Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA BILATERAL

Disusun
oleh :
Dwi Rachma Meilina
031032010037

Pembimbing:
dr. Arif Gunawan, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 22 NOVEMBER- 31 DESEMBER 2021
Laporan Kasus:
Pneumonia Bilateral

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang
periode 22 November – 31 Desember 2021

Disusun oleh:
Dwi Rachma Meilina
031032010037

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Arif Gunawan, Sp.PD selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang

Karawang, Desember 2021

dr. Arief Gunawan, Sp. PD

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang
berjudul “Pneumonia Bilateral”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karawang Periode 22
November – 31 Desember 2021. Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis
mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Arif Gunawan, Sp.PD selaku pembimbing yang telah memberikan


kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karawang.
2. Staff dan paramedis yang bertugas di RSUD Karawang.
3. Serta rekan-rekan koass Kepaniteraan Klinik selama di RSUD Karawang.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan,


maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak demi penyempurnaan laporan kasus ini dan yang akan datang.
Demikian laporan kasus ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi pihak yang
membacanya khususnya dalam bidang kedokteran. Terima Kasih.

Karawang, Desember 2021

Dwi Rachma Meilina

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
2.1 Definisi...........................................................................................................5
2.2 Epidemiologi..................................................................................................5
2.3 Etiologi...........................................................................................................5
2.4 Patogenesis.....................................................................................................6
2.5 Klasifikasi.......................................................................................................7
2.6 Manifestasi Klinis...........................................................................................8
2.7 Penegakkan Diagnosis....................................................................................9
2.7.1 Anamnesis................................................................................................9
2.7.2 Pemeriksaan fisik...................................................................................10
2.7.3 Pemeriksaan penunjang.........................................................................10
2.8 Diagnosis banding........................................................................................11
2.9 Tatalaksana...................................................................................................12
2.10 Komplikasi.................................................................................................13
2.11 Pencegahan..............................................................................................13
2.12 Prognosis....................................................................................................13
BAB III..................................................................................................................14
KESIMPULAN......................................................................................................14
REFERENSI..........................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang mengenai saluran pernapasan
bawah dengan tanda dan gejala seperti batuk dan sesak napas. Hal ini diakibatkan oleh adanya
agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing yang
berupa eksudat (cairan) dan konsolidasi (bercak berawan) pada paru-paru. (1)
Pneumonia dapat menyerang siapa aja, seperti anak-anak, remaja, dewasa muda dan
lanjut usia, namun lebih banyak pada balita dan lanjut usia. Pneumonia dibagi menjadi tiga
yaitu community acquired pneumonia (CAP) atau pneumonia komunitas, hospital acquired
pneumonia (HAP) dan ventilator associated pneumonia (VAP), dibedakan berdasarkan
darimana sumber infeksi dari pneumonia. Pneumonia yang sering terjadi dan dapat bersifat
serius bahkan kematian yaitu pneumonia komunitas. (2)
Identifikasi pneumonia dengan modalitas radiologi akan memberikan gambaran yang
sangat bervariasi mengingat pneumonia memiliki banyak penyebab. Modalitas yang dapat
digunakan saat ini berupa foto konvensional X-Ray Thorax, High Resolution CT-Scan Thorax.
Selain itu pemeriksaan lain seperti laboratorium,dan diagnostik intervensional lainnya juga
dapat digunakan untuk menujang diagnosis pneumonia. (3)
Menurut data Riskesdas tahun 2013 dan 2018, prevalensi pengidap pneumonia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia tahun 2013 mencapai 1,6 %,
sedangkan pada tahun 2018 meningkat menjadi 2,0 %. (4,5)
Menurut PDPI tahun 2014,
pneumonia merupakan penyakit yang memiliki tingkat crude fatality rate (CFR) yang tinggi,
yaitu sekitar 7,6%, menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan bagi penderita pneumonia
apabila tidak diberikan terapi secara tepat terlebih bila pneumonia diderita lansia dengan
imunitas yang semakin menurun dan adanya penyakit penyerta. (6)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasit, namun pneumonia juga dapat disebabkan
4
oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) yang sering disebut sebagai
pneumonitis. Pneumonia merupakan proses konsolidasi rongga udara akibat rongga udara
alveolar terisi dengan eksudat inflamatori yang disebabkan oleh adanya infeksi. (1)

Klasifikasi pneumonia dapat dibagi berdasarkan klinis dan epidemiologinya,


etiologinya, dan predileksi infeksi. Secara klinis dan epidemiologinya, pneumonia dapat
diklasifikasikan sebagai pneumonia komuniti, pneumonia nosokomial, pneumonia aspirasi, dan
pneumonia pada penderita immunocompromised. Secara etiologi dapat dibedakan atas
pneumonia tipikal (bakteri), pneumonia atipikal, pneumonia virus, dan pneumonia jamur.
Sedangkan menurut predileksi infeksinya diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris,
pneumonia lobularis (bronkopneumonia), dan pneumonia interstisial. Pembagian dibuat untuk
memudahkan dalam menentukan kemungkinan jenis mikroorganisme penyebabnya. (2)

