Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN GIZI PADA PASIEN ABSES PEDIS DM

Nama : Ersha Putri


NIM : 1935142003
Angkatan : 2019
Lokasi Magang : RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Takalar

JURUSAN GIZI
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 202
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang telah
memberikan karunia dan lindungan-Nya disertai keteguhan dan kesabaran hati,begitu besar
rasa syukur yang dirasakan, karena berkat Ridho-Nyalah sehingga akhirnya laporan studi
kasus ini dapat diselesaikan.
Dalam penyusunan laporan ini tentu tak terlepas dari pengarahan dan bimbingan
dari para pegawai yang berada di Instalasi Gizi di RSUD H PADJONGA DG NGALLE
TAKALAR. Maka dari itu penulis ucapkan rasa hormat dan terimakasih .
Dengan rasa rendah hati, Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari segi penyajian, penulisan, dan penggunaan tata bahasa. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikkan
dimasa yang akan datang. Walaupun demikian penyusun mengharapkan laporan studi kasus
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel
Tabel 3.1 Hasil Pengukuran Antropometri......................................... 20
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Biokimia ............................................... 21
Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Fisik Klinis ........................................... 22
Tabel 3.4 Hasil SQFFQ Sebelum Masuk Rumah Sakit ...................... 24
Tabel 3.5 Hasil Recall 24 Jam Pasien................................................. 25
Tabel 3.6 Data Riwayat Personal ........................................................ 26
Tabel 3.7 Terapi Gizi ............................................................................ 30
Tabel 3.8 Terapi medis......................................................................... 31
Tabel 3.9 Monitoring dan Evaluasi Antropometri ............................ 34
Tabel 3.10 Monitoring dan Evaluasi Biokimia .................................... 35
Tabel 3.11 Monitoring dan Evaluasi Fisik ........................................... 36
Tabel 3.12 Monitoring Tingkat Konsumsi Energi ……….. 38
Tabel 3.13. Kebutuhan dan Asupan Energi Selama Pengamatan…… 38
Tabel 3.14 Kebutuhan dan Asupan Protein Selama Pengamatan….. 40
Tabel 3.15 Kebutuhan dan Asupan Lemak Selama Pengamatan…… 42
Tabel 3.16 Kebutuhan dan Asupan Karbohidrat Selama Pengamatan 43
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar 3.1 Grafik Asupan Energi ............................................... 39
Gambar 3.2. Grafik Asupan Protein ............................................. 40
Gambar 3.3. Grafik Asupan Lemak ............................................... 42
Gambar 3.4 Grafik Asupan Karbohidrat .......................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Millitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai
oleh kadar glukosa darah melebihi normal sertagangguan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif.
Pada umumnya ada2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan
diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin), tetapi ada pula diabetes dalam kehamilan
yang biasa disebut diabetes gastointestinal.Kasus diabetes dilaporkan mengalami
peningkatan di berbagainegaraberkembang termasuk di indonesia (Suyono, 2009).
Menurut World Health Organitation (WHO)pada tahun 2012, jumlah penderita DM
mencapai 194 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa di tahun
2025 mendatang, dan setengah dari angka tersebut terjadi di negara berkembang,
termasuk negara Indonesia.Angka kejadian DM di Indonesia menempati urutan
keempat tertinggi di dunia yaitu 8,4 juta jiwa. Perkiraan itu beriringan dengan
perubahan gaya hidup masyarakat yang mengarah pada pola makan yang terlalu
tergantung dengan makanan siap saji dan tinggi karbohidrat yang semakin banyak
dan semakin digemari semua kalangan (Perkeni, 2011)
Dampak dari penyakit tersebut bila tidak ditangani dengan serius maka akan
menyebabkan kondisi pasien yang menderita penyakit Diabetes Militus dapat
mengalami komplikasi yang lebih parah, dan menyebabkan tekanan baik secara
fisik maupun mental. Bagi keluarga penderita juga akan berdampak meningkatkan
biaya kesehatan yang cukup besar, dan waktu yang lebih banyak dalam merawat
pasien, bagi masyarakat sendiri akan menpengaruhi kualitas sumber daya manusia
yang kurang produktif, maka semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah,
sudah seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan DM, khususnya dalam
upaya pencegahan. (Black & Jane 2014).
Menurut Tandra (2008), komplikasi diabetes yang dapat terjadi dibedakan
menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut berupa
koma hipoglikemi, ketoasidosis diabetik, koma hiperosmolar nonketotik.
Komplikasi kronik dapat berupa makroangiopati, mikroangiopati, neuropati
diabetik, infeksi, kaki diabetik, dan disfungsi ereksi. Ulkus diabetik adalah
kerusakan sebagian (partial thickness) atau keseluruhan (full thickness)pada kulit
yang meluas ke jaringan bawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang
terjadi pada seseorang yang menderita penyakit Diabetes Melitus, kondisi ini timbul
sebagai akibat terjadinya peningkatan kadar gula darah yang tinggi. Jika ulkus kaki
berlangsung lama, tidak dilakukan penatalaksanaan dan tidak sembuh, luka akan
menjadi terinfeksi. Ulkus kaki, infeksi, neuroarthropi dan penyakit arteri perifer
sering mengakibatkan gangren dan amputasi ekstremitas bagian bawah Tarwoto et
al (2012).
Faktor penyebab pada timbulnya ulkus peis pada penderita Diabetes Melitus adalah
angipati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang
atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa
terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien Amin & Dopin (2016).
Komplikasi ulkus/gangren pada kaki penderita DM sangat umum terjadi.
Penyakit ini disebabkan oleh kadar glukosa darah yang tidak terkontrol sehingga
terjadi gangguan pada pembuluh darah perifer yang akan mengurangi aliran darah
ke kaki. Di samping itu, kadar glukosa darah yang tidak terkontrol mengakibatkan
kerusakan saraf perifer sehingga penderita DM kehilangan sensoriknya dan tidak
menyadari apabila terluka. Hal inilah yang menjadi faktor penyebab utama
terjadinya ulkus diabetik. Kurang lebih 15% penderita DM akan mengalami ulkus
pada kaki selama perjalanan penyakit mereka) dan 3-4% dari mereka terkena infeksi
yang berat. Sebesar 85% penderita ulkus diabetik akan menjalani amputasi dan 36%
pasien yang diamputasi, 2 tahun setelahnya meninggal dunia (Pinzur, 2012).
Ulkus diabetik adalah suatu komplikasi kronik yang mengenai kaki. Masalah kaki
ini berupa borok di kaki dengan atau tanpa infeksi yang dapat terlokalisasi,
menyerang seluruh kaki, maupun kematian berbagai jaringan tubuh. Permasalahan
tersebut dapat meliputi ulkus, gangren, abses, selulitis dan osteomielitis.
Ulkus adalah kerusakan lokal atau ekskavasi permukaan organ atau jaringan
yang ditimbulkan oleh terkupasnya jaringan nekrotik radang. Selulitis merupakan
infeksi yang telah menyebar ke dalam kulit dan jaringan di bawah kulit. Gangren
adalah kematian jaringan yang berhubungan dengan berhentinya aliran darah ke
daerah yang terkena. Pada umumnya, gangren diikuti kehilangan nutrisi, invasi
bakteri dan pembusukan. Pada penderita DM, gangren bersifat basah dan berbau
khas. Abses merupakan kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk
akibat kerusakan jaringan, sebagai perkembangan dari selulitis. Osteomielitis, yaitu
infeksi yang menyebar ke jaringan dasar tulang. Abses pada tangan merupakan
terbentuknya kumpulan nanah (pus) pada tangan, yang biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri. Dinding rongga abses biasanya terdiri atas sel yang telah cedera,
tetapi masih hidup. Isi abses yang berupa nanah tersebut terdiri atas sel darah putih
dan jaringan yang nekrotik dan mencair. (Frykberg et al.,2011.
Menurut Marison 2011 dilaporkan bahwa angka kejadian abses pedis di
seluruh dunia melompat dua kali lipat. Ini merupakan tingkat kenaikan tertinggi
sepanjang 30 tahun terakhir, ini bisa jadi dikarenakan beban hidup yang semakin
sulit, pola makan yang tidak sehat dan meningkatnya gaya hidup.
Di negara-negara yang sedang berkembang seperti indonesia pun angka penderita
abses pedis dan abses lain sudah demikian tingginya mencapai 39,5 juta, lebih dari
25% disebabkan oleh penyakit infeksi dan parasit.. Berdasarkan data Global Burden
Of Cancer angka kejadian abses di indonesia 26 per 100.000 perempuan
(Antarnews, 2010). Hal ini mungkin disebabkan antara lain gaya hidup yang jauh
berbeda, pola makan, polusi lingkungan, penggunaan insektisida, zat-zat pengawet,
pewarna, penyedap makanan, serta stress yang berkepanjangan. Semuanya ini
mungkin turut mengambilan di dalam berkembangnya penyakit abses.
(Ranggiansanka, 2010)
Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan
sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat
kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang
fatal (meskipun jarang) apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital,
misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakhea. Dan pada masalah ini
terkait dengan Abses pedis yang berujung akan terjadi kerusakan jaringan, biasanya
akan susah sembuh dan membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun
demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi yaitu pembedahan,
dan akan berujung dengan amputasi bila sudah terjadi kerusakan jaringan yang
bertimbul infeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Diabetes Melitus
1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan
metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Hormon
insulin dihasilkan oleh sekelompok sel beta di kelenjar pankreas dan
sangat berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel tubuh. Kadar
glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa di serap semua dan tidak
mengalami metabolisme dalam sel. Akibatnya, seseorang akan
kekurangan energi , sehingga mudah lelah dan berat badan terus
turun. Kadar glukosa yang berlebih terus di keluarkan melalui ginjal
dan dikeluarkan bersama urine. Gula memiliki sifat yang menarik air
sehingga menyabkan seseorang banyak mengeluarkan urine dan
selalu merasa haus. (Maulana Mirza, 2015).
Diabetes melitus diartikan pula sebagai penyakit metabolisme
yang termasuk dalam kelompok gula darah yang melebihi batas
