Anda di halaman 1dari 135

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

POLITEKNIK PALCOMTECH

LAPORAN TUGAS AKHIR

ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN

METODE BALANCE SCORECARD PADA PERUSAHAAN

SEKTOR TELEKOMUNIKASI

DI BURSA EFEK INDONESIA

Diajukan Oleh:

CITRA MAHARANI

041150020

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya

PALEMBANG

2018
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

POLITEKNIK PALCOMTECH

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING LTA

NAMA : CITRA MAHARANI

NOMOR POKOK : 041150020

PROGRAM STUDI : AKUNTANSI

JENJANG PENDIDIKAN : DIPLOMA TIGA (DIII)

JUDUL LTA : ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN

MENGGUNAKAN METODE BALANCE

SCORECARD PADA PERUSAHAAN SEKTOR

TELEKOMUNIKASI DI BURSA EFEK

INDONESIA

Tanggal : 25 Juli 2018 Mengetahui,

Pembimbing, Direktur,

Rizki Fitri Amalia, S.E., M.Si, Ak Benedictus Effendi, S.T., M.T.

NIDN : 0204068901 NIP : 09.PCT.13

ii
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

POLITEKNIK PALCOMTECH

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI LTA

NAMA : CITRA MAHARANI

NOMOR POKOK : 041150020

PROGRAM STUDI : AKUNTANSI

JENJANG PENDIDIKAN : DIPLOMA TIGA (DIII)

JUDUL LTA : ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN

MENGGUNAKAN METODE BALANCE

SCORECARD PADA PERUSAHAAN SEKTOR

TELEKOMUNIKASI DI BURSA EFEK

INDONESIA

Tanggal : 25 Juli 2018 Tanggal : 25 Juli 2018

Penguji 1, Penguji 2,

Hendra Hadiwijaya, S.E., M.Si. Dr. Febrianty, S.E., M.Si.

NIDN : 0229108302 NIDN : 0013028001

Menyetujui,

Direktur,

Benedictus Effendi, S.T., M.T.

NIP : 09.PCT.13

iii
MOTTO :

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak

mustahil. Kita baru yakin kalau kita telah berhasil

melakukannya dengan baik.

(Evelyn Underhill)

Kupersembahkan kepada :

- Allah SWT yang selalu memberiku

kesehatan dan kesabaran

- Ayahanda dan Ibunda Tercinta

- Saudara-saudaraku Tercinta

- Para Dosen yang kuhormati

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas

akhir ini dengan baik. Laporan ini diberi judul “Analisis Kinerja Perusahaan

Dengan Menggunakan Metode Balance Scorecard Pada Perusahaan Sektor

Telekomunikasi Di Bursa Efek Indonesia”.

Laporan tugas akhir ini disusun dalam rangka memenuhi syarat guna

mencapai gelar diploma tiga. Dalam penulisan laporan tugas akhir ini penulis sadari

sepenuhnya bahwa penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak

Akademik, keluarga, maupun teman-teman seperjuangan. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih yang tulus serta doa dan harapan semoga bantuan yang

diberikan kepada penulis mendapatkan berkat Tuhan Yang Maha Esa, Amin.

Ucapan terima kasih yang tulus ditujukan kepada semua pihak yang telah

membimbing dengan sungguh-sungguh, ucapan terima kasih ditujukan kepada

Direktur Politeknik Palcomtech, Bapak Benedictus Effendi, S.T., M.T., kepada

Pembantu Direktur 1, Bapak D. Tri Octafian, S.Kom., M.Kom., kepada Ketua

Program Studi Akuntansi sekaligus Dosen Pembimbing Ibu Rizki Fitri Amalia, SE,

M.Si., Ak, kepada dosen dan staff Palcomtech, kepada kedua orang tua penulis yang

tercinta, kepada teman dan sahabat yang terkasih serta semua pihak yang telah

banyak membantu dan memberi dukungan.

Demikian kata pengantar dari Penulis, dengan harapan semoga laporan

tugas akhir ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca, dengan kesadaran

v
penulis bahwa penulisan laporan tugas akhir ini masih mempunyai banyak

kekurangan dan kelemahan sehingga membutuhkan banyak saran dan kritik yang

membangun untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Terima Kasih.

Palembang, 25 Juli 2018

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Nama Halaman Hal

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ..................................................... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR/BAGAN ...................................................................... x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii

ABSTRAK ...................................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ........................................................... 6

1.3 Batasan Masalah ................................................................. 6

1.4 Tujuan Penelitian................................................................ 6

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Bagi Mahasiswa .......................................... 6

1.5.2 Manfaat Bagi Perusahaan .......................................... 7

1.5.3 Manfaat Bagi Akademik ........................................... 7

vii
1.6 Sistematika Penulisan ...................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Stakeholder ...................................................... 9

2.1.2 Pengertian Kinerja Perusahaan ................................. 10

2.1.3 Pengertian Metode Balance Scorecard ..................... 12

2.1.4 Jenis-Jenis Metode Balance Scorecard ..................... 13

2.1.5 Bobot Metode Balance Scorecard ............................ 22

2.1.6 Indikator Metode Balance Scorecard ....................... 23

2.1.7 Keunggulan Metode Balance Scorecard .................. 23

2.2 Penelitian Terdahulu……………………………………... 26

2.3 Kerangka Pemikiran ........................................................... 29

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian............................................. 31

3.2 Jenis Dan Sumber Data

3.2.1 Jenis Data .................................................................. 31

3.2.2 Sumber Data .............................................................. 31

3.3 Populasi Dan Sampel

3.3.1 Populasi ..................................................................... 32

3.3.2 Sampel ....................................................................... 33

3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................... 34

viii
3.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 35

3.6 Teknik Analisis Data .......................................................... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan ............................................ 41

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Perhitungan Kinerja Perusahaan XL Axiata ............. 49

4.2.2 Perhitungan Kinerja Perusahaan Smartfren .............. 60

4.2.3 Perhitungan Kinerja Perusahaan Indosat .................. 71

4.2.4 Perhitungan Kinerja Perusahaan Telkom .................. 81

4.3 Analisa dan Pembahasan

4.3.1 Pembahasan Kinerja Perusahaan XL Axiata............. 91

4.3.2 Pembahasan Kinerja Perusahaan Smartfren.............. 96

4.3.3 Pembahasan Kinerja Perusahaan Indosat .................. 101

4.3.4 Pembahasan Kinerja Perusahaan Telkom ................. 106

4.3.5 Perbandingan Kinerja Semua Perusahaan ................. 111

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan............................................................................. 113

5.2 Saran ................................................................................... 114

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... xx

HALAMAN LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1.1 Grafik Penjualan 2013 – 2017 ............................................... 4

2. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran .............................................................. 30

x
DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Range Peningkatan atau Penurunan Pendapatan ..................... 15

2. Tabel 2.2 Range Rasio Hutang Terhadap Aktiva..................................... 15

3. Tabel 2.3 Range Rasio Perputaran Aset ................................................... 16

4. Tabel 2.4 Range ROS............................................................................... 16

5. Tabel 2.5 Range ROI................................................................................ 17

6. Tabel 2.6 Range Jumlah RO .................................................................... 18

7. Tabel 2.7 Range ARPU ............................................................................ 20

8. Tabel 2.8 Range Cost ............................................................................... 20

9. Tabel 2.9 Range Tingkat Pelatihan Karyawan ......................................... 21

10. Tabel 2.10 Range Perputaran Karyawan .................................................... 22

11. Tabel 3.1 Populasi Lima Nama Perusahaan Sektor Telekomunikasi ...... 32

12. Tabel 3.2 Sampel Empat Nama Perusahaan Sektor Telekomunikasi ...... 34

13. Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase Peningkatan

atau Penurunan Pendapatan XL Axiata Periode

2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri.................. 49

14. Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang Terhadap Total

Aktiva XL Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan

Standar Industri ........................................................................ 50

15. Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Aset XL Axiata

Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 51

xi
16. Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas

Penjualan XL Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan

Standar Industri ........................................................................ 52

17. Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas

Investasi XL Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan

Standar Industri ........................................................................ 53

18. Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO atau Plasa XL Axiata

Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 54

19. Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan ARPU XL Axiata Periode

2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri.................. 56

20. Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost) XL Axiata

Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 56

21. Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan antara Pelatihan

dengan Jumlah Karyawan XL Axiata Periode 2013-2017

Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 58

22. Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Karyawan XL

Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar

Industri ..................................................................................... 59

23. Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase Peningkatan atau

Penurunan Pendapatan Smartfren Periode 2013-2017

Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 60

xii
24. Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang Terhadap Total Aktiva

Smartfren Periode 2013-201 Dibandingkan dengan Standar

Industri ..................................................................................... 62

25. Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Aset Smartfren

Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 62

26. Tabel 4.14 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas

Penjualan Smartfren Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan

Standar Industri ........................................................................ 63

27. Tabel 4.15 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas

Investasi Smartfren Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan

Standar Industri ........................................................................ 64

28. Tabel 4.16 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO atau Plasa Smartfren

Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 65

29. Tabel 4.17 Rekapitulasi Hasil Perhitungan ARPU Smartfren Periode 2013-2017

Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 67

30. Tabel 4.18 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost) Smartfren Periode

2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri.................. 67

31. Tabel 4.19 Perbandingan antara Pelatihan dengan Jumlah Karyawan Smartfren

Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 69

32. Tabel 4.20 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Karyawan

Smartfren Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan

Standar Industri ........................................................................ 70

xiii
33. Tabel 4.21 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase Peningkatan atau

Penurunan Pendapatan Indosat Periode 2013-2017

Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 71

34. Tabel 4.22 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang Terhadap Total Aktiva

Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar

Industri ..................................................................................... 72

35. Tabel 4.23 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Aset Indosat

Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 72

36. Tabel 4.24 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas

Penjualan Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan

Standar Industri ........................................................................ 73

37. Tabel 4.25 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas

Investasi Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar

Industri ...................................................................................... 74

38. Tabel 4.26 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO atau Plasa Indosat

Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri ..... 75

39. Tabel 4.27 Rekapitulasi Hasil Perhitungan ARPU Indosat Periode 2013-2017

Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 76

40. Tabel 4.28 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost) Indosat Periode

2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri ................. 77

41. Tabel 4.29 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan antara Pelatihan

dengan Jumlah Karyawan Indosat Periode 2013-2017

Dibandingkan dengan Standar Industri ................................... 78

xiv
42. Tabel 4.30 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Karyawan Indosat

Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 80

43. Tabel 4.31 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase Peningkatan atau

Penurunan Pendapatan Telkom Periode 2013-2017

Dibandingkan dengan Standar Industri ................................... 81

44. Tabel 4.32 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang Terhadap Total

Aktiva Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar

Industri ...................................................................................... 82

45. Tabel 4.33 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Aset Telkom

Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri ..... 83

46. Tabel 4.34 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas

Penjualan Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan

Standar Industri ........................................................................ 83

47. Tabel 4.35 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas

Investasi Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar

Industri ...................................................................................... 84

48. Tabel 4.36 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO atau Plasa Telkom

Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 86

49. Tabel 4.37 Rekapitulasi Hasil Perhitungan ARPU Telkom Periode 2013-2017

Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 87

50. Tabel 4.38 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost) Telkom Periode

2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .................. 88

xv
51. Tabel 4.39 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan antara Pelatihan

dengan Jumlah Karyawan Telkom Periode 2013-2017

Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 89

52. Tabel 4.40 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Karyawan Telkom

Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri ..... 90

53. Tabel 4.41 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan

Metode Balance Scorecard XL Axiata Periode 2013-2017 .... 92

54. Tabel 4.42 Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan XL Axiata

Periode 2013-2017 ................................................................... 93

55. Tabel 4.43 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan

Metode Balance Scorecard Smartfren Periode 2013-2017 ..... 97

56. Tabel 4.44 Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan Smartfren Telecom

Periode 2013-2017 ................................................................... 98

57. Tabel 4.45 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan

Metode Balance Scorecard Indosat Periode 2013-2017 .......... 102

58. Tabel 4.46 Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan Indosat

Periode 2013-2017 ................................................................... 103

59. Tabel 4.47 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan

Metode Balance Scorecard Telkom Periode 2013-2017 ......... 107

60. Tabel 4.48 Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan Telkom

Periode 2013-2017 ................................................................... 108

61. Tabel 4.49 Rekapitulasi Persentase Kinerja Perusahaan............................ 111

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1. Form Topik dan Judul (Fotokopi)

2. Lampiran 2. Form Konsultasi (Fotokopi)

3. Lampiran 3. Surat Pernyataan (Fotokopi)

4. Lampiran 4. Form Revisi Ujian Pra Sidang (Fotokopi)

5. Lampiran 5. Form Revisi Ujian Kompre (Asli)

xvii
ABSTRACT

CITRA MAHARANI. Company Performance Analysis by Using Balance


Scorecard Method of Telecommunication Sector Companies in Indonesia Stock
Exchange.

Many companies have only analyzed their companies performance by using


the calculation method of their financial side only all this time. At this time, the
performance measurement of the financial side only has a weakness which is unable
to calculate the performance of intangible asset while the asset of a company now
is dominated by many intangible assets. Due to the weakness, a company needs a
method to measure its company performance of the financial and nonfinancial side
known as balance scorecard method. The conclusion gained from this study was
that the best company performance of the telecommunication sector was PT
Telekomunikasi Indonesia. It became the first rank with the acquisition of weight
value of 67%. Then, followed by PT Indosat, which got the second rank with the
acquisition of weight value of 53%. The last third and fourth rank was achieved by
PT XL Axiata, and PT Smartfren Telecom, with the acquisition value of weight of
50% and 49%. It was reflected from four perspectives used, such as financial,
customer, internal business process, and learning and growth perspectives. The
increase or decrease of corporate revenue becomes an important thing for
companies. A mobile service place which is comparable to a number of subscribers
and operational cost savings can be applied in a company to improve the
performance of each telecommunication sector company. The employee satisfaction
and the increase of the frequency of employee training programs need to be
improved to support a company in order to get results that match the company's
target.

Keywords: Balance Scorecard, Financial Perspective, Customer Perspective,


Internal Business Process Perspective, Learning and Growth
Perspective.

xviii
ABSTRAK

CITRA MAHARANI. Analisis Kinerja Perusahaan Dengan Menggunakan Metode


Balance Scorecard Pada Perusahaan Sektor Telekomunikasi Di Bursa Efek
Indonesia.

Selama ini perusahaan hanya menganalisis kinerja perusahaan dengan


menggunakan metode perhitungan dari sisi keuangannya saja. Pada saat ini
pengukuran kinerja dari sisi keuangannya saja memiliki kelemahan yaitu tidak
mampu menghitung kinerja aktiva tidak berwujud padahal aset perusahaan
sekarang banyak didominasi oleh aktiva tidak berwujud. Dengan adanya
kekurangan tersebut, maka perusahaan membutuhkan sebuah metode dalam
mengukur kinerja perusahaan dari sisi keuangan dan non keuangan yang dikenal
dengan nama metode balance scorecard. Adapun kesimpulan yang diperoleh pada
penelitian kali ini, yaitu bahwa kinerja perusahaan terbaik dari sektor
telekomunikasi adalah PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk yang menjadi peringkat
pertama dengan perolehan nilai bobot sebesar 67%. Kemudian disusul oleh PT
Indosat, Tbk yang menjadi peringkat kedua dengan perolehan nilai bobot sebesar
53%. Dan terakhir peringkat ketiga dan keempat diraih oleh PT XL Axiata, Tbk
dan PT Smartfren Telecom, Tbk dengan perolehan nilai bobot sebesar 50% dan
49%. Hal ini dicerminkan dari 4 perspektif yang digunakan yaitu perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran. Pengingkatan atau penurunan pendapatan
perusahaan menjadi hal yang penting bagi perusahaan. Tempat layanan seluler yang
sebanding dengan jumlah pelanggan dan penghematan biaya operasional bisa
diterapkan diperusahaan untuk meningkatkan kinerja masing-masing perusahaan
sektor telekomunikasi. Kepuasan karyawan dan peningkatan frekuensi program
pelatihan karyawan perlu ditingkatkan untuk medukung perusahaan agar
mendapatkan hasil yang sesuai dengan target perusahaan.

Kata Kunci : Balance Scorecard, Perspektif Keuangan, Perspektif Pelanggan,


Perspektif Proses Bisnis Internal, Perspektif Pertumbuhan Dan
Pembelajaran.

xix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia bisnis saat ini dituntut untuk lebih meningkatkan kinerja

perusahaan untuk persaingan bisnis. Perusahaan dituntut untuk lebih fokus pada

peningkatan kinerja dalam perbaikan bisnis dengan cara lebih meningkatkan

kualitas kerja. Pengukuran kinerja perusahaan menjadi hal yang penting bagi

manajemen perusahaan untuk melakukan evaluasi terhadap performa

perusahaan. Peningkatan kinerja perusahaan berdampak pada kinerja

keuangan, maka sudah selayaknya kinerja keuangan bukan hanya dipandang

dari sisi keuangan saja tetapi juga dipandang dari sisi non keuangan perusahaan.

Pada saat ini pengukuran kinerja dari sisi keuangan memiliki kelemahan yaitu

tidak mampu mempresentasikan kinerja aktiva tak berwujud padahal aset

perusahaan sekarang banyak didominasi oleh aktiva tak berwujud seperti

kepuasan customer, karyawan, pelayanan, sistem dan teknologi diperusahaan

tersebut.

Perusahaan membutuhkan sebuah metode dalam mengukur kinerja

perusahaan dari sisi keuangan dan non keuangan. Metode balance scorecard

merupakan metode yang menyediakan analisis lebih lengkap daripada analisis

yang hanya menggunakan data keuangan saja. Metode Balance Scorecard

1
2

terdiri dari dua kata yaitu Balanced dan Scorecard. Balanced artinya

berimbang, digunakan untuk mengukur kinerja eksekutif secara berimbang dari

berbagai dimensi yaitu keuangan dan non keuangan baik dari segi jangka

pendek dan jangka panjang baik dari segi intern dan ekstern. Sedangkan

Scorecard artinya kartu skor, digunakan untuk merencanakan skor yang

diwujudkan dimasa yang akan datang (Mulyadi, 2015 : 3).

Ukuran kinerja perusahaan berdasarkan sisi keuangan saja tidak dapat

memberikan gambaran secara nyata tentang keadaan terkini mengenai keadaan

perusahaan yang sesungguhnya karena keuangan mudah untuk dimanipulasi

sesuai dengan kepentingan dari manajemen perusahaan. Konsep pengukuran

kinerja perusahaan berdasarkan keuangan juga sudah mulai ditinggalkan karena

hanya berfokus pada tujuan mengejar keuntungan untuk jangka pendek semata.

Maka dari itu metode balance scorecard tidak melakukan pendekatan dari

perspektif keuangan saja tetapi juga melakukan pendekatan dari perspektif

pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta inovasi (Kurniasari,

Memarista, 2017 : 1).

Perusahaan sektor telekomunikasi dipilih sebagai objek penelitian

karena perkembangan informasi dan teknologi di Indonesia berkembang

dengan pesat. Perusahaan sektor telekomunikasi dituntut untuk lebih kompetitif

dalam memenuhi kebutuhan customer yang semakin hari semakin meningkat.

Perbedaan antara pelayanan dan harga produk menjadikan perusahaan sektor

telekomunikasi saling berkompetisi satu sama lain untuk mendapatkan laba


3

atau keuntungan lebih banyak dan hal ini membuat persaingan semakin ketat.

Hal ini menuntut perusahaan untuk meningkatkan keunggulan kinerja

perusahaan baik dalam kualitas maupun kuantitas.

