Anda di halaman 1dari 76

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DALAM GANGGUAN NEUROLOGI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. PUTU RISKA FEBRIANTI (17089014075)


2. NI KADEK YULI RINDI ANTIKA (17089014102)
3. KOMANG RATNA SWANDEWI (17089014072)
4. PUTU YULI PURNAMA DEWI (17089014101)
5. I KOMANG WINAYA (17089014096)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Dalam Gangguan Neurologi”.Makalah ini
diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini, khususnya dari
dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk
lebih baik  di masa yang akan datang. Semoga makalah ini memberikan informasi
dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.

Singaraja, 18 Maret 2020

Penyusun

I
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………….. i

Daftar Isi……………………….…………………………………………….. ii

Daftar Tabel…………………………………………………………………... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah.................................................................................. 2

1.3 Tujuan .................................................................................................... 2

BAB II KONSEP TEORI

2.1. Askep Gadar Cedera Kepala.................................................................. 3

2.2. Askep Gadar CVA.................................................................................. 24

2.3. Askep Gadar AMS................................................................................. 37

2.4. Askep Gadar Kejang.............................................................................. 46

BAB III PEMBAHASAN KASUS

3.1. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat AMS.......................................... 64

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Kesimpulan............................................................................................ 70

4.1.1. Saran...................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA

I
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi GCS...........................................................................8

Tabel 2.2 Intervensi Keperwatan Cedera Kepala......................................23

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Stroke/CVA........................................37

Tabel 2.4 Jenis Pemeriksaan Cedera Kepala.............................................41

Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan Kejang.................................................63

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penurunan kesadaran termasuk kegawatdaruratan neurologi yang sering


ditemukan pada anak, mulai dari penurunan kesadaran ringan bahkan sampai tidak
sadar (koma), yang terjadi baik di ruang gawat darurat maupun di ruang perawatan.
Gangguan sistem saraf dan otak adalah kerusakan yang terjadi di otak atau saraf
pendukung otak, ataupun keduanya, sehingga memengaruhi fungsi saraf dan otak.
Sistem saraf adalah sistem penghubung yang sangat kompleks yang dapat mengirim
dan menerima informasi dalam jumlah besar secara bersamaan. Cedera kepala adalah
trauma mekanik yang terjadi pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak
langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fisik,
kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen.

Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan tanda dan
gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke
hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian
otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau
kematian. Altered Mental Status atau penurunan kesadaran adalah keadaan dimana
penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga
tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara
sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal atau
mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. Kejang adalah terbebasnya

1
2

sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan


kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang besifat sementara. Istilah epilepsy
biasanya merupakan suatu kelaianan yang bersifat kronik yang timbul sebagai suatu
bentuk kejang berulang.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada cedera kepala?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada CVA?
1.2.3 Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada AMS?
1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada Kejang?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada cedera kepala?
1.3.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada CVA?
1.3.3 Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada AMS?
1.3.4 Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada Kejang?
BAB II

TEORI DASAR

2.1 Gawat Darurat Cedera Kepala

2.1.1 Pengertian Cedera Kepala

Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Mardalena, 2018). Cedera kepala adalah
trauma mekanik yang terjadi pada kepala yang terjadi baik secara langsung
atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi
neurologis, fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen (Tri
Nugroho,2011).

2.1.2 Etiologi

Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala


meliputi trauma olehbenda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak,
efek dari kekuatan/ energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan
perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu dapat disebabkan
oleh Kecelakaan, Jatuh, Trauma akibat persalinan (Tri Nugroho,2011).

2.1.3 Patofisiologi

Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,


misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat
terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala
sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak
3
4

kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari
cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan
perdarahan.

Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural


hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter,
subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah
didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi
karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan
otak. Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak,
robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk
robeknya
duramater, laserasi, kontusio).
1. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui
batas kompensasi ruang tengkorak.
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan
volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah,
liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan
mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan
Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler. Cedera Sekunder
dan Tekanan Perfusi :
CPP = MAP - ICP
5

CPP : Cerebral Perfusion Pressure


MAP : Mean Arterial Pressure
ICP : Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak.
Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang makin
parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok,
hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dan lain sebagainya.
3. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l.
glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan
NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks berlebihan
yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym degradatif serta
menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
3. Kerusakan Membran Sel
Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan
kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown)
melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak
diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair
membran tersebut). Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan
terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan radikal bebas yang
berlebih.
4. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic
bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan
akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage).
6

2.1.4 WOC
Kecelakaan lalu lintas

cidera kepala

cardiac
output
cidera otak primer cidera otak sekunder
menurun

kontusiocerebri kerusakan sel otak

gangguan autoregulasi rangsangan simpatis terjadinya benturan benda asing

tahanan vaskuler sistemik terdapat luka dikepala


aliran darah ke otak menurun

tekanan pembuluh darah rusaknya bgian kulit


O2 gangguan metabolisme pulmo kepala

tekanan hidrostatik
asam laktat meningkat
kerusakan integritas
kebocoran cairan kapiler jaringan kulit
oedem otak
oedem paru

ketidakefektifan pefusi
penumpukan cairan/ secret ketidakefektif perfusi
jaringan cerebral
jaringan perifer

difusi O2 terlambat

ketidakefektif bersihan
jalan nafas

2.1 Skema WOC


7

2.1.5 Klasifikasi

Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan


praktis, tiga jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme,
tingkat beratnya cedera kepala serta berdasarkan morfologi (Yuliano, 2019).

1) Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh,
maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-
bendatajam/runcing.
Berdasarkan GCS Gasglow Coma Scale menurut berat ringannya cedera
Skala Gasglow Coma Scale (GCS) :

Dewasa Respon Bayi dan Anak-anak

Buka Mata (E)

Spontan 4 Spontan

Berdasarkan perintah verbal 3 Berdasarkan suara

Berdasarkan rangsang nyeri 2 Berdasarkan rangsang nyeri

Tidak memberi respon 1 Tidak menberi respon

Respon Verbal (V)

Orientasi baik 5 Senyum, orientasi terhadap objek

Percakapan kacau 4 Menangis tetapi dapat ditenangkan


8

Kata-kata kacau 3 Menangis dan tidak dapat ditenangkan

Menegrang 2 Mengerang dan agitatif

Tidak menberi respon 1 Tidak memberi respon

Respon Motorik (M)

Menuruti penrintah 6 Aktif

Melokalisisr rangsang nyeri 5 Melokalisisr rangsang nyeri

Menjauhi rangsang nyeri 4 Menjauhi rangsang nyeri

Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal

Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal

Tidak menberi respon 1 Tidak menberi respon

Skor 14-15 12-13 11-12 8-10 <5

Kondisi Compos mentis Apatis Somnolen Stupor Koma

Tabel 2.1 Klasifikasi GCS

Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian


Glasgow Scala Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cedera kepala ringan
• GCS 13 - 15
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari
30 menit.
• Tidak ada fraktur tengkorak
9

b. Cedera kepala sedang


• GCS 9 - 12
• Saturasi oksigen > 90 %
• Tekanan darah systole > 100 mmHg
• Lama kejadian < 8 jam
• Kehilangan kesadaran dan atau amnesia > 30menit tetapi < 24 jam
• Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cedera kepala berat
• GCS 3 – 8
• Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam
Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral. Pada penderita
yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia,
maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata
edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya
maka reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika
penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka
reaksi verbal diberi nilai“T”
c. Berdasarkan Morfologi
a. Cedera kulit kepala
Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat
menjadi pintu masuk infeksi intrakranial.
b. Fraktur Tengkorak
c. Cedera Otak
1) Commotio Cerebri (Gegar Otak)
Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringan karena
terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi pingsan < 10
menit. Dapat terjadi gangguan yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat
10