normal atau hiperglikemia (lebih dari 120 mg/dl atau 120mg%).
Karena itu DM sering disebut juga dengan penyakit gula. Sekarang,
penyakit gula tidak hanya dianggap sebagai gangguan metabolisme
karbohidrat, tetapi juga menyangkut metabolisme protein dan lemak.
Akibatnya DM sering menimbulkan komplikasi yang bersifat
menahun (kronis), terutama pada struktur dan fungsi pembuluh
darah. Jika hal ini dibiarkan begitu saja, akan timbul komplikasi lain
yang cukup fatal, seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan,
aterosklerosis, bahkan sebagian tubuh bisa diamputasi.
Diabetes melitus tipe 2 (DM-2) atau disebut sebagai Non
InsulinDependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan salah satu
tipe DM akibat dari insensitivitas sel terhadap insulin (resistensi
insulin) serta defisiensi insulin relatif yang menyebabkan
hiperglikemia. DM tipe ini memiliki prevalensi paling banyak
diantara tipe-tipe lainnya yakni melingkupi 90-95% dari kasus
diabetes (ADA,2014).
2. Klasifikasi Diabetes
Menurut Maulana Mirza (2015), Diabetes sendiri terdiri dari
4 jenis yang masing masing dapat diobati dengan caratersendiri,
yaitu :
1. DM Tipe I
Diabetes melitus tipe I atau diabetes anak-anak dicirikan dengan
hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pula Langerhans
pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin padi tubuh.
Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang
dewasa. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada
diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang
menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut
dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
2. DM Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari "kecacatan
dalam produksi insulin" dan "resistensi terhadap insulin" atau
"berkurangnya sensitifitas terhadap insulin" (adanya defekasi
respon jaringan terhadap insulin)yang melibatkan reseptor insulin
di membran sel. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang
kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk
kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin
relatif.
3. Diabetes pada Kehamilan
Diabetes kehamilan terjadi pada intoleransi glukosa yang
diketahui selama kehamilan pertama. Jumlah nya sekitar 2-4%
kehamilan. Wanita dengan diabetes kehamilan akan mengalami
peningkatan risiko terhadap diabetes setelah 5-10 tahun
melahirkan.
4. DM tipe lain
Merupakan gangguan endokrin yang menimbulkan hiperglikemia
akibat peningkatan produksi gluksa hati atau penurunan
penggunaan glukosa oleh sel, sebelum nya dikenal dengan istilah
diabetes sekunder, diabetes tipe ini menggambarkan diabetes
yang dihubungkan dengan keadaan dan sindrom tertentu.
3. Etiologi dan Faktor Risiko
Menurut Damayanti, 2018), faktor-faktor resiko terjadinya DM
antara lain:
a. Faktor Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dengan DM akan mempunyai peluang
menderita DM sebesar 15% dan resiko mengalami intoleransi
glukosa yaitu ketidakmampuan dalam metabolisme karbohidarat
secara normal sebesar 30%. Faktor genetik dapat langsung
mempengaruhi sel beta dan mengubah kemampuannya untuk
mengenali dan menyebarkan rangsang sekretoris insulin.
b. Obesitas
Obesitas atau kegemmukan yaitu kelebihan berat badan ≥ 20%
dari berat ideal atau BMI (Body Mass Index) ≥ 27 kg/m2 .
Kegemukan menyebabkan berkurangnya jumlah reseptor insulin
yang dapat bekerja di dalam sel pada otot skeletal dan jaringan
lemak. Hal ini dinamakan resistensi insulin perifer.
c. Usia
Faktor usia yang risiko menderita DM adalah usia diatas 30
tahun, hal ini karna adanya perubahan anatomis, fisiologis dan
biokimia.
d. Tekanan Darah
Seseorang yang beresiko menderita DM adalah yang mempunyai
tekanan darah tinggi (Hypertensi) yaitu tekanan darah ≥140/90
mmHg pada umumnya pada diabetes melitus menderita
hipertensi.
e. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang kurang menyeabkan resistensi insulin pada
DM. Menurut ketua Indonesia Diabetes Association (persadia),
Soegondo bahwa DM selain faktor genetik, juga bisa dipicu oleh
lngkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidudp tidk sehat,
seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang serat), kurang
aktivitas fisik, stress.
f. Stres
Diabetes yang mengalami stres dapat merubah pola makan,
latihan, penggunaan obat yang biasanya dipatuhi dan hal ini
menyebabkan terjadinya hiperglikemia.
g. Riwayat Diabetes Gestasional
Wanita yang mempunyai riwayat diabetes gestasional atau
melahirkan bayi dengan berat badan lahir dari 4 kg mempunyai
risiko untuk menderita DM. Faktor resiko DM gestasional adalah
riwayat keluarga, obesitas, dan glikosuria.
4. Komplikasi Diabetes Melitus
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang
meningkat atau menurun dengan tajam dalam waktu relatif
singkat. Kadar glukosa darah bisa menurun drastis jika penderita
menjalani diet yang terlalu ketat. Perubahan yang besar dan
mendadak dapat berakibat fatal. Dalam komplikasi akut dikenal
beberapa istilah sebagai berikut:
1. Hipoglikemia yaitu keadaan seseorang dengan kadar glukosa
darah di bawah nilai normal. Gejala hipoglikemia ditandai
dengan munculnya rasa lapar, gemetar, mengeluarkan
keringat, berdebar-debar, pusing, gelisah, dan penderita bisa
menjadi koma.
2. Ketoasidosis diabetik-koma diabetik yang diartikan sebagai
keadaan tubuh yang sangat kekurangan insulin dan bersifat
mendadak akibat infeksi, lupa suntik insulin, pola makan
yang terlalu bebas, atau stres.
3. Koma hiperosmoler non ketotik yang diakibatkan adanya
dehidrasi berat. Hipotensi dan shock. Karena itu, koma
hiperosmoler non ketotik diartikan sebagai keadaan tubuh
tanpa penimbunan lemak yang menyebabkan penderita
menunjukkan pernapasan yang cepat dan dalam (kusmaul).
4. Koma lakto asidosis yang diartikan sebagai keadaan tubuh
dengan asam laktat yang tidak dapat diubah menjadi
bikarbonat. Akibatnya, kadar asam laktat dalam darah
meningkat dan seseorang bisa mengalami koma.
b. Komplikasi kronis
Komplikasi kronis terdiri dari komplikasi mekrovaskuler,
mikrovaskuler dan neuropati.
1. Komplikasi Makrovaskuler
Komplikasi ini diakibatkan karena perubahan ukuran
diameter pembuluh darah. Pembuluh darah akan menebal,
sklerosis dan timbul sumbatan (occlusion) akibat plaque yang
menempel. Komplikasi makrovaskuler yang paling sering
terjadi adalah; penyakit arteri koroner, penyakit
cerebrovaskuler dan penyakit vaskuler perifer.
2. Komplikasi Mikrovaskuler
Perubahan mikrovaskuler melibatkan kelainan struktur dalam
membran pembuluh darah kecil dan kapiler. Kelainan pada
pembuluh darahini menyebabkan dinding pembuluh darah
menebal, dan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Komplikasi mikrovaskuler terjadi di retina yang
menyebabkan retinopati diabetik dan di ginjal menyebabkan
neuropatidiabetik.
3. Komplikasi Neuropati
Neuropati diabetik merupakan sindroma penyakit yang
memperngaruhi semua jenis saraf, yaitu saraf perifer, otonom
dan spinal. Komplikasi neuropati perifer dan otonom
menimbulkan permasalahan di kaki, yaitu berupa ulkus kaki
diabetik, pada umumnya tidak terjadi dalam 5-10 tahun
pertama setelah diagnosis, tetapi tanda-tanda komplikasi
mungkin ditemukan pada saat mulai terdiagnosis DM tipe 2
karena DM yang dialami pasien tidak terdiagnosis selama
beberapatahun.
5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Menurut (Soelistijo, Novida et al. 2015) penatalaksanaan diabetes
melitus dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi
medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis
dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.
Penatalaksanaan pada pasien Diabetes melitus terdiri dari 5 pilar
utama yaitu edukasi, terapi nutrisi, jasmani, farmakologis dan
Monitoring.
a) Edukasi
Dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian
yang sangat penting dari pengelolaan Diabetes Mellitus secara
holistik.Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal
dan materi edukasi tingkat lanjutan (Perkenni, 2015).
b) Terapi Nutrisi Medis (TNM)
TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2
secara komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,petugas
kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Guna
mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan
kebutuhan setiap penyandang Diabetes Mellitus. Prinsip
pengaturan makan pada penyandang Diabetes Mellitus hampir
sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan
zat gizi masing-masing individu. Penyandang Diabetes Melitus
perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan
jadwal makan, jenis dan jumlah kandungankalori, terutama pada
mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi
insulin atau terapi insulin itu sendiri (Perkenni,2015).
c) Latihan Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
DMT2 apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani
sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur
sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45menit, dengan
total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2
hari berturut-turut. Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah (Perkenni, 2015). Latihan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan jasmani dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung
maksimal) seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara
mengurangi angka 220 dengan usia pasien. Penderita Diabetes
Mellitus tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi
yang tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga
melakukan resistance training (latihan beban) 2-3 kali/perminggu
sesuai dengan petunjuk dokter.
d) Pengobatan
Diabetisi telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan
jasmani yang teratur namun pengendalian kadar gula darah
belum tercapai maka dipertimbangkan pemberian obat. Obat
tersebut adalah obat hipoglikemi oral (OHO) dan insulin.
Pemberian obat Hipoglikemi Oral diberikan kurang lebih 30
menit sebelum makan. Obat dalam bentuk suntikan meliputi
pemberian insulin dan agonis GLP-1/incretin mimetic.
Pemberian insulin biasanya diberikan lewat penyuntikan di
bawah kulit (subkutan) dan pada keadaan
khususdiberikansecaraintravenaatauintramuskuler.Mekanisme
kerja insulin short acting, medium acting dan long
acting(PERKENI, 2011).
B. Konsep Ulkus Kaki Diabetik
1. Pengertian
Ulkus kaki diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan
kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insusifiensi dan neuropati, keadaan lebih lanjut terdapat
luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun
anaerob (Prasetyorini,2015).
Luka kaki diabetik adalah luka atau lesi pada pasien DM
yang dapat mengakibatkan ulserasi aktif dan merupakan penyebab
utama amputasi kaki. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan ulkus
diabetic merupakan suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke
dalam dermis biasanya pada telapak kaki yang diakibatkan karena
komplikasi makrongiopati yang dapat berkembang karena adanya
infeksi dan merupakan penyebab utama amputasi (Prasetyorini,
2015).
2. Etiologi
Ulkus kaki diabetik biasanya memiliki banyak komponen
meliputi neuropati sensori perifer, trauma, deformitas iskemia,
pembentukan kalus, infeksi, dan edema. Selain disebabkan neuropati
perifer (sensorik, motorik, dan otonomik) dan penyakit pembuluh
darah perifer (makro dan mikro angiopati), faktor lain yang
berkontribusi terhadap kejadian ulkus kaki diabetik adalah
deformitas kaki (yang dihubungkan dengan peningkatan plantar) ,
gender laki-laki, usia tua, kontrol gula darah yang buruk,
hiperglikemia yang berkepanjangan, dan kurangnya perawatan kaki (
Tarwoto, dkk, 2012).
3. Klasifikasi
Menurut Prasetyorini (2015) ulkus kaki diabetik diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman ulkus dan ada tidaknya osteomyelitis atau
gangren, yaitu:
1) Derajat 0
Pada fase ini kulit utuh, tidak ada luka terbuka, namun ada
kelainan pada kaki akibat neuropati
2) Derajat 1
Ulkus diabetik superfisial (sebagian atau seluruh permukaan
kulit)
3) Derajat2 Ulkus meluas hingga ligamen, tendon, kapsul sendi,
atau fasia dalam tanpa abses atau osteomyelitis
4) Derajat 3 Ulkus dalam dengan abses, osteomyelitis, atau sepsis
sendi
5) Derajat4 Gangren terlokalisasi pada bagian jari atau tumit
6) 6) Derajat 5 Gangren yang meluas hingga seluruh kaki.
4. Patofisiologi
Ulkus diabetik disebabkan adanya tiga faktor yang sering
disebut trias yaitu iskemik, neuropati, dan infeksi. Neuropati perifer
pada diabetes adalah multifaktorial dan diperkirakan merupakan
akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum, disfungsi
endotel, defisiensi mioinositol- perubahan sintesis myelin dan
menurunnya aktivitas Na-KATPase, hiperosmolaritas kronis,
menyebabkan edema pada saraf tubuh serta pengaruh peningkatan
sorbitol dan fruktose (Prasetyorini, 2015).
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh
karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan
kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses
makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan
menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi
pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi,
dingindan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung
kaki atau tungkai (Prasetyorini, 2015).
Neuropati diabetik meliputi gangguan saraf motorik,
sensorik, dan otonom yang masing-masing memegang peranan
penting pada kejadian ulkus diabetik.
Gangguan saraf motorik menyebabkan paralisis otot kaki yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dan bentuk pada
sendi kaki (deformitas), perubahan cara berjalan, dan menimbulkan
titik tekan baru dan penebalan pada telapak kaki (kalus). Gangguan
saraf sensorik menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya
perlindungan terhadap trauma sehingga pasien mengalami cedera
tanpa disadari. Gangguan saraf otonom mengakibatkan hilangnya
sekresi kulit sehingga kulit menjadi kering dan mudah mengalami
luka yang sulit sembuh (Prasetyorini, 2015).
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri
menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian
dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah,
sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam
jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang
akan berkembang menjadi ulkus diabetik (Prasetyorini,2015).
5. Resiko Terjadinya Ulkus Kaki Diabetik
Faktor risiko terjadinya ulkus kaki diabetik pada penderita diabetes
mellitus menurut Lipsky dengan modifikasi yang dikutip oleh
Mustafa (2016) terdiri atas :
a. Lama DM ≥ 10 tahun
Semakin lama seseorang mengalami DM, maka makin berisiko
mengalami komplikasi. Ulkus kaki diabetik terutama terjadi pada
penderita diabetes mellitus yang telah menderita selama 10 tahun
atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena
akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler
sehingga mengalami makroangiopatimikroangiopati yang akan
terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki
penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.
b. Neuropati (sensorik, motorik, otonom)
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi
gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada
serabut saraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Saraf yang
rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik,
sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga
kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah
robek.
c. Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah (TD) > 130/80 mmHg) pada penderita
diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan
berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi
vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari
130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada
endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap
makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit
yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia
pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus
diabetik.
d. Glikosilasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak
terkendali.
Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk
dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk
hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi
Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan
pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan
hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada
dinding sel otot polos subendotel. Kadar glukosa darah tidak
terkontrol ( gula darah puasa (GDP) > 100 mg/dl dan GD2JPP >
144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka
panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah
satunya yaitu ulkus diabetika.
e. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam
rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian
terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya
terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan
memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah
timbulnya aterosklerosis.
f. Kolestrol Total, High Density Lipoprotein (HDL), Trigliserida
tidak terkendali.
Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya
peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan
konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih
plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl). Kadartrigliserida ≥ 150 mg/dl
, kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan
mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan
menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi
peradangan dan terjadinya aterosklerosis.
Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen
pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi
jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun
ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri
dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin
dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan
sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai.
g. Ketidakpatuhan diet DM
Diet adalah pengaturan terhadap makanan yang dikonsumsi.
Jenis diet yang dilakukan dapat bermacam-macam sesuai dengan
tujuan dari diet (Wicak, 2009). Kepatuhan diet DM mempunyai
fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan
normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik,
menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid,
meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki
sistem koagulasi darah.
h. Kurangnya aktivitas Fisik
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan
sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar
glukosa darah. Kadar glukosa darah yang terkendali dapat
mencegah komplikasi kronik diabetes mellitus.
i. Perawatan kaki tidak teratur
Perawatan kaki diabetis yang teratur dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Penelitian
Kurniasari, 2007, menunjukkan terdapat perbedaan proporsi yang
bermakna terhadap kejadian luka kaki antara pasien diabetes
melitusyang rutin melakukan perawatan kaki dengan yang
tidakrutin melakukan perawatan kaki.
j. Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Pasien diabetes tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa
menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma
yang mengakibatkan ulkus diabetik, terutama pada pasien DM
yang mengalami neuropati.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Identitas Pasien
Nama : Ny. H
TTL : 31/12/1967
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Buludoang
Identifikasi Pasien
a. Nama : Ny. H
b. Ruangan : Flamboyan
c. Umur : 55 tahun
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Diagnosis Masuk : Diabetes Melitus
f. Diagnosis MRS : Abces Pedis+DM
g. Tanggal Masuk : 21/03/2022
Pasien bernama Ny. H merupakan seorang Ibu Rumah Tangga yang
berumur 55 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama saat masuk rumah
sakit nyeri pada telapak kaki kiri dialami sejak lebih 1 minggu.
Hasil labolatorium menunjukkan hasil ureum 24,9 Mg/dl, keratin 0,41 Mg/dl
dan Gula darah sewaktu 64 Mg/dl.
Data antropometri Ny. H sebagai berikut, berat badan 54 kg, lila 26 cm, dan
tinggi lutut 44cm.
B. Assesment/Pengkajian Gizi
1. Pengukuran Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthopros (tubuh) dan metros (ukuran).Secara
umum antropometri diartikan sebagai ukuran tubuh manusia.Dalam bidang gizi,
antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.Dalam bidang
ilmu gizi, antropometri digunakan untuk menilai status gizi.Ukuran yang sering
digunakan adalah berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, tinggi duduk,
lingkar perut, lingkar pinggul, dan lapisan lemak bawah kulit.Pengukuran
antropometri yang dilakukan pada pasien teridiri dari pengukuran tinggi lutut
dan lingkar lengan atas. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan pasien
dijabarkan pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Hasil Pengukuran Antropometri
Kode IDNT Hasil Pengukuran Kesimpulan
AD-1.1.1 BB 52 kg Status Gizi Kurang
AD-1.1.2 TL 44 cm
Lila 26 cm
BBI 45 kg
AD-1.1.5 %Lila : 82 %