Perusahaan sektor telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia ada 5 perusahaan yaitu PT Bakrie Telecom, Tbk (BTEL), PT XL

Axiata, Tbk (EXCL), PT Smartfren Telecom, Tbk (FREN), PT Indosat, Tbk

(ISAT), dan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM). Semakin ketatnya

persaingan sektor telekomunikasi dapat menyebabkan perusahaan tidak bisa

bertahan lama. Salah satu contohnya adalah PT Bakrie Telecom, Tbk (BTEL)

dengan produknya yaitu Esia. PT Bakrie Telecom, Tbk tidak bisa bersaing

karena kurangnya inovasi pada produk yang ditawarkan, harga yang mahal,

serta layanan operator telekomunikasi berbasis code division multiple access

(CDMA) telah menekan kinerja perusahaan dan menyebabkan perusahaan

mengurangi jumlah karyawan dan mengalami kesulitan ekonomi. PT Bakrie

Telecom, Tbk (BTEL) hanya mencatatkan laba operasional hanya sampai tahun

2010 saja. Pada tahun selanjutnya sampai dengan tahun 2017, perusahaan

tersebut terus menerus mengalami kerugian. Dikarenakan kurangnya inovasi

dalam pengembangan produk dapat berdampak pada tutupnya perusahaan

tersebut. Hal ini membuktikan bahwa persaingan perusahaan sektor

telekomunikasi sangat ketat dan perusahaan berlomba-lomba dalam melakukan

penjualan seperti yang terlihat dalam gambar 1.1.


4

Grafik Penjualan 2013 - 2017


140.000.000.000.000,00
120.000.000.000.000,00
100.000.000.000.000,00
80.000.000.000.000,00
60.000.000.000.000,00
40.000.000.000.000,00
20.000.000.000.000,00
-
2017 2016 2015 2014 2013

TLKM FREN ISAT EXCL

Sumber : data diolah (2018)

Gambar 1.1. Grafik Penjualan 2013 - 2017

Selain masalah persaingan penjualan, baru-baru ini muncul masalah lain

yang membuat perusahaan sektor telekomunikasi semakin menarik untuk

diteliti yaitu tentang keamanan data dalam registrasi kartu telepon seluler

karena adanya penyalahgunaan data pelanggan. Pemberlakuan registrasi yang

mengharuskan pelanggan menggunakan NIK memiliki beberapa manfaat.

Manfaatnya adalah terhindar dari pemblokiran nomor telepon, penipuan online

dan berita bohong (hoax). Tetapi tetap saja ada oknum nakal yang melakukan

kejahatan. Contohnya kejadian yang menimpa PT Indosat Ooredoo, Tbk yang

terkena masalah pembocoran data NIK pelanggan. Hal ini bisa berdampak pada

pelanggan yang kehilangan kepercayaan kepada provider tersebut sehingga

berdampak pada penjualan yang menurun karena pelanggan beralih ke provider

lain yang lebih dapat dipercaya.


5

Menurut penelitian Darmasto, Kamaliah, dan Agusti (2016), tentang

analisis pengukuran kinerja perusahaan dengan metode balance scorecard

(studi pada PT XL Axiata Tbk – Jakarta) menyatakan bahwa strategi

pemasaran, layanan seluler yang simple, dan penghematan biaya bisa

diterapkan perusahaan untuk mencapai target keuangan yang telah ditentukan.

Penelitian Styaningrum, Sulistyadi, dan Riani (2014), tentang analisis kinerja

perusahaan dengan metode balance scorecard pada Kusuma Sahid Prince

Hotel Surakarta, menyatakan bahwa kinerja KSPH Surakarta secara

keseluruhan memiliki kualitas kinerja yang baik dalam mencapai sasaran

strategis yang ditentukan. Selanjutnya penelitian Kurniasari dan Memarista

(2017), tentang analisis kinerja perusahaan menggunakan metode balance

scorecard (studi kasus pada PT Aditya Sentana Agro) menyatakan bahwa

secara keseluruhan kinerja PT Aditya Sentana Agro dengan metode balance

scorecard telah berjalan dengan cukup baik.

Berdasarkan latar belakang dan penelitian terdahulu, maka penulis

tertarik untuk mengangkat judul Penelitian “Analisis Kinerja Perusahaan

Dengan Menggunakan Metode Balance Scorecard Pada Perusahaan Sektor

Telekomunikasi Di Bursa Efek Indonesia”.


6

1.2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam laporan tugas akhir ini, yaitu bagaimana

analisis kinerja perusahaan dengan menggunakan metode balance scorecard

pada perusahaan sektor telekomunikasi di bursa efek Indonesia?

1.3. Batasan Masalah

Analisis yang akan digunakan dengan metode balance scorecard pada

perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia perusahaan sektor

telekomunikasi periode 2013 – 2017.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang terdapat dalam laporan LTA ini, yaitu untuk mengetahui

analisis kinerja perusahaan dengan menggunakan metode balance scorecard

pada perusahaan sektor telekomunikasi di bursa efek Indonesia.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Bagi Mahasiswa


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa

yang ingin mempelajari lebih dalam bidang studi keuangan, hasil ini

sangat diharapkan dapat menjadikan bahan masukan serta kajian lebih

lanjut.
7

1.5.2. Manfaat Bagi Perusahaan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan

bagi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perusahaan

sektor telekomunikasi dalam menilai kinerja perusahaan baik dari sisi

keuangan dan dari sisi non keuangan.

1.5.3. Manfaat Bagi Akademik


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

bermanfaat dan sebagai bahan referensi serta dapat menambah wawasan

bagi para peneliti selajutnya yang akan melakukan penelitian.

1.6. Sistematika Penulisan

Berikut ini penulis sajikan uraian singkat materi pokok yang akan dibahas pada

masing-masing bab, sehingga dapat memberikan gambaran menyeluruh

tentang penulisan ini :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah,

batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka-

kerangka pemikiran.
8

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan lokasi dan waktu penelitian, jenis penelitian, jenis

data, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, definisi

operasional variable penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan dibahas mengenai data penelitian (data

perusahaan/organisasi), hasil pengujian dan pembahasan.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan semua uraian-uraian pada bab-bab

sebelumnya dan juga berisi saran-saran yang diharapkan berguna dalam

penelitian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Stakeholder

Teori stakeholder merupakan teori yang menjelaskan hubungan

antara perusahaan dengan stakeholder-nya. Teori stakeholder

menyatakan bahwa keberadaan perusahaan sangat dipengaruhi oleh

dukungan yang diberikan oleh para stakeholder. Teori ini juga

menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi

untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi

stakeholder-nya (Lutfiana, 2017 : 80-82). Dengan kata lain perusahaan

dalam beroperasi membutuhkan bantuan dari pihak luar seperti kreditur,

investor, masyarakat, dsb.

Perusahaan perlu mengungkapkan informasi berupa annual

report untuk membentuk image perusahaan dalam pandangan

stakeholder sebagai suatu perusahaan yang memiliki kinerja perusahaan

yang baik. Berdasarkan teori stakeholder menyatakan bahwa semua

stakeholder mempunyai hak untuk memperoleh informasi mengenai

aktivitas perusahaan yang mempengaruhi para stakeholder yaitu

investor, kreditur, masyarakat, pimpinan, dan karyawan. Teori

9
10

stakeholder lebih mempertimbangkan posisi para stakeholder yang

dianggap powerfull. Kelompok stakeholder inilah yang menjadi

pertimbangan utama bagi perusahaan dalam mengungkapkan informasi

didalam annual report. Stakeholder merupakan individu, sekelompok

manusia, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun

secara parsial yang memiliki hubungan terhadap kepentingan

perusahaan (Lutfiana, 2017 : 80-82).

Hubungan variable penelitian dengan teori stakeholder adalah

semakin baik kinerja perusahaan maka akan semakin banyak pihak yang

akan menjadi bagian dari stakeholder perusahaan, sehingga perusahaan

akan mengalami peningkatan dari segi investasi modal karena banyak

investor yang akan menanamkan modal. Kemudian jika kinerja

perusahaan baik maka perusahaan akan lebih dipercaya oleh

stakeholder karena menjadi sorotan media dan memiliki citra

perusahaan yang baik di mata masyarakat.

2.1.2. Pengertian Kinerja Perusahaan

Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat

pencapain pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan

dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang

tertutang dalam strategic planning (perencanaan strategi) suatu

organisasi (Sallya, 2014 : 9). Sedangkan perusahaan adalah suatu


11

institusi yang bertujuan untuk menciptakan kekayaan melalui bisnis

yang dijalankannya (Kurniasari, Memarista, 2017 : 1).

Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh

atas perusahaan selama periode waktu tertentu dan merupakan hasil atau

prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam

memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Kinerja merupakan suatu

istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh

tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan

referensi pada jumlah standar seperti biaya masa lalu atau yang

diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau

akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Widodo, 2011 : 9).

Graciella, (2015 : 5) mengungkapkan bahwa kinerja perusahaan

adalah hasil dari serangkaian proses bisnis yang mana dengan

pengorbanan berbagai macam sumber daya yaitu bisa sumber daya

manusia dan juga keuangan perusahaan. Apabila kinerja perusahaan

meningkat, bisa dilihat dari gencarnya kegiatan perusahaan dalam

rangka untuk menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Keuntungan atau laba yang dihasilkan tentu akan berbeda tergantung

dengan ukuran perusahaan yang bergerak. Berdasarkan dari proses

meningkatnya penghasilan keuntungan atau laba ini, menurut Paramita,

(2013 : 7) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki ukuran yang


12

besar maka akan memiliki potensi yang lebih besar untuk

menginvestasikan sumber daya yang dimiliki.

Jadi kinerja perusahaan adalah suatu proses mengenai gambaran

tingkat pencapaian dan kemajuan pelaksanaan dalam suatu kegiatan,

program, dan kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan

visi didalam suatu institusi atau organisasi atau badan usaha.

2.1.3. Pengertian Metode Balance Scorecard

Metode Balance Scorecard terdiri dari dua kata yaitu Balanced

dan Scorecard. Balanced artinya berimbang, digunakan untuk

mengukur kinerja eksekutif secara berimbang dari berbagai dimensi

yaitu keuangan dan non keuangan baik dari segi jangka pendek dan

jangka panjang baik dari segi intern dan ekstern. Sedangkan Scorecard

artinya kartu skor, digunakan untuk merencanakan skor yang

diwujudkan dimasa yang akan datang (Mulyadi, 2015 : 3).

Metode Balance Scorecard merupakan kerangka kerja

komprehensif (luas dan lengkap) untuk menerjemahkan visi dan misi

serta strategi perusahaan dalam seperangkat ukuran kinerja yang

terpadu, tersusun dalam empat perspektif yaitu perspektif keuangan,

perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif

pembelajaran dan pertumbuhan (Kurniasari, Memarista, 2017 : 1).

Metode Balance Scorecard merupakan suatu framework (kerangka


13

kerja), suatu bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi

kepada seluruh pegawai tentang apa yang menjadi kunci penentu sukses

saat ini dan masa mendatang (Widodo, 2011 : 15).

Jadi metode Balance Scorecard merupakan sebuah cara

menggunakan kerangka kerja yang dapat digunakan untuk mengukur

kinerja (performa) suatu perusahaan baik dari sisi keuangan atau dari

sisi non keuangan, untuk menerjemahkan visi dan misi serta strategi

perusahaan yang akan diwujudkan dimasa yang akan datang.

2.1.4. Jenis – Jenis Metode Balance Scorecard

Metode Balance Scorecard memiliki 4 jenis, yaitu :

1. Perspektif Keuangan

Menurut Darmasto, Kamaliah, Agusti (2016 : 73), Metode

Balance Scorecard tidak mengabaikan kebutuhan akan data

keuangan perusahaan. Tepat waktu dan akurasi data pendanaan,

akan selalu menjadi prioritas dan para manager perusahaan akan

melakukan apa saja yang diperlukan untuk menyediakan dan

menganalisa data keuangan tersebut. Tujuan keuangan pada

umumnya berhubungan dengan arus kas (cash flow) dan

kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba atau keuntungan.

Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan menjadi tiga

tahapan, yaitu :
14

a. Pertumbuhan (Growth)

Perusahaan yang berada pada awal siklus kehidupan

bisnis ini menghasilkan produk dan jasa yang memiliki

potensi pertumbuhan, sehingga strategi dan pengukuran

perspektif keuangan yang dilakukan dapat difokuskan pada

revenue growth (pertumbuhan pendapatan), positive earning

(laba bersih), dan sales and market share growth (pertumbuhan

penjualan dan pemasaran). Untuk memanfaatkan potensi

tersebut, perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap

sumber daya dalam menghasilkan dan mengembangkan

produk dan jasa, seperti membangun dan melakukan ekspansi

fasilitas produksi, melakukan investasi pada sistem,

infrastruktur, dan jaringan distribusi, dan memelihara hubungan

baik dengan pelanggan. Tahapan pertumbuhan ini dapat dinilai

dari rumus, yaitu :

1) Persentase peningkatan atau penurunan pendapatan usaha.

Pendapatan merupakan jumlah uang yang diterima oleh

perusahaan dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan

produk atau jasa kepada pelanggan.

Rumus = Pendapatan Akhir – Pendapatan Awal


Pendapatan Awal
15

Tabel 2.1.
Range Peningkatan atau Penurunan Pendapatan
Range peningkatan atau penurunan
Bobot
pendapatan
< 5% 1%
5,1% - 10% 2%
10,1% - 15% 3%
15,1% - 20% 4%
20,1% - 25% 5%
25,1% - 30% 6%
2) Rasio hutang terhadap total aktiva atau rasio total hutang

dibagi total aset yang digunakan untuk mengidentifikasi

sumber-sumber modal suatu perusahaan.

Rasio hutang terhadap total aktiva = Total Hutang


Total Aset

Tabel 2.2.
Range Rasio Hutang Terhadap Aktiva

Range rasio hutang terhadap aktiva Bobot


0 – 0,25 3%
0,26 – 0,50 4%
0,51 – 0,75 5%
0,76 – 1 6%
b. Bertahan (Sustain)

Setelah melalui tahap pertumbuhan, perusahaan akan

berada dalam tahap bertahan (sustain) yang merupakan tahap

kedua. Perusahaan akan tetap melakukan investasi dan

reinvestasi tetapi sudah membutuhkan pengembalian yang baik

dari investasi dimasa lalu. Investasi yang dilakukan diarahkan

langsung untuk mengurangi hambatan-hambatan produksi,

memperluas kapasitas, dan untuk perbaikan yang berkelanjutan


16

daripada investasi yang dilakukan pada tahap pertumbuhan.

Perusahaan diharapkan mempertahankan pangsa pasar dan

berusaha untuk meningkatkan penguasaannya dari tahun ke

tahun.

Tahapan bertahan ini dapat dinilai dari rumus, yaitu :

1) Rasio Perputaran Aset yang dapat mengindikasikan

seberapa efektif suatu perusahaan menggunakan sumber

dayanya.
Rasio Perputaran Aset = Penjualan
Total Aset
Tabel 2.3.
Range Rasio Perputaran Aset
Range rasio perputaran aset Bobot
0 – 0,25 3%
0,26 – 0,50 4%
0,51 – 0,75 5%
0,76 – 1 6%
2) Rasio Tingkat Pengembalian Atas Penjualan atau Return On

Sales (ROS) yang dapat mengindikasikan seberapa efektif

keseluruhan dikelolanya perusahaan tersebut.


Return On Sales Ratio (ROS) = Laba Bersih
Penjualan
Tabel 2.4. Range ROS

Range ROS Bobot


< 3% 1%
3,1% - 6% 2%
6,1% - 9% 3%
9,1% - 12% 4%
12,1% - 15% 5%
>15,1% 6%
17

c. Panen atau Menuai (Harvest)

Perusahaan akan dapat mencapai fase kedewasaan dari

siklus kehidupan bisnisnya, dimana perusahaan akan menuai

hasil dari investasi yang telah dilakukannya pada dua fase

pertama. Investasi yang dilakukan hanyalah pada yang

berjangka pendek dan yang mempunyai tingkat pengembalian

cepat, seperti pemeliharaan peralatan, dan kapasitas lainnya,

bukan untuk ekspansi atau membangun kapasitas baru

karena tujuan utamanya adalah menciptakan aliran kas bagi

perusahaan. Tahapan panen atau menuai ini dapat dinilai dari

rumus, yaitu Rasio Tingkat Pengembalian Atas Investasi atau

Return On Invevestment (ROI) yang dapat digunakan untuk

mengevaluasi profitabilitas perusahaan.

Return On Invevestment (ROI) = Laba Bersih


Total Aset

Tabel 2.5. Range ROI


Range ROI Bobot
< 3% 1%
3,1% - 6% 2%
6,1% - 9% 3%
9,1% - 12% 4%
12,1% - 15% 5%
>15,1% 6%
18

2. Perspektif Pelanggan

Menurut Darmasto, Kamaliah, Agusti (2016 : 73), Pandangan

manajemen perusahaan saat ini menunjukkan peningkatan realisasi

pentingnya fokus terhadap pelanggan dan kepuasan pelanggan

dalam setiap bisnisnya. Indikatornya adalah jika pelanggan tidak

merasa puas, maka akhirnya pelanggan akan mencari pemasok lain

untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan tersebut.

Kinerja perusahaan yang kurang baik dari perspektif pelanggan ini

akan menjadi indikator utama penurunan dimasa depan, meskipun

kinerja keuangan perusahaan pada saat ini menunjukkan posisi yang

baik. Indikator perspektif pelanggan dapat dinilai dari rumus, yaitu

Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa) yang berada disetiap daerah di

Indonesia yang akan memberikan pelayanan baik pembelian kartu

perdana, pengisian pulsa, atau internet yang dibutuhkan pelanggan.


Rumus = Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa)
Total Pelanggan
Tabel 2.6. Range Jumlah RO
Range jumlah RO Bobot
>0,11 30%
0,076 – 0,10 20%
<0,075 10%
Kemudian menurut Christina, Sudana (2013 : 521), jika

penghargaan yang diterima oleh perusahaan bertambah setiap tahun,

maka hal ini dapat merefleksikan kepuasan pelanggan yang akan

dilayani oleh perusahaan sebagai perusahaan professional yang


19

dapat menjaga kualitasnya seperti yang telah dijanjikan. Sebaliknya,

jika penghargaan yang diterima adalah sama seperti tahun

sebelumnya atau berkurang maka akan menunjukkan citra dan

reputasi yang menurun bagi perusahaan.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Menurut Darmasto, Kamaliah, Agusti (2016 : 73), Perspektif

proses bisnis internal mengacu kepada proses bisnis yang terjadi

didalam perusahaan. Ukuran yang dapat digunakan dalam

perspektif proses bisnis internal memungkinkan bagi para manager

untuk mengetahui seberapa baik bisnis perusahaan berjalan, dan

apakah produk atau jasa yang ditawarkan sudah sesuai dengan

kebutuhan dan keinginan pelanggan. Ukuran ini harus dirancang

dengan baik oleh karyawan didalam perusahaan tersebut yang

memahami proses operasional perusahaan yang diharapkan mampu

mengetahui dan menterjemahkan misi perusahaan dengan baik.

Indikator perspektif proses bisnis internal dapat dinilai dari rumus,

yaitu :

a. ARPU (Average Revenue Per Unit) yaitu rata – rata pemakaian

oleh pelanggan aktif.


ARPU (Average Revenue Per Unit) = Total Pendapatan
Total Pelanggan
20

Tabel 2.7. Range ARPU


Range ARPU Bobot
<24.000 6%
24.001 – 26.000 7%
26.001 – 28.000 8%
28.000 – 30.000 9%
>30.000 10%
b. Persentase peningkatan atau penurunan Biaya (cost).

