Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu bentukxgangguan jiwa berat yang paling banyak terdapat di

dunia adalah skizofrenia. Skizofrenia merupakan gangguan mental yang

ditandai dengan adanya gangguan proses berpikir, persepsi, respon

emosional dan interaksi sosial. Gejala khasnya yaitu halusinasi, waham atau

delusi dan perilaku abnormal seperti berkeliaran tanpa tujuan, berpenampilan

aneh, bergumam, tertawa pada diri sendiri dan tampak tidak terawat. (National

Institute of Mental Health USA, 2018). Prevalensi skizofrenia mendekati 1%

secara global dan jumlah kasus setiap tahunnya adalah 1,5 per 10.000

penduduk. Di Amerika dan Australia, prevalensi skizofrenia sekitar 1,5% dari

seluruh populasi. (World Health Organization, 2016). Menurut Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018, hasil Riset Kesehatan Dasar pada

tahun 2018 proporsi rumah tangga dengan anggota gangguan jiwa berat

sebesar 7% permil sedangkan proporsi rumah tangga dengan anggota

gangguan jiwa berat di Provinsi Jawa Timur sebesar 6% permil (Riskesdas,

2018). Hal ini menunjukkan, fenomena kasus gangguan jiwa berat di negara

lain dan Indonesia sama yaitu cenderung mengalami peningkatan disetiap

tahunnya.

Resiko kekambuhan rentan dialami pasien ketika tidak mendapatkan

dukungan atau support dari keluarga, teman maupun lingkungan sekitarnya.

Menurut Stuart, kekambuhan adalah timbulnya gejala yang sebelumnya sudah

memperoleh kemajuan, artinya adalah munculnya kembali gejala gangguan

jiwa yang sebelumnya sudah hilang. Kekambuhan adalah munculnya kembali

1
2

gejala-gejala yang dialami pasien dengan gangguan jiwa seperti dahulu.

Pasien yang sudah sembuh diperkirakan kambuh 50% pada tahun pertama,

70% pada tahun kedua dan 100% pada tahun kelima setelah keluar dari rumah

sakit. (Madriffa’i dkk, 2015). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kurnia

(2015) yang menyebutkan onset skizofrenia mempunyai pengaruh terhadap

kekambuhan pasien skizofrenia. Penelitian yang dilakukan oleh Cempaka dkk.

(2018) di Puskesmas Bantur didapatkan dari 83 pasien gangguan jiwa berat

mengalami kekambuhan sebanyak 53 orang yaitu sebesar 64%.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kekambuhan pada pasien

dengan gangguan jiwa berat terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal yang merupakan karakteristik pasien yaitu umur, pekerjaan,

onset gangguan jiwa berat, dan kepatuhan minum obat, sedangkan faktor

eksternal yaitu dukungan keluarga/caregiver, dukungan tetangga, dukungan

petugas kesehatan, dan pengalaman kehidupan yang membuat stres. (Keliat

et.al., 2011; Sariah et.al., 2014). Dalam penelitian ini peneliti melihat faktor

eksternal yang berhubungan dengan kekambuhan pasien karena pasien

dengan gangguan jiwa memiliki tingkat ketergantungan parsial sehingga

membutuhkan bantuan terkait dengan manajemen obat dari keluarga dan

perawat serta dukungan dari lingkungannya untuk proses pemulihan.

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memiliki peranan

yang sangat penting dalam perawatan pasien dengan gangguan jiwa berat.

Jika pasien tidak mendapatkan dukungan yang cukup maka kekambuhan akan

terjadi. Gejala meningkatnya kekambuhan pada pasien skizofrenia yang

tinggal dengan keluarganya bergantung kepada kondisi keluarga yang

merawatnya. (Pratama dkk., 2015). Dukungan keluarga diperlukan untuk


3

meringankan gejala dan mencegah terjadinya kekambuhan. Dukungan

keluarga dapat berupa pengertian perhatian, kesabaran sehingga keluarga

dapat mengetahui sedini mungkin mencari pertolongan pengobatan dan

menciptakan lingkungan yang kondusif. Hasil penelitian Farkhah (2017)

menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan

frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia. Hasil analisis yang didapatkan

dalam penelitiannya menunjukkan bahwa dukungan keluarga masih kurang

yaitu sebanyak 43%. Dukungan dari keluarga juga dapat membantu pasien

dalam menghadapi pengobatan yang dilaluinya sehingga pasien merasa

dihargai dan dicintai yang akhirnya dapat memotivasi pasien untuk minum obat

secara teratur (Fitra et al, 2013).

