Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Aparatur Sipil Negara

1. Pengertian Aparatur Sipil Negara

Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan

pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah,

dan diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu

jabatan pemerintahan atau diserahi tugas lainnya dan digaji berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.8 Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya

juga disebut sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah Pegawai Negeri Sipil dan

Pegawai Pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina

kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan dan digaji

berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2. Jenis Pegawai Aparatur Sipil Negara

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,

menjelaskan bahwa Pegawai Aparatur Sipil Negara terdiri dari:

a. PNS

PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan pegawai ASN

yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan

memiliki nomor induk pegawai secara nasional.

b. PPPK

PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan pegawai ASN

yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina

8
Sekretariat Negara RI, Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(Jakarta, 2014), halaman 3.

11
Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan instansi Pemerintah dan ketentuan

Undang-Undang ini.

Dari uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang menyelenggarakan

tugas-tugas negara atau pemerintahan adalah pegawai negeri, karena kedudukan

pegawai negeri adalah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, juga pegawai negeri

merupakan tulang punggung pemerintah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan

maupun dalam melaksanakan pembangunan nasional.

3. Asas, Prinsip, Nilai Dasar, serta Kode Etik dan Kode Perilaku Penyelenggaraan

Kebijakan dan Manajemen ASN.

1) Asas Aparatur Sipil Negara adalah sebagai berikut:

a. kepastian hukum;

b. profesionalitas;

c. proporionalitas;

d. keterpaduan;

e. delegasi;

f. netralitas;

g. akuntabilitas;

h. efektif dan efisien;

i. keterbukaan;

j. nondiskriminatif;

k. persatuan dan kesatuan;

l. keadilan dan kesetaraan;

m. Kesejahteraan.

2) Prinsip Aparatur Sipil Negara sebagai berikut:

a. nilai dasar

12
b. kode etik dan kode perilaku

c. komitmen, integritas moral dan tanggung jawab pada pelayanan publik

d. kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas

e. kualifikasi akademik

f jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan

g profesionalitas jabatan

3) Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:

a. memegang teguh ideologi;

b. setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 dan pemerintahan yang sah;

c. mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;

d. menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;

e. membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;

f. menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif;

g memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;

h. mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya ke publik;

i. memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah;

j. memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat,

berdaya guna, berhasil guna, dan santun;

k. mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;

l. menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama;

m. mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai;

n. mendorong kesetaraan dalam pekerjaan;

o. meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat

sistem karier.

13
4) Kode etik dan kode perilaku berisi pengaturan perilaku agar pegawai Aparatur Sipil

Negara:

a. melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi;

b. melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;

c. melayani dengan sikap hormat, sopan dan tanpa tekanan;

d. melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –undangan;

e. melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang

berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan etika pemerintahan;

f. menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;

g menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab;

h efektif dan efisien;

i memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang

memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;

j tidak menyalahgunakan informasi intern, negara, tugas, status, kekuasaan, dan

jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri

atau untuk orang lain;

k memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN;

l. melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin pegawai

ASN.

14
4. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warganegara Indonesia yang memenuhi syarat

tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) secara tetap oleh pejabat

pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.9

Pengertian Pegawai Negeri Tersebut menurut pasal 1 angka 3 (Tiga) Undang-

Undang Nomor 5 tahun 2014 yaitu disebut dengan pengertian Stipulatif selain pengertian

Stipulatif ada pula pengertian Pegawai Negeri Sipil Ekstensif yaitu ada beberapa

golongan yang sebenarnya bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetapi dalam hal tertentu

dianggap sebagai dan diperlakukan sama dengan pegawai negeri, artinya disamping

pengertian secara Stipulatif ada pula pengertian tentang Pegawai Negeri Sipil lain yang

hanya berlaku pada hal-hal tertentu.10

Berkaitan dengan pengertian Pegawai Negeri atau seseorang dapat disebut

Pegawai Negeri apabila memenuhi beberapa unsur yaitu:

a. Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan;

b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang;

c. Diserahi tugas dalam jabatan suatu negeri ;

d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Unsur-unsur pengangkatan Pegawai Negeri Sipil

