Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Inovasi Kesehatan,Volume 3 Nomor 2 (April 2022)

E-ISSN2686-5084 Penerbit: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua

http://ojs.stikessorong.ac.id

Faktor -Faktor Terjadinya ISPA pada balita di Poliklinik Rawat Jalan Rumkit TK.IV
dr.Aryoko Sorong
Febby Lavenia Usmany1(K), Inggerit A Manoppo2, Ivana R Nasendum3
Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua, Indonesia; Febbyusmany@gmail.com
1(K)
2
Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua, Sorong, Indonesia; Inggridagnes87@gmail.com
3
Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua, Sorong, Indonesia;
Ivanaribkanasedum89@gmail.com
ABSTRAK
ISPA menempati posisi tertinggi yang banyak diderita oleh masyarakat, dalam hal ini adalah anak-anak.
Terdapat 25,5% balita di Indonesia yang terserang ISPA hingga mencapai enam kali dalam setahunnya.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor-faktor terjadinya ISPA diPoliklinik Rawat Jalan Rumkit Tk.IV
dr.Aryoko Sorong. Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. 65 pasien balita
yang berobat pada bulan Januari-Maret 2021 menjadi populasi dalam penelitian ini. Sampel dalam penelitian ini
adalah 65 pasien balita yang yang dirawat pada bulan Januari-Maret 2021. Penarikan sampel menggunakan total
sampling. Hasil uji menunjukan p value 0,049 yaitu ada hubungan kejadian ISPA dengan status gizi pada balita,
hasil uji menunjukan p value = 0,000 yaitu ada hubungan status pemberian ASI ekslusif dengan kejadian ISPA
pada balita, Hasil uji menunjukan p value 0,062 dimana tidak ada hubungan kejadian ISPA pada balita dengan
kelengkapan imunisasi, Hasil uji menunjukan p value 0,003 dimana ada hubungan kepadatan hunian dengan
kejadian ISPA pada balita. Kesimpulan ada hubungan terjadinya ISPA terhadap status gizi, pemberian ASI
ekslusif, kepadatan hunian dengan keajadian ISPA pada balita.Tidak ada hubungan kelengkapan imunisasi
dengan kejadian ISPA pada balita.Saran dalam penelitian ini adalah perlunya meningkatkan upaya pencegahan
terjadinya ISPA pada balita,dengan memberikan penyuluhan imunisasi lengkap sebagai kebutuhan utama pada
bayi.Kepada responden dan masyarakat agar membawa anak ke posyandu terdekat untuk mendapatkan
penyuluhan tentang pentingnya imunisasi pada balita.

Kata Kunci: Status gizi, ASI eksklusif, Kelengkapan Imunisasi, Kepadatan Hunian, Kejadian ISPA

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Setiap orang dapat terjangkit ISPA saat terpapar udara yang memiliki virus atau bakteri.Virus ini
ditularkan oleh orang yang terpapar ISPA dengan cara bersin atau saat batuk. Adapun cairan yang menempel
pada virus atau bakteri yang terdapat pada permukaan benda bisa menularkan pada orang disekitarnya pada saat
mereka terpapar. Hal Ini dapat menular secara tak langsung ( 1 ).World health organization (WHO) tahun 2012,
mencatat 78% anak balita menderita penyakit ISPA. ISPA sangat banyak terjadi di Negara yang berkembang
daripada Negara maju dan jika dilihat dari masing-masing Negara terdapat jumlah sebanyak 25%-30% dan
10%-15%. Asia Tenggara memiliki kasus kematian balita akibat ISPA sebanyak 2.1 juta tahun 2010 India,
Indonesia ,Bangladesh, ,serta Myanmar adalah Negara yang memiliki kematian balita terbanyak yang
diakibatkan oleh ISPA( 2 ).
Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut berada pada urutan penyakit pertama pada usia bayi dan
balita. Angka kejadian ISPA sebesar 25,5% dimana angka kesakitan pneumonia bayi 2,2% dan balita 3%,
sedangkan angka kematian pada bayi 23,8% dan balita sebesar 15,5%. penyakit ISPA terdiri dari pernafasan
bagian atas dan pernafasan bagian bawah. Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kematian tetapi dalam
jumlah kecil yaitu ISPA, bahkan juga dapat menyebabkan kecacatan seperti penyakit otitis media yang dapat
menyebabkan pasien mengalami ketulian. Mortalitas akibat penyakit ISPA bukan hanya terjadi pada infeksi
saluran pernafasan atas saja melainkan juga dapat dikarenakan infeksi saluran pernafasan bawah akut, yaitu
penyakit pneumonia. Di Indonesia pada tahun 2000 mortralitas yang terjadi akibat pneumonia menduduki
posisi utama yaitu dari 1000 balita yang ada terdapat 5 kasus kesakitan. Nusatenggara Timur (41,7%), Papua
(31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%) merupakan lima provinsi
dengan urutan kasus mortalitas tertinggi. Rentang usia penduduk yang terdiagnosa ISPA yaitu pada
kelompok usia 1-4 tahun (25,8%), tetapi jika dilihat menurut jenis kelamin, tidak ada perbedaan jenis kelamin
laki- laki dan perempuan. Penderita penyakit ini lebih banyak dari kalangan penduduk menengah kebawah
hingga kebawah ( 3 ). Adapun hal yang dapat mencegah memberantas penyakit ISPA pada balita yaitu
pentingnya dalam meningkatkan nutrisi serta kelengkapan imunisasi, serta memperbaiki keadaan
lingkungan rumah serta melakukan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Anak dengan status gizi yang