Pasien gangguan jiwa sering kali mendapatkan perlakuan dan reaksi

negatif dari tetangga dan lingkungan sekitarnya seperti tidak mau mengerti,

takut, tidak peduli bahkan mengasingkan pasien dari lingkungannya sehingga

pasien enggan untuk bersosialisasi dan memilih untuk menarik diri dari

lingkungan sekitarnya. Penelitian yang dilakukan Mestdagh (2013)

mengatakan masih banyak pasien yang mengalami perlakuan diskriminasi

meskipun mereka sudah dalam perawatan kesehatan mental berbasis

komunitas. Penelitian Thurkadevi Munikanan (2017) didapatkan hasil bahwa

sekitar 72% pasien dengan gangguan jiwa memiliki persepsi dukungan sosial

yang buruk dari masyarakat, teman maupun keluarganya. Dukungan dari

sosial yang kurang dapat menyebabkan kekambuhan pasien gangguan jiwa

berat. Dukungan tetangga memiliki peranan penting di dalam penyembuhan

serta kekambuhan pasien dengan gangguan jiwa berat (Mansouri N, et.al.,

2013, Sariah et. al., 2014). Keterlibatan sosial yang dilakukan oleh pasien
4

memberikan identitas dan sumber evaluasi diri secara positif. Hal ini dapat

meningkatkan kepercayaan diri pada pasien dengan gangguan jiwa.

Pengurangan kecemasan dan rasa tidak percaya diri ketika dihadapkan

dengan lingkungan dapat mengurangi kecenderungan pasien untuk kambuh.

Masalah kesehatan jiwa di masyarakat memerlukan pendekatan dan strategi

melibatkan masyarakat yang diawasi petugas kesehatan. Asuhan

keperawatan jiwa berbasis komunitas merupakan salah satu pendekatan

pelayanan keperawatan yang dilakukan langsung kepada pasien dan keluarga

dirumah oleh perawat puskesmas dibantu oleh tenaga kesehatan lain.

Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan jiwa dasar perlu

dipersiapkan dengan melatih tenaga perawat maupun kader kesehatan agar

mampu memberikan pelayanan kesehatan pada pasien gangguan jiwa di

wilayah kerjanya masing-masing (Syawal, 2010). Kader kesehatan adalah

tenaga sukarela yang melakukan kegiatan program kesehatan desa. Adapun

peran kader kesehatan yaitu memotivasi masyarakat desa, merencanakan

kegiatan pelayanan kesehatan, menggerakkan penyuluhan kesehatan

terpadu, menyelenggarakan pertemuan bulanan untuk membahas masalah

yang dihadapi keluarga, melakukan kunjungan rumah pada keluarga binaan

serta membina kemampuan diri melalui pertukaran pengalaman antar kader

(Mubarak, 2012).

Kader kesehatan jiwa berperan penting di masyarakat dalam menemukan

kasus baru ataupun kekambuhan yang tidak dilaporkan oleh keluarga pasien,

sehingga kasus pasien gangguan jiwa segera dapat diberikan tindakan yang

memadai. Ketika keluarga dari pasien skizofrenia kesulitan mengakses

layanan kesehatan, tak jarang pasien skizofrenia kambuh kemudian dipasung,


5

bahkan ditelantarkan oleh keluarganya. Disinilah pentingnya peran kader

kesehatan dalam mengedukasi keluarga bagaimana cara untuk membuat

pasien patuh minum obat dan juga keluarga diedukasi gejala-gejala ketika

kambuh karena penyembuhan pasien dengan gangguan jiwa berat

membutuhkan waktu yang panjang (Dept. Kastrat BEM Kema Fapsi, 2018)

Pada tanggal 19 Desember 2018 peneliti melakukan studi pendahuluan ke

Puskesmas Bantur yang merupakan salah satu puskesmas yang berada di

Kabupaten Malang. Puskesmas Bantur memiliki kader kesehatan jiwa

berjumlah 35 orang yang tersebar di 5 desa, jumlah tersebut terlalu sedikit jika

dibandingkan dengan jumlah pasien dengan gangguan jiwa berat di Bantur.

