Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Hasil pengkajian pasien didapatkan hasil badan terasa lemas, pucat, mual, dan
muntah. Pemeriksaan fisik pola napas cepat, bibir kering pecah – pecah, dan
terdapat sariawan, CRT > 3 detik dan turgor kulit buruk. Tanda – tanda vital TD
80/50 mmHg, RR: 24x/menit, HR: 110x/menit, suhu 38 dan SpO2 98%. Pasien
mempunyai riwayat penyakit Ca Mamae sejak 2 tahun yang lalu dan rutin
kemoterapi siklus ke 5 sejak 5 bulan yang lalu dan pada tahun 2019 menjalani
operasi masektomi payudara kiri. Sebelum melakukan pemeriksaan suami pasien
mengatakan istrinya mengalami beberapa gejala yang muncul seperti terdapat
benjolan kecil di payudara yang lama – lama membesar, keluarnya cairan putih,
bentuk dan ukuran payudara berubah, warna kulit payudara nampak memerah,
payudara mengeras. Hasil pengkajian yang didapatkan sejalan dengan Kartikawati
& Maria, 2017 menjelaskan untuk tanda dan gejala Ca Mamae seperti benjolan
pada payudara, perubahan warna kulit payudara, putting masuk dan salah satu
putting lepas. Bila tumornya besar, nyeri intermitten, kulit di dada bisa terbakar,
dada bisa berdarah dan cairan lain bisa keluar.
A. Etiologi Ca Mammae
Pesien mengalami kanker di karenakan penggunaan kontarsepsi hormonal.
Hasil pengkajian ini sejalan dengan Nuratu, Heru & Hari menjelaskan bahwa
enggunaan depot medroksi progesteron asetat (DMPA) berisiko relatif (RR)
estimasi peningkatan kanker payudara sebesar 2,6 dibandingkan dengan yang
tidak pernah menggunakan. Penggunaan hormon 12 bulan terakhir atau lebih
berhubungan dengan kanker payudara. Risiko lebih rendah ditemukan pada
perempuan premenopause saat menggunakan kontrasepsi hormonal dibandingkan
dengan tidak pernah menggunakan kontrasepsi setelah dilakukan matching pada
usia, paritas, menyusui, dan riwayat keluarga kanker payudara. Peningkatan usia
dengan menggunakan kontrasepsi oral berisiko lebih besar mengalami kanker
payudara. Risiko ini mungkin akan menurun pada perempuan premenopause yang
menggunakan kontrasepsi oral.  Reseptor progesteron (PR) dan ligan spesifik
berperan dalam perkembangan dan fisiologi kelenjar susu. Peran progesteron
dalam inisiasi dan perkembangan kanker payudara. Risiko peningkatan kanker
payudara berhubungan dengan progestin (ligan sintetis dari progesteron)
kontrasepsi hormonal atau terapi penggantian hormon. Esterogen dan
progesterone positif tumor diperkirakan mewakili 50-70% semua kasus kanker
payudara, dan progesteron yang hilang dikaitkan dengan resistensi terapi
hormonal dan peningkatan invasi tumor. Aktivitas transkripsi dari progesteron
serta dampak dinamis pada proses seperti migrasi sel dan adhesi yang penting
untuk kemajuan kanker payudara. Progestagen sebagai bahan kontrasepsi
berperan penting dalam perkembangan kanker payudara pada vitro dan in vivo. 
B. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang timbul pada pasien yaitu terjadinya benjolan pada
payudara sebelah kiri. Benjolan di payudara atau ketiak yang muncul setelah
siklus menstruasi seringkali menjadi gejala awal kanker payudara yang paling
jelas. Benjolan yang berhubungan dengan kanker payudara biasanya tidak
menimbulkan rasa sakit, meskipun kadang-kadang dapat menyebabkan sensasi
tajam pada beberapa penderita.
C. Diagnosa Keperawatan
Dari pengumpulan data diperoleh, kemudian dianalisa dan didapatkan
diagnosa yang muncul pada kasus yaitu perfusi perifer tidak efektif dimana factor
yang berhubungan adalah penurunan konsentrasi hemoglobin. Hasil pengkajian
sejalan dengan Lince, Dinarwulan & Astuti 2021 menjelaskan bahwa terjadi
tubuh merasa lemas, pucat, crt > 3 detik, akral dingin dan turgor kulit kering.
Dari pengumpulan data diperoleh, kemudian dianalisa dan didapatkan
diagnosa yang muncul pada kasus yaitu defisit nutrisi dimana factor yang
berhubungan adalah gangguan menelan dan reaksi mual. Hasil pengkajian sejalan
dengan Katzung, 2013 menjelaskan bahwa gangguan menelan dan reaksi mual
efek dari kemoterapi yang disebabkan zat anti-tumor yang menginduksi
hipotalamus serta kemoreseptor otak, sehingga konsumsi makanan dapat menurun
secara langsung pada pasien kanker. Selain itu, hasil sensitisasi akibat obat
kemoterapi juga dapat ditangkap oleh reseptor 5-HT3 pada traktur gastrointestinal
dan menstimulasi chemoreceptor trigger zone (CTZ) sehingga terjadi aktivitas
system saraf aferen vagal yang kemudian akan menginduksi reflex muntah.
