Anda di halaman 1dari 5

Nama : Almer Adiyatma R

NIM : 2018200143
Kelas : D
Mata Kuliah : Tindak Pidana & Pj
Korporasi

Ujian Tengah Semester

1. Istilah korporasi dalam pengertian umum merupakan peristilahan yang erat


kaitannya dengan badan hukum (reacht persoon). Sedangkan badan hukum itu sendiri
merupakan istilah yang berkaitan erat dengan bidang hukum perdata. Badan hukum
ialah tiap pendukung hak yang bukan manusia yaitu jikalau beberapa orang
menyatakan kerjasama dan atas dasar ini merupakan kesatuan, maka kesatuan ini
merupakan badan hukum setelah dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan oleh
hukum, seperti:
- Memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya.
- Hak/kewajiban badan hukum terpisah dari hak/kewajiban anggota.

Latar belakang Korporasi sebagai subjek hukum pidana pada abad ke 20-an
berkembanng, karena adanya erubahan hukum multinasional, adanya proruksi bahan
pertembuhan yang besar, banyaknya tenaga kerja, dan modal yang besar. Dengan
dampak menimbulkan efek subyek hukum perdata menjadi subyek pidana.
Akhibatnya maka bergerak dari maka tenaga sederhana kepada teknologi, tanggung
jawab korporasi dalam hukum oidana telah diterima sebagai konsep hukum.

2. Perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) berpengaruh pula


pada perkembangan subyek tindak pidana di masyarakat yang sebelumnya hanya
dikenal dapat dilakukan oleh manusia alamiah (naturelijk persoon) tetapi kenyataannya
dapat pula dilakukan badan hukum (reacht persoon) atau korporasi. Korporasi
merupakan istilah yang biasa digunakan oleh para ahli hukum pidana dan kriminologi
untuk menyebut apa yang dalam bidang hukum lain, khususnya dalam bidang hukum
perdata sebagai badan hukum atau dalam bahasa Belanda disebut reacht persoon atau
dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah legal person atau legal body.
Chaidir ali (Arief amrullah, 2006 : 202) Dengan definisinya mengenai korporasi,
menulis sebagai berikut : Hukum memberi kemungkinan dengan memenuhi syarat-
syarat tertentu, bahwa suatu perkumpulan atau badan lain dainggap sebagai orang yang
merupakan pembawa hak, dan karenanya dapat menjalankan hak-hak seperti orang
serta dapat dipertanggunggugatkan.namun demikian,badan hukum (korporasi)
bertindak harus dengan perantaraan orang biasa. Akan tetapi, orang bertindak itu tidak
untuk dirinya sendiri,melainkan untuk dan atas nama pertanggunggugatan korporasi.

3. Tindak pidana yang dilakukan oleh orang berdasarkan Hubungan kerja, atau
berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak
untuk dan atas nama Korporasi di dalam maupun di luar Lingkungan Korporasi. Hemat
saya perbuatan pidana korporasi atau tindak pidana korporasi adalah tindak pidana
yang dilakukan oleh orang berdasarkan Hubungan kerja, atau berdasarkan hubungan
lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak untuk dan atas nama
Korporasi di dalam maupun di luar Lingkungan Korporasi.
4. Tahap perkembangan

Perubahan dan perkembangan kedudukan korporasi, mengalami perkembangan secara


bertahap antara lain:

Tahap pertama.
Tahap ini ditandai dengan usaha agar sifat delik yang di lakukan korporasi
ditandai pada perorangan (naturelijk persoon). Sehingga apabila suatu tindak pidana
terjadi dalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana tersebut dianggap dilakukan
oleh pengurus korporasi. Menjadi dasarnya adalah pasal 51 WVS Belanda atau pasal
59 KUHP.
KUHP dulu dipengaruhi oleh asas societas delinquere non potest, yaitu badan hukum
tidak dapat melakukan tindak pidana.

Menurut ENSCHEDDE ketentuan universalitas delenquere non adalah contoh yang


khas dari pemikiran secara dogmatis dari abad ke XIX dimana kesalahan menurut
hukum pidana selalu diisyaratkan dan sesungguhnya hanya kesalahan manusiawi
sehingga erat kaitannya dengan sifat individualisasi KUHP.

Tahap kedua.
Ditandai dengan pengakuan setelah perang dunia ke-1 dalam perumusan UU
bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha
(korporasi). Tangguung jawab untuk itu juga menjadi tanggung jawab dari pengurus
badan hukum tersebut.
Dalam tahap ini korporasi dapat menjadi pembuat delik, akan tetapi yang
dipertanggung jawabkan adalah para anggota pengurus asal saja dengan tegas
dijelaskan demikian dalam peraturan itu. Dengan demikian pertanggung jawaban
pidana secara langsung dari korporasi masih belum muncul.