Unsur-unsur yang harus dipenuhi dari warga negara atau seseorang untuk

dapat diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil :

a. Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi syarat-syarat menurut

peraturan perundang-undangan seseorang dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 tentang perubahan atas

9
Ibid.
10
Sri hartini dan Tedi Sudrajat, Hukum Kepegawaian di Indonesia (Jakarta Timur: Sinar Grafika,
2017), halaman 34.
15
Peraturan Pemerintah No 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil,

sebagai berikut :

1) Warga Negara Indonesia;

2) Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-

tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun;

3) Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan

pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena

melakukan suatu tindak pidana kejahatan;

4) Tidak pernah diberhentikan dengan hormat, tidak atas permintaan sendiri

atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau

diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;

5) Tidak berkedudukan sebagai calon/Pegawai Negeri;

6) Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian, dan keterampilan yang

diperlukan;

7) Berkelakuan baik;

8) Sehat jasmani dan rohani;

9) Besedia ditempatkan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh pemerintah, dan;

10) Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan.

b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang

Pada dasarnya kewenangan pengangkatan Pegawai Negeri berada

ditangan presiden sebagai kepala eksekutif, namun untuk sampai tingkat

kedudukan pangkat tertentu, presiden dapat mendelegasikan wewenangnya

pada para menteri atau pejabat lain dan para menteri dapat mendelegasikan

kepada pejabat lain dilingkungannya masing-masing.


16
c. Diserahi dalam jabatan negeri

Pegawai Negeri yang diangkat dapat diserahi tugas, baik berupa

tugas dalam suatu jabatan negeri maupun tugas negara lainnya. Perbedaan

tugas negeri dengan tugas negara lainnya adalah dalam jabatan negeri

menjabat dibidang eksekutif yang ditetapkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, sedangkan tugas negara lainya adalah jabatan

diluar bidang eksekutif seperti hakim-hakim Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Tinggi.

d. Digaji menurut perundang-undangan yang berlaku

Sebagai imbal jasa dari pemerintah kepada pegawai yang telah

mengabdikan dirinya untuk melaksanakan sebagian tugas pemerintahan

dan pembangunan. Dengan ada gaji yang layak secara relatif akan

menjamin kelangsungan pelaksanaan tugas pemerintahan dan

pembangunan, sebab Pegawai Negeri tidak lagi dibebani dengan

pemikiran akan masa depan yang layak dan pemenuhan kebutuhan

hidupnya, sehingga bisa bekerja dengan profesional sesuai dengan

tuntutan kerjanya.

6. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil

Kedudukan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan pada Undang-Undang nomor 5

tahun 2014 yaitu berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata

dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan. Dalam

kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud pada angka 1, Pegawai Negeri harus
17
netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat.11

7. Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil

a. Hak Aparatur Sipil Negara

Dasar dari adanya hak adalah manusia mempunyai berbagai kebutuhan yang

merupakan pemacu bagi dirinya untuk memenuhi kebutuhannya,seperti bekerja untuk

memperoleh uang bagi pemenuhan kebutuhan. Manusia dalam kajian ekonomi disebut

sebagai sumber daya karena memiliki kecerdasan, melalui kecerdasan yang semakin

meningkat mengakibatkan manusia dikatakan sebagai homo sapiens, homo politikus,

dan homo ekonomikus dan dalam kajian yang lebih mendalam dapat dikatakan pula

bahwa manusia adalah zoon politicon. Berdasarkan perkembangan dunia modern,

dalam prosesnya setiap individu akan berinteraksi dalam masyarakat yang semakin

meluas dan perkembangan berikutnya adalah dimulainya konsep organisasi yang

melingkupi bidang pemerintahan, sehingga manusia dapat dikatakan sebagai homo

adminitratikus dan organization man.12

Adapun Hak-hak Pegawai Negeri Sipil menurut Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2014 Pasal 21 yaitu:

a. gaji, tunjangan, dan fasilitas;

b. cuti;

c. jaminan pensiun dan jaminan hari tua;

d. perlindungan;

11
Sri Hartini, Setiajeng Kadarsih dan Tedi Sudrajat, Hukum Kepegawaian di Indonesia (Jakarta:
Sinar Grafika, 2008), halaman 33.
12
Sondang P Siagian, Filsafat administrasi, (Jakarta: Gunung Agung, 2011), halaman 9.