berupa sakit kepala, mual, muntah, dan pusing. Pada waktu sadar
kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia
antegrad), tetapi biasanya korban/pasien tidak diingatnya pula sebelum
dan sesudah cidera (amnezia retrograddan antegrad).
2) Contusio Cerebri (Memar Otak)
Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya pembuluh darah
kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama denganrusaknya jaringan
saraf/otak di daerah sekitarnya. Di antara yang paling sering terjadi
adalah kelumpuhan N. Facialis atau N.Hypoglossus, gangguan bicara,
yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada
kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak
encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak
pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan
sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian
takikardia, meningginya suhu badan, muka merah, keringat profus,
serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan (decebracio
rigiditas).
3) Perdarahan Intrakranial
• Epiduralis haematoma adalah terjadinya perdarahan antara
tengkorak dan durameter akibat robeknya arteri meningen media
atau cabang-cabangnya. Epiduralis haematoma dapat juga terjadi
di tempat lain, seperti pada frontal, parietal, occipital dan fossa
posterior.
• Subduralis haematoma
Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara
durameter dan corteks, dimana pembuluh darah kecil vena pecah
atau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena
tekanan jaringan otak ke arteri meninggi sehingga darah cepat
11

tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks.


Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan
dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).
• Subrachnoidalis Haematoma
Terjadi karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu
perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling
sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada
permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna
(pelebaran pembuluh darah). Ini sering menyebabkan pecahnya
pembuluh darah otak.
• Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan
subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau
arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks.
Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan pada durameter
bagian bawah melebar sehingga terjadilah subduralis haematoma.

2.1.6 Manifestasi klinis/ Tanda dan Gejala


Secara umum gejala klinis trauma kepala adalah sebagai berikut
(Yuiano, 2019) :

 Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan


frekuensi jantung (bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan
bradikardia disritmia).
 Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan
fungsi.
 Mual, muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, air
liur, disfagia)
12

 Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah


tidak bisa beristirahat, merintih.
 Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi, stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena
aspirasi).
 Gangguan dalam regulasi tubuh.
 Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau tingkah laku
dan memori).
 Kehilangan penginderaan seperti gangguan penglihatan, pengecapan,
penciuman dan pendengaran, refleks tendon tidak ada atau lemah,
kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan
sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
 Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan (tanpa atau dengan kontras): mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. Catatan : Untuk
mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam
setelah injuri.
b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
d. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
e. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
13

f. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat


peningkatan tekanan intrakranial.
g. BAER: Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
h. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
i. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
j. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
k. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
2.1.8 Penatalaksanaan dan Terapi
Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara
lain : A (airway), B (breathing), C (circulation), D (disability), dan E
(exposure/ environmental control) yang kemudian dilanjutkan dengan
resusitasi.

1. Cedera kepala ringan : Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat
dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila
memenuhi kriteria berikut:
a. Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan
gaya berjalan) dalam batas normal.
b. Foto servikal jelas normal.
c. Ada orang yang bertanggung-jawab untuk mengamati pasien
selama 24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke
bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan.
14

Kriteria perawatan di rumah sakit:

a. Adanya darah intracranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan.


b. Konfusi, agitasi atau kesadaran menurun.
c. Adanya tanda atau gejala neurologia fokal.
d. Adanya penyakit medis komorbid yang nyata.
e. Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di
rumah.
2. Cedera kepala sedang : Pasien yang menderita konkusi otak (komosio
otak), dengan skala korna Glasgow 15 dan CT Scan normal, tidak pertu
di-rawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi di rumah,
meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau amnesia.
Risiko timbul-nya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien
dengan cedera kepala sedang adalah minimal.
3. Cedera kepala berat : Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital,
keputusan segera pada pasien ini adalah apakah terdapat indikasi
interven-si bedah saraf segera (hematoma intrakranial yang besar). Jika
ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan
operasi.
 CT Scan lanjutan
Umumnya, scan otak lanjutan harus dilakukan 24 jam setelah cedera
awal pada pasien dengan perdarahan intrakranial untuk menilai per-darahan
yang progresif atau yang timbul belakangan. Namun, biaya menjadi
kendala penghambat.

2.1.9 Komplikasi
a. Edema Pulmonal
Komplikasi paru-paru yang paling serius pada pasien cedera kepala
adalah edema paru. Ini mungkin terutama berasal dari gangguan
15

neurologis atau akibat dari sindrom distress pernapasan dewasa edema


paru dapat terjadi akibat dari cedera pada otak yang menyebabkan
adanya refleks cushing. Peningkatan pada tekanan darah sistemik
terjadi sebagai respon dari system saraf simpatis pada peningkatan
TIK.

b. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari pasien cedera kepala selama fase
akut. Selama kejang , perawat harus memfokuskan perhatian pada
upaya mempertahankan jalan nafas paten ketika mengamati
perkembangan kejang dan mencegah cedera lanjut pada pasien.

c. Kebocoran Cairan Serebral


Hal yang umum pada beberapa pasien cedera kepala dengan fraktur
tengkorak untuk mengalami kebocoran CSS dari telinga atau hidung.
Ini dapat akibat dari fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal atau
dari fraktur tengkorak basiliar bagian petrous dari tulang temporal
d. Sepsis/septik syok
e. Anemia
f. Shock
16

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian
Identitas Pasien :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Agama :
Tanggal Masuk RS :
Alasan Masuk :
1. Pengkajian Primer
a. Airway (jalan napas)
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi dari
perubahan jaringan serebral akibat trauma kepala. Bunyi napas
tambahan seperti napas ber-bunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan
peningkatan produksi secret, dan kemampuan batuk yang menurun
sehingga sering didapatkan sumbatan jalan nafas.
b. Breathing (pernapasan)
Akibat penekanan pada medulla oblongata menyebabkan pernafasan
ataksia dimana ditandai dengan irama nafas tidak teratur atau pola
nafas tidak efektif.
c Circulation (sirkulasi)
Hasil pemeriksaan sirkulasi klien cedera kepala pada beberapa
keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi
bradikardi, takikardi, dan aritmia.
17

d Disability (kesadaran)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama
akibat pengaruh peningkatan tekanan intracranial yang disebabkan
adanya perdarahan baik bersifat hematom intraserebral, subdural, dan
epidural. Pada pasien cedera kepala secara umum akan menyebabkan
terjadinya penurunan kesadaran.
e Exposure
Tergantung keadaan pasien, pada beberapa pasien terjadi peningkatan
suhu tubuh ada juga yang tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
2. Pengkajian Sekunder
a Keluhan Utama
Penurunan kesadaran , nyeri kepala.
b Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat kece-lakaan
lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma langsung ke kepala.
Pengkajian yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS
< 15%), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris
atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada
saluran pernapasan, adanya likuor dari hidung dan telinga, serta
kejang. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
dihubungkan dengan perubahan di dalam intracranial. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
18

2) Riwayat kesehatan dahulu


Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol
berlebihan.
2) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang men-derita
penyakit seperti yang diderita pasien sekarang atau penyakit
menular dan keturunan lainnya seperti DM,HT,TB dll
c Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Penurunan kesadaran (apatis , stupor , somnolen , koma), GCS,
Vital sign, BB dan TB.
2) Kulit, rambut, kuku
Turgor kulit (biasa – buruk), rambut tidak ada gangguan, kuku
bisa sampai pucat.
3) Kepala dan leher
Ada benjolan di sekitar kepala , kemungkinan terjadi fraktur
servikal karena benturan yang keras
4) Mata
Simetris, palpebra oedema/tidak, sclera ikterik, Konjungtiva
anemis , pupil isokor/anisokor, tidak ada nyeri tekan, refleks
pupil terhadap cahaya baik/tidak , sklera tidak ikterik .
5) Telinga, hidung, tenggorokan dan mulut
Biasanya pada kasus CKB telinga , hidung dan mulut
mengeluarkan cairan berwarna putih/bening.
19

