Anda di halaman 1dari 15

Mekanika Teknik II

5. Analisis Struktur rangka batang metode potongan (Ritter)


Perhitungan gaya batang pada struktur rangka dengan metode
potongan ini dikembangkan oleh Ritter. Pada metode ini tidak
memerlukan penentuan gaya batang secara berurutan seperti pada metoda
titik simpul. Sehingga jika hanya gaya-gaya batang tertentu pada struktur
rangka yang perlu dicari gaya batangnya, metode ini menjadi lebih
efisien. Prinsipnya adalah bahwa di titik manapun yang ditinjau, berlaku
kestabilan ∑M = 0 terhadap potongan struktur yang kita tinjau. Dengan
persamaan kestabilan tersebut gaya batang terpotong dapat kita cari
besarnya.
Perjanjian tanda momen yang terjadi adalah sebagai berikut: jika
arah putaran momen batang terhadap titik tinjau searah jarum jam disebut
sebagai momen positif (+) sedangkan jika putaran momen gaya batang
terhadap titik tinjau berlawanan arah jarum jam disebut sebagai momen
negatif (-). Sedangkan untuk penentuan gaya tarik atau tekan dengan
melihat arah gaya di dalam potongan. Jika arah gaya menuju titik simpul
di dalam potongan tersebut, maka batang merupakan batang tekan.
Sedangkan jika arah gaya meninggalkan titik simpul di dalam potongan,
maka batang merupakan batang tarik.
Dengan mengambil contoh soal sebelumnya, disini akan dibahas
penentuan besar gaya batang melalui metoda potongan.
Contoh soal:
P4 = 30 KN

H
P3 = 20 KN P5 = 20 KN

4
M M
4
11
8
30°
E I
9 10

P2 =20 KN 7 P6 = 20 KN

13 4
M M
4
F3
G
12
4 5 F 14 16

C 15
J
6
P1 = 20 KN P7 = 20 KN
3 17
4
K
M M
1
4
D 19
18
2

A F5 B
F3
y
Gambar 5.34. Contoh soal metode Ritter

103
Mekanika Teknik II

Pada struktur rangka di atas, akan dicari gaya batang 4,5,6 dan 7.
Untuk itu dibuat potongan yang melalui batang-batang tersebut. Potongan
maksimal melalui tiga batang yang belum diketahui gaya batangnya.
Potongan dapat dibuat melalui lebih dari tiga batang jika beberapa gaya
batang dalam potongan tersebut telah diketahui besar gayanya. Oleh
karena itu, dalam penyelesaian soal ini akan dibuat dua potongan, yaitu
potongan 1-1 yang melalui batang 4,5, dan 6, dan potongan 2-2 yang
melalui batang 6, 7, dan 8.
Langkah awal penyelesaian gaya batang dengan metode Ritter sama
dengan pada metode yang lain, yaitu memeriksa kestabilan struktur
rangka kemudian dilanjutkan dengan mencari reaksi pada masing-masing
tumpuan.
a. Pemeriksaan kestabilan rangka batang:
n=2J–R
19 = 2 x 11 – 3
19 = 19 (ok)
b. Penentuan besarnya reaksi tumpuan:

RA  RB 
 p  7  20  70kN
2 2
c. Perhitungan gaya batang:

E
1
P1 =20 KN

M
4
F
4 5
C L3 6
P1 = 20 KN
3 1
M
1
4
D
2

A L1
L2

Gambar 5.35. Potongan 1-1

104
Mekanika Teknik II

Untuk menentukan gaya batang 4, ditinjau keseimbangan


momen pada titik simpul D. Pemilihan titik simpul D ini karena dari
ketiga batang dalam potongan 1-1 (batang 4,5, dan 6) hanya batang 4
yang mempunyai jarak terhadap titik D, sedangkan batang 5 dan 6
berjarak 0 terhadap titik D. Karena momen adalah gaya dikalikan
jarak, maka dari ketiga batang tersebut hanya batang 4 yang akan
mempunyai momen terhadap titik D.
Pada sebelah kiri potongan 1-1 seperti yang diperlihatkan
gambar 28 di atas, terdapat gaya RA, P1, dan P2.Disini diasumsikan
gaya batang 4 berarah menuju titik C, sehingga arah putaran
momennya terhadap titik F adalah berlawanan arah jarum jam dan
membentuk momen negatif (-).
Sebelumnya perlu diketahui jarak mendatar A – C (L1), A –D
(L2) , dan C – D (L3).
L1 = 4 x Cos 45
= 4 x 0,707
= 2,828 m

