Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENYAKIT PERIODONTITIS

MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI KESEHATAN


DOSEN PEMBIMBING : Ibu Tri Wiyatini, SKM, M.Kes (Epid)

DI SUSUN OLEH :
NABILA FIRLY ASSYAFIA N
IVA / P1337425220010

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG


TAHUN PELAJARAN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan
zaman. Epidemiologi masalah kesehatan dan penyakit yang dipelajari dari beberapa
populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor biologis, herediter,
penyakit sistemik, lingkungan fisik dan sosial, serta perilaku individu. Salah satu
masalah kesehatan gigi dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat
adalah penyakit periodontal. Pada pertengahan tahun 1960-an, berbagai metode untuk
mencegah dan mengobati penyakit periodontal telah banyak dilakukan. Hal ini
dikarenakan banyaknya jumlah individu yang menderita penyakit periodontal dari
tingkat ringan sampai berat, banyaknya kasus penyakit gingivitis yang berlanjut
menjadi periodontitis dengan resiko terjadi kehilangan jaringan pendukung gigi, serta
kemungkinan individu usia 35-55 tahun beresiko tinggi terkena periodontitis
(Costa,2012).
Penyakit periodontal merupakan penyakit dalam rongga mulut yang diderita oleh
hampir semua manusia di dunia dan mencapai angka 50% dari jumlah populasi orang
dewasa (Newman dkk.,2012). Penyakit periodontal adalah lesi rongga mulut yang
menyebabkan daerah penyangga gigi kehilangan struktur kolagennya, dan merupakan
respon terhadap akumulasi bakteri pada jaringan periodontal. Apabila penyakit
periodontal ini tidak dilakukan perawatan yang tepat, maka dapat menyebabkan
kehilangan gigi. Akumulasi bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab
utama terjadinya penyakit periodontal (Lumentut,2013). Menurut Newman dkk.
(2012), plak mengandung lebih dari 500 spesies bakteri. Oleh karena itu, penyakit
periodontal menjadi penyakit yang sulit dicegah dan dirawat (Gehrig dan
Willmann,2011).
Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki urutan kedua setelah karies, yaitu
mencapai 96,58%. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007
masalah gigi dan mulut, termasuk penyakit periodontal mencapai 23,5%. Sebanyak 19
provinsi mempunyai prevalensi Masalah Gigi dan Mulut diatas prevalensi nasional.
Kabupaten Surakarta tercatat sebagai kabupaten dengan proporsi penduduk yang
memiliki masalah gigi dan mulut tertinggi di Jawa Tengah yaitu mencapai 37,6%
(RISKESDAS,2007). Penyakit jaringan periodontal yang paling sering dijumpai
adalah gingivitis dan periodontitis (Chauhan dkk.,2012).
Periodontitis merupakan suatu inflamasi yang diakibatkan oleh infeksi pada jaringan
pendukung gigi, terjadi kerusakan secara progesif pada ligamen periodontal dan
tulang alveolar (Lamont dkk.,2006). Penyakit ini disebabkan oleh adanya induksi dari
90% bakteri anaerob fakultatif dan 75% bakteri gram negatif (Newman dkk.,2012).
Salah satu bakteri anaerob gram negatif yang berperan dalam pembentukan plak
subgingiva penyebab periodontitis adalah Aggregatibacter actinomycetemcomitans.
Bakteri ini menghasilkan Leukotoxin yang berperan dalam menurunkan respon imun
dalam gingiva serta mendegradasi perlekatan epitel pada jaringan periodontal
(Newman dkk.,2012). Tujuan dari pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut adalah
mempertahankan keberadaan gigi di dalam rongga mulut (Newman dkk.,2012).