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian pneumonia lebih sering terjadi di negara berkembang. Pneumonia


menyerang sekitar 450 juta orang setiap tahunnya. Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2018,
prevalensi pneumonia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan yaitu sekitar 2% sedangkan
tahun 2013 adalah 1,8%. Berdasarkan data Kemenkes tahun 2014, Jumlah penderita pneumonia
di Indonesia pada tahun 2013 berkisar antara 23%-27% dan kematian akibat pneumonia sebesar
1,19%. (4,5)

Menurut PDPI tahun 2014, pneumonia merupakan penyakit yang memiliki tingkat crude
fatality rate (CFR) yang tinggi, yaitu sekitar 7,6%, menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan
bagi penderita pneumonia apabila tidak diberikan terapi secara tepat terlebih bila pneumonia
diderita lansia dengan imunitas yang semakin menurun dan adanya penyakit penyerta. (6)

2.3 Etiologi

Dari kepustakaan pneumonia komuniti (CAP) yang diderita oleh masyarakat luar negeri
banyak disebabkan bakteri gram positif, namun akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di
Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita
pneumonia komuniti adalah bakteri gram negatif. Sedangkan pneumonia di rumah sakit (HAP)
banyak disebabkan bakteri gram negatif. Sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan
oleh bakteri anaerob. (7)

5
Gambar 2.1 Patogen Penyebab Pneumonia (7)

2.4 Patogenesis

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya
tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembang biak
dan menimbulkan penyakit. Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. (2)
Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas(8) :
1. Inokulasi langsung:
a. Intubasi trakhea
b. Luka tembus yang mengenai paru
2. Penyebaran melalui pembuluh darah dari tempat lain di luar paru misalnya endokarditis
3. Inhalasi dari aerosol yang mengandung kuman
4. Kolonisasi di permukaan mukosa

6
Gambar 2.2 Patogenesis Pneumonia Oleh Bakteri Pneumococcus(8)
Kuman yang telah masuk ke dalam parenkim paru akan berkembang biak dengan cepat
masuk ke dalam alveoli dan menyebar ke alveoli - alveoli lain melalui pori interalveolaris dan
percabangan bronkus. Selanjutnya akan mengalami 4 stadium yang overlapping yaitu stadium
engorgment, stadium hepatisasi merah, stadium hepatisasi kelabu dan stadium resolusi.
1. Stadium Engorgment
Kapiler di dinding alveoli mengalami kongesti dan alveoli berisi cairan oedem. Bakteri
berkembang biak tanpa hambatan.
2. Stadium Hepatisasi Merah
Kapiler yang telah mengalami kongesti disertai dengan diapedesis dari sel - sel eritrosit Alveoli
dipenuhi oleh eksudat dan kapiler menjadi terdesak dan jumlah leukosit meningkat. Dengan
adanya eksudat yang mengandung leukosit ini maka perkembang biakan kuman menjadi
terhalang bahkan kuman – kuman pada stadium ini akan di fagositosis. Pada stadium ini akan
terbentuk antibodi.
3. Stadium Hepatisasi Kelabu
4. Stadium Resolusi
Pada stadium ini terjadi bila tubuh berhasil membinasakan kuman. Makrofag akan terlihat
dalam alveoli beserta sisa – sisa sel. Yang khas adalah tidak adanya kerusakan dinding alveoli
dan jaringan interstitial. Arsitektur paru kembali normal. (2,8)

2.5 Klasifikasi

a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi(1):


1) Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada seseorang yang tidak
menjalani rawat inap di rumah sakit.

7
2) Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh selama perawatan di
rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau prosedur.
3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari lambung, baik ketika
makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat
menjadi infeksi karena bahan teraspirasi mungkin mengandung bakteri aerobic atau
penyebab lain dari pneumonia.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia yang terjadi pada
penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi(1):
1) Pneumonia lobaris
Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru.
Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Bronkopneumonia terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya.
3) Pneumonia interstisial
Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan
peribronkial serta interlobular.
c. Berdasarkan agen penyebab, pneumonia dibagi menjadi(2):
 Pneumonia bakterial atau tipikal (terjadi pada semua usia)
 Pneumonia atipikal (disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia)
 Pneumonia virus
 Pneumonia jamur (immunocompromised)