18
e. pengembangan kompetensi;

Hak-Hak Pegawai Pegawai Negeri Sipil seperti yang telah dipaparkan diatas

dijelaskan lebih lanjut yaitu dalam hak gaji maksudnya pemberian gaji disebabkan

pada dasarnya setiap Pegawai Negeri Sipil beserta keluarganya harus dapat hidup

layak dari gajinya, sehingga dengan demikian ia dapat memusatkan perhatian dan

kegiatannya untuk melaksanakan tugas yang ditugaskan kepada Pegawai Negeri Sipil

tersebut. Gaji merupakan balas jasa atau penghargaan atas hasil kerja seseorang.

Hak cuti yang seperti yang telah dipaparkan diatas yang merupakan hak

Pegawai Negeri Sipil maksudnya cuti diberikan sebagai hak bagi Pegawai Negeri Sipil

dalam rangka menjamin kesegaran jasmani rohani serta kepentingan Pegawai Negeri

Sipil. Dalam hal ini bahwa Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti yaitu tidak masuk

kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu.

Jaminan pensiun dan jaminan hari tua adalah hak yang diberikan kepada setiap

Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat yang ditentukan berhak atas

pensiun. Yang dimaksud pensiun adalah jaminan di hari tua yang diberikan sebagai

balas jasa terhadap pegawai yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada

Negara. Untuk mendapatkan hak pensiun harus memenuhi syarat diantaranya:

a. telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun;

b. telah diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil;

c. memiliki masa kerjasekurang-kurangnya 20 tahun;

Hak perlindungan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil maksudnya

apabila Pegawai Negeri Sipil ditimpa oleh suatu kecelakaan dalam atau karena sedang

menjalankan tugas kewajibannya, maka Pegawai Negeri berhak atas perlindungan atas

sesuatu kecelakaan itu dengan memperoleh perawatan dan Pegawai Negeri itu tetap

menerima penghasilan penuh. Pegawai Negeri apabila mengalami cacat jasmani atau

19
rohani dalam hal karena menjalankan tugasnya dan tidak dapat bekerja kembali berhak

atas perlindungan yaitu dengan memberikan tunjangan.

b. Kewajiban pegawai negeri sipil


Adalah segala sesuatu yang wajib dilakukan berdasarkan peraturan perundang-
undangan. Menurut Sastra Djatmika, kewajiban pegawai negeri sipil di bagi dalam tiga
golongan, yaitu :
a) Kewajiban-kewajiban yang ada hubungan dengan suatu jabatan;

b) Kewajiban-kewajiban yang tidak langsung berhubungan dengan suatu

tugas dalam jabatan, melainkan dengan kedudukannya sebagai pegawai

negeri;

c. Kewajiban-kewajiban lain

Selain itu diperlukan juga elemen-elemen lain penunjang kewajiban yaitu

meliputi:

i. Kesetiaan, berarti tekad dan sikap batin serta kesanggupan untuk

mewujudkan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

ii. Ketaatan, berarti kesanggupan seseorang untuk menaati segala peraturan

perundang-undangan dan peraturan (kedinasan) yang berlaku serta

kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan.

iii. Pengabdian (Terhadap Negara dan Masyarakat), merupakan kedudukan dan

peranan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia dalam hubungan formal baik

dengan Negara secara keseluruhan maupun dengan masyarakat secara khusus.

20
iv. Kesadaran, berarti merasa, tahu dan ingat (pada keadaan yang sebenarnya)

atau keadaan ingat (tahu) akan dirinya.

v. Jujur, berarti dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak

menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya.

vi. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara, berarti setiap Pegawai

Negeri Sipil harus menghindari tindakan dan tingkah laku yang dapat

menurunkan atau mencemarkan kehormatan Bangsa dan Negara.

vii. Tertib, berarti menaati segala peraturan dengan baik.