1
Jurnal Inovasi Kesehatan,Volume 3 Nomor 2 (April 2022)
E-ISSN2686-5084 Penerbit: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua

kurang akan sangat mudah terserang penyakit ISPA dari pada anak dengan status gizi baik. Hal ini
dikarenakan anak dengan gizi baik memiliki daya tahan tubuh yang baik sehingga dapat mencegah penyakit
untuk masuk ke dalam tubuhnya. Dalam beberapa literature menyebutkan bahwa anak seseorang yang
menjadi perokok pasif dapat merusak daya tahan paru-paru seseorang sehingga dapat mudah terserang
penyakit ISPA( 4 ).
Dikutip dari Sub Dinas Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPLP)
Dinas Kesehatan Kota Sorong, didapatkan pada tahun 2019 balita dengan diagnosa ISPA yang paling
banyak terdapat pada usia 1-5 tahun sebesar 12.43 penderita (balita). Sedangkan posis selanjutnya ialah
pada usia 2 bulan - 1 tahun sebesar 5.67 penderita (balita), serta pada posisi ketiga yaitu usia < 2 bulan sebanyak
340 penderita (balita). Rumkit TK. IV dr. Aryoko merupakan salah satu Rumah Sakit di Kota Sorong. Pada
tahun 2020 dengan angka kesakitan ISPA sebanyak 263 pasien. Pada awal tahun 2021 dari bulan januari
hingga bulan Maret tercatat 65 kasus penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut, keadaan ini
menggambarkan bahwa penderita Infekasi Saluran Pernafasan Akut di Rumkit TK IV dr. Aryoko
menunjukkan peningkatan. Dari kutipan tersebut, maka saya tertarik untuk melihat lebih jauh lagi terkait “
Faktor-faktor terjadinya ISPA pada balita di Poliklinik Rawat Jalan Rumkit Tk. IV dr. Aryoko Sorong”.

Tujuan

Tujuan dalam penelitian ini ialah faktor - faktor terjadinya ISPA pada balita di Poliklinik Rawat Jalan
Rumkit Tk. IV dr.Aryoko Sorong.
METODE

Penelitian ini ialah penelitian kuantitatif yaitu memakai pendekatan cross sectional. Sebanyak 65
balita menjadi Populasi dalam penelitian ini yang menggunakan pelayanan kesehatan di Poliklinik Rawat
Jalan Rumkit Tk.IV dr.Aryoko Sorong pada bulan januari-mei 2021. Orang tua dari balita merupakan Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini. Total sampling dipilih sebagai teknik dalam pengambilan sampel. Data
dikumpulkan dengan dua cara terdiri dari data sekunder yang diperoleh dari hasil pencatatan dan pelaporan di
Poliklinik Rawat Jalan Rumkit Tk.IV dr.Aryoko Sorong yang tidak menderita ISPA pada bulan januari–maret
tahun 2021dan data primer yang diperoleh melalui pengamatan KMS. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan data primer dan data sekunder.Data primer diperoleh secara langsung melalui pengamatan
KMS.Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil pencatatan dan pelaporan di Poliklinik Rawat Jalan
Rumkit Tk.IV dr.Aryoko Sorong yang tidak menderita ISPA pada bulan januari –maret tahun 2021.Analisis
Data, Analisa univariat dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yaitu variabel independen
dan variabel dependen dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.Analisa bivariat digunakan untuk melihat
hubungan antara variabel dependen dan variabel independen dengan menggunakan uji chi square berdasarkan
signifikan jika: p ≤ 0,05, maka Ha diterima P > 0,05, maka Ho ditolak.