6) Thorak dan abdomen


Beberapa kasus ada yang sesak , pada abdomen ada atau tidaknya
perdarahan pada lambung.
7) Sistem respirasi
Biasanya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam (pernafasanb
kusmaul). Dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
8) Sistem kardiovaskuler
Pada kasus ini bila terjadi renjatan hipovolemik berat denyut nadi
cepat (lebih dari 120x/menit). Nadi cepat > 120 x/mnt
9) Sistem genitourinaria
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu kecen-
derungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah
nitrogen. Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus
terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan
sekresi aldosteron. Ginjal mengambil peran dalam proses
hemodinamik ginjal untuk mengatasi retensi cairan dan natrium.
Setelah tiga sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai
berkurang dan pasca trauma dapat timbul hiponatremia
10) Sistem gastrointestinal
Setelah trauma kepala terdapat respon tubuh yang merangsang
aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan
merangsang lambung untuk terjadi hiperasiditas
11) Sistem musculoskeletal
Akibat utama dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan
tubuh. Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari
kerusakan pada area motorik otak. Selain itu, pasien dapat
mempunyai control volunter terhadap gerakan dalam menghadapi
20

kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari – hari yang


berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur.
12) Sistem persarafan
Pada kasus ini biasanya kesadaran gelisah, apatis / koma.

Analisa tindakan
Data Subjektif :
1. Klien mengatakan tidak bisa BAB
2. Klien mengatakan merasa asam di mulut
3. Klien mengeluh pusingklien mengeluh sesak
4. Klien mengeluh sulit mengeluarkan sputum
Data objektif :
1. Klien tampak gelisah
2. Klien tampak meringis
3. Pernafasan klien dangkal
4. RR klien : meningkat,
5. HR : meningkat, lemah, ireguler
6. TD : meningkat
7. Mulut klien kering
8. Turgor klien lambat
9. Klien tampak mengalami diaphoresis
10. Penurunan tonus otot pada ekstremitas
21

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d penghentian aliran
darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan ditandai
dengan sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung).
2. Ketidakefektifan jalan napas b.d mukus berlebihan ditandai dengan
eksudat dalam alveoli.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan pada
benjolan tulang di tandai dengan trauma vaskular.

3. Intervensi
NO DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWTAN
KEPERAWATAN
NOC NIC
1 Ketidakefektifan NOC: Status Pernapasan: NIC: manajemen jalan napas
bersihan jalan nafas Kepatenan jalan nafas
1. Monitor status pernafasan dan
b/d obtruksi jalan Setelah dilakukan tindakan
oksigenisasi
nafas ditandai selama 2x12 jam status
1. Buka jalan nafas dengan teknik chin
dengan eksudat pernafasan klien tidak
lift atau jaw thrust
dalam alveoli. terganggu dengan kriteria
2. Identifikasi kebutuhan aktual/
hasil:
potensial untuk memasukkan alat
1. Tidak ada suara nafas
membuka jalan nafas
tambahan
3. Masukkan alat nasopharingeal airway
1. Frekuensi pernafasan
normal (NPA) atau oropharingeal airway (OPA)
4. Posisikan klien untuk memaksimalkan
ventilasi
5. Lakukan penyedotan melalui
endotrakea
22

2 Ketidakefektian NOC: perfusi jaringan: NIC: Monitor tekanan intra kranial


cerebral 1. Monitor status neorologis
perfusi jaringan
Setelah dilakukan tindakan
serebral b/d 1. Monitor intake dan ouput
selama
3. Moniotr tekanan aliran darah ke
trauma ditandai
2x12jam perfusi jaringan otak
dengan
serebral klien 3. Monitor tingkat CO2 dan
sistemik/hipoksia
tidak ada masalah dengan pertahankan dalam parameter yang
(hipovolemia, kriteria hasil:
ditentukan
disritmia jantung). 1. Tekanan intra cranial
4. Periksa klien terkait adanya tanda
normal
kaku kuduk
1. Kesadaran normal
5. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk
2. Ukuran dan reaksi
pupil normal mengoptimalkan perfusi jaringan
3. Tekanan darah normal serebral
6. Berikan informasi kepada keluarga/
orang penting lainnya
7. Beritahudokteruntukpeningkatan
TIK yang
tidakbereaksisesuaiperaturanperawa
ta n.
8. Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian obat

3 Kerusakan NOC: integritas jaringan NIC : perawatan luka


integritas kulit kulit
1. monitor warna
berhubungan Setelah dilakukan tindakan
suhu,udem,kelembaban dan
dengan cidera keperawatan selama 1x 24 kondisi area sekitar
jaringan di tandai jam masalah teratasi dengan
2. lakukan pembalutan dengan
dengan trauma kriteri hasil:
cepat
vaskular. 1. keutuhan kulit
2. penyusutan 3. berikan obat oral
23

luka 4. monitor adanya gejala infeksi


di area luka

5. ubah posisi setiap 1-2 jam


sekali untuk mencegah
penekanan

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan Cedera Kepala

4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang di
buat pada tahap perencanaan. Tindakan evaluasi ada dua yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan setelah selesai
tindakan, berorientasi pada etiologi, dilakukan secara terus menerus sampai
tujuan yang telah ditentukan tercapai. Evaluasi sumatif dilakukan setelah
akhir tindakan keperawatan, berorientasi pada masalah keperawatan,
menjelaskan keberhasilan, ketidakberhasilan, rekapitulasi, dan kesimpulan
status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang diterapkan.
Komponen dalam menentukan hasil evaluasi adalah SOAP/SOAPIER. S
adalah data subjektif, O adalah data objektif, A adalah analisi, P adalah
planning atau rencana, I adalah implementasi, E adalah evaluasi dan R adalah
reassessment atau pengkajian ulang.
2.2 Gawat Darurat CVA
2.2.1 Pengertian Stroke
24

Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara


mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam)
dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena
perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan
gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (Tri Nugroho,2011).

2.2.2 Etiologi Stroke


a. Trombosis
Penggumpalan mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis
endotelial dari pembuluh darah. Aterosklerosis merupakan penyebab utama
yang menyebabkan zat lemat tertumpuk dan membentuk plak pada dinding
pembuluh darah.
b. Embolisme
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10 – 30 detik.

c. Perdarahan (hemoragik)
Perdarahan intraserebral paling banyak di sebabkan karena adanya
rupture aterosklerosis dan hipertensi pembuluh darah yang bisa
menyebabkan perdarahan di dalam jaringan otak. Perdarahan intraserebral
paling sering terjadi akibat dari penyakit hipertensi dan umumnya terjadi
setelah usia 50 tahun (Antara et al., 2015)

2.2.3 Klasifikasi Stroke


25

a. Stroke Hemoragik
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak
terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel
otak, sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik. Jenis perdarahan (stroke
hemoragik), disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial
maupun subarakhnoid. Pada perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh
darah otak dapat karena berry aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang
mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena
kelainan kongenital pada pembuluh darah otak tersebut.
b. Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah penyakit yang kompleks dengan beberapa etiologi dan
manifestasi klinis. Dalam waktu 10 detik setelah tidak ada aliran darah ke
otak, maka akan terjadi kegagalan metabolisme jaringan otak. EEG
menunjukkan penurunan aktivitas listrik dan seacara klinis otak meng Stroke
iskemik terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba- tiba terganggu
oleh oklusi. Penyakit serebrovaskular iskemik terutama disebabkan oleh
trombosis, emboli dan hipoperfusi fokal, yang semuanya dapat menyebabkan
penurunan atau gangguan dalam aliran darah otak.

