PNEUMONIA BILATERAL
Disusun
oleh :
Dwi Rachma Meilina
031032010037
Pembimbing:
dr. Arif Gunawan, Sp.PD
Disusun oleh:
Dwi Rachma Meilina
031032010037
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Arif Gunawan, Sp.PD selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang
berjudul “Pneumonia Bilateral”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karawang Periode 22
November – 31 Desember 2021. Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis
mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
2.1 Definisi...........................................................................................................5
2.2 Epidemiologi..................................................................................................5
2.3 Etiologi...........................................................................................................5
2.4 Patogenesis.....................................................................................................6
2.5 Klasifikasi.......................................................................................................7
2.6 Manifestasi Klinis...........................................................................................8
2.7 Penegakkan Diagnosis....................................................................................9
2.7.1 Anamnesis................................................................................................9
2.7.2 Pemeriksaan fisik...................................................................................10
2.7.3 Pemeriksaan penunjang.........................................................................10
2.8 Diagnosis banding........................................................................................11
2.9 Tatalaksana...................................................................................................12
2.10 Komplikasi.................................................................................................13
2.11 Pencegahan..............................................................................................13
2.12 Prognosis....................................................................................................13
BAB III..................................................................................................................14
KESIMPULAN......................................................................................................14
REFERENSI..........................................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang mengenai saluran pernapasan
bawah dengan tanda dan gejala seperti batuk dan sesak napas. Hal ini diakibatkan oleh adanya
agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing yang
berupa eksudat (cairan) dan konsolidasi (bercak berawan) pada paru-paru. (1)
Pneumonia dapat menyerang siapa aja, seperti anak-anak, remaja, dewasa muda dan
lanjut usia, namun lebih banyak pada balita dan lanjut usia. Pneumonia dibagi menjadi tiga
yaitu community acquired pneumonia (CAP) atau pneumonia komunitas, hospital acquired
pneumonia (HAP) dan ventilator associated pneumonia (VAP), dibedakan berdasarkan
darimana sumber infeksi dari pneumonia. Pneumonia yang sering terjadi dan dapat bersifat
serius bahkan kematian yaitu pneumonia komunitas. (2)
Identifikasi pneumonia dengan modalitas radiologi akan memberikan gambaran yang
sangat bervariasi mengingat pneumonia memiliki banyak penyebab. Modalitas yang dapat
digunakan saat ini berupa foto konvensional X-Ray Thorax, High Resolution CT-Scan Thorax.
Selain itu pemeriksaan lain seperti laboratorium,dan diagnostik intervensional lainnya juga
dapat digunakan untuk menujang diagnosis pneumonia. (3)
Menurut data Riskesdas tahun 2013 dan 2018, prevalensi pengidap pneumonia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia tahun 2013 mencapai 1,6 %,
sedangkan pada tahun 2018 meningkat menjadi 2,0 %. (4,5)
Menurut PDPI tahun 2014,
pneumonia merupakan penyakit yang memiliki tingkat crude fatality rate (CFR) yang tinggi,
yaitu sekitar 7,6%, menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan bagi penderita pneumonia
apabila tidak diberikan terapi secara tepat terlebih bila pneumonia diderita lansia dengan
imunitas yang semakin menurun dan adanya penyakit penyerta. (6)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasit, namun pneumonia juga dapat disebabkan
4
oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) yang sering disebut sebagai
pneumonitis. Pneumonia merupakan proses konsolidasi rongga udara akibat rongga udara
alveolar terisi dengan eksudat inflamatori yang disebabkan oleh adanya infeksi. (1)
2.2 Epidemiologi
Menurut PDPI tahun 2014, pneumonia merupakan penyakit yang memiliki tingkat crude
fatality rate (CFR) yang tinggi, yaitu sekitar 7,6%, menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan
bagi penderita pneumonia apabila tidak diberikan terapi secara tepat terlebih bila pneumonia
diderita lansia dengan imunitas yang semakin menurun dan adanya penyakit penyerta. (6)
2.3 Etiologi
Dari kepustakaan pneumonia komuniti (CAP) yang diderita oleh masyarakat luar negeri
banyak disebabkan bakteri gram positif, namun akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di
Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita
pneumonia komuniti adalah bakteri gram negatif. Sedangkan pneumonia di rumah sakit (HAP)
banyak disebabkan bakteri gram negatif. Sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan
oleh bakteri anaerob. (7)
5
Gambar 2.1 Patogen Penyebab Pneumonia (7)
2.4 Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya
tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembang biak
dan menimbulkan penyakit. Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. (2)
Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas(8) :
1. Inokulasi langsung:
a. Intubasi trakhea
b. Luka tembus yang mengenai paru
2. Penyebaran melalui pembuluh darah dari tempat lain di luar paru misalnya endokarditis
3. Inhalasi dari aerosol yang mengandung kuman
4. Kolonisasi di permukaan mukosa
6
Gambar 2.2 Patogenesis Pneumonia Oleh Bakteri Pneumococcus(8)
Kuman yang telah masuk ke dalam parenkim paru akan berkembang biak dengan cepat
masuk ke dalam alveoli dan menyebar ke alveoli - alveoli lain melalui pori interalveolaris dan
percabangan bronkus. Selanjutnya akan mengalami 4 stadium yang overlapping yaitu stadium
engorgment, stadium hepatisasi merah, stadium hepatisasi kelabu dan stadium resolusi.
1. Stadium Engorgment
Kapiler di dinding alveoli mengalami kongesti dan alveoli berisi cairan oedem. Bakteri
berkembang biak tanpa hambatan.
2. Stadium Hepatisasi Merah
Kapiler yang telah mengalami kongesti disertai dengan diapedesis dari sel - sel eritrosit Alveoli
dipenuhi oleh eksudat dan kapiler menjadi terdesak dan jumlah leukosit meningkat. Dengan
adanya eksudat yang mengandung leukosit ini maka perkembang biakan kuman menjadi
terhalang bahkan kuman – kuman pada stadium ini akan di fagositosis. Pada stadium ini akan
terbentuk antibodi.
3. Stadium Hepatisasi Kelabu
4. Stadium Resolusi
Pada stadium ini terjadi bila tubuh berhasil membinasakan kuman. Makrofag akan terlihat
dalam alveoli beserta sisa – sisa sel. Yang khas adalah tidak adanya kerusakan dinding alveoli
dan jaringan interstitial. Arsitektur paru kembali normal. (2,8)
2.5 Klasifikasi
7
2) Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh selama perawatan di
rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau prosedur.
3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari lambung, baik ketika
makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat
menjadi infeksi karena bahan teraspirasi mungkin mengandung bakteri aerobic atau
penyebab lain dari pneumonia.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia yang terjadi pada
penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi(1):
1) Pneumonia lobaris
Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru.
Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Bronkopneumonia terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya.
3) Pneumonia interstisial
Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan
peribronkial serta interlobular.
c. Berdasarkan agen penyebab, pneumonia dibagi menjadi(2):
Pneumonia bakterial atau tipikal (terjadi pada semua usia)
Pneumonia atipikal (disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia)
Pneumonia virus
Pneumonia jamur (immunocompromised)
Diantara faktor – faktor risiko yang telah dikemukakan di atas, faktor risiko yang paling
sering adalah infeksi saluran nafas bagian atas (50%). Setelah +1 minggu temperatur mendadak
meningkat, kadang – kadang disertai menggigil.
Nyeri pleuritik pada daerah lobus yang terkena
Batuk – batuk yang disertai dahak seperti karat besi (rusty sputum)
Sputum kadang – kadang purulen, kadang kadang berbercak / garis darah
Myalgia
Herpes simplex pada daerah bibir pada hari – hari pertama. (9)
8
2.7 Penegakkan Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat
baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
Batuk-batuk bertambah
Perubahan karakteristik dahak/purulen
Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam
Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan
ronki
Leukosit > 10.000 atau < 4500 (10,11)
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team
(PORT). (6)
Gambar 2.3 Sistem skor pada pneumonia komunitas berdasarkan PORT. (6)
9
PSI membagi kelompok CAP menjadi lima kelas berdasarkan risiko mortalitas yang
dimiliki pasien, dimana kelas I-III merupakan pasien dengan mortalitas rendah, kelas IV
merupakan pasien dengan mortalitas sedang dan kelas V merupakan pasien dengan mortalitas
tinggi.14 PSI juga digunakan untuk menentukan pasien akan diterapi dengan rawat jalan atau
rawat inap, seperti yang tertera pada tabel 1.
1. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang
10
utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat
berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan
intertisial serta gambaran kavitas.
2. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukanleukopenia. Hitung
jenis menunjukkan shift to the left, dan LED meningkat.
3. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida
pneumokokkus.
4. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis respiratorik.
(10,11)
2.9 Tatalaksana
Pengobatan terdiri atas pemberian antibiotik dan pengobatan suportif. Tindakan suportif
meliputi pemberian oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 > 92%) dan resusitasi
cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non
invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau
ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik
dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberikan mukolitik atau ekspektoran untuk
mengurangi dahak. (15)
Rekomendasi antibiotika empiris pada CAP(14):
Terapi pasien rawat jalan:
1. Sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotik dalam 3 bulan sebelumnya
a. Makrolid
b. Doxicilin
2. Ada komorbid (penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, alkhol, keganasan, asplenia, obat
immunospresi, antibiotik 3 bulan sebelumnya)
a. Fluoroquinolon respirasi (moxifloxacin, gemifloxacin/ levofloxacin 750 mg)
b. β lactam + makrolid
3. Pada daerah dengan angka infeksi tinggi dan dengan resisitensi tinggi makrolid terhadap
S.pneumoniae, dipertimbangkan antibiotik sesuai poin 2.
Rawat inap tidak di ICU
Fluoroquinolon respirasi atau β lactam + makrolid
Rawat inap di ICU
β lactam (cefotaxim, ceftriaxon, atau ampicilin sulbaktam) + azitromisin atau floroquinolon
respirasi.
Bila diperkirakan pseudomonas :
- β lactam antipseudomonas (piperasilin-tazobactam, cefepime, imipenem atau merpenem) +
ciprofloxasin atau levofloxacin (750 mg) atau
12
- β lactam antipseudomonas + aminoglikosid dan azitromisin atau
- β lactam antipseudomonas + aminoglikosid dan floroquinolon antipneumococal (untuk pasien
alergi penisilin ganti β lactam dengan asteronam).
2.10 Komplikasi
2.11 Pencegahan
Pemberian vaksinasi influenza dan pneumokokkus pada orang dengan risiko tinggi dan
gangguan imunologis dapat dipertimbangkan untuk tindakan preventif. Selain itu pola hidup
sehat, seperti tidak merokok dapat memperkecil faktor risiko seseorang terkena CAP. (16)
2.12 Prognosis
13
BAB III
KESIMPULAN
14
REFERENSI
1. Medison I. Pneumonia. Bagian Pulmonologi dan Respirasi FK Unand.
2019
2. Suhendro. et al. Pneumonia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. 2014
3. Wunderink RG, Watever GW. Community-acquired pneumonia. N Engl J
Med.2014;370:543-51
4. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian RI. 2013
5. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian RI. 2018
6. PDPI. Pneumonia Komuniti. Pedoman diagnosis dan penatalaksaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014
7. Cilloniz C, Martin-Loeches I, Garcia-Vidal C, et al. Microbial etiology of
pneumonia: epidemiology, diagnosis and resistance patterns. International
journal of molecular sciences. 2016 Dec;17(12):2120
15
RSUD Kardinah Kota Tegal. 2020
14. Metlay JP, Waterer GW, Long AC, et al. Diagnosis and treatment of
adults with community-acquired pneumonia. An official clinical practice
guideline of the American Thoracic Society and Infectious Diseases
Society of America. American journal of respiratory and critical care
medicine. 2019 Oct 1;200(7):e45-67
15. Reviono. Pneumonia: Adakah Tempat Untuk Pemberian Antiinflamasi?
Universitas Sebelas Maret Solo. 2017
16. PDPI. Pneumonia. Pedoman diagnosis dan penatalaksaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2020
16