Berdasarkan hal diatas, maka diperlukan usaha untuk mengontrol plak agar terhindar
dari penyakit (Andlaw and Rock,1992). Beberapa usaha tersebut diantaranya dengan
mengatur pola makanan, melakukan tindakan secara kimiawi terhadap bakteri dan
terhadap polisakarida ekstraseluler, serta tindakan secara mekanis berupa
pembersihan rongga mulut (Forrest, 1989). Menghilangkan plak secara mekanik
merupakan cara yang paling efektif untuk mengontrol biofilm plak gigi. Namun,
penggunaan sikat gigi dan dental floss hanya mampu membersihkan permukaan
supragingiva dan tidak dapat mencapai daerah subgingiva.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit periodontitis ?
2. Seberapa besarkah prevalensi penyakit periodontitis ?
3. Apakah penyebab terjadinya penyakit periodontitis ?
4. Bagaimana konsep terjadinya penyakit periodontitis ?
5. Bagaimana patogenesis dari penyakit periodontitis ?
6. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi terjadinya penyakit periodontitis ?
7. Apa sajakah faktor risiko penyebab terjadinya penyakit periodontitis ?
8. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit periodontitis ?
9. Bagaimana cara pengobatan penyakit periodontitis ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari penyakit periodontitis
2. Untuk mengetahui prevalensi penyakit periodontitis
3. Untuk mengetahui dan memahami penyebab terjadinya penyakit periodontitis
4. Untuk mengetahui dan memahami konsep terjadinya penyakit periodontitis
5. Untuk mengetahui bagaimana patogenesis penyakit periodontitis
6. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit
periodontitis
7. Untuk mengetahui dan memahami faktor risiko penyebab terjadinya penyakit
periodontitis
8. Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan penyakit periodontitis
9. Untuk mengetahui bagaimana cara pengobatan penyakit periodontitis
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Periodontitis
Periodontitis adalah “suatu penyakit inflamasi pada jaringan penyokong gigi yang
disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, mengakibatkan kerusakan progresif pada
ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan pembentukan poket, resesi atau
keduanya.”
Tanda klinis inflamasi seperti perubahan warna, kontur dan konsistensi serta
pendarahan pada saat probing, tidak selalu menjadi indikator positif terjadinya
attachment loss. Namun, timbulnya pendarahan yang berkelanjutan pada saat probing
dalam pemeriksaan yang berulang telah menjadi suatu indikator yang terpercaya
terhadap adanya inflamasi dan potensi terjadinya attachment loss pada daerah yang
berdarah. Periodontitis dibagi menjadi dua, yaitu periodontitis kronis dan periodontitis
agresif.
Periodontitis kronis berhubungan dengan akumulasi plak dan kalkulus dan secara
umum berkembang lambat, tetapi nampak periode destruksi yang cepat. Peningkatan
perkembangan periodontitis dapat disebabkan oleh dampak faktor lokal, sistemik dan
lingkungan yang dapat mempengaruhi akumulasi plak. Penyakit sistemik seperti
diabetes mellitus dan HIV dapat mempengaruhi pertahanan hospes; faktor lingkungan
seperti kebiasaan merokok dan stress juga dapat mempengaruhi respon hospes
terhadap akumulasi plak.
Periodontitis agresif berbeda dari periodontitis kronis pada kecepatan perkembangan
penyakitnya yang sebaliknya terlihat pada individu yang sehat, tidak adanya
akumulasi besar plak dan kalkulus, dan riwayat periodontitis agresif pada keluarga.