2.2.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala stroke yang dialami oleh setiap orang berbeda dan
bervariasi, tergantung pada daerah otak mana yang terganggu. Beberapa tanda
dan gejala stroke akut berupa (Scarlet, 2015) :
a. Terasa semutan/seperti terbakar
b. Lumpuh/kelemahan separuh badan kanan/kiri (Hemiparesis)
c. Kesulitan menelan, sering tersedak
d. Mulut mencong dan sulit untuk bicara
26

e. Suara pelo, cadel (Disartia)


f. Bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami (Afasia)
g. Kepala pusing atau sakit kepala secara mendadak tanpa diketahui
sebabnya
h. Gangguan penglihatan
i. Gerakan tidak terkontrol
j. Bingung/konfulsi, delirium, letargi, stupor atau koma

2.2.5 Patofisologi
Ada dua bentuk CVA ( cerebro vaskuler accident ) bleeding :
a. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak sterutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di
sekitar otak. Peningkatan trans iskemik attack (TIA) yang terjadi dengan
cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi
otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah pituitary glad,
talamus, sub kartikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertesi
kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding pembuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.

b. Perdarahan sub arachnoid


Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma
paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar
disirkulasi willisi. AVM (arteriovenous malformatio) dapat dijumpai
pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
27

sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan
tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang
mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5
hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antarabahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di uang
subarakhnoid. Ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan,
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai
bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat
otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak (Junaidi,
2011).

2.2.6 Komplikasi
Stroke hemoragik dapat menyebabkan :
1. Infark Serebri
28

2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif


3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik menurut (Muttaqin, 2008) meliputi :
1. Angiografi cerebral untuk menentukan penyebab stroke
hemoragic. Seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Lumbal pungsi Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah
pada cairan lumb al menunjukan adanya hemoragik pada subarakhnoid
atau perdarahan pada intrakranial.
3. Computer topografi (CT) scan otak untuk memperlihatkan
adanya
edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia
dan posisinya secara pasti.
4. Magnetic resonance imaging (MRI) menunjukan daerah yang
mengalami infark hemologi Malformasi Arteri Vena (MAV).
5. Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteri vena.
6. Electroencephalography (EEG) untuk mengidentifikasi masalah
berdasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah
lesi yang spesifik.

B. Asuhan Keperawatan Stroke


1) Pengkajian
Anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.
29

a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah
Perubahan respon motorik Perubahan reaksi pupil, Kelemahan pada
ekstremitas, Ketidakmampuan memakai baju sendiri ,Ketidakmampuan
melakukan hygiene eliminasi yang tepat , Ketidakmampuan untuk makan
dan minum secara mandiri dan Ketidakmampuan untuk mengakses
kamar mandi
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian
30

riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang


dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiko spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmarnpuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).

1. Aktivitas dan istirahat


 Data Subyektif:
-Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis.
-Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
 Data Obyektif:
-Perubahan tingkat kesadaran
31

-Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,


kelemahan umum.
-gangguan penglihatan.
2. Sirkulasi
 Data Subyektif:
-Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
 Data obyektif:
-Hipertensi arterial
-Disritmia, perubahan EKG
-Pulsasi : kemungkinan bervariasi
-Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
 Data Subyektif:
-Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
 Data obyektif:
-Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
-kesulitan berekspresi diri

4. Eliminasi
 Data Subyektif:
-Inkontinensia, anuria
-distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara
usus( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
 Data Subyektif:
32

-Nafsu makan hilang


-Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
-Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
-Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
 Data obyektif:
-Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
-Obesitas ( factor resiko )
6. Sensori neural
 Data Subyektif:
-Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
-nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
-Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
-Penglihatan berkurang
-Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
-Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

 Data obyektif:
-Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan
tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif
-Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon
dalam ( kontralateral )
33

-Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )


-Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
-Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
-Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
-Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
 Data Subyektif:
-Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
 Data obyektif:
-Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.

8. Respirasi

 Data Subyektif:
- Perokok ( factor resiko )
9. Keamanan

 Data obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
34

berkurang kesadaran diri


10. Interaksi social

 Data obyektif:
- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

2) Diagnosa
1. Gangguan perfusi jaringan serebal berhubungan dengan interupsi
perdarahan, hemoragik

2. Hambatan mobiltas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.


3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler.
3) Rencana Tindakan Asuhan Keperawatan
Diagnose Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)

Gangguan perfusi Setelah dilakukan tindakan - Monitoring


jaringan asuhan keperawatan neurologis
selama …x24 jam - Monitor keluhan
diharapkan masalah nyeri kepala, mual dan
kerusakan jaringan muntah
serebral dapat teratasi - Monitor respon
dengan kriteria hasil : klien terhadap
pengobatan
- Tanda-tada vital
- Hindari aktivitas
dalam batas normal
berlebih
- Kekuatn fungsi
- Observasi kondisi
otot normal
fisik
- Pertahankan jalan
nafas tetep efektif
35

Hambatan Setelah dilakukan tindakan - Monitoring vital


mobilitas fisik asuhan keperawatan sign sebelm/sesudah
selama …x24 jam latihan dan lihat respon
diharapkan pasien pasien saat latihan
menampakan kemampuan - Konsultasikan
perilaku/tekhnik aktivitas dengan terapi fisik
sebagiamana pemulanya tentang rencana
dengan criteria hasil : ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
- Menunjukan
- Bantu klien untuk
tindakan untuk
menggunakan tongkat
meningkatkan
saat berjalan dan cegah
mobilitas
terhadap cedera
- Kekuatan otot
- Ajarkan pasien
meningkat
atau tenaga kesehatan
lain tentang teknik
ambulasi
- Kaji kemampuan
pasien dalam mobilisasi
- Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
- Dampingi dan
Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan
ADLs ps.
36

- Berikan alat Bantu


jika klien memerlukan.
- Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
Deficit perawatan Setelah dilakukan tindakan - Pantau tingkat
diri asuhan keperawatan kekuatan dan toleransi
selama …x24 jam aktivitas
diharapkan pasien dapat - Bantu klien untuk
melakukan deficit memilih pakaian yang
perwatan diri dengan mudah dipakai dan
mandiri dengan criteria dilepas
hasil : - Fasilitasi pasien
untuk menyisir rambut,
- Mampu untuk
bila memungkinkan
mengenakan
- Pertimbangkan
pakaian dan
respon pasien terhadap
berhias sendiri
kurangnya privasi
secara mandiri
- Pastikan posisi
- Mampu makan
pasien yang aman dan
secara mandiri
nyaman
- Mampu untuk
- Memberikan
membersihkan
bantuan fisik sesuai
tubuh sendiri
kebutuhan
secara mandiri
- Memfasilitasi diri
klien untuk melakukan
deficit perawatan diri.
37

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Stroke / CVA

4) Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien.
5) Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan
melihat respon klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan
proses yang menentukan sejauah mana tujuan telah tercapai.