Berdasarkan kategori persen lila, diketahui bahwa pasien Ny. H memiliki


status gizi kurang apabila ditinjau dari parameter lingkar lengan atas.

2. Pengukuran Biokimia (BD)


Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang
lebih tepat dan objektif daripada menilai konsumsi pangan dan pemeriksaan
lain. Pengukuran biokimia dapat dilakukan dengan cara memeriksa spesimen
yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa
jaringan tubuh lain seperti hati dan otot. Melalui pengukuran biokimia ini juga
dapat diketahui komponen apa saja yang diperkirakan dapat memengaruhi status
gizi pasien. Hasil assesment biokimia ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 3.2 Hasil Pengukuran Biokimia
Hematologi
Ureum 24.9 mg/dl Normal
Keratin 0.41 mg/dl Normal

Gula Darah 381 mg/dl Tinggi


Sewaktu
(Sumber : Rekam Medis Ruang Flamboyan, 2022)

Dari hasil pengukuran biokimia tersebut diketahui bahwa ureum, kreatin


masuk dalam kategori normal. Tetapi gula darah sewaktu tinggi dikarenakan
kurangnya hormon insulin. Maka karena hal tersebut pasien disuntik hormon
insulin.

3. Pengukuran Fisik Klinis (PD)


Pemeriksaan fisik/klinis dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis
yang berkaitan dengan gangguan gizi atau dapat menimbulkan masalah gizi.
Evaluasi sistem tubuh seperti penampilan fisik (kepala, leher, kulit, rambut,
abdomen ekstremitas), hilang masa otot dan lemak, gangguan fungsi menelan,
kesehatan mulut, bernafas, dan nafsu makan (Thamaria, 2017). Berikut hasil
pengukuran fisik klinis pada pasien:
Tabel 3.3 Hasil Pengukuran Fisik Klinis
Parameter Hasil Nilai Normal Interpretasi
Suhu 37°C 36,1°C-37,2°C Normal
Tekanan Darah 110/70 mmHg 120/80 mmHg Normal

Nadi 82x/mnt 60-100x/mnt Normal

Pernapasan 20x/mnt 12-20x/mnt Normal

(Sumber: Rekam Medis Ruang Flamboyan, 2022)

4. Pengukuran Dietary (FH)


a. Riwayat Makan Dahulu
Untuk mengetahui kebiasaan makan pasien terdahulu dilakukan
wawancara kepada pasien mengenai kebiasan makan beberapa bahan
makanan yang terdiri dari frekuensi konsumsi dan jumlah bahan makanan
yang dikonsumsi. Berdasarkan wawancara tesebut diketahui riwayat makan
dahulu pasien sebagai berikut :
1) Pasien memiliki kebiasaan makan nasi hanya 1x/hari @100gr
Sumber karbohidrat yang paling sering dikonsumsi adalah ubi @50
gram
2) Lauk hewani yang dikonsumsi berupa:
Telur ayam (60 gram) 2x/minggu
Ikan ( 50 gram) 5x/minggu
Daging sapi (30 gram) 1x/2bulan
3) Sayur yang dikonsumsi berupa
Labu siam (50 gram) 5x/minggu
Wortel (25 gran) 4x/minggu
Bayam (25 gram) 3x/minggu
Kangkung (25 gram) 2x/minggu
4) Lauk nabati yang dikonsumsi berupa
Tempe (25 gram) 3x/minggu
Tahu (25 gram) 2x/minggu
5) Buah yang dikonsumsi berupa:
Anggur (50 gram) 4x/minggu
Buah Pier (50 gram) 3x/minggu
6) Konsumsi jajanan berupa kerupuk 3-4x/minggu
7) Metode pengolahan makanan paling sering direbus, ditumis dan
digoreng.
Secara rinci hasil wawancara SQ-FFQ terhadap pasien dapat dijabarkan
pada tabel berikut:
Tabel 3.3 Hasil SQFFQ sebelum masuk rumah sakit
Bahan U Jumlah Frekuensi
Makanan R (gram) ≥1/hari 1-3x/ 4-6x/
T minggu minggu
Nasi 1 100 √
centong
Ubi jalar 1 ptg 50 √
sedang
Telur ayam 1 btr 50 √
Ikan 1 ptg 50 √
sdg
Labu siam 2,5 sdm 25 √
Wortel 2,5 sdm 25 √
Bayam 2,5 sdm 25 √
Kangkung 2,5 sdm 25 √
Tempe 1 ptg 25 √
sdg
Tahu 1 ptg 25 √
sdg
Anggur 8 buah 100 √
Pir 1 ptg 100 √
sdg

Jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi pasien berdasarkan SQ FFQ
adalah sebagai berikut:
1) Energi : 770,5 kkal (59 %)
2) Protein : 32,18 gr (100 %)
3) Lemak : 12,12 gr (42 %)
4) Karbohidrat : 136,26 gr (69 %)
Berdasarkan analisis riwayat makan dahulu asupan energi termasuk
defisit tingkat berat, asupan protein normal, asupan lemak dan
karbohidrat masuk dalam kategori defisit tingkat berat. Asupan protein
pasien normal dikarenakan konsumsi harian pasien mulai dari lauk
hewani dan nabati, pasien konsumsi setiap harinya.
b. Riwayat Makan saat ini
Data riwayat makan saat ini diperoleh dari hasil recall 24 jam. Berdasarkan
hasil recall tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3.4 Hasil 24-Recall Pasien 22 Maret 2022
Energi Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat
(kcal) (g)
Asupan 493 6.38 2.72 116.16
Kebutuhan 1.300 32.5 28.8 195
Persentase 37 % 19 % 9% 59 %
asupan
Kategori Defisit Defisit Defisit Defisit tingkat
tingkat berat tingkat berat tingkat berat berat
Pemenuhan asupan pasien dikategorikan berdasarkan Kategori
pemenuhan asupan berdasarkan kategori kecukupan gizi menurut WNPG
(2004), yaitu:
1) < 70% : defisit tingkat berat
2) 70 – 79% : defisit tingkat sedang
3) 80 – 89% : defisit tingkat ringan
4) 90 – 119% : normal 5) ≥ 120% : lebih
5. Riwayat Personal (CH)
Tabel 3.5 Data Riwayat Personal
Jenis Data
Nama Ny. H
Usia 55 tahun
Jenis Kelamin Perempuan
Agama Islam
Pendidikan Terakhir SMA
Riwayat Penyakit Dahulu Diabetes Melitus
Riwayat Penyakit Sekarang Abces Pedis + DM

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Sebelumnya pasien memiliki


riwayat penyakit diabetes melitus. Sebelumnya, pasien tidak pernah
mendapatkan edukasi gizi.
6. Diagnosa Gizi
a. NI 2.1
Asupan makanan dan minuman per oral tidak adekuat berkaitan dengan
adanya mual, muntah ditandai data recall asupan dibawah 50% dari
kebutuhan (defisit tingkat berat)
b. NC 2.2
Perubahan data lab terkait gizi (gula darah sewaktu) berkaitan dengan
kurangnya pasokan hormon insulin yang tidak bekerja dengan optimal
akibat resistensi insulin.
Ditandai dengan tingginya gula darah sewaktu (381 mmHg).
c. NC 3.1
Berat badan kurang berkaitan dengan pola makan salah ditandai dengan
status gizi kurang (%Lila = 82 %)
7. Rencana Intervensi
a. Intervensi Diet
1) Tujuan
a) Perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat
badan, dan profil lipid, dengan cara:
1. Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dengan
menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin (endegonus
dan eksogonus), dengan obat penurun glukosa oral dan aktivitas
fisik.
2. Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal
3. Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai
berat badan normal.
4. Menghindari komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin,
seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama
serta masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani.
5. Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi
yang optimal.
2) Prinsip
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes tanpa
komplikasi hampir sama dengannju masyarakat umum, yaitu makanan
yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi setiap
individu. Pada penyandang diabetes perlu mematuhi keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (terutama makanan
sumber karbohidrat), khususnya pada mereka yang menggunakan obat
sekresi insulin dan terapi insulin.
3) Syarat:
a) Energi diberikan sesuai untuk mencapai dan mempertahankan berat
badan ideal. Kebutuhan kalori basal adalah 25 kalori untuk wanita.
b) Karbohidrat dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi .
c) Lemak dianjrukan yaitu 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
d) Protein yaitu sebesar 10-20% total asupan energi.
4) Jenis Diet
Diet DM 1.300 kkal
5) Perhitungan Energi dan Zat Gizi
Perhitungan kebutuhan energi menggunakan rumus Parkeni, dan
didapatkan hasil sebagai berikut:
a) Energi
TEE = EB + ((FA+FS-KU) X EB)
= 1.125 + ((10% + 20% - 10%) X 1.125)
= 1.125 + (20 % X 1.125)
= 1.125 + 225
= 1.300 kkal
b) Protein
= 10% X 1300
= 130 : 4
= 32,5 gr
c) Lemak
= 20% X 1300
= 260 : 9
= 28,8 gr
d) Karbohidrat
= 60% X 1300
= 780 : 4
= 195 gr
b. Intervensi Edukasi
1. Tujuan
a. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga terkait jenis
diet diabetes melitus
b. Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga terkait dengan
diet diabetes melitus serta jenis makanan yang dianjurkan,
dibatasi dan dihindari untuk dikonsumsi.
c. Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga untuk
mencapai target asupan sebesar 100%.
2. Sasaran
Pasien dan keluarga pasien
3. Metode
Edukasi dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab
4. Materi
a. Gambaran umum penyakit pasien.
b. Penjelasan mengenai diet Rendah Garam.
c. Pola makan yang tepat sesuai kondisi pasien.
d. Makanan yang dianjurkan, dibatasi, dan dihindari untuk dikonsumsi
sesuai dengan kondisi pasien saat ini.
5. Waktu
Edukasi dilaksanakan pada hari Kamis 24 Maret 2022 selama kurang
lebih 10 menit.
6. Tempat
Ruang Flamboyan RSUD H. Padjonga Dg Ngalle Takalar.
c. Implementasi
1. Terapi Diet
Terapi gizi atau terapi diet adalah bagian dari perawatan penyakit
atau kondisi klinis yang harus diperhatikan agar pemberiannya sesuai
dengan kebutuhan pasien serta dan diharapkan dapat mempercepat masa
pemulihan pasien. Terapi diet yang diterima pasien selama 2 hari
pengamatan dijabarkan pada Tabel 3.8.
Pemberian diet disesuaikan dengan kondisi N. H dengan diagnose
medis Abses Pedis + DM, pasien diberikan diet RG karena pada kondisi
pasien dengan diabetes melitus membutuhkan diet rendah garam. Bentu
makanan adalah makanan lunak.
Tabel 3.7 Terapi diet yang diberikan
Hari/Tanggal Diet yang diberi Rute
Monev 1 Pagi oral
22 Maret 2022 Makanan lunak
rendah garam 1.300
Siang
Makanan lunak
rendah garam 1.300
Sore
Makanan lunak
rendah garam 1.300

Monev 2 Pagi Oral


23 Maret 2022 Makanan lunak
rendah garam 1.300
Siang
Makanan lunak
rendah garam 1.300
Sore
Makanan lunak
rendah garam 1.300
Monev 3 Pagi Oral
24 Maret 2022 Makanan lunak
rendah garam 1.300
Siang
Makanan lunak
rendah garam 1.300
Sore
Makanan lunak
rendah garam 1.300

Terapi gizi yang menjadi salah satu faktor penunjang utama


penyembuhan tentunya harus diperhatikan agar pemberian tidak melebihi
kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolism. terapi gizi
harus selalu disesuaikan seiring dengan perubahan fungsi organ selama
penyembuhan. dengan kata lain, pemberian diet pasien harus dievaluasi dan
diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium, baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. upaya peningkatan
status gizi dan Kesehatan masyarakat baik dalam maupun di luar rumah
sakit merupakan tugas dan tanggung jawab tenaga Kesehatan, terutama
tenaga yang bergerak di bidang gizi (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
2. Terapi Medis
Selama pasien menjalani terapi di rumah sakit terdapat beberapa terapi
medis yang diberikan untuk membantu memulihkan kondisi pasien.
Terapi medis yang diberikan kepada pasien perlu diperhatikan jenis,
dosis, serta adanya interaksi antar obat maupun interaksi antar makanan.
Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan efek farmakoterapi dari tiap
jenis obat yang diberikan.
d. Monitoring dan Evaluasi
1) Monitoring dan Evaluasi Antropometri
Monitoring dan evaluasi antropometri dilakukan untuk mengetahui
apakah terdapat perubahan hasil pengukuran antropometri pada pasien
atau tidak. Hasil monitoring dan evaluasi antropometri pada pasien
dijabarkan pada tabel di bawah ini
Tabel 3.9 Hasil Monitoring dan Evaluasi Antropometri
Kode IDNT 21 Maret 2022 22 Maret 2022 23 Maret 2022
AD-1.1.1 Lila 26 cm Lila 26 cm Lila 26 cm
AD-1.1.2 BB 52 kg BB 52 kg BB 53 kg
AD-1.1.5 Status Gizi Kurang (Lila 82%)

Selama 3 hari pemantauan antropometri lingkar lengan atas dan berat


badan pasien tidak mengalami perubahan sehingga status gizi pasien pun
tetap. Hal ini dikarenakan perubahan pada antropometri tubuh seperti
lingkar lengan atas dan berat badan pada umumnya membutuhkan waktu
paling lama dua minggu (Asimiliati, 2018).