B. Data Prevalensi Periodontitis


Penyakit periodontal merupakan penyakit rongga mulut yang menempati urutan
pertama dalam catatan buku rekor dunia tahun 2001 sebagai penyakit yang paling
sering dialami manusia (Tonneti et al., 2017). Data penelitian Global Burden of
Disease tahun 1990-2010 menunjukkan bahwa periodontitis berat (severe
periodontitis) merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi keenam (11,2%) dan
diderita oleh sekitar 743 juta jiwa di dunia serta mengalami peningkatan prevalensi
sebesar 57.3% dalam kurun waktu 10 tahun (Frencken et al., 2017; Tonneti et al.,
2017). Secara global, kerugian akibat berkurangnya produktivitas karena periodontitis
berat di perkirakan mencapai 53,99 juta Dolar Amerika per tahunnya (Listl et al.,
2015; Tonneti et al., 2017).
Perkembangan pengetahuan mengenai penyakit periodontal terkait patogenesa,
pemetaan bakteri, dan pemahaman mengenai peran host dalam patogenesa penyakit
seta klasifikasi penyakit periodontal telah banyak dipelajari. Hubungan antara
penyakit periodontal dengan kelainan sistemik juga sudah banyak diteliti (Levin,
2016). Namun dibalik kemajuan pengetahuan akan penyakit periodontal, prevalensi
dari periodontitis terutama di Indonesia masih terbilang tinggi. Data RISKESDAS
2018 menunjukkan persentase kasus periodontitis di Indonesia sebesar 74,1%
(KEMENKES, 2018).
Prevalensi penyakit periodontal lebih tinggi pada orang dewasa uisa > 40 tahun dan
pada periodontitis kronis peningkatan prevalensi dan keparahannya terjadi seiring
bertambahnya usia. Penelitian di Perancis pada usia dewasa (35 - 64 tahun)
dilaporkan sebanyak 46,68 % memiliki kehilangan perlekatan klinis > 5 mm
sedangkan penelitian Konig di Negara Finlandia dilaporkan proporsi usia 35 - 44
tahun memiliki poket periodontal > 4 mm adalah sebanyak 61 %. Survey terbaru yang
dilaporkan oleh penelitian di Korea bahwa sebanyak 11,9 % individu usia 40 - 59
tahun memiliki CAL > 5 mm termasuk beberapa penelitian juga melaporkan
kehilangan tulang alveolar lebih prevalen pada usia menengah 30 - 40 tahun. Oleh
sebab itu seringkali pasien memutuskan untuk mencabut gigi akibat dari periodontitis
kronis yang dialami membuat pasien tidak.
Penyakit periodontal memiliki prevalensi yang cukup besar di Indonesia yaitu
mencapai 70 % (SKRT, 2011). Umumnya periodontitis kronis paling banyak terjadi
pada orang dewasa, namun dapat juga terjadi pada anak-anak dan remaja. Tingkat
kejadian penderita periodontitis kronis paling sering terjadi pada umur 35 sampai 44
tahun, yang mencapai 52 % untuk tipe sedang dan 20 % untuk tipe parah.

C. Penyebab Terjadinya Penyakit Periodontitis


Periodontitis terutama berhubungan dengan mikroorganisme dan produk produknya
yang ditemukan pada plak, supra dan sub gingiva kalkulus. Plak yang tinggal disuatu
tempat tertentu dalam jangka waktu yang lama, tujuh hari atau lebih, maka plak dapat
menyebabkan terjadinya penyakit periodontal yang disertai keluhan sakit atau tanpa
keluhan sakit. Gingivitis yang dibiarkan akan menjadi periodonititis, karena akibat
pembengkakan gusi maka saku gusi akan tampak lebih dalam dari keadaan normal.
Periodontitis merupakan penyakit infeksi, maka penyebab dari periodontitis ini adalah
mikroorganisme. Mikroorganisme mempunyai peran yang penting sebagai penyebab
terjadinya kerusakan yang lebih dalam dari jaringan periodontium (Be,1987).
Manson dan Eley (1993), ada dua faktor penyebab periodontitis yaitu :
faktor primer dan faktor lokal.
1. Faktor primer.
Faktor primer penyebab periodontitis adalah iritasi bakteri
2. Faktor lokal.
Faktor lokal meliputi :
- Restorasi yang keliru.
- Kavitas karies.
- Gigi tiruan sebagian lepasan yang desain tidak baik..
- Susunan gigi geligi yang tidak teratur.
- Tanda – tanda periodontitis

Manson dan Eley (1993), menyebutkan secara klinis periodontitis ditandai dengan perubahan
bentuk gingiva, perdarahan pada gingiva, nyeri dn sakit, kerusakan tulang alveolar, rasa tidak
enak dan adanya halitosis.