viii. Rahasia, berarti menyembunyikan setiap kegiatan dan atau tindakan yang

akan, sedang atau telah dilaksanakan yang dapat menimbulkan kerugian atau

bahaya apabila diberitahukan atau diketahui orang yang tidak berhak atau

berkepentingan untuk mengetahuinya.13

8. Fungsi Pegawai Negeri Sipil

Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2104 menjelaskan bahwa

fungsi Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut:

a. Pelaksana Kebijakan Publik;

Sebagai pelaksana dan merumuskan kebijakan publik dengan memprioritaskan

kepentingan publik.

b. Pelayan Publik;

13
Ibid., halaman 39
21
Berarti harus membekali diri dengan keterampilan dan wawasan yang baik saat

melayani masyarakat, abdi negara harus berinvestasi diri sendiri untuk

meningkatkan kualitas diri dengan mengikuti sekolah, diklat dan sebagainya.

d. Perekat dan pemersatu bangsa, dengan menciptakan suasana yang kondusif,

nyaman dan damai di lingkungan pelayanan publik.

9. Peran Pegawai Negeri Sipil

Berdasarkan ketentuan pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Pegawai

Negeri Sipil berbepan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas penyelenggaraan tugas

umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Melalui pelaksanaan kebijakan dan

pelayanan publik yang profeional, bebas dari intervensi politik serta bersih dari praktik

korupsi, kolusi dan nepotisme.14

10. Larangan bagi Pegawai Negeri Sipil

Berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 pasal 4, setiap PNS dilarang:

a. Menyalahgunakan wewenang;

b. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain

dengan menggunakan kewenangan orang lain;

c. Tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau

lembaga atau organisasi internasional;

d. Bekerja pada perusahaan asig, konsultan asing, atau lembaga swadaya

masyarakat;

14
A. Heru Nuswanto, Diktat Hukum Kepegawaian (Semarang: Universitas Semarang, 2017),
halaman 22.
22
e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan

barang-barang baik bergerak maupun tidak bergerak, dokumen atau surat berharga

miik negara secara tidak sah;

f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang

lain didalam maupun diluar lingkungan kerjannya dengan tujuan untuk

keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak

langsung merugikan negara;

g. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara

langsung atau tidak langsug dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam

jabatan;

h. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang

berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjannya;

i. Brtindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;

j. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat

menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga

mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;

k. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

l. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

dengan cara:

1) Ikut serta sebagai pelaksana kampanye;

2) Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut

PNS;

3) Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;

4) Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.

23
m Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:

1) Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan

salah satu pasangan calon selama kampanye;

2) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan

calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye

meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada

PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarkat;

n. Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon

Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai

fotokopi Kartu Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan;

o. Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan

cara;

1) Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah atau

Wakil Kepala Daerah;

2) Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;

3) Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan

salah satu pasangan calon selama masa kampanye;

4) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan

calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa

kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang

kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga dan masyarakat.

24
11. Sanksi

Berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 PNS yang melanggar akan dijatuhi sanksi

sebagaimana yang diatur dalam pasal 7, yaitu;

a. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:

1) Hukuman disiplin ringan;

2) Hukuman disiplin sedang;

3) Hukuman disiplin berat;

b. Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri

dari:

1) Teguran lisan;

2) Teguran tertulis;

3) Pernyataan tidak puas secara tertulis.

c. Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

terdiri dari:

1) Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

2) Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

3) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.

d. jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri

dari:

1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;

2) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;

3) pembebasan dari jabatan;

4) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS;

5) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.


25
B. Tinjauan Umum tentang Pemilihan Umum

1. Pengertian Pemilihan Umum

Berdasarkan ketentuan pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Pemilihan

umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih

anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

Presiden dan Wakil Presiden dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia.15

Sedangkan Pemilu menurut Ali Moertopo adalah sarana yang tersedia bagi

rakyat untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi, pemilu

merupakan salah satu sarana utama untuk menegakkan tatanan demokrasi yang

berkedaulatan rakyat yang berfungsi sebagai alat penyempurna demokrasi. 16

Dari uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemilihan umum tidak

saja penting bagi warganegara, partai politik, namun juga bagi pemerintah sendiri.