L2 = AD x Cos 30
= 4,141 x 0,866
L2 = 3,586 m
L3 = 4 x tan 15
= 4 x 0,267
= 1,068 m
∑MD = 0
RA . L2 – P1 . L2 – P2 . (L2 – L1) – F4 . L3 = 0
70 . 3,586 – 20 . 3,586 – 20 . (3,586- 2,828) – F4 . 1,068 = 0
F4 = 153,69 kN (tekan)
Untuk mencari gaya batang 5, ditinjau keseimbangan momen
pada titik simpul F. Pemilihan titik simpul F ini karena dari ketiga
batang dalam potongan 1-1 (batang 4,5, dan 6), batang 5 dan 4 yang
mempunyai jarak terhadap titik F, sedangkan batang 6 berjarak 0
terhadap titik F. Karena gaya batang 4 sudah diketahui, maka
besarnya gaya batang 5 dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan keseimbangan momen pada titik simpul F. Disini

105
Mekanika Teknik II

diasumsikan gaya batang 5 berarah menjauhi titik D, sehingga arah


putaran momennya terhadap titik F adalah searah jarum jam dan
membentuk momen positif (+).
Sebelumnya perlu diketahui jarak batang 5 terhadap titik F,
yaitu posisi tegak lurus batang 5 terhadap titik F.

P2 =20 KN

M L4
4
F
4 5
C 30°
6
P1 = 20 KN
3
M
1
4
D
2

RA

Gambar 5.36. Jarak batang 5 terhadap titik F

L4 = Sin 30 x DF
= 0,5 . 4,141
= 2, 070 m
∑MF = 0
RA . 2L2 – P1 . 2L2 – P2 . (2L2 – L1) – F4 . 2L3 + F5 . L4 = 0
70 . 2 . 3,586 – 20 . 2.3,586 – 20 . (2 . 3,586 – 2,828) – 153,69 .
2.1,068 + F5 . 2,070 = 0
F5 = 27,32 kN (tarik)

Untuk mencari gaya batang 6, ditinjau keseimbangan momen


pada titik simpul E. Pemilihan titik simpul F ini karena dari ketiga
batang dalam potongan 1-1 (batang 4,5, dan 6), hanya batang 6 yang
mempunyai jarak terhadap titik E, sedangkan batang 4 dan 5 berjarak

106
Mekanika Teknik II

0 terhadap titik E. Disini diasumsikan gaya batang 5 berarah


menjauhi titik D, sehingga arah putaran momennya terhadap titik E
adalah berlawanan arah jarum jam dan membentuk momen negatif
(-).
Sebelumnya perlu diketahui jarak batang 6 terhadap titik E,
yaitu posisi tegak lurus batang 6 terhadap titik E.

P2 =20 KN L5

M
4
F
4 5
C 30°
6
P1 = 20 KN
3
M
1
4
D
2

RA

Gambar 5.37. Jarak batang 6 terhadap titik E

L5 = Sin 30 x DE
= 0,5 . 4,141
L5 = 2,070 m
∑ME = 0
RA . 2L1 – P1 . 2L1 – P2 . L1 – F6 . L5 = 0
70 . 2 . 2,828 – 20 . 2.2,828 – 20 . 2,828 – F6 . 2,070 = 0
F6 = 109,29 kN (tarik)

Hasil perhitungan F4, F5, maupun F6 semuanya bertanda positif


(+). Ini berarti asumsi arah gaya batang yang diambil sudah sesuai
dengan arah gaya yang sesunggguhnya terjadi. Sehingga batang 4

107
Mekanika Teknik II

adalah batang tekan karena arah gayanya menuju titik buhul C,


batang 5 adalah batang tarik karena arah gayanya meninggalkan titik
buhul D, dan batang 6 juga batang tarik karena arah gayanya
meninggalkan titik buhul D.
Kemudian untuk mencari gaya batang 7 digunakan potongan 2-2
yang melalui batang 6,7, dan 8.