Biaya (cost) = Total Biaya Operasional akhir-Total Biaya Operasional Awal


Total Biaya Operasional Awal

Tabel 2.8. Range Cost


Range Cost Bobot
>0,1201 1%
0,1200 – 0,1151 3%
0,1150 – 0,1101 6%
0,1100 – 0,1051 9%
0,1050 – 0,1000 12%
<0,1000 15%
Kemudian menurut Christina, Sudana (2013 : 521), jika

semakin banyak inovasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka

hal ini data menjadi tanda bahwa perusahaan selalu mencari

terobosan baru yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor.

Selanjutnya semakin banyak terobosan baru yang dilakukan

oleh perusahaan, maka akan semakin memperkuat posisi

perusahaan untuk mendapatkan hak paten atas inovasi yang

dilakukan. Banyaknya hak paten yang didaftarkan oleh

perusahaan dapat menunjukkan bahwa perusahaan selalu

mencari terobosan baru dalam usahanya memenangkan

persaingan.
21

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan meliputi pelatihan

kepada karyawan dan sikap budaya perusahaan yang berkaitan

dengan perbaikan diri baik bagi individu maupun perusahaan.

Dengan perkembangan dunia bisnis yang cepat pada saat ini

menjadi bagian yang sangat penting bagi individu untuk belajar

secara berkesinambungan. Perspektif pembelajaran dan

pertumbuhan dapat menjadi panduan bagi manajemen untuk

menggunakan dana pelatihan secara tepat kepada karyawan yang

tepat sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing. Indikator

perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dapat dinilai dari rumus,

yaitu :

a. Perbandingan antara pelatihan yang diberikan dengan jumlah

karyawan yang ada, baik pelatihan secara teknis pekerjaan

ataupun pelatihan manajerial.

Rumus = Frekuensi dan Jumlah pelatihan (training)


Total Karyawan

Tabel 2.9. Range Tingkat Pelatihan Karyawan


Range tingkat pelatihan karyawan Bobot
> 0,226 7,5%
0,201 – 0,225 6,5%
0,176 – 0,200 5,5%
0,156 – 0,175 4,5%
<0,155 3,5%
22

b. Tingkat kesetiaan karyawan diukur dengan menggunakan rasio

perputaran karyawan.

Rasio perputaran karyawan = Karyawan Keluar


Total Karyawan

Tabel 2.10. Range Perputaran Karyawan

Range perputaran karyawan Bobot


0 7,5%
0 – 150 6,5%
151 – 300 5,5%
301 – 450 4,5%
>450 3,5%
Kemudian menurut Christina, Sudana (2013 : 521), tolak

ukur yang digunakan adalah banyaknya anggaran pendidikan,

pelatihan dan sertifikasi yang diberikan perusahaan kepada

karyawan, dan juga banyaknya jenis pendidikan, pelatihan, dan

sertifikasi yang diikuti oleh karyawan dan apakah anggaran dan

jenis pelatihan yang diberikan bertambah atau sebaliknya.

2.1.5. Bobot Metode Balance Scorecard

Menilai kinerja perusahaan dengan menggunakan metode balance

scorecard harus menerapkan bobot untuk masing-masing perspektif.

Didasarkan pada cita-cita perusahaan dan berorientasi pada buku six

sigma – Vincent Gasperz, bobot yang digunakan adalah (Darmasto,

Kamaliah, dan Agusti, 2016 : 81-82) :

a. Perspektif Keuangan 30%


23

b. Perspektif Pelanggan 30%

c. Perspektif Proses Bisnis Internal 25%

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan 15%

2.1.6. Indikator Metode Balance Scorecard

Didasarkan pada cita-cita perusahaan dan berorientasi pada buku six

sigma – Vincent Gasperz, metode balance scorecard memiliki indikator

dalam mengukur kinerja keuangan sebagai berikut (Darmasto,

Kamaliah, dan Agusti, 2016 : 81-82) :

a. 71% - 100% Baik

b. 41% - 70% Cukup

c. 0% - 40% Tidak Baik (Buruk)

2.1.7. Keunggulan Metode Balance Scorecard

Mulyadi, (2015 : 18) menyatakan bahwa metode balance scorecard

memiliki beberapa keunggulan, yaitu mampu menghasilkan rencana

strategis yang memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Komprehensif (luas dan lengkap)

Cakupan perspektif metode balance scorecard dalam

perencanaan strategik diperluas dari yang sebelumnya hanya

terbatas pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif lain

yaitu : perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan


24

perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif

rencana strategik ke perspektif non keuangan menghasilkan

manfaat, antara lain :

a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan

berjangka panjang. Dalam hal ini, metode balance scorecard

memotivasi personil untuk mengarahkan usaha personil ke

sasaran-sasaran strategik sehingga dihasilkan kinerja keuangan.

Kinerja keuangan yang dihasilkan dari perspektif pelanggan,

perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran

dan pertumbuhan merupakan kinerja keuangan yang

sesungguhnya, yang berasal dari usaha nyata dalam bisnis,

sehingga kinerja keuangan yang demikian akan berlipat ganda

dan berjangka panjang.

b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis

yang kompleks dengan mengarahkan sasaran-sasaran strategik

kedalam empat perspektif, rencana strategik perusahaan

mencakup lingkup yang luas, untuk menghadapi lingkungan

bisnis yang semakin kompleks.

2. Kekoherenan (berhubungan atau bersangkut paut)

Kekoherenan berarti membangun hubungan sebab akibat antara

keluaran yang dihasilkan sistem perumusan strategi dengan keluaran

yang dihasilkan sistem perencanaan strategik. Kekoherenan sasaran


25

strategik yang dihasilkan dalam sistem perencanaan strategik

memotivasi personil untuk bertanggungjawab dalam mencari

inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja

keuangan. Kekoherenan diantara keluaran yang dihasilkan oleh

setiap tahan perencanaan dalam sistem manajemen strategik

menjanjikan kecepatan respon perusahaan dalam setiap perubahan

yang terjadi dilingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan.

3. Terukur

Keterukuran sasaran-sasaran strategik yang dihasilkan oleh

sistem perencanaan strategik menjanjikan tercapainya berbagai

sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Metode

balance scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit

diukur. Sasaran strategik perspektif pelanggan, perspektif proses

bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

merupakan sasaran yang sulit diukur, namun dalam metode balance

scorecard ketiga perspektif tersebut ditentukan ukurannya agar

dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian,

keterukuran sasaran strategik pada ketiga perspektif tersebut

menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik non keuangan,

sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka

panjang.
26

4. Seimbang

Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem

perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan

yang berjangka panjang. Empat perspektif dalam metode balance

scorecard, terdapat masing-masing sasaran strategik yang perlu

diwujudkan oleh perusahaan, yaitu :

a. Financial return (imbalan keuangan) yang berlipat ganda dan

berjangka panjang (perspektif keuangan),

b. Produk dan jasa yang menghasilkan value (nilai) terbaik bagi

pelanggan (perspektif pelanggan),

c. Proses yang produktif dan cost effective atau biaya efektif

(perspektif proses bisnis internal),

d. Sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen

(perspektif pembelajaran dan pertumbuhan).

2.2. Penelitian Terdahulu

Terdapat penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kinerja perusahaan

dengan menggunakan metode balance scorecard, yaitu :

Menurut penelitian Darmasto, Kamaliah, dan Agusti (2016), tentang

analisis pengukuran kinerja perusahaan dengan metode balance scorecard

(studi pada PT XL Axiata Tbk – Jakarta) untuk mengetahui kinerja perusahaan

PT XL Axiata Tbk – Jakarta. Objek penelitian PT XL Axiata Tbk – Jakarta


27

merupakan perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi. Hasil

penelitian ini menyatakan bahwa strategi pemasaran, layanan seluler yang

simple, dan penghematan biaya bisa diterapkan perusahaan untuk mencapai

target keuangan yang telah ditentukan.

Menurut penelitian Styaningrum, Sulistyadi, dan Riani (2014), tentang

analisis kinerja perusahaan dengan metode balance scorecard pada Kusuma

Sahid Prince Hotel Surakarta. Objek penelitian Kusuma Sahid Prince Hotel

Surakarta merupakan perusahaan yang bergerak dibidang parawisata. Hasil

penelitian ini menyatakan bahwa kinerja KSPH Surakarta secara keseluruhan

memiliki kualitas kinerja yang baik dalam mencapai sasaran strategis yang

ditentukan.

Menurut penelitian Kurniasari dan Memarista (2017), tentang analisis

kinerja perusahaan menggunakan metode balance scorecard (studi kasus pada

PT Aditya Sentana Agro). Objek penelitian PT Aditya Sentana Agro

merupakan perusahaan yang bergerak dibidang agrobisnis. Hasil penelitian ini

menyatakan bahwa secara keseluruhan kinerja PT Aditya Sentana Agro dengan

metode balance scorecard telah berjalan dengan cukup baik. Hal tersebut dapat

dilihat dari analisis setiap perspektif yaitu perspektif keuangan diposisi kurang

baik, perspektif pelanggan diposisi baik, perspektif proses bisnis internal

diposisi baik, dan diperspektif pembelajaran dan pertumbuhan diposisi baik.

Menurut penelitian Christina dan Sudana (2013), tentang penilaian

kinerja pada PT Adhi Karya dengan pendekatan balance scorecard. Objek


28

penelitian PT Adhi Karya merupakan perusahaan yang bergerak dibidang

konstruksi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kinerja PT Adhi Karya pada

tahun 2011 lebih baik daripada tahun 2010.

Menurut penelitian Erwin dan Prabowo (2015), tentang analisis

pengukuran kinerja menggunakan metode balance scorecard pada PT Bahtera

Utama. Objek penelitian PT Bahtera Utama merupakan perusahaan yang

bergerak dibidang distributor yang produknya disalurkan di Indonesia melalui

aktivitas – aktivitas menjual produknya ke retail, grosiran, dan department

store dalam jumlah besar berupa tas sekolah, carry on bag (tas pakaian dan tas

laptop), attache case (tas dokumen) dan koper. Hasil penelitian ini menyatakan

bahwa kinerja PT Bahtera Utama memiliki bobot dengan angka rata – rata 4,29

(diperoleh dari 3,5+4,33+5+4,33/4) yang berarti kinerja yang dijalankan

perusahaan baik, namun angka 4,29 harus terus ditingkatkan.

Persamaan antara penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian

terdahulu adalah sama-sama menggunakan metode balance scorecard dalam

menganalisis kinerja perusahaan. Kemudian perbedaan antara penelitian yang

akan dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah dari segi objek penelitian

yang akan dianalisis dan periode penelitian yang diambil. Penelitian yang akan

dilakukan akan mengambil sample perusahaan sektor telekomunikasi yang

terdaftar dibursa efek Indonesia sedangkan penelitian terdahulu hanya

terfokuskan pada satu perusahaan saja, dan periode yang akan diteliti dari tahun

2013 – 2017.
29

2.3. Kerangka Pemikiran

Tiga prinsip yang menjelaskan hubungan antara metode balance

scorecard dengan strategi organisasi sebagai berikut :

1. Hubungan sebab akibat.

Hubungan dari sebab-akibat harus meliputi keempat perspektif metode

balance scorecard. Analisis hubungan sebab-akibat diperlukan untuk

menentukan kinerja sebuah perusahaan sehingga tidak boleh dilewati

untuk masing-masing perspektif.

2. Faktor pendorong kinerja.

Faktor pendorong kinerja mencerminkan keunikan dari strategi unit

bisnis, seperti profitabilitas, segmen pasar, tujuan proses internal, serta

pembelajaran dan pertumbuhan yang memberi nilai kepada pelanggan

ataupun segmen pasar yang menjadi sasaran.

3. Keterkaitan dengan masalah keuangan.

Metode balance scorecard harus tetap menitikberatkan kepada hasil

terutama yang bersifat keuangan. Yang paling penting adalah hubungan

sebab-akibat yang berkaitan dengan setiap tujuan finansial perusahaan.

Visi dan misi perusahaan dijabarkan kedalam empat perspketif dalam

metode balance scorecard yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan,

perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan

pertumbuhan. Semua poin-poin tersebut diterjemahkan kedalam bentuk kriteria


30

keseimbangan dengan menentukan sasaran strategis, ukuran hasil, dan target

pasar, kemudian mengukur kinerja perusahaan dari masing-masing perspektif

dalam metode balance scorecard.

Hasil dari pengukuran kinerja perusahaan tersebut dapat memberikan

gambaran tingkat kinerja perusahaan secara keseluruhan dan dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan strategi perusahaan baik dimasa

sekarang maupun dimasa yang akan datang. Kerangka pemikiran tersebut dapat

dibuat dalam suatu paradigma penelitian sebagai berikut :

Visi dan Misi Perusahaan

Laporan Tahunan Perusahaan Sektor Telekomunikasi

Metode Balance Scorecard


1. Perspektif Keuangan
2. Perspektif Pelanggan
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Hasil Pengukuran Kinerja Perusahaan

Tingkat Kualitas Kinerja Perusahaan

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan tahunan dan Annual

Report yang tersedia di Bursa Efek Indonesia. Waktu pelaksanaan penelitian

ini dilakukang kurang lebih selama dua bulan. Dimulai dari tanggal 09 Februari

sampai 16 Juni 2018.

3.2. Jenis dan Sumber data

3.2.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

data sekunder. Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain

ataupun lewat dokumen (Sugiyono, 2014 : 137).

3.2.2. Sumber Data

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan

cara mendownload laporan keuangan tahunan ataupun Annual Report

yang sudah tersedia di website Bursa Efek Indonesia yaitu

www.idx.co.id.

31
32

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan

subjek yang mempunyai kualitas dan karakter tertentu yang diterapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik sebuah kesimpulan

(Sugiyono, 2014 : 80). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

perusahaan sektor telekomunikasi yang terdaftar dibursa efek Indonesia.

Berikut ini adalah lima nama perusahaan sektor telekomunikasi yang

terdaftar dibursa efek Indonesia yang dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1.
Populasi Lima Nama Perusahaan Sektor Telekomunikasi

Kode
No. Nama Perusahaan Tanggal IPO
Perusahaan

1. PT Bakrie Telecom, Tbk BTEL 03-Feb-2006

2. PT XL Axiata, Tbk EXCL 29-Sep-2005

3. PT Smartfren Telecom, Tbk FREN 29-Nov-2006

4. PT Indosat, Tbk ISAT 19-Okt-1994

5. PT Telekomunikasi TLKM 14-Nov-1995


Indonesia, Tbk

Sumber : www.idx.co.id
33

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2014 : 389). Berdasarkan

pengertian tersebut, sampel dapat diartikan sebagai bagian dari populasi

yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan diasumsikan dapat

mewakili populasi.

Sedangkan cara untuk pengambilan sampel disebut dengan

teknik sampling. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah

teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2014 : 392). Pertimbangan atas kriteria tersebut disesuaikan

dengan tujuan penelitian. Kriteria yang dimaksud dalam teknik

purposive sampling pada penelitian ini adalah :

1. Perusahaan sektor telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

2. Perusahaan sektor telekomunikasi yang memiliki laporan keuangan

tahunan dan Annual Report yang lengkap dari tahun 2013 – 2017.

Berikut ini adalah empat sampel nama perusahaan sektor

telekomunikasi yang terdaftar dibursa efek Indonesia yang dapat dilihat

pada tabel 3.2.


34

Tabel 3.2.
Sampel Empat Nama Perusahaan Sektor Telekomunikasi

Kode
No. Nama Perusahaan Tanggal IPO
Perusahaan
1. PT XL Axiata, Tbk EXCL 29-Sep-2005
2. PT Smartfren Telecom, Tbk FREN 29-Nov-2006
3. PT Indosat, Tbk ISAT 19-Okt-1994
4. PT Telekomunikasi TLKM 14-Nov-1995
Indonesia, Tbk
Sumber : www.idx.co.id

3.4. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variable penelitian adalah atribut atau sifat atau

nilai dari orang, objek ataupun kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik sebuah

kesimpulan (Sugiyono, 2014 : 61). Variable penelitian ini adalah :

1. Metode Balance Scorecard yang akan digunakan untuk mengukur kinerja

(performa) suatu perusahaan baik dari sisi keuangan atau dari sisi non

keuangan, untuk menerjemahkan visi dan misi serta strategi perusahaan

yang akan diwujudkan dimasa yang akan datang.

2. Kinerja perusahaan sektor telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia untuk mengetahui analisis kinerja perusahaan dengan

menggunakan metode balance scorecard pada perusahaan sektor

telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia.


35

3.5. Teknik Pengumpulan data

Untuk memperoleh penelitian, ada beberapa teknik pengumpulan data

yang digunakan yaitu melalui dokumentasi atau studi pustaka. Dokumen adalah

catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono, 2014 : 82-83). Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Jadi

dokumentasi adalah kumpulan data yang diperoleh dari tempat penelitian.

Dokumentasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan atau

Annual Report perusahaan sektor telekomunikasi yang terdaftar dibursa efek

Indonesia.

3.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah suatu metode atau cara untuk mengolah data

menjadi informasi sehingga karakteristik data tersebut menjadi mudah untuk

dipahami dan juga bermanfaat untuk menemukan solusi permasalahan, yang

terutama masalah tentang sebuah penelitian. Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif.

Teknik analisis deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang

menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai variable yang timbul

dimasyarakat yang menjadi permasalahan, kemudian menarik ke permukaan

sebagai suatu ciri atau gambaran mengenai kondisi, situasi, atau variable
36

tertentu (Kurniasari, Memarista, 2017 : 3). Adapun metode analisis yang

digunakan yaitu :

1. Metode Perhitungan

Dari data yang sudah diperoleh, maka akan dilakukan analisa data.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis deskriptif kualitatif yang didapatkan sebagai berikut :

a. Perspektif Keuangan

Untuk menghitung perspektif keuangan menggunakan rumus :

1) Persentase peningkatan atau penurunan pendapatan usaha.


Rumus = Pendapatan Akhir – Pendapatan Awal
Pendapatan Awal
2) Rasio hutang terhadap total aktiva yang digunakan untuk

mengidentifikasi sumber-sumber modal suatu perusahaan.


Rasio hutang terhadap total aktiva = Total Hutang
Total Aset
3) Rasio Perputaran Aset yang dapat mengindikasikan seberapa efektif

suatu perusahaan menggunakan sumber dayanya.

Rasio Perputaran Aset = Penjualan


Total Aset

4) Rasio Tingkat Pengembalian Atas Penjualan atau Return On Sales

(ROS) yang dapat mengindikasikan seberapa efektif keseluruhan

dikelolanya perusahaan.

Return On Sales Ratio (ROS) = Laba Bersih


Penjualan
37

5) Rasio Tingkat Pengembalian Atas Investasi atau Return On

Invevestment (ROI) yang dapat digunakan untuk mengevaluasi

profitabilitas perusahaan.

Return On Invevestment (ROI) = Laba Bersih


Total Aset

b. Perspektif Pelanggan

Untuk menghitung perspektif pelanggan menggunakan rumus :

1) Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa) yang berada disetiap daerah di

Indonesia yang akan memberikan pelayanan baik pembelian kartu

perdana, pengisian pulsa, ataupun pengisian paket internet yang

dibutuhkan oleh pelanggan.

Rumus = Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa)


Total Pelanggan

Kemudian jika penghargaan yang diterima oleh perusahaan

bertambah setiap tahun, maka hal ini dapat merefleksikan kepuasan

pelanggan yang akan dilayani oleh perusahaan sebagai perusahaan

professional yang dapat menjaga kualitasnya seperti yang telah

dijanjikan. Sebaliknya, jika penghargaan yang diterima adalah sama

seperti tahun sebelumnya atau berkurang maka akan menunjukkan

citra dan reputasi yang menurun bagi perusahaan.


