SENSORINAURAL ( VERTIGO )
KMB 2
Disusun oleh :
CATUR BEKTI
HAFIF
KUSMIATI
MUWIROTUS
S. ALFIAN
SITI ARIFATUS
VITA DWIPAYANTI
PROGRAM S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Vertigo”. Shalawat serta salam senantiasa kami curahkan kepada panutan kita
Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan, kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritikan dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Bangkalan, November
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................2
2.1 Definisi...........................................................................................2
2.2 Etiologi...........................................................................................2
2.4 Patofisiologi....................................................................................6
2.5 Pathway..........................................................................................7
2.6 Komplikasi.....................................................................................8
2.8 Penatalaksanaan..............................................................................9
2.9.1 Pengakajian............................................................................11
2.9.3 Intervensi................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................22
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang
berarti memutar. Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi bergerak, atau
halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa
berputar-putar, atau rasa bergerak dari lingkungan sekitar (vertigo sirkuler)
namun kadang-kadang ditemukan juga keluhan berupa rasa didorong atau
ditarik menjauhi bidang vertikal (vertigo linier).
II.2 Etiologi
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui
organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini
memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vetigo bisa
disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang
menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri. Vertigo
juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau perubahan tekanan
darah yang terjadi secara tibatiba. Penyebab umum dari vertigo.(Israr, 2008)
1. Keadaan lingkungan
Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan
Alkohol
2
Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi
Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena
berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri
vertebral dan arteri basiler
4. Kelainan di telinga
Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam
telinga bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional
vertigo).
Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri
Herpes zoster
Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
Peradangan saraf vestibuler
Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis
Sklerosis multiple
Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin,
persarafannya atau keduanya
Tumor otak
Tumor yang menekan saraf vestibularis.
II.3 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan
mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan
selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan
kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah
dengan selaput tipis.
Klasifikasi
1) Vertigo Sentral
Gejala yang khas bagi gangguan di batang otak misalnya diplopia,
paratesia, perubahan serisibilitas dan fungsi motorik. Biasanya pasien
3
mengeluh lemah, gangguan koordinasi, kesulitan dalam gerak supinasi dan
pronasi tanyanye secara berturut-turut (dysdiadochokinesia), gangguan
berjalan dan gangguan kaseimbangan. Percobaan tunjuk hidung yaitu
pasien disuruh menunjuk jari pemeriksa dan kemudian menunjuk
hidungnya maka akan dilakukan dengan buruk dan terlihat adanya ataksia.
Namun pada pasien dengan vertigo perifer dapat melakukan percobaan
tunjuk hidung sacara normal. Penyebab vaskuler labih sering ditemukan
dan mencakup insufisiensi vaskuler berulang, TIA dan strok. Contoh
gangguan disentral (batang otak, serebelum) yang dapat menyebabkan
vertigo adalah iskemia batang otak, tumor difossa posterior, migren
basiler.
2) Vertigo perifer
4
Berjalan tandem yaitu berjalan dengan telapak kaki lurus kedepan,
jika menapak tumit kaki yang satu menyentuh jari kaki lainnya dan
membentuk garis lurus kedepan.
Sedangkan pemeriksaan elektronistagmografi sering
memberi bukti bahwa terdapat penurunan fungsi vertibular perifer.
Perjalanan yang khas dari penyakit meniere ialah terdapat
kelompok serangan vertigo yang diselingi oleh masa remisi.
Terdapat kemungkinan bahwa penyakit akhirnya berhenti tidak
kambuh lagi pada sebagian terbesar penderitanya dan
meninggalkan cacat pendengaran berupa tuli dan timitus dan
sewaktu penderita mengalami disekuilibrium (gangguan
keseimbangan) namun bukan vertigo. Penderita sifilis stadium 2
atau 3 awal mungkin mengalami gejala yang serupa dengan
penyakit meniere jadi kita harus memeriksa kemungkinana sifilis
pada setiap penderi penyakit meniere.
Serangan Vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu.
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering
dijumpai pada penyakit ini mulanya vertigo, nausea, dan muntah
yang menyertainya ialah mendadak. Gejala ini berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu. Sering penderita merasa
lebih lega namun tidak bebas sama sekali dari gejala bila ia
berbaring diam.
Pada Neuronitis vestibular fungsi pendengaran tidak
terganggu kemungkinannya disebabkan oleh virus. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai nistagmus yang menjadi lebih basar
amplitudonya. Jika pandangan digerakkan menjauhi telinga yang
terkena penyakit ini akan mereda secara gradual dalam waktu
beberapa hari atau minggu.
Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) menunjukkan
penyembuhan total pada beberapa penyakit namun pada sebagian
5
besar penderita didapatkan gangguan vertibular berbagai tingkatan.