H
P3 = 20 KN

M
4

E
P2 =20 KN 7

M
4

4 5 F
C
6
P1 = 20 KN
3
M
1
4
D
2

RA

Gambar 5.38. Potongan 2-2

Untuk menentukan gaya batang 7, ditinjau keseimbangan


momen pada titik simpul C. Pemilihan titik simpul C ini karena dari
ketiga batang dalam potongan 2-2 (batang 6,7, dan 8) batang 6 dan 7
yang mempunyai jarak terhadap titik C, sedangkan batang 8 berjarak
0 terhadap titik C. Karena gaya batang 6 sudah diketahui, maka
besarnya gaya batang 7 dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan keseimbangan momen pada titik simpul C. Disini
diasumsikan gaya batang 7 berarah menuju titik E, sehingga arah
putaran momennya terhadap titik C adalah berlawanan arah jarum
jam dan membentuk momen negatif (-).

108
Mekanika Teknik II

Pada sebelah kiri potongan 2-2 seperti yang diperlihatkan


gambar 31 di atas, terdapat gaya RA, P1, P2 dan P3.Sebelumnya
perlu diketahui jarak batang 6 terhadap titik C, yaitu posisi tegak
lurus batang 6 terhadap titik C.

H
P3 = 20 KN

M
4

E
P2 =20 KN 7

M
4

4 5 F
C
3 6
P1 = 20 KN
L6
M
1
4
D
15°
2

RA

Gambar 5.39. Jarak batang 6 terhadap titik C

L6 = Sin 15 . AC
= 0,259 . 4
= 1,036 m

∑MC = 0
RA . L1 – P1 . L1 + P2 . L1 – F6 . L6 – F7 . CE = 0
70 . 2,828 – 20 . 2,828 + 20 . 2,828 – 109,29 . 1,036 – F7 . 4 = 0
F7 = 21,18 kN (tekan)

109
Mekanika Teknik II

Gaya batang 7 bertanda positif berarti asumsi arah gaya telah


sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Gaya batang 7 menuju titik
buhul E sehingga batang 7 merupakan batang tekan.

D. Daftar Bacaan Tambahan


Todd J.D., 1984,Teori dan Analisis Struktur, Erlangga, Jakarta
Frick Heinz, Mekanika Teknik 1, 1979, Kanisius, Yogyakarta.

E. Pertanyaan kunci
Jelaskan karakteristik gaya dalam pada batang-batang penyusun
struktur rangka!

F. Soal
1. Hitung besarnya gaya-gaya batang pada struktur rangka berikut ini
dengan metode Cremona !

2 KN

2 KN 2 KN

1 KN
1
KN 30° 30°

1m 1m 1m 1m

110
Mekanika Teknik II

2. Hitung besarnya gaya-gaya pada batang 2,4,5,8 dan 9 pada struktur


rangka berikut ini dengan metode Cullman!

E 4 F 5 G

6 7 8 9 10 11
4m
60° 1 2 3
A B
C D
P1=1 kN P4=4KN
P2=2KN P3=3KN

4m 4m 4m

3. Hitunglah besarnya gaya-gaya batang pada struktur rangka berikut


ini dengan menggunakan metode Titik Buhul!
P= 20

P= 10
P= 15

P= 10 P= 5

3m 3m 3m

111
Mekanika Teknik II

4. Hitung besarnya gaya-gaya pada batang 3, 4, dan 5 pada struktur


rangka berikut ini dengan metode Richter! Besarnya masing-masing
gaya yg bekerja = P = 1 KN.