2.3 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat AMS


2.3.1 Definisi AMS

Altered Mental Status atau penurunan kesadaran adalah keadaan dimana


penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh
sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus.
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang
mengenal atau mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya (Pratama,
2015).
Cidera kepala adalah gangguan traumatik pada otak yang menimbulkan
perubahan fungsi atau struktur pada jaringan otak akibat mendapatkan kekuatan
mekanik eksternal berupa trauma tumpul ataupun penetrasi yang menyebabkan
gangguan fungsi kognitif, fisik maupun psikososial baik sementara ataupun
permanen (Dawodu, 2015; Brain Injury Association of America, 2012).
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa
perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
dari otak (Nugroho, 2011).
2.3.2 Klasifikasi
38

Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah (Harsono, 1996),


yaitu:
1. Kompos mentis
Merupakan kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra
dan bereaksi secara optimal terhadap sekuruh rangsangan baik dari luar
maupun dalam.
2. Somnolen / drowsiness/clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkandengan
perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung,
tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
3. Supor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsangan nyeri atau suara keras baru membuka
mata atau bersuara satu dua kata. Motorik hanya berupa gerakan
mengelak terhadap rangsangan nyeri.
4. Soporkoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanda arti, motorik hanya gerakan primitif.
5. Koma
Dengan rangsangan apapun tidak ada respon sama sekali, baik dalam hal
membuka mata, berbicara maupun reaksi motorik.
2.3.3 Etiologi
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan –
kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “
SEMENITE “ yaitu :
S : Sirkulasi : Meliputi stroke dan penyakit jantung.
E : Ensefalitis :Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik /
sepsis yang mungkin melatar belakanginya atau muncul secara bersamaan.
39

M : Metabolik : Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia,


koma hepatikum.
E : Elektrolit : Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.
N : Neoplasma : Tumor otak baik primer maupun metastasis.
I : Intoksikasi : Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat
menyebabkan penurunan kesadaran.
T : Trauma : Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan
epidural, perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.
E : Epilepsi : Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat
menyebabkan penurunan kesadaran ( Harsono , 1996 ).

2.3.4 Patofisiologi
Kesadaran Menurun Patofisiologi menerangkan terjadinya
kesadaran menurun sebagai akibat dari berbagai macam gangguan atau
penyakit yang masing-masing pada akhirnya mengacauk an
fungsireticular activating system secara langsung maupun tidak langsung.
Dari studi kasus-kasus koma yang kemudian meninggal dapat dibuat
kesimpulan, bahwa ada tiga tipe lesi /mekanisme yang masing-masing
merusak fungsireticular activating system,baik secara langsung maupun
tidak langsung.

a. Disfungsi otak difus


1. Proses metabolik atau submikroskopik yang menekan aktivitas neuronal.
2. Lesi yang disebabkan oleh abnormalitas metabolik atau toksik atau oleh
pelepasan general electric (kejang) diduga bersifat subseluler atau
molekuler, atau lesi-lesi mikroskopik yang tersebar.
3. Cedera korteks dan subkorteks bilateral yang luas atau ada kerusakan
thalamus yang berat yang mengakibatkan terputusnya impuls
40

talamokortikal atau destruksi neuron-neuron korteks bisa karena trauma


(kontusio, cedera aksonal difus), stroke (infark atau perdarahan otak
bilateral).
4. Sejumlah penyakit mempunyai pengaruh langsung pada aktivitas
metabolik sel-sel neuron korteks serebri dan nuclei sentral otak seperti
meningitis, viral ensefalitis, hipoksia atau iskemia yang bisa terjadi pada
kasus henti jantung.
5. Pada umumnya, kehilangan kesadaran pada kondisi ini setara dengan
penurunan aliran darah otak atau metabolisme otak.

Efek langsung pada batang otak

1) Lesi di batang otak dan diensefalon bagian bawah yang


merusak/menghambat reticular activating system.
2) Lesi anatomik atau lesi destruktif terletak di talamus atau midbraindi
mana neuron-neuron ARAS terlibat langsung.
3) Lebih jarang terjadi.
4) Pola patoanatomik ini merupakan tanda khas stroke batang otak akibat
oklusi arteri basilaris, perdarahan talamus dan batang otak atas, dan
traumatic injury.

Efek kompresi pada batang otak

1) Kausa kompresi primer atau sekunder


2) Lesi masa yang bisa dilihat dengan mudah.
3) Massa tumor, abses, infark dengan edema yang masif atau perdarahan
intraserebral, subdural maupun epidural. Biasanya lesi ini hanya
mengenai sebagian dari korteks serebri dan substansia alba dan sebagian
besar serebrum tetap utuh. Tetapi lesi ini mendistorsi struktur yang lebih
dalam dan menyebabkan koma karena efek pendesakan (kompresi) ke
41

lateral dari struktur tengah bagian dalam dan terjadi herniasi tentorial
lobus temporal yang berakibat kompresi mesensefalon dan area
subthalamik reticular activating system, atau adanya perubahan-
perubahan yang lebih meluas di seluruh hemisfer.
4) Lesi serebelar sebagai penyebab sekunder juga dapat menekan area
retikular batang otak atas dan menggesernya maju ke depan dan ke atas.
5) Pada kasus prolonged coma, dijumpai perubahan patologik yang terkait
lesi seluruh bagian sistim saraf korteks dan diensefalon.

1.3.5 Manifestasi Klinis


1. Penurunan kesadaran secara kualitatif.
2. GCS kurang dari 13
3. Sakit kepala hebat
4. Muntah proyektil (muntah dengan peningkatan tekanan intracranial)
5. Papil edema
6. Asimetris pupil
7. Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif
8. Demam
9. Gelisah
10. Kejang
11. Retensi lendir/sputum di tenggorokan
12. Retensi atau inkontinensia urine
13. Hipertensi atau hipotensi
14. Takikardi atau bradikardi
15. Takipnue atau dispneah
16. Edema lokal atau anasarka

2.3.6 Pemeriksaan Diagnostik


42

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab


penurunan kesadaran yaitu:
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea
darah (BUN), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton
serum, alkohol, obat-obatan dan analisa gas darah (BGA).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak.
3. PET (Positron Emission Tomography)
Untuk menilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor
otak.
4. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.

6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi
arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuah perubahan struktur garis tengah serebral yang
disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral
yang luas dan neoplasma.
8. EEG (Elektroensefalography)
Untuk menilai kejang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses,
jaringan parutotak, infeksi otak.
9. EMG (Elektromiography)
43

Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit


lain.

1.3.6 Penatalaksanaan
Prioritas pertama tindakan terhadap pasien tidak sadar adalah
memberikan dan mempertahankan jalan nafas paten. Pasien dapat di intubasi
melalui hidung atau mulut, atau dilakukan trakeostomi. Sampai ditetapkan
pasien mampu bernafas sendiri, maka mesin ventilato digunakan untuk
mempertahankan oksigenasi yang adekuat. Pemasangan kateter intavena
digunakan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan pemberian
makanan dilakukan dengan selang makanan atau selang gastrostomi. Status
sirkulasi pasien (tekanan darah, frekuensi jantung) dipantau untuk mengetahui
perfusi tubuh yang adekuat dan perfusi otak dapat dipertahankan (Brunner dan
Suddarth, 2001).
1.3.7 Komplikasi
1. Edema pulmonal
2. Peningkatan TIK
3. Kejang
4. Infeksi.

1.4 Gawat Darurat Kejang

2.4.1 Definisi Kejang

Kejang adalah suatu episode aktivitas listrik yang tidak normal pada
otak. Seperti sakit kepala, kejang adalah gejala gejala bukan penyakit. Tiga
kategori utama kejang dalah kejang umum, fokal dan status epileptikus.
Kejadian kejang sedikit lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan,
dengan puncak kejadian pada pasien yang berusia lebih dari 65 tahun. Kejang
44

dapat disebabkan karena abnormalitas fisiologis, seperti hipoksia dan apnea,


transient hyperthermia, hipoglikemia dan asidosis (Kurniati, 2018).
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
besifat sementara. Istilah epilepsy biasanya merupakan suatu kelaianan yang
bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk kejang berulang (Deliana,
Bagian Ilmu Kesehatan Anak USU, & Adam Malik Medan Jl Bunga Lau,
2017)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses
intracranial dan ekstrakranial (Hamid & Hardhi, 2013).

