DI SUSUN OLEH :
NABILA FIRLY ASSYAFIA N
IVA / P1337425220010
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit periodontitis ?
2. Seberapa besarkah prevalensi penyakit periodontitis ?
3. Apakah penyebab terjadinya penyakit periodontitis ?
4. Bagaimana konsep terjadinya penyakit periodontitis ?
5. Bagaimana patogenesis dari penyakit periodontitis ?
6. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi terjadinya penyakit periodontitis ?
7. Apa sajakah faktor risiko penyebab terjadinya penyakit periodontitis ?
8. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit periodontitis ?
9. Bagaimana cara pengobatan penyakit periodontitis ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari penyakit periodontitis
2. Untuk mengetahui prevalensi penyakit periodontitis
3. Untuk mengetahui dan memahami penyebab terjadinya penyakit periodontitis
4. Untuk mengetahui dan memahami konsep terjadinya penyakit periodontitis
5. Untuk mengetahui bagaimana patogenesis penyakit periodontitis
6. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit
periodontitis
7. Untuk mengetahui dan memahami faktor risiko penyebab terjadinya penyakit
periodontitis
8. Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan penyakit periodontitis
9. Untuk mengetahui bagaimana cara pengobatan penyakit periodontitis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Periodontitis
Periodontitis adalah “suatu penyakit inflamasi pada jaringan penyokong gigi yang
disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, mengakibatkan kerusakan progresif pada
ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan pembentukan poket, resesi atau
keduanya.”
Tanda klinis inflamasi seperti perubahan warna, kontur dan konsistensi serta
pendarahan pada saat probing, tidak selalu menjadi indikator positif terjadinya
attachment loss. Namun, timbulnya pendarahan yang berkelanjutan pada saat probing
dalam pemeriksaan yang berulang telah menjadi suatu indikator yang terpercaya
terhadap adanya inflamasi dan potensi terjadinya attachment loss pada daerah yang
berdarah. Periodontitis dibagi menjadi dua, yaitu periodontitis kronis dan periodontitis
agresif.
Periodontitis kronis berhubungan dengan akumulasi plak dan kalkulus dan secara
umum berkembang lambat, tetapi nampak periode destruksi yang cepat. Peningkatan
perkembangan periodontitis dapat disebabkan oleh dampak faktor lokal, sistemik dan
lingkungan yang dapat mempengaruhi akumulasi plak. Penyakit sistemik seperti
diabetes mellitus dan HIV dapat mempengaruhi pertahanan hospes; faktor lingkungan
seperti kebiasaan merokok dan stress juga dapat mempengaruhi respon hospes
terhadap akumulasi plak.
Periodontitis agresif berbeda dari periodontitis kronis pada kecepatan perkembangan
penyakitnya yang sebaliknya terlihat pada individu yang sehat, tidak adanya
akumulasi besar plak dan kalkulus, dan riwayat periodontitis agresif pada keluarga.
Manson dan Eley (1993), menyebutkan secara klinis periodontitis ditandai dengan perubahan
bentuk gingiva, perdarahan pada gingiva, nyeri dn sakit, kerusakan tulang alveolar, rasa tidak
enak dan adanya halitosis.
Pocket adalah sulcus gingiva yang bertambah dalam secara patologis di sebabkan oleh
kelainan periodontal dengan kedalaman gusi lebih dari 2 mm. Tanda–tanda pocket : warna
dinding gusi merah tua sampai kebiruan, gingiva margin membengkak yang mungkin
menutupi email, dinding pocket mudah diangkat dari permukaan gigi, bila ditusuk perlahan–
lahan dengan sonde pada permukaan dalam dari pocket akan terasa sakit dan berdarah,
tekanan pada dinding pocket akan mengakibatkan keluarnya eksudat dari marginal, giginya
goyang, terjadi elongasi dari gigi dan migrasi gigi (Sea, 2010).