38

c. Perspektif Proses Bisnis Internal

Untuk menghitung perspektif proses bisnis internal menggunakan

rumus :

1) ARPU (Average Revenue Per Unit) yaitu rata – rata pemakaian oleh

pelanggan aktif.

ARPU (Average Revenue Per Unit) = Total revenue


Total Pelanggan

2) Persentase peningkatan atau penurunan Biaya (cost)


Biaya (cost) = Total Biaya Operasional akhir-Total Biaya Operasional Awal
Total Biaya Operasional Awal
Kemudian jika semakin banyak inovasi yang dilakukan oleh

perusahaan, maka hal ini data menjadi tanda bahwa perusahaan

selalu mencari terobosan baru yang belum pernah dilakukan oleh

kompetitor. Selanjutnya semakin banyak terobosan baru yang

dilakukan oleh perusahaan, maka akan semakin memperkuat posisi

perusahaan untuk mendapatkan hak paten atas inovasi yang

dilakukan. Banyaknya hak paten yang didaftarkan oleh perusahaan

dapat menunjukkan bahwa perusahaan selalu mencari terobosan

baru dalam usahanya memenangkan persaingan.

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Untuk menghitung perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

menggunakan rumus :
39

1) Perbandingan antara pelatihan yang diberikan dengan jumlah

karyawan yang ada, baik pelatihan secara teknis pekerjaan ataupun

pelatihan manajerial.

Rumus = Frekuensi dan Jumlah pelatihan (training)


Total Karyawan

2) Tingkat kesetiaan karyawan diukur dengan menggunakan rasio

perputaran karyawan.

Rasio perputaran karyawan = Karyawan Keluar


Total Karyawan

Kemudian tolak ukur yang digunakan adalah banyaknya

anggaran pendidikan, pelatihan dan sertifikasi yang diberikan

perusahaan kepada karyawan, dan juga banyaknya jenis pendidikan,

pelatihan, dan sertifikasi yang diikuti oleh karyawan dan apakah

anggaran dan jenis pelatihan yang diberikan bertambah atau

sebaliknya.

2. Menurut Darmasto, Kamaliah, dan Agusti (2016 : 81-82), Menilai kinerja

perusahaan dengan menggunakan metode balance scorecard harus

menerapkan bobot untuk masing-masing perspektif. Didasarkan pada cita-

cita perusahaan dan berorientasi pada buku six sigma – Vincent Gasperz,

bobot yang digunakan adalah :

a. Perspektif Keuangan 30%


40

b. Perspektif Pelanggan 30%

c. Perspektif Proses Bisnis Internal 25%

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan 15%

Sedangkan indikator metode balance scorecard, adalah :

a. 71% - 100% Baik

b. 41% - 70% Cukup

c. 0% - 40% Tidak Baik (Buruk)


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

Sample dari penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak dibidang

telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu PT XL Axiata, Tbk

(EXCL), PT Smartfren Telecom, Tbk (FREN), PT Indosat, Tbk (ISAT), dan

PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM), yang dipublikasikan dari tahun

2013 sampai dengan tahun 2017. Gambaran umum masing-masing perusahaan

sektor telekomunikasi adalah sebagai berikut :

1. PT XL Axiata, Tbk (EXCL)

Pada tahun 1996 menjadi perusahaan swasta pertama penyedia telepon

seluler di Indonesia. Pada tahun 2005, perusahaan terdaftar dibursa efek

Indonesia dan XL Axiata menjadi anak perusahaan TM Group Telekom

Malaysia yang menjadi pemegang saham utama XL Axiata. Tahun 2006

perusahaan menghadirkan layanan 3G yang pertama terluas dan tercepat di

Indonesia. Pada Tahun 2007, perusahaan menjadi pelopor tarif Rp 1 per

detik di Indonesia. Pada tahun 2009 mengubah nama perusahaan menjadi

PT XL Axiata, Tbk. Pada tahun 2011, perusahaan meningkatkan layanan

data melalui peluncuran program XLangkah lebih maju. Pada tahun 2012,

perusahaan meluncurkan XL Future Leaders untuk mendukung proses

41
42

belajar mengajar bagi generasi muda Indonesia. Pada tahun 2014 menjadi

penyelenggara telekomunikasi bergerak pertama yang menyelenggarakan

percobaan 4G LTE dan XL Axiata menyelesaikan proses akuisisi Axis

senilai US$ 865 juta. Pada tahun 2015 melakukan transformasi bisnis

menjadi strategi 3R (Revamp, Rise, and Reinvent) dan menjadi 4G LTE

tercepat di Indonesia pada 1,800 MHZ serta tersedia dihampir 100 kota di

Indonesia. Pada tahun 2016, XL Axiata meluncurkan Mobile Boardband

Service (MBB) dengan menggunakan jaringan data 3G dan 4G terdepan di

industri, menjadi yang pertama mengelola bisnis lebih dari 8.200 $G E-

Node BS (BTS) di Indonesia, menggelar layanan U900 di seluruh

Indonesia, meluncurkan data LED Combo Plan yang pertama, Combo Xtra,

serta XL Axiata menjadi yang pertama dalam menghadirkan 4,5G di

Indonesia. Pada tahun 2017, XL Axiata terus memperluas jaringan layanan

telekomunikasi di Indonesia, bekerja sama dengan kementerian kelautan

dan perikanan serta kementerian komunikasi dan informatika mendukung

penuh relaisasi program “Nelayan Go Online” dengan aplikasi dari XL

Axiata berupa “Nelayan Pintar” kepada para nelayan, dan meluncurkan

“Gerakan Donasi Kuota” guna menggalang partisipasi pelanggan untuk

sukarela mendonasikan kuota miliknya disalurkan bagi peningkatan

kualitas pendidikan sekolah di Indonesia.


43

2. PT Smartfren Telecom, Tbk (FREN)

Perseroan didirikan dengan nama PT Mobile-8 Telecom pada bulan

Desember 2002. Perseroan melakukan aksi korporasi dengan mengakuisisi

operator telepon selular komselindo di bulan Februari 2003 dan Metrosel di

bulan Maret 2003. Perseroan kemudian mengakuisisi operator telepon

selular Telesera dibulan September 2004 dan mengalihkan sistem

telekomunikasi dari ketiga operator yang telah diakuisisi tersebut menjadi

sistem selular digital (CDMA) dari yang sebelumnya menggunakan sistem

selular analog (AMPS). Pada bulan November 2006, Perseroan melakukan

pencatatan perdana saham pada Bursa Efek Indonesia (saat itu masih

bernama Bursa Efek Jakarta). Pada bulan Maret 2007, Perseroan

menerbitkan obligasi rupiah pertamanya yang juga dicatatkan di Bursa Efek

Indonesia. Pada April 2008, Perseroan memperkenalkan inovasi fitur

“World Passport” yang memudahkan pelanggan melakukan roaming

internasional ke berbagai negara, baik menggunakan jaringan selular

CDMA maupun GSM. Pada Juni 2009, Perseroan meluncurkan FWA

Pascabayar yang disebut Fren Duo, yaitu layanan hybrid yang

menggabungkan layanan selular dan FWA dalam satu kartu, sehingga

pelanggan dapat memiliki dua jenis layanan sekaligus. Pada bulan Januari

2011, Perseroan melakukan aksi korporasi dengan mengakuisisi PT Smart

Telecom (Smartel). Kemudian Perseroan melakukan perubahan nama dari


44

PT Mobile-8 Telecom Tbk menjadi PT Smartfren Telecom Tbk di bulan

Maret 2011 dimana sinergi dilakukan di berbagai aspek untuk

mengembangkan infrastruktur jaringan, meningkatkan efisiensi

operasional, memperluas jaringan distribusi dan pemasaran, serta

pemakaian satu brand yaitu “Smartfren”. Perseroan mengembangkan

berbagai varian produk smartphone berbasis Android seri Andromax, yang

diluncurkan sepanjang tahun 2012 serta menyediakan produk layanan

BlackBerry kepada pelanggan. Perseroan mengeluarkan 7 model

Smartphone Andromax baru dengan fitur dan spesifikasi yang disesuaikan

dengan segmen pasar yang berbeda di tahun 2013, serta meluncurkan paket

Smart Plan, paket lengkap yang ditawarkan untuk layanan Data, Suara

sekaligus SMS. Perseroan kembali mengembangkan produk Smartphone

Andromax dengan meluncurkan berbagai seri Andromax baru (C, G, I, U,

V, Z) di sepanjang tahun 2014. Di bulan Agustus 2015, Perseroan

meluncurkan layanan 4G LTE-Advanced secara komersial untuk

meningkatkan kualitas layanan kepada pelanggan, terutama di layanan

Data. Perseroan juga meluncurkan Smartphone Andromax 4G LTE (E, Q,

R) serta router MiFi (M2S, M2Y, M2P) untuk melengkapi kebutuhan

pelanggan akan layanan 4G LTE Perseroan. Di tahun 2016 ini, Perseroan

memperkuat layanan 4G LTE-nya dengan menghadirkan perangkat baru

berbasis layanan 4G LTE seperti Smartphone Andromax R2, E2 serta router

MiFi M3Y dan M3Z agar pelanggan dapat merasakan layanan 4G LTE
45

tanpa harus mengganti Smartphone mereka. Untuk mendukung ekosistem

layanan 4G LTE di Indonesia, Perseroan telah bekerjasama dengan

produsen handset global dalam Open Market Handset (OMH). Tahun 2017

perseroan meluncurkan kartu perdana 4G GSM+ yang dapat digunakan di

smartphone 4G LTE dan pelanggan dapat menikmati layanan 4G LTE dan

perseroan juga meluncurkan anggota baru dari andromax yaitu andromax

prime.

3. PT Indosat, Tbk (ISAT)

PT Indosat, Tbk didirikan tanggal 10 November 1967 sebagai

perusahaan penanaman modal asing yang menyediakan layanan

telekomunikasi internasional di Indonesia. Pada tahun 1980, Indosat

dinasionalisasi dan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada

tahun 1994 menjadi perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia dan New York Stock Exchange. Pada tahun 1995, Indosat

mendirikan Telkomsel, perusahaan patungan bersama dengan PT Telkom.

Pada tahun 2001 masuk di pasar seluler Indonesia melalui akuisisi

mayoritas saham satelindo dan pendirian PT Indosat Multimedia Mobile

(“IM3”). Pada tahun 2002, pemerintah Indonesia melakukan divestasi

517,5 juta saham mewakili sekitar 50% dari saham seri B dalam dua

tahapan. Pertama pada bulan Mei 2002, pemerintah menjual 8,1% dari

saham yang beredar melalui tender global yang dipercepat dan pada bulan
46

Desember 2002, pemerintah melakukan divestasi 41,9% saham seri B

kepada mantan anak perusahaan STT Communications Ltd. Sejak

memasuki pasar seluler Indonesia melalui pembelian satelindo dan

pendirian PT IM3 serta integrasi perusahaan tersebut kedalam perusahaan

pada tahun 2003, layanan seluler telah menjadi kontributor terbesar dalam

pendapatan usaha. Pada tahun 2008, Ooredoo mengakuisisi kepemilikan

STT di PT Indosat, Tbk yang memicu penawaran tender wajib. Ooredoo

adalah perusahaan terbuka yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Negara

Qatar dan entitas afiliasinya. Pada tahun 2013 secara sukarela

menghapuskan pencatatan dari Bursa Efek New York dan hanya tercatat di

Bursa Efek Indonesia. Pada tahun 2014 meluncurkan layanan digital

Indosat, unit bisnis yang berfokus pada penciptaan platform digital yang

terkini dalam bidang keuangan, periklanan dan e-commerce mobile guna

memberikan manfaat hidup yang nyaman bagi para pelanggan. Pada tahun

2015 meluncurkan identitas baru menjadi Indosat Ooredoo dan peluncuran

layanan komersil 4G-LTE yang pertama di Indonesia. Pada tahun 2016

merombak industri melalui penawaran yang sederhana dan transparan

sehingga pelanggan dapat dengan leluasa menikmati pengalaman digital.

Pada tahun 2017, Indosat Ooredoo dengan bangga menyelanggarakan ulang

tahunnya yang ke-50 sebagai pelopor telekomunikasi di Indonesia. Mulai

dari tersedianya layanan satelit pertama di Indonesia pada tahun 1967

sampai dengan layanan 4G LTE di era digital modern.


47

4. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM)

Sejarah PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM) secara singkat

dimulai pada tanggal 23 Oktober 1856, ketika Pemerintahan Belanda untuk

pertama kalinya di Indonesia menyediakan layanan telegraf

elektromagnetik pertama yang menghubungkan Batavia (Jakarta) dan

Bogor. Tanggal 23 Oktober 1856 kemudian diperingati sebagai tanggal

berdirinya PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM). Kemudian, pada

tahun 1965, Pemerintah melakukan spin-off jasa telekomunikasi dengan

membentuk badan baru Perusahaan Negara Telekomunikasi (“PN

Telekomunikasi”). PN Telekomunikasi menjadi Perusahaan Umum

Telekomunikasi Indonesia (Perumtel) pada tahun 1974 dan kemudian

menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telekomunikasi Indonesia

berdasarkan PP No.25 Tahun 1991 hingga sekarang. Pada tanggal 26 Mei

1995, PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) didirikan yang ditandai

dengan peluncuran kartuHalo paskabayar. Pada tahun yang sama, yaitu

pada tanggal 14 November 1995, Telkom untuk pertama kalinya

mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.

Saham Telkom juga tercatat dan diperdagangkan di NYSE (New York Stock

Exchange) dan LSE (London Stock Exchange) dalam bentuk ADS dan

secara publik ditawarkan tanpa listing di Tokyo Stock Exchange. Memasuki

awal dekade kedua abad milenium, pada tahun 2012 Telkom mengukuhkan

diri menjadi penyelenggara TIMES (Telecommunication, Information,


48

Media, Edutainment dan Services) untuk meningkatkan business value

creation. Selain itu, Telkom juga membangun Image baru dengan

menampilkan logo dan tagline Perseroan yang baru “the world in your

hand”. Telkom menyelesaikan proyek kabel serat optik bawah laut

JaKaLaDeMa pada April 2010 yang menghubungkan Jawa, Kalimantan,

Sulawesi, Denpasar, dan Mataram. Kabel bawah laut Telkom juga

terbentang dari benua Asia ke benua Eropa dan Amerika. Kemudian

Telkom juga menggelar Telkom Nusantara Super Highway dan True

Broadband Access yang menyediakan akses internet berkapasitas 20 Mbps

- 100 Mbps bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Pada Desember 2014,

Telkom melalui entitas anak Telkomsel meluncurkan layanan 4G secara

komersial. Tahun berikutnya, Telkom melahirkan IndiHome yang

menyediakan akses internet, telepon rumah, dan TV interaktif (TV kabel

UseeTV) bagi pelanggannya. Dalam rangka menuju perusahaan digital

telco, Telkom melakukan transformasi organisasi dari sebelumnya

berdasarkan adjacent portfolio empat segmen usaha digital TIMES

(Telecommunication, Information, Media, Edutaiment and Services)

menuju model Customer Facing Unit dan Functional Unit, atau disebut

CFU dan FU. Transformasi tersebut akan membuat organisasi Telkom

menjadi lebih lean (ramping) dan agile (lincah) dalam beradaptasi dengan

perubahan industri telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat.


49

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Perhitungan Kinerja Perusahaan XL Axiata dengan Metode

Balance Scorecard

1. Perspektif keuangan

Untuk menghitung perspektif keuangan menggunakan rumus :

a. Persentase peningkatan atau penurunan pendapatan usaha (P4).


Rumus = Pendapatan Akhir – Pendapatan Awal
Pendapatan Awal
Tabel 4.1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase
Peningkatan atau Penurunan Pendapatan XL Axiata
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Pendapatan Usaha (P4)


2013 P4 = (21.350.000.000.000 – 21.278.000.000.000)
21.278.000.000.000
= 0%
2014 P4 = (23.569.000.000.000 – 21.350.000.000.000)
21.350.000.000.000
= 10%
2015 P4 = (22.960.000.000.000 – 23.569.000.000.000)
23.569.000.000.000
= -3%
2016 P4 = (21.412.000.000.000 – 22.960.000.000.000)
22.960.000.000.000
= -7%
2017 P4 = (22.901.000.000.000 – 21.412.000.000.000)
21.412.000.000.000
= 7%
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa persentase

peningkatan dan penurunan pendapatan usaha tertinggi berada

ditahun 2014 sebesar 10% dan yang terendah berada ditahun

2016 sebesar -7%.


50

b. Rasio hutang terhadap total aktiva (Total debt to ratio).


Rasio hutang terhadap total aktiva = Total Hutang
Total Aset
Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang
Terhadap Total Aktiva XL Axiata Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Hutang Terhadap Total Aktiva


2013 Total debt to ratio = 24.977.000.000.000
40.278.000.000.000
= 0,62
2014 Total debt to ratio = 49.583.000.000.000
63.631.000.000.000
= 0,78
2015 Total debt to ratio = 44.752.000.000.000
58.844.000.000.000
= 0,76
2016 Total debt to ratio = 33.681.000.000.000
54.896.000.000.000
= 0,61
2017 Total debt to ratio = 34.691.000.000.000
56.321.000.000.000
= 0,62
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio hutang

terhadap total aktiva tertinggi berada ditahun 2014 sebesar 0,78

dan yang terendah berada ditahun 2016 sebesar 0,61.

c. Rasio Perputaran Aset atau Total Assets Turnover (TATO)

merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur penggunaan

semua aktiva perusahaan dan jumlah penjualan yang diperoleh

dari tiap rupiah aktiva (Kasmir, 2016 : 190).


Rasio Perputaran Aset = Penjualan
Total Aset
51

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio


Perputaran Aset XL Axiata Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Perputaran Aset


2013 TATO = 21.350.000.000.000
40.278.000.000.000
= 0,53
2014 TATO = 23.569.000.000.000
63.631.000.000.000
= 0,37
2015 TATO = 22.960.000.000.000
58.844.000.000.000
= 0,39
2016 TATO = 21.412.000.000.000
54.896.000.000.000
= 0,39
2017 TATO = 22.901.000.000.000
56.321.000.000.000
= 0,41
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran

aset tertinggi berada ditahun 2013 sebesar 0,53 dan yang

terendah berada ditahun 2014 sebesar 0,37.

d. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Penjualan atau Return On

Sales (ROS) untuk mengindikasi seberapa efektif keseluruhan

perusahaan dikelola. Rasio ini merupakan ukuran keuntungan

dengan membandingkan antara laba bersih dengan penjualan

dan rasio ini juga menunjukkan pendapatan bersih perusahaan

atas penjualan (Kasmir, 2016 : 200).

Return On Sales Ratio (ROS) = Laba Bersih


Penjualan
52

Tabel 4.4. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat


Pengembalian Atas Penjualan XL Axiata Periode 2013-
2017 Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Tingkat Pengembalian


Atas Penjualan
2013 ROS = 1.033.000.000.000
21.350.000.000.000
= 5%
2014 ROS = (804.000.000.000)
23.569.000.000.000
= -3%
2015 ROS = (25.000.000.000)
22.960.000.000.000
= 0%
2016 ROS = 376.000.000.000
21.412.000.000.000
= 2%
2017 ROS = 375.000.000.000
22.901.000.000.000
= 2%
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat

pengembalian atas penjualan tertinggi berada ditahun 2013

sebesar 5% dan yang terendah berada ditahun 2014 sebesar -3%.

e. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Investasi atau Return On

Invevestment (ROI) merupakan rasio yang menunjukkan hasil

atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Rasio ini

merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam

mengelola investasinya (Kasmir, 2016 : 202).