Pocket adalah sulcus gingiva yang bertambah dalam secara patologis di sebabkan oleh
kelainan periodontal dengan kedalaman gusi lebih dari 2 mm. Tanda–tanda pocket : warna
dinding gusi merah tua sampai kebiruan, gingiva margin membengkak yang mungkin
menutupi email, dinding pocket mudah diangkat dari permukaan gigi, bila ditusuk perlahan–
lahan dengan sonde pada permukaan dalam dari pocket akan terasa sakit dan berdarah,
tekanan pada dinding pocket akan mengakibatkan keluarnya eksudat dari marginal, giginya
goyang, terjadi elongasi dari gigi dan migrasi gigi (Sea, 2010).

D. Konsep Terjadinya Periodontitis


Bakteri merupakan penyebab utama dari penyakit periodontal. Bakteri plak
memproduksi beberapa faktor yang dapat menyerang jaringan baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan cara merangsang reaksi imun dan inflamasi. Pada
semua tahap periodontitis, bakteri-bakteri dapat ditemukan pada permukaan akar dan
terdapat bebas di dalam poket, dari daerah ini produk-produk bakteri akan mengalir
masuk ke jaringan melalui epitelium poket yang seringkali terulserasi (Manson &
Eley, 1993). Organisme yang dominan adalah streptococcus. Jumlah dan variasinya
bermacam-macam dari individu satu ke indiviu lainnya dari bagian mulut yang satu
ke bagian mulut yang lainnya.

E. Patogenesis Periodontitis
Patogenesis penyakit periodontal disebabkan oleh faktor lokal yaitu adanya akumulasi
bakteri (dysbiotic microbiota) di sulkus gingiva, yang berhubungan erat dan berperan
sebagai penyebab terjadinya kerusakan jaringan periodontal. Umumnya, faktor lokal
merupakan penyebab utama penyakit periodontal, dan diperberat oleh keadaan
sistemik yang kurang menguntungkan dan memungkinkan terjadinya keadaan yang
progresif. Bakteri periodonto patogen dan produknya yaitu toksin bakteri, misalnya
lipopolisakarida (LPS) menyebabkan terjadinya inflamasi gingiva karena sel neutrofil
di dalam endothelium yang bertugas sebagai pertahanan awal telah gagal mengontrol
bakteri sehingga LPS menginvasi gingiva. Akibatnya terjadi invasi bakteri ke jaringan
ikat dan berinteraksi dengan sel-sel imun (monosit, sel dendritik, sel T) yang ada di
epitel gingiva, dan terjadi pelepasan mediator proinflamasi (Tumor
necrosisfactor/TNF, Interleukin/IL1β, IL-17) yang menyebabkan diferensiasi sel T
dan berperan dalam respon inflamasi. Sitokin IL-17 juga menginduksi pelepasan
kemokin CXC, matrix metalloproteinase (MMPs) dan molekul destruksi jaringan
gingiva lainnya yaitu reactive oxygen species/ROS dan nuclear factor kβ
ligand/RANKL yang akan memicu pematangan prekursor osteoklas (osteoclast
precursors/OCPs). Sel limfosit yang teraktivasi yaitu sel B dan sel T (Th1 dan Th17)
yang berperan dalamresorpsi tulang alveolar melalui mekanisme RANKL-dependent
dimana osteoprotegerin (OPG) akan menghambat interaksi RANKL dengan
reseptornya (RANK) yang ada di OCP. Rasio jumlah RANKL dan OPG bertambah
seiring bertambahnya aktivitas inflamasi, dan neutrofil teraktivasi mengekspresikan
bertambahnya RANKL berikatan dengan membran dan dapat merangsang
osteoklastogenesis jika jumlahnya mencukupi menempel di tulang, sedangkan sitokin
antiinflamasi IL-10 (diproduksi oleh Tregs), Interferon/IFN (diproduksi oleh sel Th1)
serta IL-4 dan IL-13 (diproduksi oleh sel Th2) dapat menekan osteoklastogenesis.
Jika proses ini berlanjut maka inflamasi terus meluas ke dalam jaringan dan
meyebabkan rusaknya serabut dentogingiva dan puncak tulang alveolar, epitel
junsional migrasi ke apikal dan terbentuk poket periodontal disertai edema jaringan
ikat, dilatasi pembuluh darah, trombosis dan akhirnya inflamasi menyebar ke puncak
tulang alveolar dan menyebabkan resorpsi tulang alveolar. Kondisi inflamasi ini
disebut sebagai periodontitis. Pada kasus yang parah dapat terjadi supurasi dan gigi
menjadi goyang. Selain faktor bakteri, faktor penyebab lainnya adalah kondisi
sistemik antara lain pengaruh hormonal pada masa pubertas, kehamilan, penuaan atau
menopause, defisiensi vitamin, dan diabetes mellitus. Dalam hal ini dikemukakan
bahwa defisiensi vitamin D berperan penting dalam proses patogenesis penyakit
periodontal.

