Anda di halaman 1dari 6

Nama : Didik Nur Fuad

Nim : 33020180117

Makul : Hukum Agraria

Resume Materi

A. Pendaftaran tanah secara lengkap dan tidak lengkap


Dalam hukum agraria yang berarti “ketentuan-ketentuan atau kaidah, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur kewenangan dan hubungan hukum antara orang
atau badan hukum dengan bumi, air maupun ruang angkasa ” menerangkan secara tidak
langsung bahwa ruang lingkup hukum agraria memuat mengenai, bumi, air dan ruang
angkasa, dalam hal itu di dalam bagian Bumi memuat beberapa hal yang haru dibahas
secara utuh, semisal mengenai pendaftaran Tanah, disini akan dikupas mengenai
Pengertian Pendaftaran Tanah, Tujuan Pendaftaran Tanah, Asas asas pendaftaran tanah
Dan Lain Sebagainya.
1. Pengertian
Secara terminologi pendaftaran tanah berasal dari kata cadastre, suatu istilah
teknis untuk suatu record atau rekaman, menunjukkan kepada luas, nilai, dan
kepemilikan terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa Latin yaitu
capistratum yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk
pajak tanah Romawi.
Sedangkan menurut Boedi Harsono pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah secara terus menerus dan teratur,
berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu
yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan, dan
penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan
kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan
pemeliharaannya. Pada prinsipnya pendapat tersebut sejalan dengan pengertian
pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 PP No.24 Tahun 1997 yakni :
“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah
secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidangbidang tanah dan satuan-
satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-
bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta
hak-hak tertentu yang membebaninya.”

2. Tujuan
Kegiatan pendaftaran tanah memiliki tujuan sebagaimana disampaikan dalam
UUPA Pasal 19 ayat (1) yakni "Untuk menjamin kepastian hukum oleh
Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah." Sebagai
peraturan pelaksana dari UUPA sejalan pernyataan tersebut tujuan pendaftaran
tanah di dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 3 dijabarkan lebih luas yaitu :
 Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain
yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan;
 Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar, untuk
terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Tujuan pendaftaran tanah merupakan sarana penting mewujudkan kepastian


hukum, penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan
tugas Negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah bagi kepentingan rakyat dalam
rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan.

3. Asas
Asas-asas pendaftaran tanah terdapat dalam PP Nomor 24 tahun 1997 Pasal 2
menyebutkan “Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman,
terjangkau, mutakhir dan terbuka.” Urip Santoso menjelaskan asas-asas
pendaftaran tanah di dalam Pasal 2 PP Nomor 24 Tahun 1997 tersebut diatas
yaitu:
 Asas sederhana
Asas ini dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun
prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.
 Asas aman
Asas ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu
diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan
jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
 Asas terjangkau
Asas ini dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan,
khususnya dengan memerhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan
ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan
pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan.
 Asas mutakhir
Asas ini dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan
kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus
menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu diikuti kewajiban mendaftar
dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas ini
menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan
berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu
sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
 Asas terbuka
Asas ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh
keterangan mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