Bagi pemerintah yang dihasilkan dari suatu pemilihan umum yang jujur berarti bahwa

pemerintah itu mendapat dukungan langsung dari rakyat. Sebaliknya jika pemerintah

yang dibentuk dari hasil pemilihan umum yang melanggar asas-asas yang ada dalam

pemilihan umum maka hasil yang diperoleh hanya bersifat semu. Dilihat dari sudut

pemilihan umum, warga negara berhak memberikan pilihannya sesuai dengan hati

nurani masing-masing.

15
Sekretariat Negara RI, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
(Jakarta, 2017), halaman 3.
16
Sodikin, Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan (Bekasi: Gramata Publishing, 2014), halaman
1.
26
2. Tujuan Pemilihan Umum

Tujuan penyelenggaraan pemilihan umum ada 4, yaitu;

a. Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintah secara

tertib dan damai;

b. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili

kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;

c. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dan

d. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.

Di samping itu, jabatan pada dasarnya merupakan amanah yang berisi beban

tanggung jawab bukan hak yang harus dinikmati. Dalam pemilu yang dipilih tidak saja

wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat atau parlemen, tetapi juga

para pemimpin pemerintah yang duduk di kursi eksekutif. Dengan adanya pemilihan

umum yang teratur dan berkala, pergantian para pejabat dimaksud juga dapat

terselenggara secara teratur dan berkala. 17

3. Sistem Pemilihan Umum

a. Sistem Distrik

Merupakan sistem pemilu yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis

mempunyai satu wakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Dinamakan sistem distrik

karena wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama

dengan jumlah anggota Badan Perwakilan Rakyat yang dikehendaki.

b. Sistem Proporsional

17
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jakarta, Rajawali Pers, 2009),
halaman 413.
27
Merupakan sistem pemilu dimana persentase kursi di Badan Perwakilan Rakyat

yang dibagikan kepada tiap-tiap partai politik disesuaikan dengan persentase jumlah suara

yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Sistem ini dilaksanakan pada umumnya dalam dua

metode, yaitu single transferable vote (bare system) dimana pemilih diberi kesempatan

untuk memilih pertama, kedua dan seterusnya dari distrik pemilihan yang bersangkutan.

c. Sistem Campuran

Merupakan sistem pemilu yang pada dasarnya berusaha menggabungkan apa yang

terbaik didalam sistem distrik/pluralitas/mayoritas dan sistem proporsional. Didalam

sistem ini, sistem proporsional dipakai sebagai upaya untuk memberikan kompensasi

pada adanya disproporsionalitas yang dihasilkan oleh pembagian kursi berdasar distrik. 18

Adapun jenis-jenis dari sistem ini adalah:

a. Mixed Member Proportional, dalam sistem ini sebagian anggota lembaga perwakilan

dipilih melalui sistem distrik dan sebagian lain berdasarkan sistem proporsional.

Sedangkan jumlah anggota lembaga perwakilan yang akan dipilih melalui masing-

masing sistem tersebut telah ditentukan sebelumnya. Bagi partai yang tidak

mendapatkan kursi melalui pemilu distrik, maka partai tersebut akan mendapatkan

jatah kursi berdasarkan perolehan suara melalui pemilu proporsional.

b. Parallel, dalam sistem ini sebagian distrik memakai sistem proporsional

respresentatif daftar dan sebagian lain memakai sistem distrik. Secara teknis

operasional, sistem ini akan bekerja dengan cara menerapkan penggunaan dua kotak

suara dimana setiap pemilih akan menerima dua suara terpisah satu untuk kursi

distrik dan satunya lagi untuk kursi proporsional. Dalam hal ini komponen

proporsional tidak mengompensasikan sisa suara bagi daerah pemilihan yang

menggunakan sistem distrik.


18
Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif Fikih
Siyasah (Jakarta, Sinar Grafika, 2012), halaman 162.
28
Sistem campuran ini mempunyai kelemahan yaitu dimana akan terjadi kategorisasi wakil

rakyat di lembaga perwakilan, sebagian wakil rakyat merupakan wakil distrik dan

sebagian lain wakil partai politik.