Return On Invevestment (ROI) = Laba Bersih


Total Aset
53

Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat


Pengembalian Atas Investasi XL Axiata Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Tingkat Pengembalian


Atas Investasi
2013 ROI = 1.033.000.000.000
40.278.000.000.000
= 3%
2014 ROI = (804.000.000.000)
63.631.000.000.000
= -1%
2015 ROI = (25.000.000.000)
58.844.000.000.000
= 0%
2016 ROI = 376.000.000.000
54.896.000.000.000
= 1%
2017 ROI = 375.000.000.000
56.321.000.000.000
= 1%
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat

pengembalian atas investasi tertinggi berada ditahun 2013

sebesar 3% dan yang terendah berada ditahun 2014 sebesar -1%.

2. Perspektif pelanggan

Untuk menghitung perspektif pelanggan menggunakan rumus :

a. Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa) yang berada disetiap

daerah di Indonesia yang akan memberikan pelayanan baik

pembelian kartu perdana, pengisian pulsa, ataupun pengisian

paket internet yang dibutuhkan oleh pelanggan.

Rumus = Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa)


Total Pelanggan
54

Kemudian jika penghargaan yang diterima oleh perusahaan

bertambah setiap tahun, maka hal ini dapat merefleksikan

kepuasan pelanggan yang akan dilayani oleh perusahaan sebagai

perusahaan professional yang dapat menjaga kualitasnya seperti

yang telah dijanjikan. Sebaliknya, jika penghargaan yang

diterima adalah sama seperti tahun sebelumnya atau berkurang

maka akan menunjukkan citra dan reputasi yang menurun bagi

perusahaan.

Tabel 4.6. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO atau


Plasa XL Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan
Standar Industri

Tahun Jumlah RO atau Plasa


2013 RO = 120
60.549.000
= 0,00000198186
2014 RO = 112
59.643.000
= 0,00000187783
2015 RO = 100
42.100.000
= 0,00000237529
2016 RO = 82
46.476.000
= 0,00000176435
2017 RO = 84
53.509.000
= 0,00000156982
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah RO atau

plasa setiap tahunnya berada diposisi yang sama. Kemudian dari

segi penghargaan yang diterima oleh XL Axiata, pada tahun

2013 dan 2014 XL Axiata memperoleh 26 penghargaan.


55

Sedangkan di tahun 2015 XL Axiata memperoleh 12

penghargaan. Hal ini menunjukan bahwa di tahun 2015 citra dan

reputasi XL Axiata mengalami penurunan. Kemudian ditahun

2016 XL Axiata memperoleh 20 penghargaan, hal ini berarti

citra dan reputasi XL Axiata ditahun 2016 mengalami

peningkatan daripada tahun 2015. Dan terakhir ditahun 2017

XL Axiata memperoleh 13 penghargaan. Hal ini berarti citra dan

reputasi XL Axiata mengalami penurunan atau lebih buruk dari

tahun sebelumnya yaitu tahun 2016. Kesimpulannya dari segi

penghargaan yang diterima, tahun 2013 dan 2014 memperoleh

penghargaan tertinggi sebanyak 26 penghargaan dan

penghargaan terendah di tahun 2015 sebanyak 12 penghargaan.

3. Perspektif proses bisnis internal

Untuk menghitung perspektif proses bisnis internal menggunakan

rumus :

a. ARPU (Average Revenue Per Unit) yaitu rata – rata pemakaian

oleh pelanggan aktif. ARPU adalah ukuran untuk mengetahui

jumlah rata-rata pendapatan yang diperoleh perusahaan dari

pelanggan.

ARPU (Average Revenue Per Unit) = Total Revenue


Total Pelanggan
56

Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Average Revenue


per Unit XL Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri

Tahun ARPU
2013 ARPU = 1.033.000.000.000
60.549.000
= 17.061
2014 ARPU = (804.000.000.000)
59.643.000
= (13.480)
2015 ARPU = (25.000.000.000)
42.100.000
= (594)
2016 ARPU = 376.000.000.000
46.474.000
= 8.091
2017 ARPU = 375.000.000.000
53.509.000
= 7.008
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa ARPU tertinggi

berada ditahun 2013 sebesar 17.061 dan yang terendah berada

ditahun 2014 sebesar (13.480).

b. Persentase peningkatan atau penurunan Biaya (cost).


Biaya (cost) = Total Biaya Operasional akhir-Total Biaya Operasional Awal
Total Biaya Operasional Awal

Tabel 4.8. Rekapitulasi Hasil Perhitungan


Persentase Peningkatan atau Penurunan Biaya
(Cost) XL Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri

Tahun Biaya (Cost)


2013 Biaya = 12.606.000.000.000-11.224.000.000.000
11.224.000.000.000
= 0,1231
2014 Biaya = 14.837.000.000.000-12.606.000.000.000
12.606.000.000.000
= 0,1770
57

Tahun Biaya (Cost)


2015 Biaya = 14.483.000.000.000-14.837.000.000.000
14.837.000.000.000
= (0,0239)
2016 Biaya = 13.283.000.000.000-14.483.000.000.000
14.483.000.000.000
= (0,0829)
2017 Biaya = 14.555.000.000.000-13.283.000.000.000
13.283.000.000.000
= 0,0958
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa Biaya (cost)

tertinggi berada ditahun 2014 sebesar 0,1770 dan yang terendah

berada ditahun 2016 sebesar (0,0829). Kemudian jika semakin

banyak inovasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka hal ini

data menjadi tanda bahwa perusahaan selalu mencari terobosan

baru yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor. Banyaknya

hak paten yang didaftarkan oleh perusahaan dapat menunjukkan

bahwa perusahaan selalu mencari terobosan baru dalam

usahanya memenangkan persaingan. Hal ini terbukti dari XL

Axiata yang telah banyak mendaftarkan Merek (brand) di PDKI

Indonesia.

4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

Untuk menghitung perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

menggunakan rumus :
58

a. Perbandingan antara pelatihan yang diberikan dengan jumlah

karyawan yang ada.

Rumus = Frekuensi dan Jumlah pelatihan (training)


Total Karyawan

Tabel 4.9. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan


antara Pelatihan dengan Jumlah Karyawan XL Axiata
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Perbandingan antara Pelatihan


dengan Jumlah Karyawan
2013 Perbandingan = 314
2.021
= 0,155
2014 Perbandingan = 334
2.140
= 0,156
2015 Perbandingan = 320
2.033
= 0,157
2016 Perbandingan = 242
1.892
= 0,128
2017 Perbandingan = 1.662
1.652
= 1,006
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa perbandingan

antara pelatihan dengan jumlah karyawan tertinggi berada

ditahun 2017 sebesar 1,006 dan yang terendah berada ditahun

2016 sebesar 0,128. Kemudian tolak ukur yang digunakan

adalah banyaknya jenis pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi

yang diikuti oleh karyawan. Ditahun 2013 jenis pelatihan yang

diberikan sebanyak 314 program pelatihan. Kemudian ditahun


59

2014 jenis pelatihan yang diberikan sebanyak 334 program

pelatihan, hal ini berarti kinerja perusahaan di tahun 2014 lebih

baik daripada ditahun 2013. Kemudian ditahun 2015 dan 2016

jenis pelatihan yang diberikan mengalami penurunan. Ditahun

2015 sebanyak 320 program pelatihan dan ditahun 2016

sebanyak 242 program pelatihan, hal ini berarti kinerja

perusahaan di tahun 2014 lebih baik daripada ditahun 2015 dan

2016. Terakhir, ditahun 2017 jenis pelatihan mengalami

peningkatan sebanyak 1.662 program pelatihan. Hal ini berarti

kinerja perusahaan pada tahun 2017 berada diposisi yang terbaik

dan tahun 2016 berada diposisi yang terburuk daripada tahun-

tahun sebelumnya.

b. Tingkat kesetiaan karyawan (employee turnover) diukur dengan

menggunakan rasio perputaran karyawan (RPK). Hal ini

dilakukan untuk mengetahui kecenderungan individu untuk

meninggalkan perusahaan dengan berbagai alasan.


Rasio perputaran karyawan = Karyawan Keluar
Total Karyawan
Tabel 4.10. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio
Perputaran Karyawan XL Axiata Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Perputaran


Karyawan
2013 RPK = 0
2.021
=0
60

Tahun Rasio Perputaran


Karyawan
2014 RPK = 0
2.140
=0
2015 RPK = 107
2.033
= 0,05
2016 RPK = 141
1.892
= 0,07
2017 RPK = 240
1.652
= 0,15
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran

karyawan tertinggi berada ditahun 2017 sebesar 0,15 dan yang

terendah berada ditahun 2013 dan 2014 sebesar 0.

4.2.2. Perhitungan Kinerja Perusahaan Smartfren Telecom dengan

Metode Balance Scorecard

1. Perspektif keuangan

Untuk menghitung perspektif keuangan menggunakan rumus :

a. Persentase peningkatan atau penurunan pendapatan usaha (P4).


Rumus = Pendapatan Akhir – Pendapatan Awal
Pendapatan Awal
Tabel 4.11. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase
Peningkatan atau Penurunan Pendapatan Smartfren
Telecom Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar
Industri

Tahun Pendapatan Usaha (P4)


2013 P4 = (2.428.858.000.000 – 1.649.166.000.000)
1.649.166.000.000
= 47%
61

Tahun Pendapatan Usaha (P4)


2014 P4 = (2.954.410.000.000 – 2.428.858.000.000)
2.428.858.000.000
= 22%
2015 P4 = (3.025.755.000.000 – 2.954.410.000.000)
2.954.410.000.000
= 2%
2016 P4 = (3.637.386.000.000 – 3.025.755.000.000)
3.025.755.000.000
= 20%
2017 P4 = (4.668.496.000.000 – 3.637.386.000.000)
3.637.386.000.000
= 28%
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa persentase

peningkatan dan penurunan pendapatan usaha tertinggi berada

ditahun 2013 sebesar 47% dan yang terendah berada ditahun

2015 sebesar 2%.

b. Rasio hutang terhadap total aktiva atau rasio total hutang dibagi

total aset (Total debt to ratio) merupakan rasio utang yang

digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang

dengan total aset. Dengan kata lain, seberapa besar aset

perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang

perusahaan berpengaruh terhadap aset (Kasmir, 2016 : 156).

Rasio hutang terhadap total aktiva = Total Hutang


Total Aset
62

Tabel 4.12. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang


Terhadap Total Aktiva Smartfren Telecom Periode 2013-
2017 Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Hutang Terhadap Total Aktiva


2013 Total debt to ratio = 9.355.399.000.000
14.339.807.000.000
= 0,65
2014 Total debt to ratio = 13.796.743.000.000
17.758.685.000.000
= 0,78
2015 Total debt to ratio = 13.857.376.000.000
20.705.913.000.000
= 0,67
2016 Total debt to ratio = 16.937.857.000.000
22.807.139.000.000
= 0,74
2017 Total debt to ratio = 14.869.630.000.000
24.114.500.000.000
= 0,62
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio hutang

terhadap total aktiva tertinggi berada ditahun 2014 sebesar 0,78

dan yang terendah berada ditahun 2017 sebesar 0,62.

c. Rasio Perputaran Aset (Total Assets Turnover (TATO)).


Rasio Perputaran Aset = Penjualan
Total Aset
Tabel 4.13. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio
Perputaran Aset Smartfren Telecom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Perputaran Aset


2013 TATO = 2.428.858.000.000
14.339.807.000.000
= 0,17
2014 TATO = 2.954.410.000.000
17.758.685.000.000
= 0,17
2015 TATO = 3.025.755.000.000
20.705.913.000.000
= 0,15
63

Tahun Rasio Perputaran Aset


2016 TATO = 3.637.386.000.000
22.807.139.000.000
= 0,16
2017 TATO = 4.668.496.000.000
24.114.500.000.000
= 0,19
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran

aset tertinggi berada ditahun 2017 sebesar 0,19 dan yang

terendah berada ditahun 2015 sebesar 0,15.

d. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Penjualan.


Return On Sales Ratio (ROS) = Laba Bersih
Penjualan
Tabel 4.14. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat
Pengembalian Atas Penjualan Smartfren Telecom Periode
2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Tingkat Pengembalian


Atas Penjualan
2013 ROS = (2.534.463.000.000)
2.428.858.000.000
= -104%
2014 ROS = (1.382.484.000.000)
2.954.410.000.000
= -47%
2015 ROS = (1.565.410.000.000)
3.025.755.000.000
= -52%
2016 ROS = (1.974.434.000.000)
3.637.386.000.000
= -54%
2017 ROS = (3.022.736.000.000)
4.668.496.000.000
= -65%
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat

pengembalian atas penjualan tertinggi berada ditahun 2014


64

sebesar -47% dan yang terendah berada ditahun 2013 sebesar

-104%.

e. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Investasi atau Return On

Invevestment (ROI).
Return On Invevestment (ROI) = Laba Bersih
Total Aset

Tabel 4.15. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat


Pengembalian Atas Investasi Smartfren Telecom Periode
2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Tingkat Pengembalian


Atas Investasi
2013 ROI = (2.534.463.000.000)
14.339.807.000.000
= -18%
2014 ROI = (1.382.484.000.000)
17.758.685.000.000
= -8%
2015 ROI = (1.565.410.000.000)
20.705.913.000.000
= -8%
2016 ROI = (1.974.434.000.000)
22.807.139.000.000
= -9%
2017 ROI = (3.022.736.000.000)
24.114.500.000.000
= -13%
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat

pengembalian atas investasi tertinggi berada ditahun 2014 dan

2015 sebesar -8% dan yang terendah berada ditahun 2013

sebesar -18%.
65

2. Perspektif pelanggan

Untuk menghitung perspektif pelanggan menggunakan rumus :

a. Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa) yang berada disetiap

daerah di Indonesia yang akan memberikan pelayanan baik

pembelian kartu perdana, pengisian pulsa, ataupun pengisian

paket internet yang dibutuhkan oleh pelanggan.


Rumus = Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa)
Total Pelanggan
Kemudian jika penghargaan yang diterima oleh perusahaan

bertambah setiap tahun, maka hal ini dapat merefleksikan

kepuasan pelanggan yang akan dilayani oleh perusahaan sebagai

perusahaan professional yang dapat menjaga kualitasnya seperti

yang telah dijanjikan. Sebaliknya, jika penghargaan yang

diterima adalah sama seperti tahun sebelumnya atau berkurang

maka akan menunjukkan citra dan reputasi yang menurun bagi

perusahaan.

Tabel 4.16. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO


atau Plasa Smartfren Telecom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Jumlah RO atau Plasa


2013 RO = 91
11.332.000
= 0,00000803035
2014 RO = 101
11.931.000
= 0,00000846534
2015 RO = 108
11.029.000
= 0,00000979236
66

Tahun Jumlah RO atau Plasa


2016 RO = 105
11.065.000
= 0,00000948938
2017 RO = 99
11.526.000
= 0,00000858927
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah RO atau

plasa setiap tahunnya berada diposisi yang sama. Kemudian dari

segi penghargaan yang diterima oleh Smartfren Telecom, pada

tahun 2013 dan 2014 memperoleh 5 penghargaan. Sedangkan di

tahun 2015 memperoleh 3 penghargaan. Hal ini menunjukan

bahwa di tahun 2015 citra dan reputasi Smartfren Telecom

mengalami penurunan. Kemudian ditahun 2016 memperoleh 4

penghargaan, hal ini berarti citra dan reputasi ditahun 2016

mengalami peningkatan. Dan terakhir ditahun 2017

memperoleh 9 penghargaan. Hal ini berarti citra dan reputasi

mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu tahun

2016.

3. Perspektif proses bisnis internal

Untuk menghitung perspektif proses bisnis internal menggunakan

rumus :

a. ARPU (Average Revenue Per Unit) yaitu rata – rata pemakaian

oleh pelanggan aktif.


ARPU (Average Revenue Per Unit) = Total Pendapatan
Total Pelanggan
67

Tabel 4.17. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Average


Revenue Per Unit Smartfren Telecom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun ARPU
2013 ARPU = (2.534.463.000.000)
11.332.000
= (223.655)
2014 ARPU = (1.379.003.000.000)
11.931.000
= (115.582)
2015 ARPU = (1.565.410.000.000)
11.029.000
= (141.936)
2016 ARPU = (1.974.434.000.000)
11.065.000
= (178.440)
2017 ARPU = (3.022.736.000.000)
11.526.000
= (262.254)
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa ARPU tertinggi

berada ditahun 2014 sebesar (115.582) dan yang terendah berada

ditahun 2017 sebesar (262.254).

b. Persentase peningkatan atau penurunan Biaya (cost).


Biaya (cost) = Total Biaya Operasional akhir-Total Biaya Operasional Awal
Total Biaya Operasional Awal
Tabel 4.18. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost)
Smartfren Telecom Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri

Tahun Biaya (Cost)


2013 Biaya = 4.039.945.000.000-11.224.000.000.000
11.224.000.000.000
= (0,6401)
2014 Biaya = 3.922.421.000.000-4.039.945.000.000
4.039.945.000.000
= (0,0291)
2015 Biaya = 4.356.300.000.000-3.922.421.000.000
3.922.421.000.000
= 0,1106
68

Tahun Biaya (Cost)


2016 Biaya = 5.619.973.000.000-4.356.300.000.000
4.356.300.000.000
= 0,2901
2017 Biaya = 6.921.695.000.000-5.619.973.000.000
5.619.973.000.000
= 0,2316
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa Biaya (cost)

tertinggi berada ditahun 2016 sebesar 0,2901 dan yang terendah

berada ditahun 2013 sebesar (0,6401). Kemudian jika semakin

banyak inovasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka hal ini

data menjadi tanda bahwa perusahaan selalu mencari terobosan

baru yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor. Banyaknya

hak paten yang didaftarkan oleh perusahaan dapat menunjukkan

bahwa perusahaan selalu mencari terobosan baru dalam

usahanya memenangkan persaingan. Hal ini terbukti dari

Smartfren Telecom yang telah banyak mendaftarkan Merek

(brand) di PDKI Indonesia.

4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

Untuk menghitung perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

menggunakan rumus :

a. Perbandingan antara pelatihan yang diberikan dengan jumlah

karyawan yang ada, baik pelatihan secara teknis pekerjaan

ataupun pelatihan manajerial.

Rumus = Frekuensi dan Jumlah pelatihan (training)


Total Karyawan
69

Tabel 4.19. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan


antara Pelatihan dengan Jumlah Karyawan Smartfren
Telecom Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar
Industri

Tahun Perbandingan antara Pelatihan


dengan Jumlah Karyawan
2013 Perbandingan = 101
1.811
= 0,056
2014 Perbandingan = 148
1.857
= 0,080
2015 Perbandingan = 286
2.000
= 0,143
2016 Perbandingan = 147
2.039
= 0,072
2017 Perbandingan = 146
2.113
= 0,069
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa perbandingan

antara pelatihan dengan jumlah karyawan tertinggi berada

ditahun 2015 sebesar 0,143 dan yang terendah berada ditahun

2013 sebesar 0,056. Kemudian tolak ukur yang digunakan

adalah banyaknya jenis pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi

yang diikuti oleh karyawan. Ditahun 2013 jenis pelatihan yang

diberikan sebanyak 101 program. Ditahun 2014 jenis pelatihan

yang diberikan sebanyak 148 program, hal ini berarti kinerja

perusahaan ditahun 2014 lebih baik daripada ditahun 2013.

Ditahun 2015 jenis pelatihan yang diberikan sebanyak 286

program, hal ini berarti kinerja perusahaan ditahun 2015 lebih


70

baik daripada ditahun 2014. Kemudian ditahun 2016 dan 2017

jenis pelatihan yang diberikan mengalami penurunan sebanyak

147 program pelatihan dan 146 program pelatihan, hal ini berarti

kinerja perusahaan ditahun 2016 dan 2017 lebih buruk daripada

ditahun 2015.

b. Tingkat kesetiaan karyawan diukur dengan menggunakan rasio

perputaran karyawan (RPK).