Tahap ketiga.
Bermula adanya tanggung jawab yang langsung dari korporasi yang dimulai pada
waktu dan sesudah perang dunia ke-2. Dalam tahap ini dibuka kemungkinan untuk
menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawaban menurut hukum pidana.
Alasan karena adanya delik-delik ekonomi dan fisika keuntungan yang diperoleh
korporasi atau kerugian yang diderita masyarakat dapat demikian besarnya sehingga
tidak akan mungkin bilamana pidana hanya dijatuhkan kepada pengurus korporasi
saja juga diajukan dengan hanya memidana para pengurus tidak atau belum ada
jaminan bahwa korporasi tidak akan menghalangi delik tersebut. Dengan memidana
korporasi dengan jenis dan beratnya yang sesuai dengan sifat korporasi itu,
diharapkan dapat dipaksa korporasi untuk menaati peraturan bersangkutan.

Peraturan perundang-undangan yang menempatkan korporasi sebagai subyek hukum


dan secara langsung dapat dipertanggung jawabkan secara pidana ada pada pasal 15
ayat (4) UU No.7 drt 1953 tentang pengusutan penuntutan, dan peradilan tindak
pidana ekonomi.
5. Korporasi sebagai pelau tindak pidana yang bersifat organisatoris. Begitu
luasnya, penyebaran tanggung jawab serta struktur hirarkis dari korporasi besar dapat
membantu berkembangnya kondisi-kondisi kondusif bagi tindak pidana korporasi.
Anatomi tindak pidana yang sangat komplek dan penyebaran tanggung jawab yang
sangat luas demikian bermuara pada motif-motif yang bersifat ekonomis, yaitu
tercermin pada tujuan korporasi (organizational goal) dan kradiksi antara tujuan
korporasi dengan kepentingan berbagai pihak. Konsepsi kejahatan korporasi menurut
mardjono reksodiputro (Yusuf Sofie, 2002: 45) adalah: konsepsi kejahatan korporasi
hanya ditujukan kepada kejahatan yang dilakukan oleh big business dan jangan
dikaitkan dengan kejahatan oleh small scale business.Sementara itu menurut Marshall
B. Clinard dan petter C Yeager (Setiyono, 2005 : 20) "Tindak pidana korporasi ialah
setiap tindakan yang dilakukan oleh korporasi yang bisa diberi hukuman oleh negara,
entah dibawah hukum administrasi negara, hukum perdata, maupun hukum pidana".

6. Berbicara tentang korporasi sebagai subyek hukum pidana di Indonesia


mengantarkan kita pada KUHP Indonesia, yang menganut sistem hukum Eropa
kontinental (civil law) yang sedikit tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara
comman law seperti Inggris, Amerika, Canada. Di negara-negara comman law
tersebut perkembangan pertanggungjawaban pidana korporasi sudah dimulai sejak
lama, yaitu sejak revolusi industri. Pengadilan Inggris mengawalinya pada tahun 1842
dimana telah terjadi pidana denda karena kegagalannya untuk memenuhi suatu
kewajiban hukum.
Konsep pertanggungjawaban pidana korporasi yang hanya terbatas bagi tindak
pidana ringan dirasakan tidak mencukupi. Setelah itu para ahli hukum khususnya ahli
hukum pidana mencari dasar pembenar perlunya korporasi dianggap sebagai subyek
hukum pidana yang dinilai dapat melakukan tindak pidana dan dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana.

7. Model Pertanggungjawaban pidana Korporasi dapat dimintakan


pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan pidana korporasi dalam undang-
undang yang mengatur tentang Korporasi tersebut, misalnya UU Tipikor atau UU
Lingkungan Hidup.
Karena Korporasi adalah subjek hukum (recht persoon) yang merupakan
bentuk artificial person dari seorang manusia yang dapat memiliki hak dan kewajiban
hukum. Yang membedakannya dengan manusia adalah korporasi sebagai subjek
hukum tentunya tidak dapat dikenakan pemidanaan berupa pidana yang merampas
kemerdekaan badan (penjara). adapun sanksi atau hukum yang dapat dijatuhkan
terhadap Korporasi menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi adalah pidana
pokok dan/atau pidana tambahan. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap
Korporasi adalah pidana denda. Sedangkan pidana tambahan yang dijatuhkan
terhadap Korporasi sesuai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain.

Anda mungkin juga menyukai