Kadang terdapat pula vertigo posisional benigna. Pada penderita
dengan serangan vertigo mendadak harus ditelusuri kemungkinan
stroke serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral tidak berkurang
jika dilakukan viksasi visual yaitu mata memandang satu benda
yang tidak bergerak dan nigtamus dapat berubah arah bila arah
pandangan berubah. Pada nistagmus perifer, nigtagmus akan
berkurang bila kita menfiksasi pandangan kita suatu benda contoh
penyebab vetigo oleh gangguan system vestibular perifer yaitu
mabok kendaraan, penyakit meniere, vertigo pasca trauma.
II.4 Patofisiologi
Vertigo disebabkan dari berbagai hal antara lain dari otologi seperti
meniere, parese N VIII, otitis media. Dari berbagai jenis penyakit yang terjadi
pada telinga tersebut menimbulkan gangguan keseimbangan pada saraf ke VIII,
dapat terjadi karena penyebaran bakteri maupun virus (otitis media).
Selain dari segi otologi, vertigo juga disebabkan karena neurologik.
Seperti gangguan visus, multiple sklerosis, gangguan serebelum, dan penyakit
neurologik lainnya. Selain saraf ke VIII yang terganggu, vertigo juga diakibatkan
oleh terganggunya saraf III, IV, dan VI yang menyebabkan terganggunya
penglihatan sehingga mata menjadi kabur dan menyebabkan sempoyongan jika
berjalan dan merespon saraf ke VIII dalam mempertahankan keseimbangan.
Hipertensi dan tekanan darah yang tidak stabil (tekanan darah naik turun).
Tekanan yang tinggi diteruskan hingga ke pembuluh darah di telinga, akibatnya
fungsi telinga akan keseimbangan terganggu dan menimbulkan vertigo.
Begitupula dengan tekanan darah yang rendah dapat mengurangi pasokan darah
ke pembuluh darah di telinga sehingga dapat menyebabkan parese N VIII.
Psikiatrik meliputi depresi, fobia, ansietas, psikosomatis yang dapat
mempengaruhi tekanan darah pada seseorang. Sehingga menimbulkan tekanan
darah naik turun dan dapat menimbulkan vertigo dengan perjalanannya seperti
diatas. Selain itu faktor fisiologi juga dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan. Karena persepsi seseorang berbeda-beda
6
II.5 Pathway
Non-vestibular
Vestibular Fisiologis : VERTIGO
motion sickness Cerebeller hemorrage
Vestibular neuronitis Brainstem ischemic attacks
Meniere’s Sistem keseimbangan
tubuh (vestibuler) Basilar artery migrane
terganggu Posterior fossa
Mengenai N. VIII
Pusing, sakit kepala Gg. di SSP atau SST Ketidakcocokan informasi
Peningkatan tekanan yg di sampaikan ke otak
intrakranial oleh saraf aferen
Peristaltik meningkat Spasme
saraf/peningkatan
intrakranial Proses pengolahan
Penurunan Mual, muntah informasi terganggu
pendengaran sekunder
adanya sembatan Nyeri, sakit kepala
Anoreksia Trasmisi persepsi ke
serumen pada liang
telinga reseptor proprioception
Disorientasi terganggu
Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
Gangguan Kesadaran menurun Kegagalan koordinasi
dari kebutuhan
Persepsi otot
tubuh
Pendengaran
Resiko Jatuh Ketidakteraturan kerja
otot
NYERI
Intoleransi
Aktivitas
II.6 Komplikasi
a)Cidera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat
terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu
mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
7
b)Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas.
Mereka lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring yang
terlalu lama dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan kelemahan otot.
6) Elektronistagmografi
Yaitu alat untuk mencatat lama dan cepatnya nistagmus yang timbul.
7) Posturografi
Yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system visual, vestibular
dan somatosensorik.
II.8 Penatalaksanaan
1) Vertigo posisional Benigna (VPB)
8
Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada
sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari
dan merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk
dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada
posisinya untuk membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah vertigo
mereda ia kembali keposisi duduk/ semula. Gerakan ini diulang
kembali sampai vertigo melemah atau mereda. Biasanya sampai 2 atau
3 kali sehari, tiap hari sampai tidak didapatkan lagi respon vertigo.
Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau
fenergen dapat digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu
melakukan latihan atau jika muncul eksaserbasi atau serangan akut.
Obat ini menekan rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada
penderita yang merasa efek samping obat lebih buruk dari vertigonya
sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien bahwa kelainan ini tidak
berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan membatasi
perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.
2) Neurotis Vestibular
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian
anti biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis
vestibuler lebih meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga
yang terkena dan nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi
visual pada suatu tempat atau benda.
3) Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere.
Tujuan dari terapi medik yang diberi adalah:
Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo dapat
dilakukan upaya : tirah baring, obat untuk sedasi, anti muntah dan anti
vertigo. Pemberian penjelasan bahwa serangan tidak membahayakan
jiwa dan akan mereda dapat lebih membuat penderita tenang atau
toleransi terhadap serangan berikutnya.