Rasio perputaran karyawan = Karyawan Keluar
Total Karyawan
Tabel 4.20. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio
Perputaran Karyawan Smartfren Telecom Periode 2013-
2017 Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Perputaran Karyawan


2013 RPK = 207
1.811
= 0,11
2014 RPK = 0
1.857
=0
2015 RPK = 0
2.000
=0
2016 RPK = 0
2.039
=0
2017 RPK = 0
2.113
=0
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran

karyawan tertinggi berada ditahun 2013 sebesar 0,11 dan yang

terendah berada ditahun 2014, 2015, 2016, 2017 sebesar 0.


71

4.2.3. Perhitungan Kinerja Perusahaan Indosat dengan Metode Balance

Scorecard

1. Perspektif keuangan

Untuk menghitung perspektif keuangan menggunakan rumus :

a. Persentase peningkatan atau penurunan pendapatan usaha (P4).


Rumus = Pendapatan Akhir – Pendapatan Awal
Pendapatan Awal
Tabel 4.21. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase
Peningkatan atau Penurunan Pendapatan Indosat Periode
2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Pendapatan Usaha (P4)


2013 P4 = 23.855.270.000.000 – 22.418.810.000.000
22.418.810.000.000
= 6%
2014 P4 = 24.085.100.000.000 – 23.855.270.000.000
23.855.270.000.000
= 1%
2015 P4 = 26.768.500.000.000 – 24.085.100.000.000
24.085.100.000.000
= 11%
2016 P4 = 29.184.600.000.000 – 26.768.500.000.000
26.768.500.000.000
= 9%
2017 P4 = 29.926.100.000.000 – 29.184.600.000.000
29.184.600.000.000
= 3%
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa persentase

peningkatan dan penurunan pendapatan usaha tertinggi berada

ditahun 2015 sebesar 11% dan yang terendah berada ditahun

2014 sebesar 1%.

b. Rasio hutang terhadap total aktiva atau rasio total hutang dibagi

total aset (Total debt to ratio).


Rasio hutang terhadap total aktiva = Total Hutang
Total Aset
72

Tabel 4.22. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang


Terhadap Total Aktiva Indosat Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Hutang Terhadap Total


Aktiva
2013 Total debt to ratio = 38.003.290.000.000
54.520.890.000.000
= 0,70
2014 Total debt to ratio = 39,058.880.000.000
53.254.840.000.000
= 0,73
2015 Total debt to ratio = 42.124.700.000.000
55.388.500.000.000
= 0,76
2016 Total debt to ratio = 36.661.600.000.000
50.838.700.000.000
= 0,72
2017 Total debt to ratio = 35.845.500.000.000
50.661.000.000.000
= 0,71
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio hutang

terhadap total aktiva tertinggi berada ditahun 2015 sebesar 0,76

dan yang terendah berada ditahun 2013 sebesar 0,70.

c. Rasio Perputaran Aset (Total Assets Turnover (TATO)).

Rasio Perputaran Aset = Penjualan


Total Aset

Tabel 4.23. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio


Perputaran Aset Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri

Tahun Rasio Perputaran Aset


2013 TATO = 23.855.270.000.000
54.520.890.000.000
= 0,44
2014 TATO = 24.085.100.000.000
53.254.840.000.000
= 0,45
73

Tahun Rasio Perputaran Aset


2015 TATO = 26.768.500.000.000
55.388.500.000.000
= 0,48
2016 TATO = 29.184.600.000.000
50.838.700.000.000
= 0,57
2017 TATO = 29.926.100.000.000
50.661.000.000.000
= 0,59
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran

aset tertinggi berada ditahun 2017 sebesar 0,59 dan yang

terendah berada ditahun 2013 sebesar 0,44.

d. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Penjualan.

Return On Sales Ratio (ROS) = Laba Bersih


Penjualan

Tabel 4.24. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat


Pengembalian Atas Penjualan Indosat Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Tingkat Pengembalian


Atas Penjualan
2013 ROS = (2.666.460.000.000)
23.855.270.000.000
= -11%
2014 ROS = (1.878.200.000.000)
24.085.100.000.000
= -8%
2015 ROS = (1.163.500.000.000)
26.768.500.000.000
= -4%
2016 ROS = 1.275.600.000.000
29.184.600.000.000
= 4%
2017 ROS = 1.301.900.000.000
29.926.100.000.000
= 4%
Sumber: data diolah (2018)
74

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat

pengembalian atas penjualan tertinggi berada ditahun 2016 dan

2017 sebesar 4% dan yang terendah berada ditahun 2013 sebesar

-11%.

e. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Investasi atau Return On

Invevestment (ROI).
Return On Invevestment (ROI) = Laba Bersih
Total Aset
Tabel 4.25. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat
Pengembalian Atas Investasi Indosat Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Tingkat Pengembalian


Atas Investasi
2013 ROI = (2.666.460.000.000)
54.520.890.000.000
= -5%
2014 ROI = (1.878.200.000.000)
53.254.840.000.000
= -4%
2015 ROI = (1.163.500.000.000)
55.388.500.000.000
= -2%
2016 ROI = 1.275.600.000.000
50.838.700.000.000
= 3%
2017 ROI = 1.301.900.000.000
50.661.000.000.000
= 3%
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat

pengembalian atas investasi tertinggi berada ditahun 2016 dan

2017 sebesar 3% dan yang terendah berada ditahun 2013 sebesar

-5%.
75

2. Perspektif pelanggan

Untuk menghitung perspektif pelanggan menggunakan rumus :

a. Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa) yang berada disetiap

daerah di Indonesia.
Rumus = Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa)
Total Pelanggan
Kemudian jika penghargaan yang diterima oleh perusahaan

bertambah setiap tahun, maka hal ini dapat merefleksikan

kepuasan pelanggan yang akan dilayani oleh perusahaan sebagai

perusahaan professional yang dapat menjaga kualitasnya seperti

yang telah dijanjikan. Sebaliknya, jika penghargaan yang

diterima adalah sama seperti tahun sebelumnya atau berkurang

maka akan menunjukkan citra dan reputasi yang menurun.

Tabel 4.26. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO


atau Plasa Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri

Tahun Jumlah RO atau Plasa


2013 RO = 328
59.600.000
= 0,00000550335
2014 RO = 267
63.200.000
= 0,00000422468
2015 RO = 201
69.700.000
= 0,00000288378
2016 RO = 175
85.700.000
= 0,000002042
2017 RO = 147
110.200.000
= 0,00000133393
Sumber: data diolah (2018)
76

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah RO atau

plasa setiap tahunnya berada diposisi yang sama. Kemudian dari

segi penghargaan yang diterima oleh Indosat, pada tahun 2013

memperoleh 26 penghargaan. Sedangkan di tahun 2014

memperoleh 25 penghargaan. Hal ini menunjukan bahwa di

tahun 2015 citra dan reputasi Indosat mengalami penurunan.

Kemudian ditahun 2015 memperoleh 17 penghargaan, hal ini

berarti citra dan reputasi ditahun 2015 mengalami penurunan.

Ditahun 2016 dan 2017 memperoleh 19 dan 22 penghargaan.

Hal ini berarti citra dan reputasi mengalami peningkatan dari

tahun sebelumnya.

3. Perspektif proses bisnis internal

Untuk menghitung perspektif proses bisnis internal menggunakan

rumus :

a. ARPU (Average Revenue Per Unit) yaitu rata – rata pemakaian.


ARPU (Average Revenue Per Unit) = Total revenue
Total Pelanggan
Tabel 4.27. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Average
Revenue Per Unit Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri

Tahun ARPU
2013 ARPU = (2.666.460.000.000)
59.600.000
= (44.739)
2014 ARPU = (1.878.200.000.000)
63.200.000
= (29.718)
77

Tahun ARPU
2015 ARPU = (1.163.500.000.000)
69.700.000
= (16.693)
2016 ARPU = 1.275.600.000.000
85.700.000
= 14.884
2017 ARPU = 1.301.900.000.000
110.200.000
= 11.814
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa ARPU tertinggi

berada ditahun 2016 sebesar 14.884 dan yang terendah berada

ditahun 2013 sebesar (44.739).

b. Peningkatan atau penurunan Biaya (cost)

Biaya (cost) = Total Biaya Operasional akhir-Total Biaya Operasional Awal


Total Biaya Operasional Awal
Tabel 4.28. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost)
Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar
Industri

Tahun Biaya (Cost)


2013 Biaya = 22.346.060.000.000-19.228.910.000.000
19.228.910.000.000
= 0,1621
2014 Biaya = 23.412.170.000.000-22.346.060.000.000
22.346.060.000.000
= 0,0477
2015 Biaya = 24.406.400.000.000-23.412.170.000.000
23.412.170.000.000
= 0,0425
2016 Biaya = 25.244.100.000.000-24.406.400.000.000
24.406.400.000.000
= 0,0343
2017 Biaya = 25.893.600.000.000-25.244.100.000.000
25.244.100.000.000
= 0,0257
Sumber: data diolah (2018)
78

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa Biaya (cost)

tertinggi berada ditahun 2013 sebesar 0,1621 dan yang terendah

berada ditahun 2017 sebesar 0,0257. Kemudian jika semakin

banyak inovasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka hal ini

data menjadi tanda bahwa perusahaan selalu mencari terobosan

baru yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor. Banyaknya

hak paten yang didaftarkan oleh perusahaan dapat menunjukkan

bahwa perusahaan selalu mencari terobosan baru dalam

usahanya memenangkan persaingan. Hal ini terbukti dari

Indosat yang telah banyak mendaftarkan Merek (brand) di

PDKI Indonesia.

4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

Untuk menghitung perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

menggunakan rumus :

a. Perbandingan antara pelatihan yang diberikan dengan jumlah

karyawan yang ada.


Rumus = Frekuensi dan Jumlah pelatihan (training)
Total Karyawan
Tabel 4.29. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan
antara Pelatihan dengan Jumlah Karyawan Indosat
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Perbandingan antara Pelatihan


dengan Jumlah Karyawan
2013 Perbandingan = 674
4.200
= 0,160
79

Tahun Perbandingan antara Pelatihan


dengan Jumlah Karyawan
2014 Perbandingan = 483
4.179
= 0,116
2015 Perbandingan = 475
4.320
= 0,110
2016 Perbandingan = 425
4.415
= 0,096
2017 Perbandingan = 475
4.392
= 0,108
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa perbandingan

antara pelatihan dengan jumlah karyawan tertinggi berada

ditahun 2013 sebesar 0,160 dan yang terendah berada ditahun

2016 sebesar 0,096. Kemudian tolak ukur yang digunakan

adalah banyaknya jenis pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi

yang diikuti oleh karyawan. Ditahun 2013 jenis pelatihan yang

diberikan sebanyak 674 program. Ditahun 2014 jenis pelatihan

yang diberikan sebanyak 483 program, hal ini berarti kinerja

perusahaan ditahun 2014 lebih buruk daripada ditahun 2013.

Ditahun 2015 jenis pelatihan yang diberikan sebanyak 475

program, hal ini berarti kinerja perusahaan ditahun 2015 lebih

buruk daripada ditahun 2014. Ditahun 2016 jenis pelatihan yang

diberikan mengalami penurunan sebanyak 425 program, hal ini

berarti kinerja perusahaan ditahun 2016 lebih buruk daripada


80

ditahun 2015. Kemudian ditahun 2017 jenis pelatihan yang

diberikan sebanyak 475 program pelatihan, hal ini berarti

kinerja perusahaan ditahun 2017 lebih baik daripada ditahun

2016.

b. Tingkat kesetiaan karyawan diukur dengan menggunakan rasio

perputaran karyawan (RPK).

Rasio perputaran karyawan = Karyawan Keluar


Total Karyawan

Tabel 4.30. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio


Perputaran Karyawan Indosat Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Perputaran


Karyawan
2013 RPK = 340
4.200
= 0,08
2014 RPK = 21
4.179
= 0,01
2015 RPK = 0
4.320
=0
2016 RPK = 0
4.415
=0
2017 RPK = 23
4.392
= 0,01
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran

karyawan tertinggi berada ditahun 2013 sebesar 0,08 dan yang

terendah berada ditahun 2015 dan 2016 sebesar 0.


81

4.2.4. Perhitungan Kinerja Perusahaan Telekomunikasi Indonesia

(Telkom) dengan Metode Balance Scorecard

1. Perspektif keuangan

Untuk menghitung perspektif keuangan menggunakan rumus :

a. Persentase peningkatan atau penurunan pendapatan usaha (P4)


Rumus = Pendapatan Akhir – Pendapatan Awal
Pendapatan Awal

Tabel 4.31. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase


Peningkatan atau Penurunan Pendapatan Telkom Periode
2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Pendapatan Usaha (P4)


2013 P4 = 82.967.000.000.000 – 77.143.000.000.000
77.143.000.000.000
= 8%
2014 P4 = 89.696.000.000.000 – 82.967.000.000.000
82.967.000.000.000
= 8%
2015 P4 = 102.470.000.000.000 – 89.696.000.000.000
89.696.000.000.000
= 14%
2016 P4 = 116.333.000.000.000 – 102.470.000.000.000
102.470.000.000.000
= 14%
2017 P4 = 128.256.000.000.000 – 116.333.000.000.000
116.333.000.000.000
= 10%
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa persentase

peningkatan dan penurunan pendapatan usaha tertinggi berada

ditahun 2015 dan 2016 sebesar 14% dan yang terendah berada

ditahun 2013 dan 2014 sebesar 8%.


82

b. Rasio hutang terhadap total aktiva atau rasio total hutang dibagi

total aset (Total debt to ratio).

Rasio hutang terhadap total aktiva = Total Hutang


Total Aset

Tabel 4.32. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang


Terhadap Total Aktiva Telkom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Hutang Terhadap Total Aktiva


2013 Total debt to ratio = 51.834.000.000.000
128.555.000.000.000
= 0,40
2014 Total debt to ratio = 55.830.000.000.000
141.822.000.000.000
= 0,39
2015 Total debt to ratio = 72.745.000.000.000
166.173.000.000.000
= 0,44
2016 Total debt to ratio = 74.067.000.000.000
179.611.000.000.000
= 0,41
2017 Total debt to ratio = 86.354.000.000.000
198.484.000.000.000
= 0,44
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio hutang

terhadap total aktiva tertinggi berada ditahun 2015 dan 2017

sebesar 0,44 dan yang terendah berada ditahun 2014 sebesar

0,39.

c. Rasio Perputaran Aset (Total Assets Turnover (TATO)).


Rasio Perputaran Aset = Penjualan
Total Aset
83

Tabel 4.33. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio


Perputaran Aset Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri

Tahun Rasio Perputaran Aset


2013 TATO = 82.967.000.000.000
128.555.000.000.000
= 0,65
2014 TATO = 89.696.000.000.000
141.822.000.000.000
= 0,63
2015 TATO = 102.470.000.000.000
166.173.000.000.000
= 0,62
2016 TATO = 116.333.000.000.000
179.611.000.000.000
= 0,65
2017 TATO = 128.256.000.000.000
198.484.000.000.000
= 0,65
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran

aset tertinggi berada ditahun 2013, 2016, 2017 sebesar 0,65 dan

yang terendah berada ditahun 2015 sebesar 0,62.

d. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Penjualan.

Return On Sales Ratio (ROS) = Laba Bersih


Penjualan
Tabel 4.34. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat
Pengembalian Atas Penjualan Telkom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Tingkat Pengembalian


Atas Penjualan
2013 ROS = 20.402.000.000.000
82.967.000.000.000
= 25%
2014 ROS = 22.041.000.000.000
89.696.000.000.000
= 25%
84

Tahun Rasio Tingkat Pengembalian


Atas Penjualan
2015 ROS = 23.948.000.000.000
102.470.000.000.000
= 23%
2016 ROS = 27.073.000.000.000
116.333.000.000.000
= 23%
2017 ROS = 30.369.000.000.000
128.256.000.000.000
= 24%
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat

pengembalian atas penjualan tertinggi berada ditahun 2013 dan

2014 sebesar 25% dan yang terendah berada ditahun 2015 dan

2016 sebesar 23%.

e. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Investasi atau Return On

Invevestment (ROI).

Return On Invevestment (ROI) = Laba Bersih


Total Aset

Tabel 4.35. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat


Pengembalian Atas Investasi Telkom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Tingkat Pengembalian


Atas Investasi
2013 ROI = 20.402.000.000.000
128.555.000.000.000
= 16%
2014 ROI = 22.041.000.000.000
141.822.000.000.000
= 16%
2015 ROI = 23.948.000.000.000
166.173.000.000.000
= 14%
85

Tahun Rasio Tingkat Pengembalian


Atas Investasi
2016 ROI = 27.073.000.000.000
179.611.000.000.000
= 15%
2017 ROI = 30.369.000.000.000
198.484.000.000.000
= 15%
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat

pengembalian atas investasi tertinggi berada ditahun 2013 dan

2014 sebesar 16% dan yang terendah berada ditahun 2015

sebesar 4%.

2. Perspektif pelanggan

Untuk menghitung perspektif pelanggan menggunakan rumus :

a. Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa) yang berada disetiap

daerah di Indonesia yang akan memberikan pelayanan baik

pembelian kartu perdana, pengisian pulsa, ataupun pengisian

paket internet yang dibutuhkan oleh pelanggan.

Rumus = Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa)


Total Pelanggan

Kemudian jika penghargaan yang diterima oleh perusahaan

bertambah setiap tahun, maka hal ini dapat merefleksikan

kepuasan pelanggan yang akan dilayani oleh perusahaan sebagai

perusahaan professional yang dapat menjaga kualitasnya seperti

yang telah dijanjikan. Sebaliknya, jika penghargaan yang


86

diterima adalah sama seperti tahun sebelumnya atau berkurang

maka akan menunjukkan citra dan reputasi yang menurun bagi

perusahaan.

Tabel 4.36. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO


atau Plasa Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri

Tahun Jumlah RO atau Plasa


2013 RO = 1.248
167.914.000
= 0,00000743237
2014 RO = 1.249
189.303.000
= 0,00000659788
2015 RO = 1.380
240.788.000
= 0,00000573118
2016 RO = 1.476
273.641.000
= 0,00000539392
2017 RO = 2.884
318.353.000
= 0,00000905912
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah RO atau

plasa setiap tahunnya berada diposisi yang sama. Kemudian dari

segi penghargaan yang diterima oleh Telkom, pada tahun 2013

memperoleh 38 penghargaan. Sedangkan di tahun 2014, 2015,

2016, 2017 memperoleh 45, 51, 61, dan 85 penghargaan. Hal ini

menunjukan bahwa setiap tahunnya citra dan reputasi Telkom

mengalami peningkatan.
87

3. Perspektif proses bisnis internal

Untuk menghitung perspektif proses bisnis internal menggunakan

rumus :

a. ARPU (Average Revenue Per Unit) yaitu rata – rata pemakaian

oleh pelanggan aktif.


ARPU (Average Revenue Per Unit) = Total revenue
Total Pelanggan
Tabel 4.37. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Average
Revenue Per Unit Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri

Tahun ARPU
2013 ARPU = 20.402.000.000.000
167.914.000
= 121.503
2014 ARPU = 22.041.000.000.000
189.303.000
= 116.432
2015 ARPU = 23.948.000.000.000
24.788.000
= 99.457
2016 ARPU = 27.073.000.000.000
273.641.000
= 98.936
2017 ARPU = 30.369.000.000.000
318.353.000
= 95.394
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa ARPU tertinggi

berada ditahun 2013 sebesar 121.503 dan yang terendah berada

ditahun 2017 sebesar 95.394.

b. Persentase peningkatan atau penurunan Biaya (cost).