F. Faktor yang Mempengaruhi Periodontitis

Faktor utama penyebab penyakit periodontitis dibedakan menjadi dua yaitu faktor
lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal adalah faktor yang terdapat disekitar gigi
sedangkan faktor sistemik yang berhubungan dengan metabolisme tubuh dan
kesehatan umum.

1) Faktor lokal

a) Plak bakteri

Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan
gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik
interseluler jika seseorang melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Faktor
lokal yang sering disebut sebagai faktor etiologi dalam penyakit
periodontitis, antara lain adalah bakteri dalam plak, kalkulus, materi alba,
dan debris makanan. Di antara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah
plak gigi. Semua faktor lokal tersebut diakibatkan karena kurangnya
memelihara kebersihan gigi dan mulut .

Keasaman rongga mulut manusia itu dipengaruhi oleh berbagai faktor


yang dibentuk oeh bakteri yang berinterksi dengan gigi dan interaksi
fisiologis antara spesies-spesies mikroba yang berbeda didalam rongga
mulut. Kesehatan periodontal dilihat dari keadaan keseimbangan populasi
bakteri yang berdampingan dengan host. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan perubahan pada bakteri inang dan biofilm, yang pada akhirnya
mengalami penghancuran pada jaringan periodonsium.
Bakteri patogen yang sangat erat hubungannya dengan penyakit
periodontitis adalah bakteri Tannerella fosythia merupakan bakteri yang
sberperan dalam progresifitas periodontitis. Actinomycetemcomitans juga
dihubungkan dengan periodontitis aggressive.

b) Faktor iatrogenic

Faktor iatrogenik dari penumpatan atau protesa terutama adalah berupa


lokasi tepi tambalan, spasi antara tepi tambalan dan gigi yang tidak
dipreparasi, kontur tumpatan, oklusi, materi tumpatan, prosedur penumpatan,
desain protesa lepasan. Tepi tumpatan yang overhang menyebabkan
keseimbangan ekologi bakteri berubah dan menghambat jalan atau
pencapaian pembuangan akumulasi plak. Lokasi tepi tambalan terhadap tepi
gingiva sertakekasaran di area subgingival, mahkota dan tambalan yang
terlalu cembung, kontur permukaan oklusal seperti ridge dan groove yang
tidak baik menyebabkan plak mudah terbentuk dan tertahan, atau bolus
makanan terarah langsung ke proksimal sehingga sebagai contoh terjadi
impaksi makanan.