E. Patogenesis Periodontitis
Patogenesis penyakit periodontal disebabkan oleh faktor lokal yaitu adanya akumulasi
bakteri (dysbiotic microbiota) di sulkus gingiva, yang berhubungan erat dan berperan
sebagai penyebab terjadinya kerusakan jaringan periodontal. Umumnya, faktor lokal
merupakan penyebab utama penyakit periodontal, dan diperberat oleh keadaan
sistemik yang kurang menguntungkan dan memungkinkan terjadinya keadaan yang
progresif. Bakteri periodonto patogen dan produknya yaitu toksin bakteri, misalnya
lipopolisakarida (LPS) menyebabkan terjadinya inflamasi gingiva karena sel neutrofil
di dalam endothelium yang bertugas sebagai pertahanan awal telah gagal mengontrol
bakteri sehingga LPS menginvasi gingiva. Akibatnya terjadi invasi bakteri ke jaringan
ikat dan berinteraksi dengan sel-sel imun (monosit, sel dendritik, sel T) yang ada di
epitel gingiva, dan terjadi pelepasan mediator proinflamasi (Tumor
necrosisfactor/TNF, Interleukin/IL1β, IL-17) yang menyebabkan diferensiasi sel T
dan berperan dalam respon inflamasi. Sitokin IL-17 juga menginduksi pelepasan
kemokin CXC, matrix metalloproteinase (MMPs) dan molekul destruksi jaringan
gingiva lainnya yaitu reactive oxygen species/ROS dan nuclear factor kβ
ligand/RANKL yang akan memicu pematangan prekursor osteoklas (osteoclast
precursors/OCPs). Sel limfosit yang teraktivasi yaitu sel B dan sel T (Th1 dan Th17)
yang berperan dalamresorpsi tulang alveolar melalui mekanisme RANKL-dependent
dimana osteoprotegerin (OPG) akan menghambat interaksi RANKL dengan
reseptornya (RANK) yang ada di OCP. Rasio jumlah RANKL dan OPG bertambah
seiring bertambahnya aktivitas inflamasi, dan neutrofil teraktivasi mengekspresikan
bertambahnya RANKL berikatan dengan membran dan dapat merangsang
osteoklastogenesis jika jumlahnya mencukupi menempel di tulang, sedangkan sitokin
antiinflamasi IL-10 (diproduksi oleh Tregs), Interferon/IFN (diproduksi oleh sel Th1)
serta IL-4 dan IL-13 (diproduksi oleh sel Th2) dapat menekan osteoklastogenesis.
Jika proses ini berlanjut maka inflamasi terus meluas ke dalam jaringan dan
meyebabkan rusaknya serabut dentogingiva dan puncak tulang alveolar, epitel
junsional migrasi ke apikal dan terbentuk poket periodontal disertai edema jaringan
ikat, dilatasi pembuluh darah, trombosis dan akhirnya inflamasi menyebar ke puncak
tulang alveolar dan menyebabkan resorpsi tulang alveolar. Kondisi inflamasi ini
disebut sebagai periodontitis. Pada kasus yang parah dapat terjadi supurasi dan gigi
menjadi goyang. Selain faktor bakteri, faktor penyebab lainnya adalah kondisi
sistemik antara lain pengaruh hormonal pada masa pubertas, kehamilan, penuaan atau
menopause, defisiensi vitamin, dan diabetes mellitus. Dalam hal ini dikemukakan
bahwa defisiensi vitamin D berperan penting dalam proses patogenesis penyakit
periodontal.
Faktor utama penyebab penyakit periodontitis dibedakan menjadi dua yaitu faktor
lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal adalah faktor yang terdapat disekitar gigi
sedangkan faktor sistemik yang berhubungan dengan metabolisme tubuh dan
kesehatan umum.
1) Faktor lokal
a) Plak bakteri
Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan
gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik
interseluler jika seseorang melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Faktor
lokal yang sering disebut sebagai faktor etiologi dalam penyakit
periodontitis, antara lain adalah bakteri dalam plak, kalkulus, materi alba,
dan debris makanan. Di antara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah
plak gigi. Semua faktor lokal tersebut diakibatkan karena kurangnya
memelihara kebersihan gigi dan mulut .
b) Faktor iatrogenic
2) Faktor sistemik
a) Faktor Genetik
b) Usia
Seiring dengan pertambahan usia, gigi geligi menjadi memanjang hal ini
menunjukkan bahwa usia dipastikan berhubungan dengan hilangnya
perlekatan pada jaringan ikat. Namun, penelitian ini juga menunjukkan
bahwa pada gigi geligi yang memanjang sangat berpotensi mengalami
kerusakan. Kerusakan ini meliputi periodontitis, trauma mekanik yang kronis
yang disebabkan cara menyikat gigi, dan kerusakan dari faktor iatrogenik
yang disebabkan oleh restorasi yang kurang baik atau perawatan scalling and
root planing yang berulang-ulang. Kesimpulan dari penelitian ini
menunjukkan bahwa hanya sedikit kaitan antara umur dengan kerusakan
jaringan periodontal. Namum disamping itu beberapa studi melaporkan
bahwa faktor genetik berpengaruh terhadap kerentanan terjadinya penyakit
periodontal.
c) Penyakit sistemik
periodontal.
1. Merokok
Merokok adalah salah satu faktor risiko paling penting untuk periodontitis,
dan prevalensi merokok juga dapat menyebabkan pengurangan prevalensi penyakit
periodontal. Perokok 3 kali lebih mungkin untuk memiliki penyakit periodontal yang
parah daripada yang bukan perokok.