d. Sistem lain

adapun yang dimaksud dengan sistem lain diluar sistem pemilu yang ada adalah

sistem yang cenderung menerjemahkan perhitungan suara menjadi kursi dengan cara

yang berkisar pada sistem proporsional dan distrik atau merupakan campuran antara

distrik dan proporsional.19

4. Asas-asas dalam Pemilihan Kepala Daerah

a. Langsung, artinya rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan

suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara;

b. Umum, artinya pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku berhak mengikuti

pemilihan kepala daerah secara langsung. Pemilihan bersifat umum mengandung

makna, menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh terhadap semua warga

negara tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,

pekerjaan dan status sosial;

c. Bebas, artinya setiap warga negara berhak memilih bebas menentukan pilihannya

tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksankan haknya, setiap

warga negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati

nurani dan kepentingannya;

19
Ibid, halaman 163.
29
d. Rahasia, artinya dalam memberikan suaranya pemilih dijamin kerahasiaannya

oleh pihak manapun. Pemilih daoat memberikan suaranya pada surat suara dengan

tidak diketahui orang lain kepada siapapun suaranya diberikan;

e. Jujur, artinya dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung

setiap penyelenggara aparat pemerintah, calon atau peserta Pilkada, pengawas

Pilkada, pemantau Pilkada, pemilih serta semua pihak yang terkait harus bersikap

dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f. Adil, artinya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung setiap

pemilih dan calon atau peserta Pilkada mendapat perlakuan yang sama, serta

bebas dari kecurangan pihak manapun, berdasarkan prinsip ini dihubungkan

dengan independensi Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala

Daerah. Dengan demikian jika ada oknum Pegawai Negeri Sipil yang terlibat

g. langsung dalam proses pemilihan tersebut dapat dikatakan melanggar asas ini

karena penekanan asas ini adalah perlakuan yang sama terhadap seluruh peserta

atau calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala daerah yang sedang bersaing dalam

Pemilihan Kepala Daerah20.

5. Penyelenggara Pemilu

Penyelenggara Pemilu adalah lembaga penyelenggara pemilu yang terdiri atas

Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan

Penyelenggaraan Pemilu dan bersifat independent.

20
Ray Pratama Siadari, Asas-asas Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (online),
(http://raypratama.blogspot.in/2012/02/asas-asas-pemilihan-kepala-daerah-dan.html, diakses 23
November 2018), 2018.
30
6. Pengertian Komisi Pemilihan Umum

Komisi Pemilihan Umum atau yang selanjutnya disebut dengan KPU adalah lembaga

penyelenggara pemilu yang berada di provinsi, sedangkan untuk penyelenggara pemilu di

Kabupaten/Kota adalah KPU Kabupaten/Kota.21 6. Kewenangan Komisi Pemilihan

Umum:

a) Menetapkan jadwal Pemilu di Provinsi,

b) Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi perhitungan suaru Pemilu

anggota DPRD Provinsi berdasarkan hasil rekapitulasi di KPU Kabupaten/Kota

dengan membuat berita acara perhitungan suara dan sertifika hasil perhitungan

suara,

c) Menerbitkan keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil

Pemilu anggota DPRD Provinsi dan mengumumkannya,

d) Menjatuhkan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota

KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan

terganggunya tahapan Penyelenggaran Pemilu berdasarkan putusan Bawaslu,

putusan Bawaslu Provinsi, dan/atau ketentuan peraturan perundang-

undangan,dan

e) Melaksanakan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau ketentuan

peraturan perundang-undangan.

7. Pengertian Komisi Pemilihan Umum Daerah

Komisi pemilihan umum daerah (KPUD) adalah penyelenggara pemilihan kepala

daerah dan wakil kepala daerah yang bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan

21
Sekretariat Negara Republik Indonesia, op.cit., halaman 4.
31
Rakyat Daerah dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah.

8. Tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Umum Daerah

Komisi pemilihan Umum Daerah (KPUD) bertugas dan mempunyai wewenang

sebagai berikut :

a. Merencanakan penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala

daerah;

b. Menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan kepala daerah sesuai dengan tahapan

yang diatur dalam perundang-undangan;

c. Mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan

pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

d. Menetapkan tanggal dan tata cara pelaksaan kampanye, serta pemungutan suara

pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

e. Meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan

calon;

f. Meneliti persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan;

g. Menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan;

h. Menerima pendaftaran dan mengumumkan tim kampanye;

i. Mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;

j. Menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara dan mengumumkan hasil

pemelihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;

k. Melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan

wakil kepala daerah;

32
l. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh peraturan perundang-

undangan;

Menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan

hasil audit.22

9. Pengertian Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)

Badan Pengawas Pemilu merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang bertugas

melaksanakan pengawasan pemilu dan juga melaksanakan pencegahan terhadap tindakan

pelanggaran yang terjadi dalam pemilu sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan

demikian Bawaslu mempunyai kedudukan yang sama sejajar sebagai penyelenggara

pemilu bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU).23

Bawaslu terdiri atas Bawaslu Pusat, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten atau

Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan, Panwaslu LN dan Pengawas TPS.

10. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)

Berikut tugas, wewenang dan kewajiban Bawaslu dalam konteks Kabupaten atau

Kota menurut UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu:

a) Melakukan pencegahan dan penindakan di wilayah Kabupaten atau Kota

terhadap :

1) Pelanggaran Pemilu;

2) Sengketa proses Pemilu.

b) Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu di wilayah

Kabupaten atau Kota, yang terdiri atas:

22
Sarman dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia (Jakarta, PT
Rineka Cipta, 2012), halaman 138.
23
Sodikin, op.cit, halaman 79.
33
1) Pelaksanaan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu;

2) Pemutakhiran data pemilih, penetapan daftar pemilih sementara dan

daftar pemilih tetap;

3) Pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara

pencalonan Bupati atau Walikota;

4) Penetapan calon Bupati atau Walikota;

5) Pelaksanaan kampanye dan dana kampanye;

6) Pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;

7) Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil

Pemilu;

8) Penghitungan suara di wilayah kerjanya;

9) Pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan

sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS sampai ke PPK;

10) Rekapitulasi suara dari semua Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh

KPU Provinsi;

11) Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu

lanjutan, dan Pemilu susulan, dan

12) Penetapan hasil Pemilu anggota DPRD Provinsi.

c) Mencegah terjadinya praktik politik uang di wilayah Provinsi

d) Mengawasi netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan

kampanye sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,

e) Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan di wilayah Provinsi, yang

terdiri atas:

1) Putusan DKPP;

2) Putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa Pemilu;


34
3) Putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu

Kabupaten/Kota;

4) Keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, dan

5) Keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas semua

pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

f) Mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan

penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

g) Mengawasi pelaksanaan sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu di wilayah

Kabupaten atau Kota;

h) Mengevaluasi pengawasan Pemilu di wilayah Kabupaten atau Kota, dan

i) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

11. Macam-macam pelanggaran Pemilu

a. Pelanggaran Kode Etik

Merupakan pelanggaran terhadap etika penyelenggara pemilu yang berpedoman

pada sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.

Adapun yang dimaksud dengan penyelenggara pemilu adalah KPU dan Bawaslu, dalam

hal ini Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang akan diberi tugas dan

wewenang untuk menyelesaikan terjadinya pelanggaran kode etik tersebut sesuai

ketentuan dalam pasal 456 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017.

b. Pelanggaran Administrasi Pemilu

Merupakan pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang

berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan


35
pemilu hal ini termasuk dalam tindak pidana pemilu dan pelanggaran kode etik pemilu

(Pasal 460 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017). Upaya dalam menangani pelanggaran

administrasi pemilu diatur dalam pasal 460 sampai dengan pasal 461 Undang-Undang

Nomor 7 tahun 2017. 24

12. Pengertian Pemilihan Kepala Daerah

Pemilihan kepala daerah adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah

provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala

daerah.25 Dalam hal ini pemilihan kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang

dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur

dan adil.