Biaya (cost) = Total Biaya Operasional akhir-Total Biaya Operasional Awal
Total Biaya Operasional Awal
88

Tabel 4.38. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost)


Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar
Industri

Tahun Biaya (Cost)


2013 Biaya = 57.700.000.000.000-54.004.000.000.000
54.004.000.000.000
= 0,0684
2014 Biaya = 61.564.000.000.000-57.700.000.000.000
57.700.000.000.000
= 0,0670
2015 Biaya = 71.552.000.000.000-61.564.000.000.000
61.564.000.000.000
= 0,1622
2016 Biaya = 77.888.000.000.000-71.552.000.000.000
71.552.000.000.000
= 0,0886
2017 Biaya = 85.362.000.000.000-77.888.000.000.000
77.888.000.000.000
= 0,0960
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa Biaya (cost)

tertinggi berada ditahun 2015 sebesar 0,1622 dan yang terendah

berada ditahun 2014 sebesar 0,0670. Kemudian jika semakin

banyak inovasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka hal ini

data menjadi tanda bahwa perusahaan selalu mencari terobosan

baru yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor. Banyaknya

hak paten yang didaftarkan oleh perusahaan dapat menunjukkan

bahwa perusahaan selalu mencari terobosan baru dalam

usahanya memenangkan persaingan. Hal ini terbukti dari

Telekomunikasi Indonesia yang telah banyak mendaftarkan

Merek (brand) di PDKI Indonesia.


89

4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

Untuk menghitung perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

menggunakan rumus :

a. Perbandingan antara pelatihan yang diberikan dengan jumlah

karyawan yang ada.


Rumus = Frekuensi dan Jumlah pelatihan (training)
Total Karyawan
Tabel 4.39. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan
antara Pelatihan dengan Jumlah Karyawan Telkom
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Perbandingan antara Pelatihan


dengan Jumlah Karyawan
2013 Perbandingan = 1.261
25.011
= 0,050
2014 Perbandingan = 1.191
25.284
= 0,047
2015 Perbandingan = 928
24.785
= 0,037
2016 Perbandingan = 26.785
23.876
= 1,122
2017 Perbandingan = 22.083
24.065
= 0,918
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa perbandingan

antara pelatihan dengan jumlah karyawan tertinggi berada

ditahun 2016 sebesar 1,122 dan yang terendah berada ditahun

2015 sebesar 0,037. Kemudian tolak ukur yang digunakan

adalah banyaknya jenis pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi


90

yang diikuti oleh karyawan. Ditahun 2013 jenis pelatihan yang

diberikan sebanyak 1.261 program pelatihan. Ditahun 2014 dan

2015 jenis pelatihan yang diberikan mengalami penurunan

sebanyak 1.191 dan 928 program pelatihan, hal ini berarti

kinerja perusahaan ditahun 2014 dan 2015 lebih buruk daripada

ditahun 2013. Ditahun 2016 pelatihan mengalami peningkatan

sebanyak 26.785 program pelatihan, hal ini berarti kinerja

perusahaan ditahun 2016 lebih baik daripada ditahun 2015.

Ditahun 2017 pelatihan mengalami penurunan sebanyak 22.083

program pelatihan, hal ini berarti kinerja perusahaan ditahun

2017 lebih buruk daripada ditahun 2016.

b. Tingkat kesetiaan karyawan diukur dengan menggunakan rasio

perputaran karyawan (RPK).

Rasio perputaran karyawan = Karyawan Keluar


Total Karyawan

Tabel 4.40. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio


Perputaran Karyawan Telkom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri

Tahun Rasio Perputaran Karyawan


2013 RPK = 672
25.011
= 0,03
2014 RPK = 0
25.284
=0
2015 RPK = 499
24.785
= 0,02
91

Tahun Rasio Perputaran Karyawan


2016 RPK = 909
23.876
= 0,04
2017 RPK = 0
24.065
=0
Sumber: data diolah (2018)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran

karyawan tertinggi berada ditahun 2016 sebesar 0,04 dan yang

terendah berada ditahun 2014 dan 2017 sebesar 0.

4.3. Analisa dan Pembahasan

4.3.1. Analisa dan Pembahasan Kinerja Perusahaan XL Axiata dengan

Metode Balance Scorecard

Dilihat dari poin 4.2, rekapitulasi hasil perhitungan kinerja

perusahaan adalah sebagai berikut :


Tabel 4.41.

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan Metode Balance Scorecard XL Axiata

Periode 2013-2017

Tahun
No Jenis Perspektif
2013 2014 2015 2016 2017
I Perspektif Keuangan
1 Peningkatan atau penurunan usaha 0% 10% -3% -7% 7%
2 Rasio hutang terhadap total aktiva 0,62 0,78 0,76 0,61 0,62
3 Rasio perputaran asset 0,53 0,37 0,39 0,39 0,41
4 Rasio tingkat pengembalian atas penjualan 5% -3% 0% 2% 2%
5 Rasio tingkat pengembalian atas investasi 3% -1% 0% 1% 1%
II Perspektif Pelanggan
1 Jumlah Retail Outlet 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
III Perspektif Proses Bisnis Internal
1 ARPU 17.061 (13.480) (594) 8.091 7.008
2 Peningkatan/penurunan Biaya 0,1231 0,1770 (0,0239) (0,0829) 0,0958
IV Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
1 Tingkat pelatihan karyawan 0,155 0,156 0,157 0,128 1,006
2 Rasio perputaran karyawan 0 0 0,05 0,07 0,15
Sumber: data diolah (2018)

92
93

Dari tabel diatas, hasil perhitungannya dicocokan dengan range

masing-masing perspektif dan didapatlah bobot yang akan

menunjukkan kinerja perusahaan.

Tabel 4.42.

Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan XL Axiata

Periode 2013-2017
Bobot Sesungguhnya
Bobot Rata-
No Perspektif Ukuran
Standar 2013 2014 2015 2016 2017 Rata

Peningkatan atau
6% 1% 1% 1% 1% 2% 1%
penurunan usaha
Rasio hutang terhadap
6% 5% 6% 6% 5% 5% 5%
total aktiva
Rasio perputaran aset 6% 5% 4% 4% 4% 4% 4%
Perspektif
1 Rasio tingkat
Keuangan
pengembalian atas 6% 2% 1% 1% 1% 1% 1%
penjualan
Rasio tingkat
pengembalian atas 6% 1% 1% 1% 1% 1% 1%
investasi
Perspektif
2 Jumlah Retail Outlet 30% 10% 10% 10% 10% 10% 10%
Pelanggan
Perspektif ARPU 10% 6% 6% 6% 6% 6% 6%
3 Proses Bisnis Peningkatan atau
15% 1% 1% 15% 15% 15% 9%
Internal penurunan biaya
Perspektif Tingkat pelatihan
7,5% 3.5% 4.5% 4.5% 3.5% 7.5% 5%
Pembelajaran karyawan
4
dan Rasio perputaran
7,5% 7.5% 7.5% 6.5% 6.5% 6.5% 7%
Pertumbuhan karyawan
Total 100% 42% 42% 55% 53% 58% 50%
Sumber: data diolah (2018)
94

Dari rekapitulasi bobot kinerja perusahaan XL Axiata pada tabel

4.42. tersebut terlihat bahwa kinerja perusahaan berada didalam kondisi

yang cukup baik. Pertama, dari perspektif keuangan yang indikatornya

memiliki bobot 30% dibagi menjadi 5 perhitungan yang masing-masing

berbobot 6%. Dari peningkatan atau penurunan pendapatan usaha, XL

Axiata mendapatkan rata-rata bobot 1% dari tahun 2013-2017. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan atau penurunan pendapatan usaha XL

Axiata kurang baik karena hanya naik sedikit saja dan menurun dari

tahun sebelumnya. Ditahun 2014 mengalami peningkatan tertinggi dan

ditahun 2016 mengalami penurunan terendah. Dari rasio hutang

terhadap total aktiva, XL Axiata mendapatkan rata-rata bobot 5% dari

tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa rasio hutang terhadap total

aktiva dalam kondisi yang baik. Kondisi tersebut dapat berdampak baik

dalam perusahaan karena akan terasa mudah bagi perusahaan untuk

memperoleh pinjaman. Dari rasio perputaran aset, XL Axiata

mendapatkan rata-rata bobot 4% dari tahun 2013-2017. Hal ini

menunjukan bahwa rasio perputaran aset dalam kondisi yang baik dan

perusahaan mampu memaksimalkan aset yang dimiliki oleh

perusahaan. Dari rasio tingkat pengembalian atas penjualan, XL Axiata

mendapatkan rata-rata bobot 1% dari tahun 2013-2017. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan serta laba bersih XL

Axiata kurang baik karena hanya naik sedikit saja dan merugi dari tahun
95

sebelumnya. Dari rasio tingkat pengembalian atas investasi, XL Axiata

mendapatkan rata-rata bobot 1% dari tahun 2013-2017. Hal ini

menunjukkan bahwa laba bersih yang diperoleh XL Axiata kurang baik

karena hanya naik sedikit saja dan menurun serta merugi dari tahun

sebelumnya dan tidak bisa banyak digunakan untuk berinvestasi dan

tidak bisa banyak menggunakan laba bersih untuk membeli aset.

Kedua, dari segi perspektif pelanggan yang indikatornya

memiliki bobot 30%, XL Axiata hanya mendapatkan rata-rata bobot

10%. Hal ini menunjukkan bahwa XL Axiata harus lebih banyak

membuka outlet karena outlet yang dimiliki sangat sedikit sedangkan

pelanggan yang dimiliki cukup banyak sehingga terjadi

ketidakseimbangan antara outlet dan pelanggan yang dimiliki. Kinerja

yang kurang baik dari perspektif pelanggan akan menjadi indikator

utama penurunan dimasa depan meskipun kinerja disegi perspektif

keuangan pada saat ini menunjukkan posisi yang cukup baik.

Ketiga, dari segi perspektif proses bisnis internal yang

indikatornya memiliki bobot 25% dan terbagi menjadi 2 perhitungan

yang memiliki bobot 15% dan 10%. Dari segi ARPU, XL Axiata

memiliki rata-rata bobot 6% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan

bahwa pengaruh dari pendapatan yang hanya naik sedikit membuat

rata-rata pemakaian menjadi tidak baik. Dan dari peningkatan atau

penurunan Biaya, XL Axiata memiliki rata-rata bobot 9%. Hal ini


96

menunjukan bahwa biaya operasional yang banyak membuat laba

bersih yang diperoleh menjadi sedikit bahkan perusahaan mengalami

kerugian. Kerugian dialami perusahaan dari tahun 2013-2015

sedangkan laba dialami perusahaan ditahun 2016 dan 2017.

Keempat, dari segi perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

yang indikatornya memiliki bobot 15% dan terbagi menjadi 2

perhitungan yang memiliki bobot 7,5%. Dari segi tingkat pelatihan dan

rasio perputaran karyawan, XL Axiata memiliki rata-rata bobot 5% dan

7%. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan yang diberikan kepada

karyawan mulai membaik dari tahun ke tahun serta banyak karyawan

yang lebih memilih bertahan.

Dari segi perhitungan kinerja perusahaan menggunakan metode

balance scorecard, tahun 2017 menjadi tahun yang memiliki kinerja

yang terbaik dalam XL Axita dan pada tahun 2014 dan 2013 menjadi

tahun yang memiliki kinerja terburuk.

4.3.2. Analisa dan Pembahasan Kinerja Perusahaan Smartfren Telecom

dengan Metode Balance Scorecard

Dilihat dari poin 4.2, rekapitulasi hasil perhitungan kinerja

perusahaan adalah sebagai berikut :


Tabel 4.43.

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan Metode Balance Scorecard Smartfren

Telecom Periode 2013-2017

No Jenis Perspektif Tahun


2013 2014 2015 2016 2017
I Perspektif Keuangan
1 Peningkatan atau penurunan usaha 47% 22% 2% 20% 28%
2 Rasio hutang terhadap total aktiva 0,65 0,78 0,67 0,74 0,62
3 Rasio perputaran asset 0,17 0,17 0,15 0,16 0,19
4 Rasio tingkat pengembalian atas penjualan -104% -47% -52% -54% -65%
5 Rasio tingkat pengembalian atas investasi -18% -8% -8% -9% -13%
II Perspektif Pelanggan
1 Jumlah Retail Outlet 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
III Perspektif Proses Bisnis Internal
1 ARPU (223.655) (115.582) (141.936) (178.440) (262.254)
2 Peningkatan atau penurunan biaya (0,6401) (0,0291) 0,1106 0,2901 0,2316
IV Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
1 Tingkat pelatihan karyawan 0,056 0,080 0,143 0,072 0,069
2 Rasio perputaran karyawan 0,11 0 0 0 0
Sumber: data diolah (2018)

97
98

Dari tabel diatas, hasil perhitungannya dicocokan dengan range

masing-masing perspektif dan didapatlah bobot yang akan

menunjukkan kinerja perusahaan.

Tabel 4.44.

Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan Smartfren Telecom

Periode 2013-2017
Bobot Bobot Sesungguhnya Rata-
No Perspektif Ukuran
Standar 2013 2014 2015 2016 2017 Rata
Peningkatan atau
6% 6% 5% 1% 4% 6% 4%
penurunan usaha
Rasio hutang terhadap
6% 5% 6% 5% 5% 5% 5%
total aktiva
Rasio perputaran asset 6% 3% 3% 3% 3% 3% 3%
Perspektif
1 Rasio tingkat
Keuangan
pengembalian atas 6% 1% 1% 1% 1% 1% 1%
penjualan
Rasio tingkat
pengembalian atas 6% 1% 1% 1% 1% 1% 1%
investasi
Perspektif
2 Jumlah Retail Outlet 30% 10% 10% 10% 10% 10% 10%
Pelanggan
Perspektif ARPU 10% 6% 6% 6% 6% 6% 6%
3 Proses Bisnis Peningkatan atau
15% 15% 15% 6% 1% 1% 8%
Internal penurunan biaya
Perspektif Tingkat pelatihan
7,5% 3.5% 3.5% 3.5% 3.5% 3.5% 4%
Pembelajaran karyawan
4
dan Rasio perputaran
7,5% 6.5% 7.5% 7.5% 7.5% 7.5% 7%
Pertumbuhan karyawan
Total 100% 57% 58% 44% 42% 44% 49%
Sumber: data diolah (2018)
99

Dari rekapitulasi bobot kinerja perusahaan Smartfren Telecom

pada tabel 4.44. tersebut terlihat bahwa kinerja perusahaan berada

didalam kondisi yang cukup baik. Pertama, dari perspektif keuangan

yang indikatornya memiliki bobot 30% dibagi menjadi 5 perhitungan

yang masing-masing poinnya berbobot 6%. Dari peningkatan atau

penurunan pendapatan usaha, Smartfren Telecom mendapatkan rata-

rata bobot 4% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukkan bahwa

peningkatan pendapatan Smartfren cukup baik karena hanya ditahun

2015 pendapatannya naik sedikit sedangkan tahun sebelum dan

sesudahnya mengalami kenaikan pendapatan yang cukup besar serta

ditahun 2013 mengalami peningkatan pendapatan usaha mencapai 47%.

Dari rasio hutang terhadap total aktiva, Smartfren mendapatkan rata-

rata bobot 5% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa rasio

hutang terhadap total aktiva dalam kondisi yang baik. Kondisi tersebut

dapat berdampak baik dalam perusahaan karena akan terasa mudah bagi

perusahaan untuk memperoleh pinjaman. Dari rasio perputaran aset,

Smartfren mendapatkan rata-rata bobot 3% dari tahun 2013-2017. Hal

ini menunjukan bahwa rasio perputaran aset dalam kondisi yang stabil.

Dari rasio tingkat pengembalian atas penjualan, Smartfren mendapatkan

rata-rata bobot 1% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukkan bahwa

peningkatan pendapatan serta laba bersih Smartfren Telecom

mengalami kerugian disetiap tahunnya. Dari rasio tingkat pengembalian


100

atas investasi, Smartfren mendapatkan rata-rata bobot 1% dari tahun

2013-2017. Hal ini menunjukkan bahwa laba bersih yang diperoleh

Smartfren mengalami kerugian dan tidak bisa berinvestasi. Rendahnya

rasio ini disebabkan rendahnya perputaran aset diperusahaan tersebut.

Kedua, dari segi perspektif pelanggan yang indikatornya

memiliki bobot 30%, Smartfren Telecom hanya mendapatkan rata-rata

bobot 10%. Hal ini menunjukkan bahwa Smartfren Telecom harus lebih

banyak membuka outlet karena perbandingan antara banyaknya outlet

yang dimiliki sangat sedikit sedangkan pelanggan yang dimiliki cukup

banyak sehingga terjadi ketidakseimbangan antara outlet dan pelanggan

yang dimiliki. Kinerja yang kurang baik dari perspektif pelanggan akan

menjadi indikator utama penurunan dimasa depan meskipun kinerja

disegi perspektif keuangan pada saat ini menunjukkan posisi yang

cukup baik.

Ketiga, dari segi perspektif proses bisnis internal yang

indikatornya memiliki bobot 25% dan terbagi menjadi 2 perhitungan

yang memiliki bobot 15% dan 10%. Dari segi ARPU, Smartfren

Telecom memiliki rata-rata bobot 6% dari tahun 2013-2017. Hal ini

menunjukan bahwa pengaruh dari pendapatan yang hanya naik

membuat rata-rata pemakaian juga tidak baik. Dan dari segi

peningkatan atau penurunan Biaya, Smartfren Telecom memiliki rata-


101

rata bobot 8% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa biaya

operasional yang banyak membuat perusahaan mengalami kerugian.

Keempat, dari segi perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

yang indikatornya memiliki bobot 15% dan terbagi menjadi 2

perhitungan yang memiliki bobot 7,5%. Dari segi tingkat pelatihan dan

rasio perputaran karyawan, Smartfren Telecom memiliki rata-rata bobot

4% dan 7%. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan yang diberikan

kepada karyawan sangat sedikit tetapi walaupun begitu banyak

karyawan yang masih lebih memilih untuk tetap bertahan.

Dari segi perhitungan kinerja perusahaan menggunakan metode

balance scorecard, tahun 2014 menjadi tahun yang memiliki kinerja

yang terbaik dalam Smartfren Telecom dan pada tahun 2016 menjadi

tahun yang memiliki kinerja terburuk.

4.3.3. Analisa dan Pembahasan Kinerja Perusahaan Indosat dengan

Metode Balance Scorecard

Dilihat dari poin 4.2 mengenai hasil penelitian kinerja

perusahaan Indosat dengan menggunakan metode Balance Scorecard

didapatkan hasil sebagai berikut :


Tabel 4.45.

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan Metode Balance Scorecard Indosat

Periode 2013-2017

Tahun
No Jenis Perspektif
2013 2014 2015 2016 2017
I Perspektif Keuangan
1 Peningkatan atau penurunan usaha 6% 1% 11% 9% 3%
2 Rasio hutang terhadap total aktiva 0,70 0,73 0,76 0,72 0,71
3 Rasio perputaran asset 0,44 0,45 0,48 0,57 0,59
4 Rasio tingkat pengembalian atas penjualan -11% -8% -4% 4% 4%
5 Rasio tingkat pengembalian atas investasi -5% -4% -2% 3% 3%
II Perspektif Pelanggan
1 Jumlah Retail Outlet 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
III Perspektif Proses Bisnis Internal
1 ARPU (44.739) (29.718) (16.693) 14.884 11.814
2 Pengingkatan atau penurunan Biaya 0,1621 0,0477 0,0425 0,0343 0,0257
IV Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
1 Tingkat pelatihan karyawan 0,160 0,116 0,110 0,096 0,108
2 Rasio perputaran karyawan 0,08 0,01 0 0 0,01
Sumber: data diolah (2018)

102
103

Dari tabel diatas, hasil perhitungannya dicocokan dengan range

masing-masing perspektif dan didapatlah bobot yang akan

menunjukkan kinerja perusahaan.