2.4.2 Etiologi
Kejang demam disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat
berkaitan dengan infeksi virus dan bakteri seperti : tonsillitis, bronchitis serta
infeksi saluran pernafasan atas, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih.
Umumnya berlangsung singkat, dan mungkin terdapat predisposisi family.
Dan beberapa kejadian kejang dapat berlanjut melewati masa anak-anak.

2.4.3 Klasifikasi
1. Klasifikasi Kejang Menurut (Kurniati, 2018) yaitu:
 Generalized Tonic-Clonic
Kejang tonic-clonic, yang sebelumnya disebut dengan grand mal,
termasuk kehilangan kesadaran tiba-tiba dan otot mengencang, disertai
dengan kejang otot ekstentor, apnea dan pernapasan tidak teratur,
gerakan klonik bilateral. Ketika kejang berakhir, pasien berubah
kedalam keadaan pstical ditandai dnegan relaksasi otot, pernapasan
dalam dan tingkat kesadaran menurun.
45

 Kejang Demam
Kejang demam adalah suatu tipe kejang tonic-clonic. Kejang terjadi
berupa kejang tunggal tanpa fitur focal. Kejang demam, dipicu oleh
peningkatan suhu tubuh yang cepat, biasanya kurang dari 15 menit.
Pengobatan diarahkan untuk melindungi pasien dari cedera,
menurunkan demam, mengatasi kondisi infeksi yang mendasarinya.
 Kejang Sebagian
Manifestasi klinis kejang sebagian (focal) dapat berupa sensoris,
motoric dan otonom. Nama lama untuk kejang tipe ini adalah
jacksonian, psikomotor, dan motorik minor. Penyebab dari timbulnya
kejang jenis ini adalah adanya lesi otak fokal akibat tumor, abses atau
bekas luka. Aktivitas kejang biasanya unilateral, tidak menyebabkan
hilangnya kesadaran dan tidak menyebabkan kematian. Kejang
tunggal, berakhir kurang dari 5 menit, jarang membutuhkan terapi
farmakologis.

2. Klasifikasi Kejang Demam Secara Umum, yaitu:


1) Kejang Demam Sederhana
 Kejang berlangsung singkat
 Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 10 menit
 Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2) Kejang Demam Kompleks
 Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
 Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
2.3.4 Tanda dan Gejala
46

Gejala umum yang timbul dari kejang demam yaitu:


1. Kejang umum biasanya diawali kejang tonik kemudian klonik
berlangsung 10 sampai dengan 15 menit, bisa juga lebih.
2. Suhu tubuh meningkat > 380C.
3. Takikardi.
4. Kekakuan dan kelemahan.
2.4.5 Patofisiologi
Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya kejangdemam.
Riwayat kejang keluarga dan adanya kelaianan pada masa prenatal
maupun perinatal serta kelaian neurologist dapat menjadi pendukung
terjadinya kejang demam. Disamping itu faktor lain yang menjadi
pencetus terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat, yang
disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat kisalnya tosilitis, otitis
media akut, infeksi saluran pernafasan atau bronchitis (Ivan, 2015).
Adanya infeksi diluar susunan saraf pusat menyebabkan terjadinya
peningkatan suhu tubuh. Karena adanya peningkatan suhu tubuh akan
menimbulkan perubahan metabolisme didalam tubuh, sehingga kebutuhan
glukosa dan oksigen akan meningkat yang akhirnya terjadi perbedaan
potensial sel neuron (terganggunya keseimbangan membran neuron).
Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, adanya rangsangan yang dating
mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya,
perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak
47

mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa


yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini, demikian
besarnya sehingga meluas keseluruh sel maupun membrane sekitarnya
dengan bantuan bahan yang disebut “Neurotransmiter” dan terjadi kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya menjadi hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis laktat yang akhirnya menjadi hipoksemia.
Hiperkapnea, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobic,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
makin meningkatnya aktivitas otot selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat.
48

2.4.6 Web of Caution

Infeksi Bakteri, Virus Dan Parasit

Reaksi Inflamasi

Proses Demam

Peningkatan suhu
tubuh

Suhu tubuh Perubahan keseimbangan sel


tidak menurun neuron, seperti prostaglandin
Hipertermia
dan epinefrin

Resiko Kejang
Pelepasan muatan listrik
Berulang
meluas dengan bantuan
neurotransmiter

Kejang

Penurunan suplai Resiko


darah ke otak Cedera
Skema 2.2 WOC Kejang

Hipoksia

Resiko Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Otak
49

2.4.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostic pada pasien kejang demam meliputi:
1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap,
elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak
menunjukkan kelainan yang berarti.
2. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
3. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak
khas.
4. Pemeriksaan foto kepala, CT-Scan, dan MRI tidak dianjurkan pada
anak tanpa kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukkan
gambaran normal. CT-Scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus
kejang fokal untuk mencari lesi organic di otak.

2.4.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan kejang demam adalah sebagai berikut :
1. Pengobatan Saat Terjadi Kejang
 Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif
dalam menghentikan kejang. Dosis pemberian : 5 mg untuk anak
<3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3 tahun, atau 5 mg untuk
BB <10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB >10 kg.
 Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-
0,5 mg/kgBB.
 Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15
mg/kgBB perlahan-lahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan
pentobarbital 50 mg Im dan pasang ventilator bila perlu
50

2. Setelah Kejang Berhenti


Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup
dilanjutkan dengan pengobatan intermitten yang diberikan pada anak
demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang
diberikan berupa:
 Antipiretik (Paracetamol atau asetaminofen 0-15 mg/kgBB/kali
diberikan 4 kali atau tiap 6 jam. Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali
diberikan 3 kali)
 Antikonvulsan (berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kgBB
setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya
kejang, atau diazepam rectal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3
kali perhari
3. Bila Kejang Berulang
Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital dengan dosis 3-5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis atau asam valproat 15-40
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis dengan dosis. Indikasi untuk diberikan
pengobatan rumatan adalah:
 Kejang lama >15 menit
 Anak mengalami kelainan neurlogis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang misalnya hidrocefalus
 Kejang fokal
2.4.9 Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan kejang demam adalah:
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari
15 menit
3. Kelumpuhan
51

C. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Kejang

1.2.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, agama, pendidikan, nama identitas
orang tua, no register, diagnose medis dan tanggal ,masuk rumah sakit.
a. Anak
a) Nama :
b) Tanggal lahir / umur :
c) Jenis kelamin :
b. Orang tua Ayah Ibu
a) Nama :
b) Umur :
c) Pendidikan :
d) Pekerjaan :
e) Agama :
f) Alamat :
2) Kedudukan anak dalam keluarga
Jenis
Keadaan Sekarang
No Nama (Inisial) Kelamin Umur Ket

L P Sehat Sakit Mati

2
52

3) Alasan dirawat
(1) Keluhan utama
Menangis lemah,reflek menghisap lemah,bayi kedinginan atau
suhu tubuh rendah.
(2) Riwayat penyakit sekarang
Lahir spontan,SC umur kehamilan antara 24 sampai 37
minnggu,berat badan kurang atau sama dengan 2.500 gram,apgar
pada 1 sampai 5 menit,0 sampai 3 menunjukkan kegawatan yang
parah,4 sampai 6 kegawatan sedang,dan 7-10 normal.
(3) Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan
ganda,hidramnion.
(4) Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,
TB Paru, Tumor kandungan, Kista, Hipertensi.
(5) Riwayat kehamilan
Ibu mengatakan saat hamil sering kontrol ke bidan dan ibu
mengatakan tidak mengalami suatu penyakit saat hamil.
(6) Status imunisasi
Saat pengkajian orang tua mengatakan bahwa anaknya telah
mendapat imunisasi BCG, DPT, Hepatitis, dan Polio.

