningkat, dan frekuensi denyut nadi melambat.
Pada tahap pertama persalinan, kontraksi uterus meningkatkan tekanan sistolik
sampai sekitar 10 mmHg. Oleh karena itu, pemeriksaan tekanan darah diantara
kontraksi memberi data yang lebih akurat. Pada tahp kedua, kontraksi dapat
meningkatkan tekanan sistolik sampai 30 mmHg dan diastolik sampai 25 mmHg.
Akan tetapi baik tekana sistolik maupun diastolik akan tetap sedikit meningkat
diantara kontraksi. Wanita yang memang memiliki resiko hipertensi kini
resikonya meningkat untuk mengalami komplikasi, seperti perdarahan otak.
Wanita harus diberitahu bahwa ia tidak boleh melakukan Manuver
Valsalva (menahan napas dan menegakkan oto abdomen) untuk mendorong
selama tahap kedua. Aktivitas ini meningkatkan tekanan intratoraks, mengurangi
aliran balik vena, dan meningkatkan tekanan vena. Curah jantung dan tekanan
darah meningkat, sedangkan nadi melambat untuk sementara. Selama wanita
melakukan manufer valsalva, janin dapat mengalami hipoksia. Proses ini pulih
kembali saat wanita menarik napas.
Hipotensi supine terjadi saat vena kava asenden dan aorta desenden
tertekan. Ibu memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami hipotensi supine, jika
pembesaran uterus berlebihan akibat kelamin kembar, hidramnion, obesitas, atau
dehidrasi dan hipovolemia. Selain itu rasa cemas dan nyeri serta penggunaan
analgesik dan anestetik dapat menyebabkan hipotensi.
Sel darah putih (SDP) meningkat, sering kali sampai ≥25.000/mm3.
Meskipun mekanisme yang menyebabkan jumlah sel darah putih meningkat
masih belum diketahui tetapi diduga hal itu terjadi akibat stres fisik atau emosi
atau trauma jaringan. Persalinan sangat melelahkan. Melakukan latihan fisik saja
dapat meningkatkan jumlah sel darah putih.
Terjadi beberapa perubahan pembuluh darah perifer, kemungkinan sebagai
respon terhadap dilatasi serviks atau kompresi pembuluh darah ibu oleh janin
yang melalui jalan lahir. Pipi menjadi merah, kaki panas atau dingin, dan terjadi
prolaps hemoroid.

2. Perubahan pernapasan
Sistem pernapasan juga beradaptasi. Peningkatan aktivitas fisik dapat
meningkatkan pemakaian oksigen terlihat dari peningkatan frekuensi pernapasan.
Hiperventilasi dapat menyebabkan alkalosis respiratorik (pH) meningkat, hipoksia
dan hipokapnea (karbondioksida menurun). Pada tahap kedua persalinan jika
wanita tidak diberi obat-obatan, maka ia akan mengonsumsi oksigen hampir dua
kali lipat. Kecemasan juga meningkatkan pemakaian oksigen.

3. perubahan pada ginjal


Pada trimester kedua, kandung kemih menjadi organ abdomen. Apabila
terisi, kandung kemih dapat teraba diatas simfisis pubis. Selama persalinan,
wanita dapat mengalami kesulitan untuk berkemih secara spontan akibat berbagai
alasan: edema jaringan akibat tekanan bagian presentasi, rasa tidak nyaman,
sedasi, dan rasa malu. Proteinuria +1 dapat dikatakan normal dan hasil ini
merupakan respons rusaknya jaringan otot akibat kerja fisik selama persalinan.
4. perubahan integumen
Adaptasi sistem integumen jelas terlihat khususnya pada daya
distensibilitas daerah introitus vagina (muara vagina). Tingkat distensibilitas ini
berbeda pada setiap individu. Meskipun daerah itu dapat meregang namun dapat
terjadi robekan-robekan kecil pada kulit sekitar introitus vagina sekalipun tidak
dilakukan episiotomi atau tidak terjadi laserasi.

5. perubahan muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal mengalami stres selama persalinan. Diaforesi,
keletihan, proteinuria (+1) dan memungkinkan peningkatan suhu menyertai
peningkatan aktivitas otot yang menyolok. Nyeri punggung dan nyeri sendi (tidak
berkaitan dengan posisi janin) terjadi sebagai akibat semakin renggangnya sendi
pada masa aterm. Proses persalinan itu sendiri dan gerakan meluruskan jari-jari
kaki dapat menimbulkan kram tungkai.

6. perubahan neurologi
Sistem neurologi menunjukkan bahwa timbul rasa tidak nyaman selama
persalinan. Perubahan sensoris terjadi saat wanita masuk ketahap pertama
persalinan dan saat masuk ke setiap tahap berikutnya. Mula-mula ia mungkin
merasa euforia. Euforia membuat wanita menjadi serius dan kemudian mengalami
amnesia diantara traksi selama tahap kedua. Akhirnya wanita merasa sangat
senang atau merasa letih setelah melahirkan. Endorfin endogen (senyawa mirip
morfin yang diproduksi tubuh secara alami) maningkatkan ambang nyeri dan
menimbulkan sedasi. Selain itu anestesia fisiologis jaringan perineum, yang
menimbulkan tekanan bagian presentasi, menurunkan presepsi nyeri.

7. perubahan perencanaan
Persalinan memengaruhi sistem saluran cerna wanita. Bibir dan mulut
dapat menjadi kering akibat wanita bernapas melalui mulut, dehidrasi dan sebagai
respon emosi terhadap persalinan. Selama persalinan motilitas dan absorpsi
saluran cerna menurun dan waktu pengosongan lambung menjadi lambat. Wanita
sering kali merasa mual dan memuntahkan makanan yang belum dicerna setelah
bersalin. Mual dan sendawa juga terjadi sebagai resppon refleks terhadap dilatasi
serviks lengkap. Ibu dapat mengalami diare pada awal persalinan dan perawat
dapat meraba tinja yang keras atau tertahan pada rektum.

8. perubahan endokrin
Sistem endokrin aktif selama persalinan. Awitan persalinan dapat
diakibatkan oleh penurunan kadar progesteron dan peningkatan kadar estrogen,
prostaglandin, dan oksistosin. Metabolisme meningkat dan kadar glukosa darah
dapat menurun akibat proses persalinan.

Anda mungkin juga menyukai