13. Kepala Daerah Dipilih Secara Demokratis

Mekanisme pengisian jabatan kepala daerah dilakukan dengan cara dipilih

secara demokratis, pengertian dipilih secara demokratis mempunyai makna yang

fleksibel; bisa dipilih secara langsung oleh rakyat adalah demokratis, dipilih melalui

DPRD juga sama demokratisnya. Namun Valina Subekti memaknai

24
Sodikin, op.cit., halaman 217.
25
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada
Gubernur, Bupati dan Walikota tahun 2015-2019 (Jakarta, 2015), halaman 3.
36
dipilih secara demokratis adalah dipilih rakyat secara langsung, sebagai upaya

untuk meningkatkan aspek akuntabilitas bupati, gubernur dan walikota kepada

rakyat.26

14. Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan warga negara

Indonesia yang memenuhi syarat sebagai berikut:

a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara;

c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan atas dan/atau sederajat;

d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;

e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh

dari tim dokter;

f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap yang diancam pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun atau lebih;

g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

h. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;

i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;

26
Hamdan Zoelva, Hukum Acara Perselisihan Hasil Pilkada Serentak di Mahkamah
Konstitusi (Jakarta, Sinar Grafika, 2015), halaman 12.
37
j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara

badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan

negara;

k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh keputusan hukum tetap dari pengadilan. 27

15. Pasangan Calon Kepala Daerah Petahana (Incumbent)

Pengertian Petahana oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah

Presiden atau Wakil Presiden, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil

Bupati, dan/atauWalikota atau Wakil Walikota yang sedang menjabat. Pengertian

dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini mendapat perdebatan dari Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) yang menganggap Petahana adalah “orang yang sedang

atau sudah menjabat”. Padanan kata yang sering digunakan untuk menggantikan

kata Petahana adalah Incumbent.

Incumbent yang mempunyai arti “Orang yang sedang memegang jabatan

(Bupati, Walikota, Gubernur, Presiden) yang ikut dalam pelaksanaan pemilihan

umum agar dipilih kembali pada jabatan itu” Incumbent merupakan kata yang

berasal dari bahasa Inggris.28

16. Pemilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Kepala daerah dan Wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon

yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,

27
Sarman dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia
(Jakarta, PT Rineka Cipta, 2012), halaman 138.
28
Tribun News Aceh “Pilkada dan Petahana”.(Online),
(http:// http://aceh.tribunnews.com/2016/11/06/pilkada-dan-petahana/,diakses 12 November 2018).
38
rahasia, jujur dan adil. Pasangan calon sebagaimana dimaksud diajukan oleh

partai politik atau gabungan partai politik, dan diselenggarakan oleh Komisi

Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang bertanggung jawab kepada Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam mengawasi penyelenggaraan

pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibentuk panitia pengawas

pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang keanggotaannya terdiri

atas unsur kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers dan tokoh masyarakat.29

C. Tinjauan Umum Tentang Kepala Daerah

1. Pengertian Kepala Daerah

Pengertian dari kepala daerah itu sendiri berbeda pada setiap tingkatan

daerah, kepala daerah dalam konteks Indonesia adalah terdiri dari Gubernur

(Kepala Daerah Provinsi), Bupati (Kepala Daerah Kabupaten), atau Walikota

(Kepala Daerah Kota). Dalam pelaksanaan tugasnya Kepala Daerah dibantu oleh

seorang Wakil Kepala Daerah, kepala daerah nantinya akan menjadi pemimpin

pada setiap tingkatan daerah dan menjalankan segala urusan yang menjadi

kewenangan dari pemerintah daerah provinsi, kabupaten atau kota. Esensi

pemerintahan di daerah berkaitan dengan kewenangan yang dimiliki dalam

mengurus dan mengatur rumah tangganya.30

29
Sarman dan Moh Taufik Makarao, Op.cit; Halaman 133.
30
Wikipedia, “Kepala Daerah”, (Online), (https://id.wikipedia.org/wiki/Kepala_Daerah,
diakses 17 Oktober 2018), 2018.
39
D. Tinjauan Umum Tentang Netralitas

1. Pengertian Netralitas

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Netralitas berarti suatu keadaan

atau sikap netral dan tidak memihak.31 Dalam konteks ini netralitas diartikan

sebagai tidak terlibatnya pegawai negeri sipil dalam pemilihan daerah baik secara

aktif maupun pasif. Berdasarkan hal tersebut maka diharapkan Pegawai Negeri

Sipil dalam Pemilihan Umum agar tetap menjaga Netralitas sesuai dalam

ketentuan kode etik Aparatur Sipil Negara

31
Muhadjir Effendy, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka, 2016),
halaman 127.
40

Anda mungkin juga menyukai