HASIL
Karakteristik Responden

Tabel 1 Karakteristik Balita pada Poliklinik Rawat Jalan Rumkit Tk.IV dr. Aryoko Sorong
tahun 2021 (n=65)
Karakteristik f %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 39 60,0
Perempuan 26 40,0
Umur
1-2 Tahun 28 43,1
2-3 Tahun 19 29,2
3-4 Tahun 11 16,9
4-5 Tahun 7 10,8

Dari tabel diatas terdapat balita laki-laki sebesar 39 orang (60%) paling banyak dari balita
perempuan yaitu 26 orang (40%). bailta berumur 1-2 tahun sebanyak 28 orang (43,1 %) paling banyak dari
balita yang berumur 4-5 tahun yaitu 7 responden (10,8%).

2
Jurnal Inovasi Kesehatan,Volume 3 Nomor 2 (April 2022)
E-ISSN2686-5084 Penerbit: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua

Analisis Univariat

Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan Variabel Penelitian di Poliklinik Rawat Jalan Rumkit
Tk. IV dr.Aryoko Sorong Tahun 2021 (n=65)
Variabel f %
Kejadian ISPA
ISPA Berat 39 60,0
ISPA Sedang 23 35,4
ISPA Ringan 3 4,6

Status Gizi
Gizi Kurang 40 61,5
Gizi Baik 25 38,5

Pemberian ASI ekslusif


ASI Ekslusif 35 53,8
Tidak ASI Ekslusif 30 46,2

Kelengkapan Imunisasi
Tidak Lengkap 20 30,8
Lengkap 45 69,2

Kepadatan Hunian
Padat 38 58,5
Tidak Padat 27 42,5

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa kejadian ISPA berat sebanyak 39 orang (60%) paling banyak
dari kejadian ISPA ringan yaitu 3 responden (4,6%). Balita yang mengalami kurang gizi yaitu 40 orang
(61,5) paling banyak yaitu balita yang memiliki gizi baik yaitu 25 orang (38,5%). Balita mendapatkan ASI
eksklusif sebanyak 35 orang (53,8%) paling banyak dari balita yang sama sekali tidak mendapatkan ASI
eksklusif sebesar 30 orang (46,2%). Balita mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 45 orang (69,2%)
paling banyak dari balita yang sama sekali tidak dilakukan imunisasi lengkap se besar 20 responden
(30,8%). Kepadatan hunian padat sebanyak 38 responden (58,5%) lebih banyak dari kepadatan hunian tidak
padat yaitu 27 responden (41,5%).

Analisis Bivariat

Tabel 3 Hubungan Status Gizi, Pemberian ASI eksklusif, Kelengkapan Imunisasi, Kepadatan Hunian
Terhadap Kejadian ISPA Pada balita di Poliklinik Rawat Jalan Rumkit Tk. IV dr. Aryoko
Sorong Tahun 2021 (n=65)
Kejadian ISPA  
Jumlah
Variabel ISPA Berat ISPA Sedang ISPA Ringan p value
f % f % f % f %
Status Gizi
61,
Gizi Kurang 27 41,5 10 15,4 3 4,6 40
5
0,049
38,
Gizi Baik 12 18,5 13 20,0 0 0 25
5
Pemberian ASI Ekslusif
53,
ASI ekslusif 28 43,1 4 6,2 3 4,6 35
8
0,000
46,
Tidak ASI ekslusif 11 16,9 19 29,2 0 0 30
2
Kelengkapan Imunisasi
30,
Tidak Lengkap 9 13,8 11 16,9 0 0 20
8
0,062
69,
Lengkap 30 46,2 12 18,5 3 4,6 45
2

3
Jurnal Inovasi Kesehatan,Volume 3 Nomor 2 (April 2022)
E-ISSN2686-5084 Penerbit: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua

Kepadatan Hunian
58,
Padat 29 44,6 7 10,8 2 3,1 38
5
0,003
41,
Tidak Padat 10 15,4 16 24,6 1 1,5 27
5

Dari tabel diatas dapat dilihat balita memiliki status gizi kurang dengan kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut berat yaitu 27 orang (41,5%) paling banyak dari balita yang berstatus gizi kurang terhadap
kejadian ISPA ringan yaitu 3 orang (4,6%), sedangkan yang memiliki status gizi baik terhadap kejadian ISPA
sedang yaitu 13 orang (20,0%) paling banyak yang memiliki status gizi baik dengan kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut kurang yaitu tidak ada. Hasil statistik didapatkan p=0,049 (p < 0,05) berarti terdapat
hubungan status gizi terhadap terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Rumkit TK.IV dr. Aryoko Kota
Sorong.
Responden yang diberikan ASI eksklusif terhadap terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut berat
sebanyak 28 orang (43,1) paling banyak dari balita yang mendapatkan ASI eksklusif terhadap terjadinya
Infeksi Saluran Pernafasan Akut ringan sebanyak 3 orang, sedangkan responden yang mendapatkan ASI
tidak lengkap terhadap kejadian ISPA berat yaitu 11 responden (16,9%) paling banyak dari balita yang tidak
mendapatkan ASI ekslusif dengan kejadian ISPA ringan yaitu tidak ada. Hasil uji statisti diperoleh nilai
p=0,000 (p< 0,05) berartip ada α=5% disimpulkan bahwa ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian ISPA pada balita di Rumkit TK.IV dr.Aryoko Kota Sorong.
Responden yang menerima imunisasi tidak lengkap terhadap kejadian ISPA sedang sebanyak 11
responden (16,9%) paling banyak dari responden yang menerima imunisasi tidak lengkap terhadap kejadian
ISPA ringan yaitu tidak ada, sedangkan balita yang mendapatkan imunisasi lengkap dengan kejadian ISPA
berat sebanyak 30 responden (46,2%) paling banyak yaitu responden yang menerima imunisasi lengkap
terhadap kejadian ISPA ringan yaitu 3 responden (4,6%). Hasil statistic didapati nilai p=0,062(p< 0,05) berarti
pada α = 6 % disimpulkan yaitu tidak ada hubungan kelengkapan imunisasi terhadap kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut pada responden di Rumkit TK.IV dr.AryokoKotaSorong.Kepadatan hunian dengan
padat dengan kedian ISPA berat sebanyak 29 orang (44,6%) paling banyak dari kepadatan hunian padat
dengan kejadian ISPA ringan yaitu 2 orang (3,1%), sedangkan kepadatan hunian tidak padat terhadap
terjadinya ISPA sedang dengan jumlah 16 orang (24,6%) paling banyak dari kepadatan hunian dengan
kejadian ISPA ringan yaitu 1 orang (1,5%). Hasil statistik didapatkan p=0,003(p< 0,05) berarti terdapat
hubungan kepadapatan hunian terhadap kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada balita di Rumkit TK.IV
dr.Aryoko Kota Sorong.

PEMBAHASAN

Hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di Rumkit TK. IVdr. Aryoko Sorong 2021
Keadaan gizi (status gizi) ialah keadaan seimbang antara asupan yang dikonsumsi dan zat yang
diserap oleh tubuh, dimana kondisi normal yang terjadi akibat dari adanya zat gizi didalam tubuh seseorang ( 5 ),
Soekirman (2013), status gizi adalah kondisi kesehatan setiap orang dengan cara melihat yang ditentukan
beberapa hal-hal yang ada didalam tubuh seseorang ( 6 ). Balita sehat akan memiliki status gizi baik dan begitu
juga dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Akan tetapi keadaan gizi yang kurang baik akan sangat
memengaruhi risiko terkena Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Terdapat Beberapa penelitian yang telah
melakukan beberapa riset dan mendapatkan hasil adanya hubungan antara status gizi dengan infeksi.
Sehingga anak yang memiliki status gizi buruk akan mudah terkena pneumonia. Keadaan gizi balita ialah
sesuatu yang sangat penting untuk diketahui oleh setiap orang tua , dan sangat perlu diperhatikan
pertumbuhan dan perkembangan diusia balita saat ini karena pada masa ini merupakan masa emas. ( 7 ).
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,049 (p < 0,05) berarti pada α = 5% dapat ditarik
kesimpulan yaitu ada hubungan keadaan gizi (ststus gizi) terhadap apa terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan
Akut di Rumkit TK. IV dr. Aryoko Sorong. Penelitian ini kurang sesuai terhadap penelitian yang dilakukan
oleh Maryunani (2011), dimana meyatakan bahwa balita yang mengalami gizi kurang akan lebih mudah
terserang ISPA dibandingkan dengan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang
dimana nilai pvalue=0.042 (p<0,05). Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan
untuk mempertahankan diri terhadap infeksi.Jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh
akan menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi
menurun.Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA lebih berat
bahkan serangannya lebih lama.Hasil penelitian ini juga tidak selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan
diPuskesmas Pajang Surakarta,kejadian ISPA pada balita sebanyak 104 jiwa, yang memiliki status gizi baik