2) Faktor sistemik

a) Faktor Genetik

Telah banyak diketahui bahwa kerentanan terhadap penyakit periodontal


berbeda antara kelompok ras atau etnis tertentu misalnya di Amerika, orang
Afrika-Amerika memiliki lebih banyak penyakit periodontal daripada orang
ras Kaukasian meskipun perbedaan ini bisa disebabkan dari faktor
lingkungan, namun hal ini bisa disebabkan perbedaan susunan genetik dari
ras atau etnis tertentu. Proses terjadinya periodontitis berhubungan didalam
satu keluarga. Dasar dari persamaan ini baik karena memiliki lingkungan
atau gen yang sama atau keduanya telah diteliti dalam beberapa penelitian.
Kesimpulan yang didapatkan bahwa selain pada susunan genetik yang sama,
persamaan dalam keluarga disebabkan karena adat dan lingkungan yang
sama. Hubungan saudara kandung dalam penelitian ini, kaitannya dengan
jaringan periodontal tidak bisa ditolak.

b) Usia

Seiring dengan pertambahan usia, gigi geligi menjadi memanjang hal ini
menunjukkan bahwa usia dipastikan berhubungan dengan hilangnya
perlekatan pada jaringan ikat. Namun, penelitian ini juga menunjukkan
bahwa pada gigi geligi yang memanjang sangat berpotensi mengalami
kerusakan. Kerusakan ini meliputi periodontitis, trauma mekanik yang kronis
yang disebabkan cara menyikat gigi, dan kerusakan dari faktor iatrogenik
yang disebabkan oleh restorasi yang kurang baik atau perawatan scalling and
root planing yang berulang-ulang. Kesimpulan dari penelitian ini
menunjukkan bahwa hanya sedikit kaitan antara umur dengan kerusakan
jaringan periodontal. Namum disamping itu beberapa studi melaporkan
bahwa faktor genetik berpengaruh terhadap kerentanan terjadinya penyakit
periodontal.
c) Penyakit sistemik

Ketika periodontitis terjadi pada pasien yang juga memiliki penyakit


sistemik yang mempengaruhi keefektifan dari respon host, tingkat kerusakan
periodontal dapat secara signifikan meningkat. Penyakit periodontal juga
berhubungan dengan Diabetes melitus (DM) dan penyakit sistemik lainnya.
Diabetes adalah kondisi sistemik yang dapat meningkatkan keparahan dan
perluasan penyakit periodontal yang mengenai pasien. Diabetes tipe 2, atau
non insulin dependent diabetes melitus (NIDDM), adalah bentuk paling
sering dari diabetes dan terhitung untuk 90% dari pasien diabetes. Diabetes
tipe 2 paling mungkin untuk berkembang dalam populasi dewasa pada waktu
yang sama seperti periodontitis kronis. Efek sinergis dari akumulasi plak dan
respon host efektif melalui efek diabetes dapat mengarah pada kerusakan
peridontal yang parah dan meluas yang dapat sulit untuk ditangani dengan
teknik klinis standar tanpa mengontrol kondisi sistemik. Peningkatan
diabetes tipe 2 pada remaja dan dewasa muda telah diamati dan dapat
berhubungan dengan peningkatan dalam obesitas usia muda (juvenile
obesity). Diabetes tipe 1, atau insulin dependent diabetes melitus (IDDM),
diamati dalam anak-anak, remaja, dan dewasa muda dan dapat mengarah
terhadap peningkatan kerusakan periodontal ketika tidak terkontrol. Bila
dilakukan scalling pada penderita diabetes tanpa tindakan profilaksis dapat
menyebabkan timbulnya abses

periodontal.

