NIM : 2018200143
Kelas : D
Mata Kuliah : Tindak Pidana & Pj
Korporasi
Latar belakang Korporasi sebagai subjek hukum pidana pada abad ke 20-an
berkembanng, karena adanya erubahan hukum multinasional, adanya proruksi bahan
pertembuhan yang besar, banyaknya tenaga kerja, dan modal yang besar. Dengan
dampak menimbulkan efek subyek hukum perdata menjadi subyek pidana.
Akhibatnya maka bergerak dari maka tenaga sederhana kepada teknologi, tanggung
jawab korporasi dalam hukum oidana telah diterima sebagai konsep hukum.
3. Tindak pidana yang dilakukan oleh orang berdasarkan Hubungan kerja, atau
berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak
untuk dan atas nama Korporasi di dalam maupun di luar Lingkungan Korporasi. Hemat
saya perbuatan pidana korporasi atau tindak pidana korporasi adalah tindak pidana
yang dilakukan oleh orang berdasarkan Hubungan kerja, atau berdasarkan hubungan
lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak untuk dan atas nama
Korporasi di dalam maupun di luar Lingkungan Korporasi.
4. Tahap perkembangan
Tahap pertama.
Tahap ini ditandai dengan usaha agar sifat delik yang di lakukan korporasi
ditandai pada perorangan (naturelijk persoon). Sehingga apabila suatu tindak pidana
terjadi dalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana tersebut dianggap dilakukan
oleh pengurus korporasi. Menjadi dasarnya adalah pasal 51 WVS Belanda atau pasal
59 KUHP.
KUHP dulu dipengaruhi oleh asas societas delinquere non potest, yaitu badan hukum
tidak dapat melakukan tindak pidana.
Tahap kedua.
Ditandai dengan pengakuan setelah perang dunia ke-1 dalam perumusan UU
bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha
(korporasi). Tangguung jawab untuk itu juga menjadi tanggung jawab dari pengurus
badan hukum tersebut.
Dalam tahap ini korporasi dapat menjadi pembuat delik, akan tetapi yang
dipertanggung jawabkan adalah para anggota pengurus asal saja dengan tegas
dijelaskan demikian dalam peraturan itu. Dengan demikian pertanggung jawaban
pidana secara langsung dari korporasi masih belum muncul.
Tahap ketiga.
Bermula adanya tanggung jawab yang langsung dari korporasi yang dimulai pada
waktu dan sesudah perang dunia ke-2. Dalam tahap ini dibuka kemungkinan untuk
menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawaban menurut hukum pidana.
Alasan karena adanya delik-delik ekonomi dan fisika keuntungan yang diperoleh
korporasi atau kerugian yang diderita masyarakat dapat demikian besarnya sehingga
tidak akan mungkin bilamana pidana hanya dijatuhkan kepada pengurus korporasi
saja juga diajukan dengan hanya memidana para pengurus tidak atau belum ada
jaminan bahwa korporasi tidak akan menghalangi delik tersebut. Dengan memidana
korporasi dengan jenis dan beratnya yang sesuai dengan sifat korporasi itu,
diharapkan dapat dipaksa korporasi untuk menaati peraturan bersangkutan.