2.6 Manifestasi Klinis

Diantara faktor – faktor risiko yang telah dikemukakan di atas, faktor risiko yang paling
sering adalah infeksi saluran nafas bagian atas (50%). Setelah +1 minggu temperatur mendadak
meningkat, kadang – kadang disertai menggigil.
 Nyeri pleuritik pada daerah lobus yang terkena
 Batuk – batuk yang disertai dahak seperti karat besi (rusty sputum)
 Sputum kadang – kadang purulen, kadang kadang berbercak / garis darah
 Myalgia
 Herpes simplex pada daerah bibir pada hari – hari pertama. (9)

8
2.7 Penegakkan Diagnosis

2.7.1 Anamnesis

Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat
baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
 Batuk-batuk bertambah
 Perubahan karakteristik dahak/purulen
 Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam
 Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan
ronki
 Leukosit > 10.000 atau < 4500 (10,11)
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team
(PORT). (6)

Gambar 2.3 Sistem skor pada pneumonia komunitas berdasarkan PORT. (6)

9
PSI membagi kelompok CAP menjadi lima kelas berdasarkan risiko mortalitas yang
dimiliki pasien, dimana kelas I-III merupakan pasien dengan mortalitas rendah, kelas IV
merupakan pasien dengan mortalitas sedang dan kelas V merupakan pasien dengan mortalitas
tinggi.14 PSI juga digunakan untuk menentukan pasien akan diterapi dengan rawat jalan atau
rawat inap, seperti yang tertera pada tabel 1.

Tabel 1. Derajat risiko dan rekomendasi perawatan menurut PORT/PSI. (12)

2.7.2 Pemeriksaan fisik

 Penderita sakit tampak berat


 Kadang-kadang sianosis
 Nafas cepat dan dangkal
 Kadang-kadang ada nafas cuping hidung
 Adanya herpes simplex disekitar bibir
 Demam dan nadi cepat. (1)
Terdapat tanda – tanda konsolidasi jaringan paru. Kelainan yang ditemukan tergantung
kepada luasnya jaringan paru yang terkena. Dari kasus – kasus yang dirawat di rumah sakit
yang juga mempunyai kelainan radiologis hanya 1/3 yang memperlihatkan tanda – tanda
konsolidasi jaringan paru dari pemeriksaan fisik. Kelainan yang mungkin ditemukan pada
pemeriksaan fisik paru :
– Inspeksi: bagian yang sakit tertinggal dalam pernafasan
– Palpasi : fremitus meningkat
– Perkusi : ada perkusi redup / pekak
– Auskultasi : adanya pleural friction rub ( pleuropneumonia), nafas bronkial, ronkhi basah. (1)

2.7.3 Pemeriksaan penunjang

1. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang

10
utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat
berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan
intertisial serta gambaran kavitas.
2. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukanleukopenia. Hitung
jenis menunjukkan shift to the left, dan LED meningkat.
3. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida
pneumokokkus.
4. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis respiratorik.
(10,11)

2.8 Diagnosis banding

1. Tuberculosis Paru (TB)


Suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk
organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB
antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis
dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan
penurunan berat badan.
2. Atelektasis
Istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa
alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps.
3. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
Suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau
bronkitis kronis. COPD lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. COPD juga
lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang dirurunkan.
4. Bronkhitis
Suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Penyakit bronchitis biasanya
bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki
penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut,
bronchitis bisa bersifat serius.
5. Asma bronkhiale
Penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran pernapasan, sehingga pasien yang
11
mengalami keluhan sesak napas/kesulitan bernapas. Tingkat keparahan asma ditentukan dengan
mengukur kemampuan paru dalam menyimpan oksigen. Makin sedikit oksigen yang tersimpan
berarti semakin buruk kondisi asma.
6. Efusi pleura
Merupakan suatu kondisi dimana terdapat akumulasi cairan dalam cavum pleura yang dapat
disebabkan oleh banyak kelainan dalam paru. (2)
7. Pneumonia COVID-19 Berat
Peradangan pada parenkim paru yang diduga disebabkan oleh SARS-CoV-2 yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit. (13)

2.9 Tatalaksana

Pengobatan terdiri atas pemberian antibiotik dan pengobatan suportif. Tindakan suportif
meliputi pemberian oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 > 92%) dan resusitasi
cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non
invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau
ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik
dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberikan mukolitik atau ekspektoran untuk
mengurangi dahak. (15)
Rekomendasi antibiotika empiris pada CAP(14):
Terapi pasien rawat jalan:
1. Sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotik dalam 3 bulan sebelumnya
a. Makrolid
b. Doxicilin
2. Ada komorbid (penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, alkhol, keganasan, asplenia, obat
immunospresi, antibiotik 3 bulan sebelumnya)
a. Fluoroquinolon respirasi (moxifloxacin, gemifloxacin/ levofloxacin 750 mg)
b. β lactam + makrolid
3. Pada daerah dengan angka infeksi tinggi dan dengan resisitensi tinggi makrolid terhadap
S.pneumoniae, dipertimbangkan antibiotik sesuai poin 2.
Rawat inap tidak di ICU
Fluoroquinolon respirasi atau β lactam + makrolid
Rawat inap di ICU
β lactam (cefotaxim, ceftriaxon, atau ampicilin sulbaktam) + azitromisin atau floroquinolon
respirasi.
Bila diperkirakan pseudomonas :
- β lactam antipseudomonas (piperasilin-tazobactam, cefepime, imipenem atau merpenem) +
ciprofloxasin atau levofloxacin (750 mg) atau
12
- β lactam antipseudomonas + aminoglikosid dan azitromisin atau
- β lactam antipseudomonas + aminoglikosid dan floroquinolon antipneumococal (untuk pasien
alergi penisilin ganti β lactam dengan asteronam).