4. Sistematika
Pada tanggal 24 September 1960 disahkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, LNRI Tahun 1960 No. 104-
TLNRI No. 2043. Undang-undang ini lebih dikenal dengan sebutan Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA). UUPA mengatur pendaftaran tanah yang
bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum. Ketentuan tentang
kewajiban bagi Pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh
wilayah Republik Indonesia diatur dalam Pasal 19 UUPA. Ketentuan lebih lajut
pendaftaran tanah menurut Pasal 19 ayat (1) UUPA diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksud Pasal 19 ayat (1) sudah dibuat
yaitu, Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
Kemudian Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 dinyatakan tidak berlaku lagi
dengan disahkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah. Tidak berlakunya lagi PP No. 10 Tahun 1961 dinyatakan dalam Pasal 65
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yang berlaku efektif sejak tanggal 8
Oktober 1997.32 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997dilaksanakan dengan
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen
Agraria/Kepala BPN) No. 3 Tahun 1997 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Menurut Boedi Harsono, ada 2 (dua) macam sistem pendaftaran tanah yaitu
sistem pendaftaran akta (registration of deeds) dan system pendaftaran hak
(registration of titles). Sistem pendaftaran mana yang digunakan dalam
pendaftaran tanah menentukan apa yang didaftar, bentuk penyimpanan dan
penyajian data yuridisnya serta bentuk tanda bukti-bukti haknya.
Dalam sistem pendaftaran akta, PPT bersikap pasif. Ia tidak melakukan
pengujian kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar. Sistem
pendaftaran akta melakukan pendaftaran terhadap dokumen-dokumen yang
membuktikan diciptakannya hak yang bersangkutan dan dilakukannya perbuatan-
perbuatan hukum mengenai hak tersebut kemudian.
Dalam sistem pendaftaran hak, setiap penciptaan hak baru dan perbuatan-
perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan kemudian, juga harus dibuktikan
dengan suatu akta. Tetapi dalam penyelenggaraan pendaftarannya, bukan aktanya
yang didaftar, melainkan haknya yang diciptakan dan perubahan-perubahannya
kemudian. Akta hanya merupakan sumber datanya.
Dalam PP No. 24 tahun 1997 disebutkan mengenai Pendaftaran tanah untuk
pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan
pendaftaran tanah secara sporadik.
Pendaftaran tanah secara sistematik merupakan kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu
Desa/Kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan atas
prakarsa Pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan
tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri
Negara Agraria/Kepala BPN. Dalam hal suatu Desa/Kelurahan belum ditetapkan
sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, pendaftarannya dilaksanakan
melalui pendaftaran tanah secara sporadik.
Pendaftaran tanah secara sporadik merupakan kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu Desa/Kelurahan secara individual atau massal.
Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang
berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas obyek pendaftaran tanah yang
bersangkutan atau kuasanya
B. Jual beli dibawah tangan dan jual beli dengan pejabat yang berwenang.
Jual beli tanah yang dilakukan di bawah tangan yang merupakan suatu perjanjian jual
beli tanah dalam Hukum Adat dimana perbuatan hukum yang dilakukan berupa
pemindahan hak dengan pembayaran tunai, artinya bahwa harga yang disetujui dibayar
penuh pada saat dilakukan jual beli tersebut. Adapun jual beli yang dilakukan secara di
bawah tangan sebagaimana yang dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997, adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh penjual dan pembeli dengan maksud
untuk memindahkan hak atas tanah dengan cara membuat surat perjanjian dengan materai
secukupnya dan telah diketahui oleh Kepala Adat atau Kepala Desa atau Lurah.
Peralihan hak atas tanah di bawah tangan ini dilakukan dengan suatu perjanjian yang
dibuat diatas kwitansi yang dibubuhi materai atau kertas segel yang didalamnya
dituangkan perjanjian yang mengikat kedua belah pihak yang harus ditandatangai oleh
para pihak dan saksisaksi. Peralihan hak atas tanah secara jual beli itu walaupun
dilakukan dengan di bawah tangan, namun dikuatkan dengan para saksi yang dapat
dinyatakan sah menurut Hukum Adat.
Sedangkan untuk jual beli dengan pejabat yang berwenang, Menurut Pasal 1 butir 1
PP No. 37 tahun 1998 dinyatakan : “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut
PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan
Rumah Susun”. Ketentuan ini sebenarnya sudah tercantum dalam PP No. 10 tahun 1961,
yaitu sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah,
pembebanan hak atas tanah, dan akta-akta lain yang diatur dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan
pendaftaran tanah dengan membuat akta yang akan dijadikan dasar perubahan data
pendaftaran tanah.
Kedudukan PPAT yang dijelaskan dalam PP No. 24 Tahun 1997 adalah sebagai
pejabat umum yang berperan dalam hal bertugas melaksanakan sebagian kegiatan
pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah karena setiap perjanjian yangbermaksud
memindahkan atau mengalihkan hak atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam
uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan harus dibuktikan dengan akta yang dibuat
oleh dan di hadapan PPAT.
Di dalam PP No. 37 tahun 1998, di samping mengenal PPAT juga ada yang disebut
PPAT Sementara dan PPAT Khusus. PPAT Sementara adalah Pejabat membuat akta
PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. PPAT Khusus adalah pejabat Badan
Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT
dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau
tugas Pemerintah tertentu

Anda mungkin juga menyukai