G. Faktor Resiko Penyebab Periodontitis

A. Faktor Resiko yang Dapat di Modifikasi

1. Merokok

Merokok adalah salah satu faktor risiko paling penting untuk periodontitis,
dan prevalensi merokok juga dapat menyebabkan pengurangan prevalensi penyakit
periodontal. Perokok 3 kali lebih mungkin untuk memiliki penyakit periodontal yang
parah daripada yang bukan perokok.
Para perokok juga secara signifikan meningkatkan kehilangan tulang
alveolar dan prevalensi kehilangan gigi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
tidak merokok, dan mereka juga memiliki hasil yang buruk dari semua bentuk
perawatan periodontal. Bukti menunjukkan bahwa merokok mengubah flora
mikroba oral yang dapat meningkatkan mikroorganisme periodontal tertentu atau
memengaruhi respons inang. Nikotin telah terbukti menyebabkan kerusakan jaringan
periodontal, secara langsung atau tidak langsung melalui interaksi dengan faktor-
faktor lain.
2. Kebersihan Mulut Yang Buruk
Kebersihan mulut yang buruk terkait dengan penyakit periodontal yaitu
dengan ditunjukkan dengan kurangnya penyikatan gigi yang tepat dan tindakan
kebersihan mulut lainnya yang dapat mendorong penumpukan bakteri dan
penimbunan plak gigi pada gigi dan gusi yang dapat menyebabkan tahap perubahan
inflamasi pada jaringan periodontal. Ada hubungan nyata antara kebersihan mulut
yang buruk dan peningkatan akumulasi plak gigi, prevalensi tinggi dan peningkatan
keparahan penyakit periodontal.
3. Diabetes Millitus

Literatur secara konsisten menunjukkan bahwa diabetes mellitus adalah salah


satu faktor risiko sistemik untuk penyakit periodontal yang dapat menjadi peran
utama dalam inisiasi dan perkembangan penyakit. Diabetes mellitus dikaitkan
dengan kerusakan ligamen periodontal yang selanjutnya dapat menyebabkan
kehilangan gigi . Cairan crevicular dan saliva gingiva memiliki konsentrasi mediator
inflamasi yang lebih tinggi termasuk berbagai jenis sitokin di antara pasien diabetes
dengan periodontitis dibandingkan dengan individu nondiabetes dengan penyakit
periodontal .
4. Obat – obatan

Kerentanan terhadap infeksi dan penyakit periodontal meningkat ketika


aliran saliva berkurang karena obat-obatan tertentu. Obat yang paling umum yang
bisa meminimalkan aliran air liur dan menghasilkan kekeringan mulut termasuk
antidepresan trisiklik, atropin, antihistamin, dan beta blocker. Beberapa obat
(fenitoin, siklosporin, dan nifedipin) dapat menginduksi pertumbuhan abnormal
jaringan gingiva yang sering mempersulit pengambilan plak gigi yang tepat di
bawah massa gingiva yang membesar, dan dengan demikian, dapat semakin
memperburuk penyakit periodontal yang ada.

B. Faktor Resiko Tidak Dapat Dimodifikasi

1. Usia

Risiko penyakit periodontal meningkat dengan bertambahnya usia, itulah sebabnya


prevalensi tinggi penyakit periodontal terlihat di antara populasi lansia. Usia
dikaitkan dengan penyakit periodontal, dan secara signifikan lebih tinggi di antara
individu berusia 60-69 tahun dibandingkan dengan kelompok orang dewasa 40-50
tahun ( Nazir, 2017).
2. Turun Temurun

Turunan adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan periodontitis yang
membuat beberapa orang lebih rentan terhadap penyakit daripada yang lain.
Interaksi yang rumit antara faktor genetik dengan faktor lingkungan dan demografis
telah dihipotesiskan untuk menunjukkan variasi yang luas di antara populasi ras dan
etnis yang berbeda ( Nazir, 2017 )
Menurut Solomon (et all 2017) faktor risiko penyakit periodontal termasuk faktor
lokal dan sistemik. Di antara yang lokal kita dapat menghitung kebersihan mulut
yang buruk, berbagai cedera, maloklusi, gigi yang belum diganti, parafungsi,
pernapasan mulut, merokok, iatrogenies dan lain - lain. Faktor sistemik dapat dibagi
menjadi faktor fisiologis (seperti pubertas, kehamilan, menopause) dan faktor umum
patologis yang meliputi penyakit sistemik, seperti diabetes, penyakit kardiovaskular,
osteoporosis, penyakit ginjal, aterosklerosis dan lain – lain.