4
4m
5

3m 3m 3m 3m 3m 3m 3m 3m

G. Tugas
1. Tentukan besarnya gaya-gaya batang pada struktur rangka berikut ini
dengan metode Cremona!

112
Mekanika Teknik II

2. Tentukan besarnya gaya-gaya pada batang a,b,dan c pada struktur


rangka berikut ini dengan metode Cullman!
P1 = 10 kN P2 = 20 kN

P3 = 30 kN P4 = 40 kN

800 800 800 [ cm ]


60
° a
b

3. Tentukan besarnya gaya-gaya batang pada struktur rangka berikut ini


dengan metode Titik buhul!

P4= 30 kN

P3= 20 kN P5= 20 kN

P2= 20 kN P6= 20 kN

P1 = 10 kN P7= 10 kN

113
Mekanika Teknik II

4. Tentukan besarnya gaya-gaya pada batang 1,2,3 dan 4 pada struktur


rangka berikut ini dengan metode Ritter!
1
2
E
3
60° 4

16 x 2m
All P=10 kN

JAWABAN PERTANYAAN KUNCI


Bab 1. Sebut dan jelaskan persamaan dasar tegangan dan regangan
normal!
Jawab:
Persamaan dasar tegangan normal
p
 
A
Dengan:
σ = tegangan
P = beban aksial
A = luas penampang
Persamaan dasar regangan normal


L
Dengan
ε = regangan

114
Mekanika Teknik II

δ = perubahan panjang batang setelah dibebani


L = panjang awal batang
Bab 2. Sebut dan jelaskan persamaan dasar tegangan dan regangan
geser!
Jawab:
Persamaan dasar tegangan geser adalah:

Dengan
τ = tegangan geser (N/mm2, Mpa)
Fs = gaya geser total (N)
A = Luas permukaan bidang yang menerima geser (mm2)
Sedangkan regangan geser adalah berupa sudut (γ) yang merupakan
ukuran distorsi atau perubahan bentuk dari elemen penampang batang
yang disebut sebagai regangan geser.

Bab 3.Sebut dan jelaskan persamaan dasar titik berat penampang dan
momen inersia penampang!
Jawab:
Persamaan dasar titik berat penampang:

Dengan
xo : Jarak titik berat benda gabungan dari sumbu referensi y
yo : Jarak titik berat benda gabungan dari sumbu referensi x
xi : Jarak titik berat benda ke-i dari sumbu referensi arah y
yi : Jarak titik berat benda ke-i dari sumbu referensi arah x
Ai : Luas benda ke-i

115
Mekanika Teknik II

Persamaan Momen inersia yaitu:

Ix   y ' 2 dA
dan

Iy   x' 2 dA

Dengan
y’ : jarak terhadap sumbu x
x’ : jarak terhadap sumbu y
A : Luas bidang

Bab 4.Apa yang menjadi syarat dua material atau lebih akan berperilaku
sebagai komposit?
Jawab:
Dua material atau lebih akan berperilaku sebagai komposit jika
diantara kedua material tersebut disatukan dengan suatu penghubung
geser yang memungkinkan kedua bahan yang disatukan tadi dapat
bekerja secara bersama-sama dalam memikul beban yang bekerja pada
struktur.

Bab 5.Jelaskan karakteristik gaya dalam pada batang-batang penyusun


struktur rangka!
Jawab:
Batang-batang pada struktur rangka hanya akan menerima gaya
aksial baik tarik ataupun tekan.

116
Mekanika Teknik II

SENARAI

Tensile Stress : Tegangan tarik


Compressive Stress : Tegagan tekan
Normal Stress : Tegangan normal
Shear Stress : Tegangan geser
Extensometer : Alat ukur deformasi mekanis
Yield Stress : Tegangan leleh
Strain hardening : Pengerasan Tegangan
Engineering Stress-Strain : Grafik tegangan-regangan rekayasa
True Stress-Strain : Grafik Tegangan-Regangan sebenarnya
Modulus Young : Modulus elastisitas
Elastic region : Daerah elastis
Elastic limit : Batas elastis
Plastic region : Daerah plastis
Failur point : Titik hancur
Center of Gravity : pusat gravitasi
Parallel Axial Theorem : Teorema Sumbu Sejajar
shear connector : penghubung geser
truss : Struktur Rangka Batang
Plane truss : konstruksi satu bidang datar
Space truss : struktur ruang

117

Anda mungkin juga menyukai