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 9 keluarga pasien yang

memiliki anggota keluarga dengan ganggguan jiwa berat dan sedang dalam

proses pengobatan. 6 dari 9 pasien merupakan pasien halusinasi dan pernah

mengalami kekambuhan, tanda dan gejala yang dialami pasien ketika kambuh

diantaranya 4 orang melamun, 4 orang berbicara sendiri dan 1 orang tiba-tiba

berlari keluar rumah karena mendengar sesuatu. 4 dari 5 keluarga

mengatakan bahwa kekambuhan yang terjadi diakibatkan karena kurangnya

dukungan dari saudara, tetangga dan lingkungan sekitar yang tak jarang

menganggap pasien belum sembuh dan masih menganggapnya gila. 4 dari 9

keluarga merasa terbebani ketika pasien kambuh. Melihat masih sangat

rentannya kekambuhan yang dialami pasien dengan gangguan jiwa berat,

maka peneliti tertarik untuk meneliti “analisis faktor eksternal yang

berhubungan dengan terjadinya kekambuhan pada pasien dengan gangguan

jiwa berat di wilayah kerja Puskesmas Bantur Malang”


6

1.2 Rumusan masalah

Apakah ada hubungan dukungan keluarga, dukungan tetangga dan dukungan

kader dengan terjadinya kekambuhan pada pasien dengan gangguan jiwa

berat di wilayah kerja Puskesmas Bantur Malang?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis faktor eksternal yang berhubungan dengan terjadinya

kekambuhan pada pasien dengan gangguan jiwa berat di wilayah kerja

Puskesmas Bantur Malang

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi dukungan keluarga, dukungan tetangga, dan dukungan

kader pada pasien dengan gangguan jiwa berat di wilayah kerja

Puskesmas Bantur Malang

1.3.2.2 Mengidentifikasi kekambuhan pada pasien dengan gangguan jiwa berat di

wilayah kerja Puskesmas Bantur Malang

1.3.2.3 Menganalisis hubungan faktor dukungan keluarga terhadap terjadinya

kekambuhan pada pasien dengan gangguan jiwa berat di wilayah kerja

Puskesmas Bantur Malang

1.3.2.4 Menganalisis hubungan faktor dukungan tetangga terhadap terjadinya

kekambuhan pada pasien dengan gangguan jiwa berat di wilayah kerja

Puskesmas Bantur Malang


7

1.3.2.5 Menganalisis hubungan faktor dukungan kader terhadap terjadinya

kekambuhan pada pasien dengan gangguan jiwa berat di wilayah kerja

Puskesmas Bantur Malang

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang faktor

eksternal yang berhubungan dengan terjadinya kekambuhan pada

pasien dengan gangguan jiwa berat sehingga dapat digunakan sebagai

pedoman pengembangan ilmu khususnya keperawatan.

2. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian

selanjutnya dengan melihat faktor lain yang berhubungan dengan

terjadinya kekambuhan pada pasien dengan gangguan jiwa berat.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi puskesmas dan tenaga kesehatan, penelitian ini diharapkan

dapat memberikan masukan dalam mengembangkan penanganan

pasien dengan gangguan jiwa berat menjadi lebih komperehensif

sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan pada pasien

gangguan jiwa berat.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya keluarga

pasien gangguan jiwa berat mengenai gangguan jiwa dan faktor yang

berhubungan dengan kekambuhan sehingga dapat mengurangi resiko

terjadinya kekambuhan pada pasien gangguan jiwa berat.

Anda mungkin juga menyukai