2) Monitoring dan Evaluasi Biokimia


Data biokimia meliputi hasil pemeriksaan laboratorium yang
berhubungan dengan keadaan gizi, seperti ureum, kreatin, gula darah
sewaktu dan jaringan tubuh lainnya. Hasil analisis memberikan
informasi yang bermanfaat mengenai status gizi dan memiliki peranan
dalam menegakkan diagnosis dan intervensi gizi. Pemeriksaan
laboratorium hematologi dilakukan setiap hari, yaitu pada tanggal 21-23
Maret 2022. Hasil pemeriksaan biokimia ditampilkan pada tabel berikut
Tabel 3.10 Hasil Monitoring dan Evaluasi Labolatorium
Nilai Lab Hasil
Labolatorium
Nilai Normal 21 Maret 2022 22 Maret 2022 23 Maret 2022
Ureum 12-33 mg/dL 24,9 mg/dl 24,9 mg/dl 24,9 mg/dl
Kreatin 0,5-1,1 mg/dL 0,41 mg/dl 0,41 mg/dl 0,41 mg/dl
Gula darah ≤ 200 mg/dl 381 mg/dl 163 mg/dl 271 mg/dl
sewaktu
(Sumber: Rekam Medis Ruang Flamboyan, 2022)
Hasil pemantauan data hasil lab hematologi pasien selama tiga hari menunjukkan
nilai ureum dan kreatin normal, sedangkan gula darah sewaktu pasien selama tiga hari tidak
stabil dikarenakan pasien telah melakukan pembedahan yang dimana menjadi salah satu
penyebab gula darah sewaktu tidak stabil.
3) Monitoring dan Evaluasi Fisik Klinis
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari
seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda
klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis.
Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan
diagnosis, perencanaan perawatan pasien serta dalam memonitoring
kondisi pasien. Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis,
mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak yaitu kaki.
Pemeriksaan secara sistematis tersebut disebut teknik Head to Toe.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi
pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam praktiknya,
tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu
dilakukan pertama kali (Sugiarto, et.al., 2018). Monitoring dan evaluasi
fisik klinis pasien dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Pemantauan ini
bertujuan untuk mengetahui dan mengamati apakah terdapat perubahan
nilai fisik klinis yang berkaitan dengan diagnosa dan kondisi pasien.
Hasil pengamatan fisik klinis pasien selama 2 hari dijabarkan pada tabel
3.11 di bawah ini :
Tabel 3.11 Monitoring dan Evaluasi Fisik Klinis

Data Fisik Nilai 21-03-2022 22-03-2022 23-03-2022


Klinis normal
Suhu 36-37°C 37°C 37°C 37°C
Nadi 60-100x/mnt 82x/mnt 82x/mnt 82x/mnt
Pernafasan 12-20x/mnt 20x/mnt 20x/mnt 20x/mnt
Tekanan 120/80 110/70 110/70 110/70
darah mmHg mmHg mmHg mmHg
Batuk (-) (-) (-) (-)
Mual (-) (+) (-) (-)
Muntah (-) (-) (-) (-)
(Sumber: Rekam Medis Ruang Flamboyan, 2022)
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa pada selama 3 hari
pengamatan nilai suhu normal, nadi dan nafas normal.
4) Monitoring dan Evaluasi Dietary
Evaluasi asupan makanan merupakan salah satu upaya untuk mengetahui
tingkat nafsu makan dan daya terima pasien terhadap makanan yang
telah disajikan selama pelaksanaan studi kasus. Tingkat konsumsi
merupakan asupan zat gizi pasien selama dirawat di rumah sakit sesuai
dengan kebutuhan pasien. Tingkat konsumsi makanan pada pasien dapat
diukur dengan menggunakan teknik perhitungan. Perhitungan tingkat
konsumsi pasien dilakukan guna mengetahui perkembangan kondisi
pasien serta tingkat konsumsi makanan yang dikonsumsi oleh pasien.
Menurut Wahyuningsih (2013), konsumsi energi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
asupan ( intake ) x 100 %
Tingkat konsumsi =
Kebutuhan
Setelah melakukan perhitungan tingkat konsumsi, maka maka hasil
perhitungan tersebut perlu diklasifikasikan sesuai kategori kecakupan
gizi menurut SK Kemenkes No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit, yaitu indicator sisa makanan yang
tidak termakan oleh pasien menggunakan nilai standar
< 80% : Asupan Makan Kurang ]
≥ 80% : Asupan Makan Normal
Monitoring dan evaluasi pasien asupan makan pasien dilakukan
selama 3 hari yaitu pada tanggal 21 Maret 2022 hingga 23 Maret 2022.
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi asupan makan pasien bertujuan
untuk mengetahui apakah pasien mampu mengonsumsi jenis diet yang
telah disediakan oleh rumah sakit. Melalui monitoring dan evaluasi ini
dapat diketahui jumlah intake asupan pasien beserta dengan presentase
pemenuhannya.
Selanjutnya dapat dilakukan analasis apakah asupan pasien sudah
memenuhi kebutuhan energinya dalam sehari atau belum. Apabila
asupan pasien masih belum memenuhi kebutuhan energinya, dapat
dilakukan analisis lebih lanjut apakah ada masalah mengenai gastro
intestinal seperti misalnya keluhan mual, muntah, nyeri perut, dan
sebagainya. Ataupun masalah lain seperti penurunan nafsu makan, dan
bentuk makanan rumah sakit yang kurang sesuai dengan preferensi.
Hasil pengamatan asupan makan pasien selama 3 hari ditampilkan pada
tabel berikut :
Tabel 3.12 Monitoring dan Evaluasi Asupan Makan
Tanggal Keterangan Energi P (g) L (g) KH (g)
(kkal)
21 Maret Kebutuhan 1300 32,5 28,8 195
2022 Asupan RS 511,9 13,6 11,6 88,9
% Asupan 39% 41% 40% 45%

22 Maret Kebutuhan 1300 32,5 28,8 195


2022
Asupan RS 619,1 17,2 13,1 105,5
% Asupan 47% 52% 45% 54%

23 Maret Kebutuhan 1300 32,5 28,8 195


2022
Asupan RS 1221,2 32,5 27,0 211,9
% Asupan 93% 100% 93% 108%

Kebutuhan 1.300 32,5 28,8 195


Rata-rata asupan 3 hari 784,06 21,1 17,23 135,43
% Asupan 60% 64% 59% 69%
Sumber : Data Terolah 2022
a) Asupan Energi
Energi dibutuhkan oleh tubuh untuk mempertahankan hidup,
menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik
(Almatsier, 2010). Karbohidrat, lemak dan protein yang ada pada
makanan merupakan sumber energi yang dilepaskan didalam
tubuh pada proses pembakaran (Irianto dan Kusno, 2007). Data
kebutuhan dan asupan energy selama pengamatan dapat dilihat
pada table 3.13.
Tabel 3.13 Kebutuhan dan Asupan Energi Selama
Pengamatan
Waktu Kebutuhan Asupan RS %Asupan
energi
Hari 1 1.300 511,9 39%
Hari 2 1.300 619,1 47%
Hari 3 1.300 1.221,2 93%
Rata-rata Asupan 784,06 59%
Sumber : Data Terolah (2022)
Data perkembangan asupan energi pasien selama 3 hari dapat
dilihat pada Gambar 3.1
Energi
1,400