H. Pencegahan Periodontitis
Pencegahan Periodontitis
Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain adalah menjaga kebersihan mulut
dengan baik dengan cara menyikat gigi dan flossing, menjaga berat badan,
menghindari rokok dan penggunaan zat-zat berbahaya lainnya.

I. Pengobatan Periodontitis
Penanganan bertujuan untuk membersihkan kantung antara gigi dan gusi dan untuk
mencegah kerusakan lanjut.
Penanganan non-surgikal termasuk :

 Scaling  untuk menghilangkan tartar dan bakteri dari permukaan gigi dan di balik gusi

 Root planing untuk menghaluskan permukaan akar saraf dengan tujuan mengurangi


dan menghilangkan bakteri dan hal-hal lain yang berkontribusi pada peradangan gusi

 Antibiotik topikal dan oral dapat mengendalikan infeksi

Jika periodontitis yang terjadi sudah masuk dalam tahap lanjut, maka mungkin
diperlukan tindakan surgikal seperti :

 Operasi reduksi kantung

 Cangkok jaringan lunak untuk memperbaiki struktur gusi

 Cangkok tulang jika periodontitis sudah menyebabkan kerusakan tulang yang


menyokong akar gigi

 Regenerasi jaringan

 Aplikasi protein yang menstimulasi perbaikan jaringan pada akar gigi.

Perawatan periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu :

 Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa
faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau
melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur
yang dilakukan pada fase I :
1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
2. Scaling dan root planning
3. Perawatan karies dan lesi endodontic
4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)
6. Splinting temporer pada gigi yang goyah
7. Perawatan ortodontik
8. Analisis diet dan evaluasinya
9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas

 Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti
poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai
suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi
dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada
fase ini:
1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain: kuretase
gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang (bedah
tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft)
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang

 Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan
pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada
fase ini:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien
2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak, ada
tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.
3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang
alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas kontrol plak
pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Periodontitis adalah seperangkat peradangan penyakit yang mempengaruhi
periodontium yaitu jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi.
Periodontitis melibatkan hilangnya progresif dari tulang alveolar di sekitar
gigi dan jika tidak diobati dapat menyebabkan melonggarnya jaringan
periodontium serta kehilangan gigi.

B. Saran
Penulis mengharapkan akan adanya penelitian tentang penyakit
periodontitis lebih mendalam sehingga dapat mencegah dan
menanggulangi penyakit periodontitis sehingga semakin banyak
masyarakat yang mengetahui dan sadar akan kesehatan gigi dan mulutnya
terutama penyakit periodontitis.
DAFTAR PUSTAKA

Estining Tyas ,W. dkk. (2016). Gambaran Kejadian Penyakit Periodontal Pada Usia Dewasa
Muda (15-30 Tahun) di Puskesmas Srondol Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal), 510-513. 28 Maret 2022, Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik, Fakultas
Kesehatan Masyarakat

Wijaksana, E. (2019). Periodontal Chart dan Periodontal Risk Assesment Sebagai Bahan
Evaluasi dan Edukasi Pasien dengan Penyakit Periodontal. Jurnal Kesehatan Gigi, 19-25.
Diakses 28 Maret 2022, Departemen Periodonsia, FKG Unair

Andriani, I. (2019). Periodontitis Kronis dan Penatalaksanaan Kasus dengan Kuretase.


Insisiva Dental Journal, 25-30. 8(1). Diakses 29 Maret 2022, Departemen Periodonsia, Prodi
Kedokteran Gigi, UMY

Quamilla,N. (2016). Stress dan Kejadian Periodontitis. Journal of Syiah Kuala Dentistry
Society, 1(2), 161-168

Anda mungkin juga menyukai