2.10 Komplikasi

Pada pasien pneumonia berat terdapat komplikasi yang mengenai di ekstrapulmoner,


misalnya pada pneumonia pneumokokkus dengan bakteriemi dapat dijumpai meningitis,
arthritis, endokarditis, peritonitis, dan empyema. Terkadang juga dapat dijumpai komplikasi
ekstrapulmoner non infeksius, seperti gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru atau infark paru,
dan infark miokard akut. Komplikasi lain dapat terjadi seperti acute respiratory distress
syndrome (ARDS), multiorgan failure, serta melanjut sebagai pneumonia nosokomial. (1,2)

2.11 Pencegahan

Pemberian vaksinasi influenza dan pneumokokkus pada orang dengan risiko tinggi dan
gangguan imunologis dapat dipertimbangkan untuk tindakan preventif. Selain itu pola hidup
sehat, seperti tidak merokok dapat memperkecil faktor risiko seseorang terkena CAP. (16)

2.12 Prognosis

Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya antibiotik.


Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara
umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat
menjadi 49% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis
hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3
atau lebih lobus dan komplikasi ekstra paru merupakan petanda prognosis yang buruk. (14)

13
BAB III
KESIMPULAN

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang mengenai saluran


pernapasan bawah dengan tanda dan gejala seperti batuk dan sesak napas. Hal ini
diakibatkan oleh adanya agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi),
dan aspirasi substansi asing yang berupa eksudat (cairan) dan konsolidasi (bercak
berawan) pada paru-paru. Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil,
berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum
berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak.
Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit
dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi
atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau
penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronchial, dan
friction rub. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang
lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
(gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis
dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran
bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas. Penilaian derajat keparahan
penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor
Patient Outcome Research Team (PORT). Pengobatan pneumonia terdiri atas
pengobatan suportif dan pemberian antiobiotik sesuai mikroorganisme penyebab.

14
REFERENSI
1. Medison I. Pneumonia. Bagian Pulmonologi dan Respirasi FK Unand.
2019
2. Suhendro. et al. Pneumonia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. 2014
3. Wunderink RG, Watever GW. Community-acquired pneumonia. N Engl J
Med.2014;370:543-51
4. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian RI. 2013
5. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian RI. 2018
6. PDPI. Pneumonia Komuniti. Pedoman diagnosis dan penatalaksaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014
7. Cilloniz C, Martin-Loeches I, Garcia-Vidal C, et al. Microbial etiology of
pneumonia: epidemiology, diagnosis and resistance patterns. International
journal of molecular sciences. 2016 Dec;17(12):2120

8. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. Infectious Diseases


Society of America/American Thoracic Society consensus guidelines on
the management of community-acquired pneumonia in adults. Clin Infect
Dis. 2007
9. Djojodibroto, R.D. Respirologi : Respiratory Medicine. Jakarta : ECG.
2013
10. Luttfiya MN, Henley E, Chang L. Diagnosis and treatment of community
acquired pneumonia. American Family Physician. 2010;73(3):442-50
11. Task Force on CAP. Philippine Clinical Practice Guidelines on the
Diagnosis, 40 Empiric Management, and Prevention of Community-
acquired Pneumonia (CAP) in Immunocompetent Adults. 2010
12. Wexner Medical Center.Community-Aqquired Pneumonia: Pneumonia
Severy Index. 2017
13. Panduan Praktik Klinis (PPK) Tata Laksana Pneumonia Covid-19 Berat.

15
RSUD Kardinah Kota Tegal. 2020
14. Metlay JP, Waterer GW, Long AC, et al. Diagnosis and treatment of
adults with community-acquired pneumonia. An official clinical practice
guideline of the American Thoracic Society and Infectious Diseases
Society of America. American journal of respiratory and critical care
medicine. 2019 Oct 1;200(7):e45-67
15. Reviono. Pneumonia: Adakah Tempat Untuk Pemberian Antiinflamasi?
Universitas Sebelas Maret Solo. 2017
16. PDPI. Pneumonia. Pedoman diagnosis dan penatalaksaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2020

16

Anda mungkin juga menyukai