1,200

1,000

800
asupan
600

400

200

0
hari 1 hari 2 hari 3

Gambar 3.1 Grafik Asupan Energi


Dari Gambar 3.1 Grafik asupan energy pasien dapat
dilihat bahwa asupan energi selama 3 hari mengalami
peningkatan meskipun belum mencapai standar kebutuhan.
Asupan energy diperoleh dari bahan makanan yang
mengandung karbohidrat, lemak dan protein. Energy tubuh
manusia dapat timbul karena adanya pembakaran
karbohidrat, protein, dan lemak sehingga manusia
membutuhkan zat-zat makanan yang cukup untuk memenuhi
kecukupan energinya (Handayani, 2015).
b) Asupan Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan
bagian terbesar tubuh sesudah air (Almatsier,2010). Protein
merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,
karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein juga
mengganti jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu dirombak.
Fungsi utama dari protein bagi tubuh adalah untuk membentuk
jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada
(Sediaoetama, 2012). Selain itu protein juga diperlukan unntuk
pertumbuhan dan perkembangan. Data kebutuhan dan asupan
Protein selama pengamatan dapat dilihat pada table 3.14.
Table 3.14 Kebutuhan dan Asupan Protein selama pengamatan
Waktu Kebutuhan Asupan RS %Asupan
Protein
Hari 1 32,5 13,6 41%
Hari 2 32,5 17,2 52%
Hari 3 32,5 32,5 100%
Rata-rata Asupan 21,1 64%

Protein
35

30

25

20
asupan

15

10

0
Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 3.2 Grafik Protein


Dari gambar 3.2 dapat dilihat bahwa asupan protein pasien
selama 3 hari meningkat meskipun belum mencapai standar
kebutuhan. Pada hari pertama hingga hari ketiga pengamatan total
asupan protein meningkat. Protein merupakan zat gizi yang sangat
diperlukan bagi pembentukan enzim yang berperan dalan
metabolisme tubuh, termasuk sitem imun. Salah satu protein yang
berperan dalam system imun adalah asam amino treonin yang
memiliki kemampuan untuk mencegah masuknya virus dan bakteri.
Kekurangan protein yang terjadi dapat menurunkan sistem imun
yang pada akhirnya akan menyebabkan tubuh lebih mudah terpapar
penyakit infeksi (Hadiana, 2013).
c) Asupan Lemak
Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak juga merupakan
sumber energi yang efektif dibanding dengan karbohidrat dan
protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal. Lemak
berfungsi sebagai sumber energi dan pelarut bagi vitamin A, D,
E, dan K. (Winarno, 2004).
Konsumsi lemak meskipun fleksibel jumlahnya dalam diet,
tapi perlu diperhatikan akibat dari mengkonsumsi lemak yang
tinggi terhadap metabolisme dan kesehatan manusia. Lemak
dalam badan dapat diperoleh dari bahan makanan atau dari hasil
metabolisme dalam tubuh sehingga hidangan sebaiknya
mengandung lemak 10– 25% dari kebutuhn energi total
(Winarno, 2004).
Tabel 3.15 Kebutuhan dan Asupan Lemak selama
pengamatan
Waktu Kebutuhan Asupan RS %Asupan
lemak
Hari 1 28,8 11,6 40%
Hari 2 28,8 13,1 45%
Hari 3 28,8 27,0 93%
Rata-rata Asupan 17,23 59%

Data perkembangan asupan lemak pasien selama 3 hari dapat


dilihat pada gambar 3.3

Lemak
35

30

25

20
asupan

15

10

0
Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 3.3 Grafik Asupan Lemak


Lemak merupakan sumber energi kedua setelah karbohidrat.
Lemak disimpan didalam tubuh sebagai jaringan adiposa.
Kebutuhan lemak oleh tubuh sekitar 1.4 gr/kgbb/hari. 1
gramlemak
menghasilkan 9 kalori. Lemak juga terdapat didalam
tumbuhtumbuhan (nabati) dan hewan. Jenis lemak yang baik
dikonsumsi penderita demam berdarah adalah lemak nabati
seperti minyak jagung dan minyak zaitun dan lain-lain (Rita,
2013).
d) Asupan Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia
dan harganya relatif murah (Winarno, 2004). Semua karbohidrat
berasal dari tumbuh-tumbuhan. Selain sebagai sumber energi,
karbohidrat juga berfungsi sebagai pemberi rasa manis,
penghemat protein, pengatur metabolisme lemak dan membantu
pengeluaran feses (Almatsier,2010). Data kebutuhan dan asupan
karbohidrat selama pengamatan dapat dilihat pada table 3.16.
Tabel 3.16 Kebutuhan dan Asupan Karbohidrat selama
Pengamatan
Waktu Kebutuhan Asupan RS %Asupan
Karbohidrat
Hari 1 195 88,9 45%
Hari 2 195 105,5 54%
Hari 3 195 211,9 108%
Rata-rata Asupan 135,4 69%
Sumber : Data Terolah (2022)
Data perkembangan asupan karbohidrat pasien pada masa
rehabilitas dapat dilihat pada gambar 3.4
Karbohidrat
250