4
Jurnal Inovasi Kesehatan,Volume 3 Nomor 2 (April 2022)
E-ISSN2686-5084 Penerbit: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua

dengan kejadian ISPA sebanyak 45 jiwa (43,27%) dan yang mempunyai status gizi kurang dengan kejadian
ISPA sebesar 59 jiwa (56,73%) ( 8 ).
Asumsi peneliti yaitu balita dengan gizi yang kurang dapat terkena penyakit ISPA yang sedang
bahkan sampai berat di karenakan keadaan gizi yang buruk akan menurunkan daya tahan tubuh anak dimana
tubuh dapat mencegah serangan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Sehingga keadaan gizi seseorang sangat
memengaruhi kondisi kesehatannya.

Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada balitadi Rumkit TK. IV dr. Aryoko
Sorong tahun 2021
Air Susu Ibu adalah kebutuhan utama bagi bayi, bersih dan sehat serta praktis karena dapat diberikan
kapanpun dan dimanapun. Air Susu Ibu dapat memenuhi seluruhasupan gizi balita untuk bisa mendorong bayi
untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sampai bayi berusia 6 bulan baru dapat di berikan makanan
tambahan (MPASI). Dalam memberikan Air Susu Ibu secara eksklusif kepada bayi hingga usia 6 bulan dan
tidak diberi makanan tambahan selain ASI ( 9 ). Air Susu Ibu merupakan asupan yang sangat baik untuk
tumbang bayi. Air Susu Ibu ialah asupan yang pertama kali diberikan dan asupan yang paling utama untuk
bayi. Air Susu Ibu memiliki komposisi yang sangat lengkap dan sangat dibutuhkan pada untuk menunjang
proses tumbang bayi dan memiliki tujuan untuk menurunkan angka mortalitas bayi. Berdasarkan hasil dalam
penelitian ini didapatkan p= 0,000 (p< 0,05) berarti terdapat hubungan antara status gizi terhadap terjadinya
Infeksi Saluran Pernafasan Akut diRumkit TK IV dr.Aryoko Sorong.
Air Susu Ibu yang diberikan secara eksklusif selama 6 bulan dan tidak diberikan tambahan
makanan apapun. Memberikan Air Susu Ibu dalam 1 jam pertama saat melahirkan dapat menambah produksi
ASI ibu dan juga dapat merangsang hormone prolaktin sehingga dapat menghasilkan ASI yang banyak dan
cukup untuk bayi. Hasil analisis ini sesuai dengan yang dikemukakan Roesli (2010),bahwa saat waktu lahir
sampai berusia beberapa bulan bayi tidak dapat membuat kekebalan tubuh bayi. Air Susu Ibu dapat melindungi
bayi dari penyakit infeksi serta penyakit alergi yang ditimbulkan dari makanan selain ASI. Adapun keadaan ini
dapat membantu bayi dalam meningkatkan daya tahan tubuhnya sendiri dan dapat terlindungi dari berbagai
macam penyakit ( 10 ).
Hasil penelitian ini juga selaras dengan pendapat Weni (2011), dimana ASI merupakan suatu keadaan
terdapat lemak dalam larutan protein, lactose dan garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjer
payudara yang dapat digunakan sebagai makanan pokok untuk bayi ( 11 ). Air Susu Ibu memiliki kandungan yang
sangat banyak dan komposisinya dapat dicerna oleh sistem pencernaan bayi dan tidak mengandung allergen
sehingga aman untuk bayi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan d RSU dr. Soekardjo Tasikmalaya,
dimana balita yang mendapatkan ASI eksklusif menderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut sebesar 7
b alota (33,3%) dibandingkan terhadap balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif dan terkena penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut sebesar 52 jiwa (61,2%), dengan hasil p value = 0,0352 (p<0,05) ( 12).
Asumsi peneliti yaitu responden yang tidak diberikan ASI eksklusif sangat berdampak menderita
ISPA karena efek Air Susu Ibu dapat menurunkan mortalitas terhadap balita yang diberi ASI hingga usia 6
bulan, sedangkan balita yang tidak mendapatkan Air Susu Ibu ekslusif lebih besar menderita Infeksi Saluran
Pernafasan Akut.