9
Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh
menjadi lebih jarang. Untuk mencegah kambuh kembali, beberapa ahli
ada yang menganjurkan diet rendah garam dan diberi diuretic. Obat
anti histamin dan vasodilator mungkin pula menberikan efek tambahan
yang baik.
Terapi bedah: diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat
diredakan oleh obat atau tindaka konservatif dan penderita menjadi
infalid tidak dapat bekerja atau kemungkinan kehilangan pekerjaannya.
4) Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat
supresan vestibular dengan dosis rendah dengan tujuan meningkatkan
mobilisasi. Misalnya Dramamine, prometazin, diazepam, pada enderita ini
latihan vertibuler dan latihan gerak dapat membantu. Bila perlu beri
tongkat agar rasa percaya diri meningkat dan kemungkinan jatuh
dikurangi.
5) Sindrom Vertigo Fisiologis
Misalnya mabok kendaraan dan vertigo pada ketinggian terjadi karena
terdapat ketidaksesuaian antara rangsang vestibuler dan visual yang
diterima otak. Pada penderita ini dapat diberikan obat anti vertigo.
6) Strok (pada daerah yang didarahi oleh arteria vertebrobasiler)
TIA: Transient Ischemic Atack yaitu stroke ringan yang gejala
klinisnya pulih sempurna dalam kurun waktu 24 jam.
RIND: Reversible Ischemic Neurologi Defisit yaitu penyembuhan
sempurna terjadi lebih dari 24 jam.Meskipun ringan kita harus
waspada dan memberikan terapi atau penanganan yang efektif sebab
kemungkinan kambuh cukup besar, dan jika kambuh bisa
meninggalkan cacat.
10
1) Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium
untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lamban laun.
2) Melatih gerakan bola mata, latihan viksasi pandangan mata.
3) Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
Contoh Latihan:
11
d) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga
lain atau riwayat penyakit lain baik
Keadaan umum
Mengkaji tingkat kesadaran klien. Klien dengan vertigo sering
mengalami penurunan kesadaran dan tampak lemas.
B1 (Breathing)
Inspeksi
Terjadi peningkatan frekuensi jantung, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada otot bantu nafas, pergerakan dada simetris,
bentuk dada simetris.
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada thorax, tidak ada kelainan pada dinding
thorax
Perkusi
Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi
Suara nafas vesikuler
B2 (Blood)
Konjungtiva anemis, wajah nampak pucat.
TD : Meningkat
Inspeksi
Tidak ada pembesaran icus cordis
Palpasi
Tidak ada pembesaran icus cordis
Perkusi
Auskultasi
S1S2 tunggal
B3 (Brain)
Pemeriksaan neurosensori
o Terdapat keluhan pusing dan nyeri pada kepala
12
o Terdapat keluhan lelah
o Kosentrasi klien menurun
o Mengalami gangguan keseimbangan
B4 (Bladder)
Tidak terdapat masalah pada pola eliminasi.
B5 (Bowel)
Inspeksi
Tidak ada distensi abdomen
Abdomen tampak simetris
Auskultasi
Bising usus 10x/menit
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Perkusi
thympani
B6 (Bone)
- Turgor kulit baik
- CRT < 2 detik
13
SDKI Hal 128 Ketidakcocokan SDKI D.0056 Hal 128
informasi yg disampaikan Intoleransi aktivitas
Ds: ke otak oleh saraf aferen
- Pasien mengeluh
lelah dan lemah Proses pengolahan
- Pasien mengatakan informasi terganggu
merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas. Transmisi persepsi ke
Do: reseptor proprioception
- Frekuensi jantung terganggu
meningkat
Kegagalan koordinasi
otot
Intoleransi aktivitas
14
bingung saat akan Nyeri, sakit kepala
beraktivitas
Disorientasi
Kesadaran menurun
Resiko jatuh
15
- Penurunan tingkat kesadaran
- Lingkungan tidak aman
- Kekuatan otot menurun
- Hipotensi ortastik
- Gangguan pendengaran
- Gangguan keseimbangan
- Neuropati
- Efek agen farmakologis
3. Intoleransi aktifitas
Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.
Penyebab:
- Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
- Tirah baring
- Kelemahan
- Imobilitas
- Gaya hidup monoton
Kondisi klinis terkait:
- Anemia
- Gagal jantung kongestif
- Penyakit jantung koroner
- Penyakit kantup jantung
- Aritmia
- PPOK
- Gang. Metabolik
- Gang. Muskuloskeletal
4. Gangguan persepsi pendengaran
Definisi: Perubahan persepsi terhadap stimulus baik
internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang
berkurang, berlebihan atau terdistorsi.