200

150
asupan
100

50

0
Hari 1 Hari 2 Hari 3

Gambar 3.4 Grafik Asupan Karbohidrat


Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan
oleh manusia yang berfungsi untuk menhasilkan energi bagi
tubuh manusia. Karbohidrat secara garis besar dikelompokkan
menjadi dua jenis yaitu karbohidrat sederhana terdiri atas
monosakarida dan karbohidrat kompleks (Siregar, 2014).
Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan keperluan
energy tubuh, juga mempunyai fungsi bagi kelangsungan proses
metabolisme lemak.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Diagnosa pasien adalah Abses Pedis + Diabetes Melitus
2. Status gizi pasien adalah gizi kurang dilihat dari persentase lingkar lengan atas
3. Hasil skrinning pasien menggunakan hasil skrinning Rumah Sakit didapatkan
skor sebesar 2 yang berarti berisiko menengah. Sedangkan menurut from
skrinning Simple Nutrition Screnning Tool (SNST) didapatkan skor 4 yang
berarti pasien berisiko mengalami malnutrisi.
4. Perhitungan kebutuhan zat gizi
a. Energi
TEE = EB + ((FA+FS-KU) X EB)
= 1.125 + ((10% + 20% - 10%) X 1.125)
= 1.125 + (20 % X 1.125)
= 1.125 + 225
= 1.300 kkal
b. Protein
= 10% X 1300
= 130 : 4
= 32,5 gr
c. Lemak
= 20% X 1300
= 260 : 9
= 28,8 gr
d. Karbohidrat
= 60% X 1300
= 780 : 4
= 195 gr
5. Hasil monitoring dan evaluasi antropometri menunjukkan perubahan dalam
berat badan yaitu 52 menjadi 53 kg. tetapi status gizi pasien masih masuk dalam
kategori gizi kurang.
6. Pemeriksaan labolatorium menunjukkan gula darah sewaktu tidak stabil dari
hari kehari.
7. Pemantauan hasil pemeriksaan fisik klinis pasien selama 3 hari menunjukkan
keadaan umum seperti nadi, nafas, dan kesadaran berapa pada kondisi baik.
8. Terapi diet yang diberikan selama proses asuhan gizi pada hari pertama hingga
hari ketiga adalah makanan lunak rendah garam.
9. Rata rata asupan makan pasien selama asuhan gizi sebesar:
a. Energi : 784,6 kkal (60%)
b. Protein : 21,1 g (64%)
c. Lemak : 17,23 g (59%)
d. Karbohidrat : 135,43 g (69%)
Asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat termasuk dalam kategori
defisit tingkat berat karena <80%.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyaneng, s. (2017). Pengaruh senam kaki terhadap penurunan resiko ulkus di kaki pada
pasien diabetes melitus di rsud kota madiun (Doctoral dissertation, STIKES Bhakti
Husada Mulia).
Damayanti,S. (2015). Diabetes mellitus dan penatalaksanaan keperawatan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara., (2017). Profil Kesehatan Sumatera Utara
Eraydin,Sahizer Avsar, Gulcin. 2018. The Effect of Foot Exercises on Wound Healing in
Type 2 Diabetic Patients With a Foot Ulcer. J. Wound Ostomy Continencde Nurs,
Mar/Apr 2018
Febrina Angraini Simamora, Hotma Royani, Siregar Arinil Hidayah. 2020. Pengaruh
Senam Kaki Diabetik terhadap penurunan neuropati pada penderita diabetes melitus
tipe 2. Institut Pendidikan Tapanuli Selatan, ejournal
Graceistin Ruben, Julia Rottie, Michael Karundeng. 2016. Pengaruh Senam Kaki Diabetes
Terhadap Perubahan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Wilayah Kerja Puskesmas Enemawira. E-journal Universitas Sam Ratulangi
Manado
Hati, Y., & Sharfina, D. (2020). Pengaruh Senam Kaki Diabetik Terhadap Penurunan
Risiko Ulkus Diabetikum Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas
Taupah Barat Kecamatan Taupah Barat Kabupaten Simeule Tahun 2020. Jurnal
Ilmiah Kebidanan Imelda, 6(1), 65-72. Infodatin. (2018). Diabetes Melitus
Karinda, R. A. (2013). Pengaruh senam sehat diabetes mellitus terhadap profil lipid klien
diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja puskesmas patrang kabupaten jember.
Maulana, M. (2015) . Mengenal Diabetes. Jakarta:Ar-Ruzz Media.
Muhammad Basri, Baharuddin.K, Sitti Rahmatia. 2021. Pengaruh Senam Kaki terhadap
Nilai Respon Neuropati pada Penderita Diabetes Mellitus Type 2 di Puskesmas
Tamalanrea Makassar. E-journal Vol.16 No. 1 : Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis
Novitasari, R. (2012). Diabetes Mellitus Dilengkapi Senam DM. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Nur, S. (2017). Berdamai dengan diabetes. Jakarta: Tim Bumi Medika. Organization, W. H.
(2014). Diabetes Melitus.
PERKENNI. Perkenni. ( 2015) . Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia "
Prasetyorini, D. A. (2015). Pengaruh Latihan Senam Diabetes Melitus Terhadap Risiko
Terjadinya Ulkus Diabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Desa Rambipuji
Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember.
Putu Budhi Sanjaya,Ni Luh Putu Eva, Yanti,Luh Mira Puspita. 2019. Pengaruh senam kaki
diabetik terhadap sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2 di Royal Diabetes Clinic
BROS Denpasar. E-journal Vol 7 No. 2 (2019) Community of publishing in
Nursing
Riskesdas, L. (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementrian
Kesehatan RI.
Rizki Sari Utami Muchtar , Indah Triyani Dingin. 2018. The Influence of Diabetic Foot
Exercise on Sugar Levels In Type 2 Diabetes Mellitus Patients at Tanjung Buntung
Public Health Center. International Journal of Education and Curriculum
Application 2018
Ruben, G., Rottie, J., & Karundeng, M. (2016). Pengaruh Senam Kaki Diabetes Terhadap
Perubahan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah
Kerja Puskesmas Enemawira. Jurnal Keperawatan, 4(1).
Lampiran 1. Catatan Asuhan Gizi

Nama : An. RR
Alamat : Ciniayo
No. Register:-
Ruang : Asoka
Usia : 3 tahun 9 bulan
Diagnose Penyakit
: Diare Akut
ASSESMENT/REASSESMENT Kesimpulan
ANTROPOMETRI LLA : 26 cm Status Gizi
BBA : 52 kg Kurang
BBI : 45

Lila 82% (berada pada ambang batas 70,1-84,9%)

DATA BIOKIMIA Pemeriksaan Hasil Satuan Acuan

Hemoglobin 10,6 g/d3l g/dl 12.0-15.6

Trombosit 404 103 /mm3 150-500


3 3 3 3
10 /mm 10 /mm

Leukosit 8.5 103 /mm3 103 /mm3 4.0-10.00


103 /mm3
HCT 30.3% % 40-54.0%
FISIK KLINIS Parameter Hasil Nilai Normal &
Satuan

Suhu 36,5°C 36-37°C


Nadi 110x/mnt 90-140 denyut/menit
Pernapasan 24x/mnt 23-35 kali/mnt
RIWAYAT GIZI 1. Makan 3-4x sehari
2. Makanan yang paling sering dikonsumsi adalah
bubur dan susu formula
3. Frekuensi makan dari pasien adalah 3-4x sehari
4. Sekali makan 3 sdm atau setara dengan 120 gr
5. Tidak bias makan makanan padat karena pasien
sulit menelan
6. Jika diberikan makanan padat maka dimuntahkan

Perhitungan Kebutuhan Gizi memakai pantunan terapi


gizi buruk
1. Fase Transisi 1
Energy = 100 kkal X BBA
= 100 X 7,4
= 740 kkal
Protein = 2 gr X BBA
= 2 X 7,4
= 14.8 gr
Cairan = 150 ml X BBA
= 150 X 7,4
= 1.110 ml
2. Fase Transisi 2
Energy = 150 kkal X BBA
= 150 X 7,5
= 1.125 kkal
Protein = 3 gr X BBA
= 3 X 7,5
= 22.5 gr
Cairan = 150 ml X BBA
= 150 X 7,5
= 1.125 ml
3. Fase Rehabilitas
Energi = 200 kkal X 7,6
= 1.520
Protein = 5 gr X 7,6
= 38 gr
Cairan = 200 ml X 7,6
= 1.520 ml
Lemak = (40% X 1.520) : 9
= 608 : 9
= 67.5 gr
Karbohidrat = 100- 10 – 40 = 50%
= (50 % X 1520) : 4
= 190 gr

RECAL 24 JAM
E = 266.8 kkal (36%)
P = 9.7 gr (1%)
( Defisit tingkat berat)
RIWAYAT PERSONAL RIWAYAT KELUARGA:

Keluarga tidak ada yang memiliki penyakit yang sama

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:

Kejang

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:


Diare Akut

KEBIASAN HIDUP

Ayah seorang perokok berat

DIAGNOSA GIZI NI-2.1 Asupan makanan dan minuman per oral tidak
adekuat berkaitan dengan adanya BAB encer >10x/hari,
mual dan muntah ditandai data recall asupan dibwah 50%
dari kebutuhan (deficit tingkat berat)
NC-2.2 Perubahan nilai labolatorium Hb dan Hematokrit
berkaitan dengan terganggunya fungsi usus akibat diare
yang dialami pasien sehingga menyebabkan menurunnya
penyerapan zat besi.
NB-1.1 Kurangnya pengetahuan gizi yang berkaitan
dengan perilaku makan terkait gizi dan kurangnya fariasi
makanan di dalam makanan pasien yang dimana setiap
makan pasien hanya selalu makan bubur yang dimana
frekuensinya hanya 3 sdm/120 gr disetiap 1x makan dari
pasien dan jenis makanan yang paling sering dikonsumsi
adalah susu formula saja.
INTERVENSI GIZI Tujuan
1. Peningkatan asupan makan dan cairan
2. Memberikan makanan sesuai daya terima pasien
dan sesuai kebutuhan untuk mempercepat
pemulihan dan memperbaiki status gizi menuju
normal
3. Memberikan makanan porsi kecil tapi sering untuk
mencapai berat badan normal
Prinsip
1. Gizi seimbang
2. Bentuk makanan lumat
3. Frekuensi makan 3 kali makanan utama, 2-3 kali
makanan selinang
4. Rute diet secara oral

PRESKRIPSI DIET Syarat:


1. Asupan energy dan zat-zat gizi cukup sesuai
dengan kebutuhan gizinya
2. Protein cukup yaitu 10-15% dari kebutuhan energy
total
3. Lemak sedang yaitu 20-25% dari kebutuhan
energy total
4. Produksi susu dan produk olahannya, atau susu
yang digunakan rendah/bebas laktosa
5. Suhu makanan tidak terlalu panas atau dingin
6. Makanan diberikan sering dalam porsi kecil
RENCANA MONITORING DAN EVALUASI
AD 1.1 Peningkatan berat badan
BD-1.1.9 Tanda-tanda vital
FH-2.1.1 Monitoring asupan makan

Anda mungkin juga menyukai