Dari pengumpulan data yang diperoleh, kemudian dianalisa dan didapatkan
diagnosa yang muncul pada kasus yaitu nausea dimana factor yang berhubungan
adalah keadaan setelah melakukan kemoterapi yang penggunaan obatnya bersifat
sitotoksik. Hasil pengkajian sejalan dengan Bambang, Max & Audrey, 2015
menjelaskan bahwa obat kemoterapi yang bersifat sitotoksik dalam pengobatan
berbagai penyakit berbahaya seperti kanker yang dapat menghasilkan toksisitas
gastrointestinal yang parah.
Dari pengumpulan data diperoleh, kemudian dianalisa dan didapatkan
diagnosa yang muncul pada kasus yaitu resiko perdarahan dimana factor yang
berhubungan trombosit rendah dengan jumlah 41 dan hematokrit 24,6.
Dari pengumpulan data diperoleh, kemudian dianalisa dan didapatkan
diagnosa yang muncul pada kasus yaitu resiko infeksi dimana factor yang
berhubungan adalah leukosit rendah dengan jumlah 0.95, monosit 5, neotrofil 4,
limfosit 0.00, esonofil 0.05, basofil 0.00. Hasil pengkajian sejalan dengan Retno
& Hesty, 2017 menjelaskan bahwa penurunan leukosit dapat terjadi akibat infeksi
virus misalnya influenza dan campak. Mikroba yang berasal dari luar tubuh yang
bersifat pirogen eksogen yang merangsang sel makrofag, leukosit, dan sel lain
untuk membentuk pirogen endogen sehingga mengakibatkan pasien demam.
Dari pengumpulan data diperoleh, kemuadian dianalisa dan didapatkan
diagnose yang muncul pada kasus yaitu resiko syok dimana factor yang
berhubungan adalah hipotensi 80/50 mmHg.

D. Perencanaan Keperawatan
Dalam perencanaan upaya mengatasi risiko tinggi terhadap perfusi perifer
tidak efektif meliputi untuk observasi periksa sirkulasi perifer, identifikasi factor
risiko gangguan sirkulasi, melakukan teraupetik lakukan pencegahan infeksi,
lakukan perawatan kaki dan kuk, lakukan hidrasi, dan melakukan edukasi dengan
anjurkan olahraga rutin, anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara
teratur.
Dalam perencanaan upaya mengatasi risiko tinggi terhadap defisit nutrisi
meliputi untuk menjelaskan kepada keluarga bahwa pasien mengalami gangguan
menelan maka akan dilakukan observasi terhadap status nutrisi, alergi dan
intoleransi makanan, identifikasi makanan yang disukai, kebutuhan kalori dan
jenis nutrient, monitor asupan makanan, monitor hasil pemeriksaan laboratorium,
melakukan teraupetik oral hygiene sebelum makan, berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi, berikan asupan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein, berikan suplemen, edukasi posisi duduk, ajarkan diet yang di programkan,
melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jenis nutrien yang
dibutuhkan dan memberikan antimual.
Dalam perencanaan upaya mengatasi risiko tinggi terhadap nausea meliputi
untuk menjelaskan kepada keluarga bahwa setelah diberikan obat kemoterapi
maka terjadi efek mual, observasi dampak mual terhadap kualitas hidup, factor
penyebab mual, antimetik atau pencegah mual, melakukan teraupetik berikan
makanan / minuman dalam jumlah kecil, edukasi dengan anjurkan istirahat yang
cukup, anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak, ajarkan teknik
nonfarmakologi, melakukan kolaborasi dengan dokter pemberian antimetik.
Dalam perencanaan upaya mengatasi risiko tinggi terhadap risiko perdarahan
meliputi untuk menjelaskan kepada keluarga pasien hasil laboratorium bahwa
trombosit pasien menurun sehinggan mengakibtkan risiko perdarahan maka akan
dilakukan observasi terhadap tanda dan gejala perdarahan, nilai
hematocrit/hemoglobin sebelum dan sesudah kehilangan darah, monitor tanda-
tanda ortostatik, monitor koagulasi, melakukan teraupetik dengan bed res selama
perdarahan, batasi tindakan invasive, gunakan kasur untuk pencegahan decubitus,
hindari pengukuran suhu rektal, edukasi untuk segera melaporkan jika terjadi
perdarahan, melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian produksi
darah.