Penyebab:
16
- Gang. Penglihatan
- Gang. Pendengaran
- Gang. Penghiduan
- Gang. Perabaan
- Hipoksia serebral
- Penyalahgunaan zat
- Usia lanjut
- Pemajanan toksin likungan
Kondisi terkait:
- Glaukoma
- Katarak
- Gang. Refraksi
- Trauma okuler
- Trauma pada saraf kranalis II, III, IV akibat stroke,
anuerisma, intrakranial, trauma/tumor otak. (PPNI T. P.,
2016)
II.9.4 Intervensi
Diagnosa Kriteria hasil Intervensi
Nyeri akut SLKI Hal 174 SIKI HAL 484
Luaran Utam tingkat Manajemen nyeri
berhubungan
nyeri SIKI HAL 201
dengan
SLKI Hal 145 Observasi:
peningkatan Setelah dilakukan 1) Identifikasi lokasi,
tindakan keperawatan karakteristik, durasi,
intrakranial
selama 2x24 jam maka frekuensi, kualitas,
tingkat nyeri menurun. intensitas nyeri
Kriteria hasil: 2) Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri 5 3) Identifikasi respon nyeri
- Meringis 5 non verbal
- Gelisah 5 4) Identifikasi faktor
17
- Sikap protektif 5 penyebab dan pereda
nyeri
5) Indentifikasi pengetahuan
nyeri pada klien
6) Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
7) Moniter efek samping
penggunaan analgetik.
Terapeutik:
1) Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri(mis. Terapi musik,
terapi pijat, aromaterapi,
akupresur)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3) Fasilitasi istirahat dan
tidur.
Edukasi:
1) Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan startegi
meredakan nyeri
3) Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
4) Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian
18
analgetik, jika diperlukan.
Risiko jatuh SLKI Hal 184 SIKI HAL 505
Luaran Utam Tingkat Pencegahan jatuh
dibuktikan
Jatuh SIKI HAL 279
dengan
SLKI hal 140 Observasi:
Sistem Setelah dilakukan 1) Identifikasi faktor risiko
tindakan keperawatan jatuh (mis. Usia >65 tahun,
keseimbanga
selama 2x24 jam maka penurunan tingkat
n tubuh
resiko jatuh menurun. kesadaran, defisit kognitif,
(vestibuler) Kriteria hasil : hipotensi ortostatik,
- Jatuh dari tempat gangguan keseimbangan,
terganggu
tidur 5 gangguan penglihatan,
- Jatuh saat berdiri 5 neuropati)
- Jatuh saat duduk 5 2) Identifikasi risiko jatuh
- Jatuh saat berjalan setidaknya sekali setiap
5 shift atau sesuai dengan
kebijakan institusi
3) Identifikasi faktor
lingkungan yang
meningkatkan risiko jatuh
(mis. Lantai licin,
penerangan kurang)
4) Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala (mis.
Fall Morse Scale, Humpty
Dumpty Scale), jika perlu
5) Observasi kemampuan
berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda dan
sebaliknya.
Terapeutik:
19
1) Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
2) Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam
kondisi terkunci
3) Pasang handrall tempat
tidur
4) Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
5) Tempatkan pasien beresiko
jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari
nurse station
6) Gunakan alat bantu
berjalan (mis. Kursi roda,
walker)
7) Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien.
Edukasi:
1) Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
2) Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
3) Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
4) Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
20
5) Anjurkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat.
21
berjalan.
Edukasi:
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4) Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan dengan
mengajarkan distraksi dan
relaksasi.
Kolaborasi:
1) Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.
Gangguan SLKI Hal 160 SIKI Hal 462
persepsi Luaran Utama Persepsi Minimalisasi rangsangan
pendengaran sensori SIKI Hal 233
berhubungan SLKI Hal 93 Observasi:
dengan Setelah dilakukan 1) Periksa status mental,
neuroma tindakan keperawatan status sensori, dan tingkat
akustik selama 2x24 jam maka kenyamanan (misal: nyeri,
presepsi pendengaran kelelahan).
membaik. Terapeutik:
Kriteria hasil: 1) Diskusikan tingkat
- Distorsi sensori 5 toleransi terhadap beban
- Konsentrasi 5 sensori (misal: bising,
22
- Orentasi 5 terlalu terang)
2) Batasi stimulus
lingkungan (misal:
cahaya, aktivitas, suara)
3) Jadwalkan aktivitas
harian dan waktu istirahat
4) Kombinasikan
prosedur/tindakan dalam
satu waktu, sesuai
kebutuhan
Edukasi:
1) Ajarkan cara
meminimalisir stimulus
(misal: mengatur
pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan,
membatasi kunjungan)
Kolaborasi:
1) Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
2) Kolaborasi pemberian
obat yang mempengaruhi
persepsi stimulus. (PPNI
T. P., 2018)
23
DAFTAR PUSTAKA