1. Pengkajian persistem
1) Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang dari
2500 gram, panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm,
lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada
sama dengan atau kurang dari 30 cm, lingkar lengan atas, lingkar
perut, keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan
wajah, pada wanita klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki
53

skrotum belum berkembang, tidak menggantung dan testis belum


turun., nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulit keriput.
2) Sistem sirkulasi/kardiovaskular
Frekuensi dan irama jantung rata-rata 120 sampai 160x/menit,
bunyi jantung (murmur/gallop), warna kulit bayi sianosis atau
pucat, pengisisan capilary refill (kurang dari 2-3 detik)
3) Sistem pernapasan
Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan otot aksesoris,
cuping hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan pernapasan
rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi pernapasan adalah stridor,
wheezing atau ronkhi.
4) Sistem gastrointestinal
Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit mengkilat),
peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi dan bau),
BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau), refleks
menelan dan megisap yang lemah.
5) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin
(jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
6) Sistem neurologis dan musculoskeletal
Gerakan bayi, refleks moro, menghisap, mengenggam, plantar,
posisi atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala
kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga belum
tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak.
7) Sistem thermogulasi (suhu)
Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan.
54

8) Sistem kulit
Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi, pemasangan
infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus, terkelupas.
2. Pengkajian head to toe
1) Keadaan umum
(1)Kebersihan anak :
(2)Keadaan kulit :
(3)Kesadaran :
2) Ukuran-ukuran
1. Berat badan :
2. Tinggi badan :
3. Lingkar kepala :
4. Lingkar lengan :
3) Gejala kardinal
(1) Suhu :
(2) Tekanan darah :
(3) Nadi :
(4) Pernapasan :

4) Keadaan Fisik
(1) Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung
kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
(2) Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada
bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
55

(3) Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lendir.
(4) Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
(5) Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
(6) Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
(7) Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100
kali per menit.
(8) Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah  arcus
costaae     pada garis papila  mamae, lien tidak teraba, perut
buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya
hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah
masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract
belum sempurna.
(9) Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya
tanda – tanda infeksi pada tali pusat.
(10) Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan
letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus
perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi
mucus keputihan, kadang perdarahan.
56

(11) Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air
besar serta warna dari faeses.
(12) Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan
jari-jari tangan serta jumlahnya.
(13) Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan
sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan
mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah
tulang.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
suhu tubuh meningkat.
2. Resiko kejang berulang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
3. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensorik.
4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
gangguan aliran darah ke otak (hipoksia).
57

3. Intervensi

Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Tujuan Dan


Keperawatan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil

1. Hipertermia NOC : NIC : Fever 1. untuk


berhubungan Thermoreg Treatment mengetahui
dengan proses ulation 1. Monitor suhu perubahan suhu
penyakit Setelah sesering klien
ditandai diberikan mungkin 2. karena pada dahi
dengan suhu tindakan 2. Berikan kompres dan aksila
tubuh keperawatan hangat pada dahi terdapat banyak
meningkat. selama …x24 dan aksila pembuluh darah
jam 3. Anjurkan klien sehingga dapat
diharapkan untuk mempercepat
suhu tubuh menggunakan vasodilatasi
dalam batas pakaian yang pembuluh darah
normal, tipis dan 3. pakaian yang
dengan menyerap tipis membantu
kreteria hasil: keringat. penguapan suhu
1) RR normal 4. Berikan anti lebih lancer
2) Suhu tubuh piretik 4. untuk
dalam menurunkan
rentang panas klien
normal
3) Tidak ada
58

dehidrasi
2.Resiko NOC: NIC : Convulsion 1. Untuk
kejang Convulsion Prevention mengetahui
berulang Risk kejang secara
1. Observasi faktor
berhubungan Setelah dini dan jika ada
pencetus kejang
dengan diberikan kelainan akibat
dan
peningkatan tindakan kejang
dokumentasikan
suhu tubuh keperawatan 2. Saat demam,
karakteristiknya
selama……x kebutuhan akan
(awitan, durasi,
24 jam cairan meningkat
kejadian
diharapkan sehingga air
prakejang dan
kejang sangat berperan
pasca kejang).
berulang tidak dalam
2. Anjurkan klien
terjadi, menyeimbangank
banyak minum air
dengan an cairan dan
putih
kriteria hasil: elektrolit
3. Berikan informasi
1. Tidak 3. untuk ikut
kepada keluarga
menunjukka memantau tanda-
klien tentang
n tanda- tanda
penyebab kejang
tanda kemungkinan
dan tanda-tanda
kekambuha kejang kambuh
kejang berulang
n kejang 4. untuk mencegah
4. Kolaborasi dalam
terjadinya kejang
pemberian obat
berulang
antikejang

3. Resiko NOC : Risk NIC : Enviromental 1. Mengetahui


cedera Control Management keadaan umum
berhubungan klien
59

dengan Setelah 1. Identifikasi 2. lingkungan yang


disfungsi dilakukan kebutuhan aman dapat
sensorik asuhan keamanan klien, menurunkan
keperawatan sesuai dengan resiko klien
selama ... × 24 kondisi fisik dan mengalami
jam fungsi kognitif cedera
diharapkan klien dan riwayat 3. untuk
klien tidak penyakit mengurangi
mengalami terdahulu klien. ketakutan klien
cedera dengan 2. Sediakan dan keluarga
kriteria hasil : lingkungan yang 4. keluarga dapat
aman untuk klien. meningkatkan
1) Klien
3. Berikan keamanan klien
terbebas
penjelasan pada
dari cedera
klien dan keluarga
2) Klien
adanya perubahan
mampu
status kesehatan
menjelaska
dan penyebab
n cara
penyakit.
untuk
4. Kolaborasi
mencegah
dengan keluarga
cedera
untuk menemani
3) Menggunak
klien.
an fasilitas
kesehatan
yang ada
4. Resiko NOC : Tissue NIC : Neurologis 1. untuk
ketidakefekti Perfusion: Monitoring mengetahui
fan perfusi keadaan umum
60

jaringan otak Cerebral 1. Monitor vital sign klien


berhubungan Setelah dan kesadaran 2. meningkatkan
dengan diberikan klien sirkulasi
gangguan tindakan 2. Berikan klien 3. untu
aliran darah keperawatan posisi dengan meningkatkan
ke otak selama…..x kepala agak pemahaman
(hipoksia) 24 jam ditinggikan klien dan
diharapkan 3. Berikan informasi keluarga
ketidakefektif kepada klien dan 4. untuk
an perfusi keluarga tentang meningkatkan
jaringan otak penyakit klien aliran darah ke
tidak terjadi 4. Kolaborasi dalam otak
dengan pemberian terapi
kriteria hasil:
1) Tekanan
systole dan
diastole
dalam
rentang
normal
2) Menunjukk
an tingkat
kesadaran
baik
Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan Kejang
4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien.
61

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan
melihat respon klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan
proses yang menentukan sejauah mana tujuan telah tercapai.
BAB III

PEMBAHASAN DAN KASUS

Format Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan

No. Rekam Medis 22032011 Diagnosa Medis : -


Nama : An. K Jenis Kelamin : L/P Umur : 15th
IDENTITAS

Agama : islam Status Perkawinan :belum kawin Pendidikan :


SMA/Sederajat
Pekerjaan :Pelajar Sumber informasi : penolong dan keluarga Alamat : dsn gebak
TRIAGE P1 P2 P3 P4

GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran
Mekanisme Sakit :
Pada tanggal 02 Maret 2018 jam 14.00 terjadi kecelakaan sepeda motor, dengan korban An. K
keadaan tidak sadarkan diri dan dibawa oleh penolong ke IGD RS Bhakti wiyata menggunakan
PRIMER SURVEY

mobil. Klien datang (di IGD) dengan kondisi tidak sadarkan diri, terdapat luka lecet dibawah
lutut kanan, hematom ± 10 cm dahi kanan, deformitas tangan kiri, terdapat perdarahan pada
hidung dan mulut dan langsung dilakukan pemeriksaan penunjang.

Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) :  Baik  Tidak Baik, ... ... ...
AIRWAY Diagnosa Keperawatan:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b.d spasme jalan nafas

64
65

Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten Implementasi :


Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing  1. Buka jalan nafas (jaw thrust)
N/A 2. Posisikan pasien semi fowler.
Suara Nafas : Snoring Gurgling 3. Keluarkan darah dengan suction./
Stridor  N/A nasopharingeal airway dan
Keluhan Lain: adanya darah yang keluar dari hidung silakukan suction nasotracheal
dan mulut 4. Auskultasi suara gurgling
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk
terapi dan pemeriksaan lebih lanjut
6. Monitor terapi

Evaluasi :
KU : cukup
Jalan nafas efektif,
Suara nafas normal
Tidak ada obstruksi jalan nafas

BREATHING Diagnosa Keperawatan:


1. Ketidakefektifan pola nafas b.d
hambatan upaya nafas
66

Gerakan dada :  Simetris  Asimetris Implementasi :


Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal 1. Posisikan pasien semi fowler.
PRIMER SURVEY

Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur 2. Pemasangan oksigenasi (simple


Retraksi otot dada :  Ada  N/A mask).
Sesak Nafas :  Ada  N/A  RR : 28 x/mnt 3. Kolaborasi dengan tim medis yang
Keluhan Lain: - lain terkait tindakan lebih lanjut
RR : 28x/menit 4. Monitor intervensi.

Evaluasi :
Ku : cukup
Terpasang simple mask 5 L/mnt
RR sebelum 28x/mnt
RR sesudah 20x/mnt
Diagnosa Keperawatan:
CIRCULATION
Tidak ada masalah.
Nadi :  Teraba  Tidak teraba Implementasi :
Sianosis :  Ya  Tidak 1. ……
CRT :  < 2 detik  > 2 detik 2. ……
Pendarahan :  Ya  Tidak ada 3. ……
Keluhan Lain: haematom subdural 4. ……
5. ……

Evaluasi :

DISABILITY Diagnosa Keperawatan:


Tidak ada masalah.
67

Respon : Alert  Verbal  Pain  Unrespon Implementasi :


Kesadaran :  CM  Delirium  Somnolen  1. … … …
coma 2. ………
GCS :  Eye 1  Verbal 1  Motorik 2 3. ………
Pupil :  Isokor  Unisokor  miosis  4. … … …
Medriasis 5. ………
Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada
Keluhan Lain : refleks cahaya mengalami penurunan Evaluasi :

Diagnosa Keperawatan:
EXPOSURE
Tidak ada masalah.
Deformitas :  Ya  Tidak Implemantasi :
Contusio :  Ya  Tidak 1. ………
Abrasi :  Ya  Tidak 2. ………
Penetrasi : Ya  Tidak 3. ………
Laserasi : Ya  Tidak 4. ………
Edema : Ya  Tidak 5. ………
Keluhan Lain:
…… Evaluasi :

ANAMNESA Diagnosa Keperawatan:


Tidak ada masalah.
68

Riwayat Penyakit Saat Ini : Cidera Kepala Berat Implementasi :


1. ………
Alergi : 2. ………
Tidak ada 3. ………
4. ………
Medikasi : 5. ………
Tidak ada
Evaluasi :
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
Tidak ada
SECONDARY SURVEY

Makan Minum Terakhir:

Even/Peristiwa Penyebab:
Kecelakaan lalu lintas

Tanda Vital :
BP : 123/69 mmHg N: 130x/m S: 37,20C
RR :28x/m Heart rate 132x/menit
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:
Tidak ada masalah
69

Kepala dan Leher: Implementasi :


Inspeksi : Distribusi rambut merata, warna rambut 1. … …
hitam, terdapat darah mengering di ujung rambut, 2. ………
Tidak terdapat jejas di leher, tidak terdapat 3. ………
pembengkakan, tidak terdapat pembesaran kelenjar 4. ………
limfe, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. 5. ………

Palpasi : Bentuk kepala tidak terdapat adanya


Evaluasi :
benjolan.

Dada:
Inspeksi: thoraks simetris, klien tidak menggunakan
otot bantu nafas (retraksi dada), pergerakan dinding
dada sama, pernafasan 28 x/menit, warna kulit
merata.
Palpasi : Gerakan paru saat inspirasi dan ekspirasi
sama, tidak terdapat massa, tidak terdapat fraktur
thorak.
Perkusi : perkusi paru agak redup di bagian lobus
tengah dextra
Auskultasi : gurgling di lobus tengah dextra
Abdomen:
-
Pelvis:
Terpasang kateter ukuran 16, warna urin normal
(kekuningan )
Ektremitas Atas/Bawah:
Inspeksi adanya luka babras pada bagian lutut kanan,
deformitas tangan kiri
Palpasi : cracless di bagian tangan kiri
70

Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tidak ada masalah
 RONTGEN  CT-SCAN  USG  EKG Implementasi :
 ENDOSKOPI  Lain-lain, ... ... 1. ………
Hasil : 2. ………
hematom ± 12 cm dahi kanan (subdural 3. … … …
haematom) 4. ………
HbsAg : Negatif 5. ………
WBC : 14,59 [10^3/uL]
RBC: 3,99 [10^6/uL] Evaluasi :
HGB: 10,3 [g/dL]
HCT: 32,6 [%]

Tanggal Pengkajian : 18 Maret 2020 TANDA TANGAN MAHASISWA:


Jam : 14.30
Keterangan :
NAMA TERANG :
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Cedera kepala adalah trauma mekanik yang terjadi pada kepala yang
terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat
berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fisik, kognitif, psikososial,
bersifat temporer atau permanen.
Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam)
dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak
karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik)
dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian.
Altered Mental Status atau penurunan kesadaran adalah keadaan
dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga / tidak terbangun
secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal
terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai
keadaan dimana seseorang mengenal atau mengetahui tentang dirinya
maupun lingkungannya.
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori
yang besifat sementara. Istilah epilepsy biasanya merupakan suatu
kelaianan yang bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk kejang
berulang.

70
71

4.2 Saran

Dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi penulis

mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Pembahasan dalam

makalah ini keperawatan gawat darurat merupakan masalah yang ada di

masyarakat kita sebagai perawat harus mampu melaksanaan tugas dalam

keperawatan gawat darurat.


DAFTAR PUSTAKA

Antara, H., Glukosa, K., Acak, D., Saat, P., Instalasi, M., Dengan, D., … Patients, S.
(2015). Research Article Relationship Between the Random Blood Glucose
Levels During Admission At, 52–60.

Deliana, M., Bagian Ilmu Kesehatan Anak USU, S. F., & Adam Malik Medan Jl
Bunga Lau, R. H. (2017). Tata Laksana Kejang Demam pada Anak Tata
Laksana Kejang Demam pada Anak Tata Laksana Kejang Demam pada Anak
Tata Laksana Kejang Demam pada Anak Tata Laksana Kejang Demam pada
Anak. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak, 4(2), 59–62.

Pratama, R. A. E. (2015). Perancangan Visual Panduan Pertolongan Pertama Pada


Kejadian Darurat Saat Pendakian Robertus Ananta Edo Pratama Data yang
Dibutuhkan. Jurnal DKV Adiwarna, 1.

Scarlet, D. (2015). journal of chemical information and modeling. Journal of


Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

72

Anda mungkin juga menyukai