Tabel 4.46.

Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan Indosat

Periode 2013-2017
Bobot Bobot Sesungguhnya Rata-
No Perspektif Ukuran
Standar 2013 2014 2015 2016 2017 Rata
Peningkatan atau
6% 2% 1% 3% 2% 1% 2%
penurunan usaha
Rasio hutang terhadap
6% 5% 5% 6% 5% 5% 5%
total aktiva
Rasio perputaran asset 6% 4% 4% 4% 5% 5% 4%
Perspektif
1 Rasio tingkat
Keuangan
pengembalian atas 6% 1% 1% 1% 2% 2% 1%
penjualan
Rasio tingkat
pengembalian atas 6% 1% 1% 1% 1% 1% 1%
investasi
Perspektif
2 Jumlah Retail Outlet 30% 10% 10% 10% 10% 10% 10%
Pelanggan
Perspektif ARPU 10% 6% 6% 6% 6% 6% 6%
3 Proses Bisnis Peningkatan atau
15% 1% 15% 15% 15% 15% 12%
Internal penurunan biaya
Perspektif Tingkat pelatihan
7,5% 4.5% 3.5% 3.5% 3.5% 3.5% 4%
Pembelajaran karyawan
4
dan Rasio perputaran
7,5% 6.5% 6.5% 7.5% 7.5% 6.5% 7%
Pertumbuhan karyawan
Total 100% 41% 53% 57% 57% 55% 53%
Sumber: data diolah (2018)
104

Dari rekapitulasi bobot kinerja perusahaan Indosat pada tabel

4.46. tersebut terlihat bahwa kinerja perusahaan berada didalam kondisi

yang cukup baik. Pertama, dari perspektif keuangan yang indikatornya

memiliki bobot 30% dibagi menjadi 5 perhitungan yang masing-masing

poinnya berbobot 6%. Dari peningkatan atau penurunan pendapatan

usaha, Indosat mendapatkan rata-rata bobot 2% dari tahun 2013-2017.

Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan atau penurunan pendapatan

usaha Indosat tidak baik karena walaupun setiap tahunnya ada

peningkatan tetapi peningkatannya sangat sedikit. Dari rasio hutang

terhadap total aktiva, Indosat mendapatkan rata-rata bobot 5% dari

tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa rasio hutang terhadap total

aktiva dalam kondisi yang baik. Kondisi tersebut dapat berdampak baik

dalam perusahaan karena akan terasa mudah bagi perusahaan untuk

memperoleh pinjaman. Dari rasio perputaran aset, Indosat mendapatkan

rata-rata bobot 4% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa

rasio perputaran aset dalam kondisi yang cukup baik dan perusahaan

mampu memaksimalkan aset yang dimiliki oleh perusahaan. Dari rasio

tingkat pengembalian atas penjualan, Indosat mendapatkan rata-rata

bobot 1% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukkan bahwa

pendapatan dan laba bersih meningkat dengan sedikit. Dari rasio tingkat

pengembalian atas investasi, Indosat mendapatkan rata-rata bobot 1%

dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun laba


105

bersih meningkat setiap tahunnya tetapi Indosat harus menutupi

kerugian yang ditimbulkan ditahun 2013-2015.

Kedua, dari segi perspektif pelanggan yang indikatornya

memiliki bobot 30%, Indosat hanya mendapatkan rata-rata bobot 10%..

Hal ini menunjukkan bahwa Indosat harus lebih banyak membuka outlet

karena outlet yang dimiliki sangat sedikit sedangkan pelanggan yang

dimiliki cukup banyak sehingga terjadi ketidakseimbangan antara outlet

dan pelanggan yang dimiliki. Kinerja yang kurang baik dari perspektif

pelanggan akan menjadi indikator utama penurunan dimasa depan

meskipun kinerja disegi perspektif keuangan pada saat ini menunjukkan

posisi yang cukup baik.

Ketiga, dari segi perspektif proses bisnis internasl yang

indikatornya memiliki bobot 25% dan terbagi menjadi 2 perhitungan

yang memiliki bobot 15% dan 10%. Dari segi ARPU, Indosat memiliki

rata-rata bobot 6% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa

pengaruh dari pendapatan yang hanya naik sedikit membuat rata-rata

pemakaian tidak baik. Dan dari segi peningkatan atau penurunan Biaya,

Indosat memiliki rata-rata bobot 12% dari tahun 2013-2017. Hal ini

menunjukan bahwa biaya operasional yang banyak membuat

perusahaan mengalami kerugian. Penghematan biaya perlu diterapkan

oleh perusahaan untuk mencapai target keuangan ditahun berikutnya.


106

Keempat, dari segi perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

yang indikatornya memiliki bobot 15% dan terbagi menjadi 2

perhitungan yang memiliki bobot 7,5%. Dari segi tingkat pelatihan dan

rasio perputaran karyawan, Indosat memiliki rata-rata bobot 4% dan

7%. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan yang diberikan kepada

karyawan sangat sedikit tetapi walaupun begitu banyak karyawan yang

lebih memilih bertahan untuk bekerja di Indosat. Indosat perlu

meningkatkan program pelatihan ditahun berikutnya agar kinerja

perusahaan juga meningkat ditahun yang akan datang.

Dari segi perhitungan kinerja perusahaan menggunakan metode

balance scorecard, tahun 2016 dan 2015 menjadi tahun yang memiliki

kinerja yang terbaik dalam Indosat dan pada tahun 2013 menjadi tahun

yang memiliki kinerja terburuk.

4.3.4. Analisa dan Pembahasan Kinerja Perusahaan Telekomunikasi

Indonesia (Telkom) dengan Metode Balance Scorecard

Dilihat dari poin 4.2 mengenai hasil penelitian kinerja

perusahaan Telkom dengan menggunakan metode Balance Scorecard

didapatkan hasil sebagai berikut :


Tabel 4.47.

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan Metode Balance Scorecard Telkom

Periode 2013-2017

Tahun
No Jenis Perspektif
2013 2014 2015 2016 2017
I Perspektif Keuangan
1 Peningkatan atau penurunan usaha 8% 8% 14% 14% 10%
2 Rasio hutang terhadap total aktiva 0,40 0,39 0,44 0,41 0,44
3 Rasio perputaran asset 0,65 0,63 0,62 0,65 0,65
4 Rasio tingkat pengembalian atas penjualan 25% 25% 23% 23% 24%
5 Rasio tingkat pengembalian atas investasi 16% 16% 14% 15% 15%
II Perspektif Pelanggan
1 Jumlah Retail Outlet 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
III Perspektif Proses Bisnis Internal
1 ARPU 121.503 116.432 99.457 98.936 95.394
2 Peningkatan atau penurunan Biaya 0,0684 0,0670 0,1622 0,0886 0,0960
IV Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
1 Tingkat pelatihan karyawan 0,050 0,047 0,037 1,122 0,918
2 Rasio perputaran karyawan 0,03 0 0,02 0,04 0
Sumber: data diolah (2018)

107
108

Dari tabel diatas, hasil perhitungannya dicocokan dengan range

masing-masing perspektif dan didapatlah bobot yang akan

menunjukkan kinerja perusahaan.

Tabel 4.48.

Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan Telkom

Periode 2013-2017

Bobot Bobot Sesungguhnya Rata-


No Perspektif Ukuran
Standar 2013 2014 2015 2016 2017 Rata
Peningkatan atau
6% 2% 2% 3% 3% 2% 2%
penurunan usaha
Rasio hutang terhadap
6% 4% 4% 4% 4% 4% 4%
total aktiva
Rasio perputaran asset 6% 5% 5% 5% 5% 5% 5%
Perspektif
1 Rasio tingkat
Keuangan
pengembalian atas 6% 6% 6% 6% 6% 6% 6%
penjualan
Rasio tingkat
pengembalian atas 6% 6% 6% 5% 5% 5% 5%
investasi
Perspektif
2 Jumlah Retail Outlet 30% 10% 10% 10% 10% 10% 10%
Pelanggan
Perspektif ARPU 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10%
3 Proses Bisnis Peningkatan atau
15% 15% 15% 1% 15% 15% 12%
Internal penurunan biaya
Perspektif Tingkat pelatihan
7,5% 3.5% 3.5% 3.5% 7.5% 7.5% 5%
Pembelajaran karyawan
4
dan Rasio perputaran
7,5% 6.5% 7.5% 6.5% 6.5% 7.5% 7%
Pertumbuhan karyawan
Total 100% 68% 69% 54% 72% 72% 67%
Sumber: data diolah (2018)
109

Dari rekapitulasi bobot kinerja perusahaan Telkom pada tabel

4.48. tersebut terlihat bahwa kinerja perusahaan berada didalam kondisi

yang cukup baik. Pertama, dari perspektif keuangan yang indikatornya

memiliki bobot 30% dibagi menjadi 5 perhitungan yang masing-masing

poinnya berbobot 6%. Dari peningkatan atau penurunan pendapatan

usaha, Telkom mendapatkan rata-rata bobot 2% dari tahun 2013-2017.

Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan Telkom tidak baik

karena walaupun setiap tahunnya ada peningkatan tetapi

peningkatannya sangat sedikit dari tahun ke tahun. Dari rasio hutang

terhadap total aktiva, Telkom mendapatkan rata-rata bobot 4% dari

tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa rasio hutang terhadap total

aktiva dalam kondisi yang baik. Kondisi tersebut dapat berdampak baik

dalam perusahaan karena akan terasa mudah bagi perusahaan untuk

memperoleh pinjaman. Dari rasio perputaran aset, Telkom

mendapatkan rata-rata bobot 5% dari tahun 2013-2017. Hal ini

menunjukan bahwa rasio perputaran aset dalam kondisi yang cukup

baik dan perusahaan mampu memaksimalkan aset yang dimiliki oleh

perusahaan. Dari rasio tingkat pengembalian atas penjualan, Telkom

mendapatkan rata-rata bobot 6% dari tahun 2013-2017. Hal ini

menunjukkan bahwa pendapatan dan laba bersih meningkat setiap

tahunnya. Dari rasio tingkat pengembalian atas investasi, Telkom

mendapatkan rata-rata bobot 5% dari tahun 2013-2017. Hal ini


110

menunjukkan bahwa Telkom selalu melakukan investasi karena laba

bersihnya meningkat setiap tahunnya. Hasil dari rasio tingkat

pengembalian atas investasi yang baik menunjukkan produktivitas dari

seluruh dana perusahaan yang dimiliki baik dari modal sendiri maupun

modal pinjaman.

Kedua, dari segi perspektif pelanggan yang indikatornya

memiliki bobot 30%, Telkom hanya mendapatkan rata-rata bobot 10%.

Hal ini menunjukkan bahwa Telkom harus membuat outlet yang banyak

karena pelanggan yang selalu bertambah setiap tahunnya sehingga

terjadi ketidakseimbangan antara outlet dan pelanggan yang dimiliki.

Ketiga, dari segi perspektif proses bisnis internal yang

indikatornya memiliki bobot 25% dan terbagi menjadi 2 perhitungan

yang memiliki bobot 15% dan 10%. Dari segi ARPU, Telkom memiliki

rata-rata bobot 10% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa

pengaruh dari persentase peningkatan atau penuruhan pendapatan yang

naiknya hanya sedikit membuat rata-rata pemakaian juga kurang baik.

Dan dari segi peningkatan atau penurunan Biaya, Telkom memiliki rata-

rata bobot 12% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa biaya

operasional yang meningkat setiap tahunnya.

Keempat, dari segi perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

yang indikatornya memiliki bobot 15% dan terbagi menjadi 2

perhitungan yang memiliki bobot 7,5%. Dari segi tingkat pelatihan dan
111

rasio perputaran karyawan, Telkom memiliki rata-rata bobot 5% dan

7%. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan yang diberikan kepada

karyawan meningkat ditahun 2016-2017 dan membuat banyak

karyawan yang betah dan bertahan. Dari segi perhitungan kinerja

perusahaan menggunakan metode balance scorecard, tahun 2017 dan

2016 menjadi tahun yang memiliki kinerja yang terbaik dalam Telkom

dan pada tahun 2015 menjadi tahun yang memiliki kinerja terburuk.

4.3.5. Perbandingan Kinerja Semua Perusahaan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan diatas, didapatlah

persentase rata-rata dari kinerja perusahaan yang diukur dengan

menggunakan 4 perspektif dalam metode balance scorecard, yaitu :

Tabel 4.49.

Rekapitulasi Persentase Kinerja Perusahaan

No. Nama Perusahaan Persentase Kinerja


1. PT XL Axiata, Tbk 50%
2. PT Smartfren Telecom, Tbk 49%
3. PT Indosat, Tbk 53%
4. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk 67%
Sumber: data diolah (2018)

Dari keempat perusahaan tersebut, semuanya masuk kedalam

kategori cukup baik dalam pengukuran kinerja perusahaan

menggunakan metode balance scorecard. Namun, PT Telekomunikasi


112

Indonesia, Tbk yang menduduki peringkat pertama dengan persentase

sebanyak 67%. Hal ini bisa diprediksi mengingat Telekomunikasi

Indonesia, Tbk berdiri sudah cukup lama dan dikenal masyarakat luas.

Selain itu dari segi keuangannya cukup baik. Hal ini terlihat dari

pendapatan dan laba bersih yang selalu meningkat setiap tahunnya dan

hal ini berarti perusahaan selalu bisa untuk melakukan investasi.

Peringkat kedua diraih oleh PT Indosat, Tbk dengan persentase

sebanyak 53%. Hal ini dikarenakan walaupun jumlah pelanggan

meningkat setiap tahunnya tetapi jumlah gerai yang dimiliki masih

sangat sedikit. Kemudian dari sisi karyawan, karyawan yang dimiliki

cukup banyak tetapi jumlah program pelatihan yang diselenggarakan

masih sedikit. Dan dari sisi keuangan, laba bersih mengalami kerugian

dari 2013-2015 sehingga membuat performa kinerja keuangan menjadi

buruk. Peringkat ketiga dan keempat diraih oleh PT XL Axiata, Tbk,

dan PT Smartfren Telecom, Tbk dengan persentase yaitu sebanyak 50%

dan 49%. Hal ini terlihat dari laba bersih yang mengalami kerugian yang

disebabkan biaya operasional yang cukup banyak. Kemudian dari segi

karyawan, karyawan yang dimiliki cukup banyak tetapi jumlah program

pelatihan yang diselenggarakan masih sedikit. Kemudian dikarenakan

walaupun jumlah pelanggan meningkat setiap tahunnya tetapi jumlah

gerai atau outlet yang dimiliki masih sangat sedikit.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. SIMPULAN

Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab

sebelumnya, dari 4 perspektif metode balance scorecard yang digunakan maka

dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan terbaik dari sektor telekomunikasi

adalah PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk yang menjadi peringkat pertama

dengan perolehan nilai bobot sebesar 67%. Kemudian disusul oleh PT Indosat,

Tbk yang menjadi peringkat kedua dengan perolehan nilai bobot sebesar 53%.

Dan terakhir peringkat ketiga dan keempat diraih oleh PT XL Axiata, Tbk dan

PT Smartfren Telecom dengan perolehan nilai bobot sebesar 50% dan 49%. Hal

ini dicerminkan dari 4 perspektif yang digunakan yaitu perspektif keuangan,

perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif

pertumbuhan dan pembelajaran. Pengingkatan atau penurunan pendapatan

perusahaan menjadi hal yang penting bagi perusahaan. Tempat layanan seluler

yang sebanding dengan jumlah pelanggan dan penghematan biaya operasional

bisa diterapkan diperusahaan untuk meningkatkan kinerja masing-masing

perusahaan sektor telekomunikasi. Kepuasan karyawan dan peningkatan

frekuensi program pelatihan karyawan perlu ditingkatkan untuk medukung

perusahaan agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan target perusahaan.

113
114

5.2. SARAN

Perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi disarankan

sebaiknya menggunakan metode balance scorecard dalam pengukuran kinerja

perusahaan. Metode balance scorecard lebih bersifat menyeluruh dari segi

perspektif yang harus diperhatikan perusahaan untuk meningkatkan kinerja

perusahaan dan meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan dalam mecapai

target yang telah ditentukan. Ada 4 perspektif dalam metode balance scorecard

yaitu, 1 perspektif keuangan dan 3 perspektif non keuangan yang akan

mempengaruhi secara langsung kinerja satu sama lain. Untuk meningkatkan

keakuratan dalam penilaian kinerja perusahaan maka perlu ditingkatkan lagi

indikator pengukuran kinerja. Semakin banyak lini kerja perusahaan maka

indikator yang diperlukan juga semakin banyak. Peneliti selanjutnya dapat

mengadopsi indikator lain yang digunakan pada masing-masing perspektif dan

memperluas indikator yang ada sehingga bisa lebih menjelaskan keadaan

perusahaan yang sebenarnya.


DAFTAR PUSTAKA

Christina, Sudana. 2013. Penilaian Kinerja Pada PT Adhi Karya Dengan Pendekatan
Balance Scorecard. Bali: Universitas Udayana. Hal. 516-529. ISSN 2302-8556.
Darmasto, Kamaliah, Agusti. 2016. Analisis Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan
Metode Balance Scorecard (Studi Pada PT Smartfren Telecom Tbk - Jakarta).
Riau: Universitas Riau. Volume 9 Nomor 1. Hal. 70-85. ISSN 1907-364X.
Erwin, Prabowo. 2015. Analisis Pengukuran Kinerja Menggunakan Metode Balance
Scorecard Pada PT Bahtera Utama. Jakarta: Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Volume 3 Nomor 1. Hal. 32-43.
Graciella, Cecilia. 2015. Pengaruh Balance Scorecard Terhadap Kinerja Perusahaan
Pada PT Asuransi Indonesia (Jasindo) Kantor Cabang Kota Bandung.
Bandung: Universitas Kristen Maranatha. Hal. 1-89.
Kasmir. 2016. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers.
Kurniasari, Memarista. 2017. Analisis Kinerja Perusahaan Menggunakan Metode
Balance Scorecard (Studi Kasus Pada PT Aditya Sentana Agro). Surabaya:
Universitas Kristen Petra. Volume 5 Nomor 1. Hal. 1-7.
Lutfiana, Fajri. 2017. Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Kinerja Lingkungan Dan
Liputan Media Terhadap Environmental Disclosure (Studi Empiris Pada
Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di BEI Periode 2013-2015).
Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Hal. 1-71.
Mulyadi. 2015. Alat Manajemen Kontemporer Untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan
Perusahaan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Paramita, Silvia. 2013. Determinan Dan Konsekuensi Investasi Lingkungan : Studi
Empiris Pada Perusahaan Yang Memperoleh Penilaian Proper. Semarang:
Diponegoro. Hal. 1-81.
Sallya, Rizka. 2014. Kinerja Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan Kota Bandar
Lampung Dalam Mengawasi Peredaran Kosmetik Ilegal Di Provinsi Lampung.
Lampung: Universitas Lampung. Hal. 1-90.
Styaningrum, Sulistyadi, Riani. 2014. Analisis Kinerja Perusahaan Dengan Metode
Balance Scorecard Pada Kusuma Sahid Prince Hotel Surakarta. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Volume 3 Nomor 1. Hal. 32-43.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
Dan RdanD. Bandung: Alfabeta.

xx
Widodo, Iman. 2011. Analisis Kinerja Perusahaan Dengan Menggunakan Pendekatan
Balance Scorecard (Studi Kasus Pada Perusahaan Mebel PT Jansen
Indonesia). Semarang: Universitas Diponegoro. Hal. 1-89.

Akses internet:
www.idx.co.id

xxi

Anda mungkin juga menyukai