Dalam perencanaan upaya mengatasi risiko tinggi terhadap risiko infeksi
meliputi untuk menjelaskan kepada keluarga bahwa pasien memiliki resiko infeksi
karena dari hasil laboratorium leukosit rendah maka akan dilakukan observasi
tanda dan gejala infeksi local dan sistemik, melakukan terapeutik dengan batasi
jumlah pengunjung, berikan perawatan kulit pada area edema, cuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan lingkungan pasien, pertahankan teknik
aseptic pada pasien berisiko tinggi, edukasi tanda dan gejalan infeksi, ajarkan cara
cuci tangan dengan benar, majarkan cara memeriksa kondisi luka.
Dalam perencanaan upaya mengatasi risiko tinggi terhadap risiko syok
meliputi untuk menjelaskan kepada keluarga bahwa pasien memiliki resiko syok
karena dari hasil tekanan darah rendah 80/50 mmHg maka akan dilakukan
observasi monitor status kardiopulmonal, status oksigen, status cairan, tingkat
kesadaran respon pupil, melakukan teraupetik dengan berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen >94%, pasang kateter urine untuk menilai
produksi urine jika perlu, melakukan edukasi jelaskan penyebab / factor resiko
syok, anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala syok, dan
melaukan kolaborasi dengan dokter pemberian obat iv.
E. Intervensi Keperawatan
Dalam pelaksanaan atau tindakan keperawatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut pada kasus nyata didapatkan tindakan keperawatan, mengobservasi untuk
memeriksa sirkulasi perifer, mengidentifikasi factor risiko gangguan sirkulasi,
pada tahap teraupetik melakukan pencegahan infeksi, melakukan perawatan kaki
dan kuku, malakukan hidrasi, dan pada tahap edukasi dengan menganjurkan
olahraga rutin, menganjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara
teratur.
Dalam pelaksanaan atau tindakan keperawatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut pada kasus nyata didapatkan tindakan keperawatan, dengan tahap
observasi untuk mengidentifikasi status nutrisi, mengidentifikasi alergi dan
intoleransi makanan, mengidentifikasi makanan yang disukai, mengidentifikasi
kebutuhan kalori dan jenis nutrient, memonitor asupan makanan, memonitor hasil
pemeriksaan laboratorium, melakukan tahap teraupetik dengan melakukan oral
hygiene sebelum makan, memberikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi, memberikan asupan makanan tinggi kalori dan tinggi protein, pada
tahap edukasi memposisi pasien duduk, mengajarkan diet yang di programkan,
melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jenis nutrien yang
dibutuhkan dan memberikan antimual.
Dalam pelaksanaan atau tindakan keperawatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut pada kasus nyata didapatkan tindakan keperawatan, mengobservasi untuk
mengobservasi mengidentifikasi pengalaman mual, mengidentifikasi dampak
mual terhadap kualitas hidup, mengidentifikasi factor penyebab mual,
mengidentifikasi antimetik atau pencegah mual, pada tahap teraupetik
memberikan makanan / minuman dalam jumlah kecil, pada tahap edukasi dengan
menganjurkan istirahat yang cukup, menganjurkan makanan tinggi karbohidrat
dan rendah lemak, mengajarkan teknik nonfarmakologi, melakukan kolaborasi
dengan dokter pemberian antimetik.
Dalam pelaksanaan atau tindakan keperawatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut pada kasus nyata didapatkan tindakan keperawatan, dengan tahap
observasi untuk memonitor tanda dan gejala perdarahan, memonitor nilai
hematocrit/hemoglobin sebelum dan sesudah kehilangan darah, memonitor tanda-
tanda ortostatik, memonitor koagulasi, pada tahap teraupetik dengan
mempertahankan bed res selama perdarahan, membatasi tindakan invasif,
menggunakan kasur untuk pencegahan decubitus, menghindari pengukuran suhu
rektal, pada tahap edukasi untuk menganjurkan segera melaporkan jika terjadi
perdarahan, melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian produksi
darah.
Dalam pelaksanaan atau tindakan keperawatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut pada kasus nyata didapatkan tindakan keperawatan, pada tahap observasi
memonitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik, pada tahap terapeutik
dengan membatasi jumlah pengunjung, memberikan perawatan kulit pada area
edema, mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan lingkungan pasien,
mempertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi, pada tahap edukasi
menjelaskan tanda dan gejala infeksi, mengajarkan cara cuci tangan dengan benar,
mengajarkan cara memeriksa kondisi luka.
Dalam pelaksanaan atau tindakan keperawatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut pada kasus nyata didapatkan tindakan keperawatan, pada tahap observasi
memonitor status kardiopulmonal, memonitor status oksigen, memonito status
cairan, memonito tingkat kesadaran respon pupil, melakukan teraupetik dengan
memberikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%, memasang
kateter urine untuk menilai produksi urine jika perlu, melakukan edukasi
menjelaskan penyebab / factor resiko syok, menganjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda dan gejala syok, dan melakukan kolaborasi dengan
dokter pemberian obat iv.

Anda mungkin juga menyukai