Hubungan kelengkapan imunisasi dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada balita di
Rumkit TK. IV dr. Aryoko Sorong tahun 2021.
Dalam mencegah terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut dapat dilakukan dengancara memberikan
imunisasi secara lengkap, dimana hal ini diaharapkan agar bayi memiliki kekebalan tubuh yang baik. Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dapat dihindari dengan cara memberikan imunisasi difteri( 9 ).
Berdasarkan hasil dalam penelitian ini didapatkan p = 0,062 (p < 0,05) dimana α = 6% dan hasilnya
adalah tidak ada hubungan kelengkapan imunisasi terhadap terjadinya Infeksi Saluran pernafasan Akut
(ISPA) di Rumkit TK IV dr. Aryoko Sorong. Hasil penelitian ini tidak sesuai sesuai dengan hasil penelitian
Lisdianti (2015), terdapat hubungan antara status imunisasi balita dengan kejadian ISPA di mana status
Imunisasi balita di Puskesmas Pasir Putih sebagian besar lengkap sebanyak 53 balita (72,6%) kejadian ISPA
pada anak balita di Puskesmas Pasir Putih sebagian besar tidak ISPA sebanyak 44 balita (60,3%) di mana
balita yang diberikan imunisasi lengkap lebih rendah mengalami kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) dari balita yang tidak melakukan imunisasi secara lengkap( 13 ).
Peneliti berasumsi dalam penelitian ini bahwa balita yang sudah diberikan imunisasi secara lengkap
namun masih dapat menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) karena Imunisasi yang diberikan pada
balita bukan untuk menghilangkan atau mengobati balita agar tidak menderita ISPA tetapi imunisasi yang
diberikan hanya untuk mencegah agara balita tidak menderita ISPA yang berat sampai mengalami kematian,
maka sebab itu hasil penelitian didalam penelitian ini menunjukan tidak adanya hubungan antara imunisasi
dengan terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita.

5
Jurnal Inovasi Kesehatan,Volume 3 Nomor 2 (April 2022)
E-ISSN2686-5084 Penerbit: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua

Hubungan kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita diRumkit TK. IV dr. Aryoko Sorong
tahun 2021.
Rumah adalah tempat perlindungan manusia, tempat hunian dimana kita harus tetap menjaga
keadaan lingkungannya sehingga siapapun yang berada didalamnya dapat hidup dengan sehat,adapun syarat-
syarat rumah yang sehat ialah rumah tersebut dapat memenuhi kebutuhan fisiologis. Dimana kebutuhan
tersebut meliputi suhu rumah yang sesuai standar, pencahayaan yan baik, ventilasi yang cukup dan adanya
ruangan kamar mandi, kamar tidur, dapur, ruang bermain anak, serta ruang tamu. ( 1 4).
Hasil penelitian ini terdapat p = 0,003 (p <0,05) dimana α = 5% sehingga dapat ditarik kesimpulan
yaitu tidak adanya hubungan kepadatan hunian dengan kejadian ISPA diRumkit TK. IV dr. Aryoko Sorong.
Penelitian ini didukung berdasarkan ketentuan Kemenkes RI No .829 tahun 1999 tentang kesehatan
perumahan menetapkan bahwa luas kamar tidur lebih dari atau sama dengan 8m2 dikategorikan sebagai
tidak padat dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur didalam satu kamar tidur. Ruangan
yang tidak sesuai dengan keadaan penghuninya akan memiliki keadaan dimana jumlah oksigen didalam
ruangan tersebut sedikit. Dan jika hal ini terjadi maka salah satu penyakit yang sering timbul adalah Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ( 9 ) .
Hunian yang padat terutama terdapat balita yang ada didalamnya dapat meningkatkan suhu
ruangan sehingga Suhu badan balita dapat meningkat. Keadaan ini dapat akan mengalami penurunan kadar 0 2
dan meningkatkan kadar CO2. Dimana hal ini memiliki akibat yang sangat tidak baik yaitu dapat terjadinya
penurunan kualitas udara dalam ruangan ( 9 ). Keadaan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
diPuskesmas Sungai Pinang dimana kepadatan hunian yang sesuai dengan ketentuan maka kasus ISPA
akan menurun sebanyak 43,4% (53 jiwa) dibandingkan dengan kepadatan hunian yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku maka didapati kasus ISPA pada balita sebanyak 56,5% (69 jiwa), keadaan ini
memperlihatkan bahwa jika terdapat banyak orang didalam rumah (penghuni rumah) maka akan mudah orang
yang berada didalam rumah tersebut terkena penyakit ISPA. ( 15 ).
Asumsi peneliti dalam penelitian ini bahwa Kepadatan hunian rumah terjadi diakibatkan karena suhu
ruangan yang meningkat sehingga menyebabkan meningkatnya kelembaban uap air yang ada pada ruangan
tersebut. Keadaan ini dapat mempercepat balita terserang ISPA.

KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dalam penelitian ini yaitu Ada hubungan yaitu status gizi, pemberian ASI Eksklusif
dan kepadatan hunian terhadap terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada balita di Rumkit TK. IV dr.
Aryoko Sorong. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kelengkapan imuniasasi dengan kejadian ISPA
pada balita di Rumkit Tk. IV dr. Aryoko Sorong.
Saran dalam penelitian ini adalah perlunya meningkatkan upaya pencegahan terjadinya ISPA pada
balita,dengan memberikan penyuluhan imunisasi lengkap sebagai kebutuhan utama pada bayi.Kepada
responden dan masyarakat agar membawa anak ke posyandu terdekat untuk mendapatkan penyuluhan
tentang pentingnya imunisasi pada balita.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO.Penanganan ISPA Pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang . Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC .2015.hlm.44
2. Usman.Analisis factor yang memepengaruh kejadian ISPA Pada Balita .2017. [Diakses pada Juli
2021] .http://www.jiasociety.org/index.php/jias/article/view/18588.
3. Riskesdas RI. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar 2018; RISKESDAS. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Kementerian Republik Indonesia. 2018. [Diakses pada Juli 2021].
www.litbang.kemenkes.go.id.
4. Muslikha. Faktor Yang Berhubungan Dengan ISPA Pada Balita di Puskesmas Pati Kabupaten pati.
Jurnal Kesehatan. Universitas Negeri Semarang.2017. p 150-155.
5. Soemirat J. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gaja Mada University Press.2014.
6. Saputri,L.Hubungan Kebiasaan Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita diDesa
Cimareme Kabupaten Bandung Barat.2016.
7. Marimbi,Hanum.Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar pada Balita.Yogyakarta:Nusa
Medika.2010.
8. Herdiana.Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut(ISPA) Pada Balita
diPuskesmas Pajang: Surakarta.2013.
9. Kementerian Kesehatan RI.Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas)2018.Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan.2018.

6
Jurnal Inovasi Kesehatan,Volume 3 Nomor 2 (April 2022)
E-ISSN2686-5084 Penerbit: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua

10. Presyalia. Hubungan Status Imunisasi, Status Gizi, dan Asap Rokok Dengan Kejadian ISPA Pada Anak
di Puskesmas Sageri Pangkep. Jurnal Ilmu Kesehatan.2014.5(5), 639-643.
11. Utomo. (2012). Analisa Faktor Penyebab ISPA pada BALITA. Jurnal Teknik Sipil Kern. Vol. 2, No. 2,
hlm. 73-84.
12. Hersoni. (2015). Pengaruh Pemberian ASI Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Pada Bayi Usia 6-12 bulan di Rab RSU dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya: Jurnal Kesehatan. Bakti Tunas
Husada Vol. 3, No. 1.pp 49-58.
13. Ningrum. (2018). Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA non
Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sungut Pinang. Jurnal Kesehatan : Universitas
Lambung Mangkurat Vol. 8.pp 586-593.

Anda mungkin juga menyukai