Para perokok juga secara signifikan meningkatkan kehilangan tulang
alveolar dan prevalensi kehilangan gigi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
tidak merokok, dan mereka juga memiliki hasil yang buruk dari semua bentuk
perawatan periodontal. Bukti menunjukkan bahwa merokok mengubah flora
mikroba oral yang dapat meningkatkan mikroorganisme periodontal tertentu atau
memengaruhi respons inang. Nikotin telah terbukti menyebabkan kerusakan jaringan
periodontal, secara langsung atau tidak langsung melalui interaksi dengan faktor-
faktor lain.
2. Kebersihan Mulut Yang Buruk
Kebersihan mulut yang buruk terkait dengan penyakit periodontal yaitu
dengan ditunjukkan dengan kurangnya penyikatan gigi yang tepat dan tindakan
kebersihan mulut lainnya yang dapat mendorong penumpukan bakteri dan
penimbunan plak gigi pada gigi dan gusi yang dapat menyebabkan tahap perubahan
inflamasi pada jaringan periodontal. Ada hubungan nyata antara kebersihan mulut
yang buruk dan peningkatan akumulasi plak gigi, prevalensi tinggi dan peningkatan
keparahan penyakit periodontal.
3. Diabetes Millitus
1. Usia
Turunan adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan periodontitis yang
membuat beberapa orang lebih rentan terhadap penyakit daripada yang lain.
Interaksi yang rumit antara faktor genetik dengan faktor lingkungan dan demografis
telah dihipotesiskan untuk menunjukkan variasi yang luas di antara populasi ras dan
etnis yang berbeda ( Nazir, 2017 )
Menurut Solomon (et all 2017) faktor risiko penyakit periodontal termasuk faktor
lokal dan sistemik. Di antara yang lokal kita dapat menghitung kebersihan mulut
yang buruk, berbagai cedera, maloklusi, gigi yang belum diganti, parafungsi,
pernapasan mulut, merokok, iatrogenies dan lain - lain. Faktor sistemik dapat dibagi
menjadi faktor fisiologis (seperti pubertas, kehamilan, menopause) dan faktor umum
patologis yang meliputi penyakit sistemik, seperti diabetes, penyakit kardiovaskular,
osteoporosis, penyakit ginjal, aterosklerosis dan lain – lain.
H. Pencegahan Periodontitis
Pencegahan Periodontitis
Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain adalah menjaga kebersihan mulut
dengan baik dengan cara menyikat gigi dan flossing, menjaga berat badan,
menghindari rokok dan penggunaan zat-zat berbahaya lainnya.
I. Pengobatan Periodontitis
Penanganan bertujuan untuk membersihkan kantung antara gigi dan gusi dan untuk
mencegah kerusakan lanjut.
Penanganan non-surgikal termasuk :
Scaling untuk menghilangkan tartar dan bakteri dari permukaan gigi dan di balik gusi
Jika periodontitis yang terjadi sudah masuk dalam tahap lanjut, maka mungkin
diperlukan tindakan surgikal seperti :
Regenerasi jaringan
Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa
faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau
melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur
yang dilakukan pada fase I :
1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
2. Scaling dan root planning
3. Perawatan karies dan lesi endodontic
4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)
6. Splinting temporer pada gigi yang goyah
7. Perawatan ortodontik
8. Analisis diet dan evaluasinya
9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas
Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti
poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai
suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi
dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada
fase ini:
1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain: kuretase
gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang (bedah
tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft)
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang
Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan
pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada
fase ini:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien
2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak, ada
tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.
3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang
alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas kontrol plak
pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Periodontitis adalah seperangkat peradangan penyakit yang mempengaruhi
periodontium yaitu jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi.
Periodontitis melibatkan hilangnya progresif dari tulang alveolar di sekitar
gigi dan jika tidak diobati dapat menyebabkan melonggarnya jaringan
periodontium serta kehilangan gigi.
B. Saran
Penulis mengharapkan akan adanya penelitian tentang penyakit
periodontitis lebih mendalam sehingga dapat mencegah dan
menanggulangi penyakit periodontitis sehingga semakin banyak
masyarakat yang mengetahui dan sadar akan kesehatan gigi dan mulutnya
terutama penyakit periodontitis.
DAFTAR PUSTAKA
Estining Tyas ,W. dkk. (2016). Gambaran Kejadian Penyakit Periodontal Pada Usia Dewasa
Muda (15-30 Tahun) di Puskesmas Srondol Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal), 510-513. 28 Maret 2022, Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik, Fakultas
Kesehatan Masyarakat
Wijaksana, E. (2019). Periodontal Chart dan Periodontal Risk Assesment Sebagai Bahan
Evaluasi dan Edukasi Pasien dengan Penyakit Periodontal. Jurnal Kesehatan Gigi, 19-25.
Diakses 28 Maret 2022, Departemen Periodonsia, FKG Unair
Quamilla,N. (2016). Stress dan Kejadian Periodontitis. Journal of Syiah Kuala Dentistry
Society, 1(2), 161-168