Anda di halaman 1dari 18

HUKUM PERLINDUNGAN ANAK DAN

PEREMPUAN
BAB X
UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK
A. Latar Belakang Undang-Undang Perlindungan Anak.
Pada hakikatnya setiap manusia yang lahir mempunyai hak asasi
yang sudah semestinya dijunjung tinggi dan ditegakkan dalam kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara sebagai wujud penghormatan terhadap
harkat dan martabat manusia sebagai khalifah di muka bumi. Hak-hak
manusia tersebut tanpa adanya perbedaan dalam bentuk apapun seperti
perbedaan ras atau suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama
atau kepercayaan, pandangan politiknya, status sosialnya dalam
masyarakat, harta kekayaan yang di miliki, kelahiran dan status lainnya.
Anak sebagai insan manusia yang belum dewasa sudah sepatutnya
mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak-haknya dalam rangka
tumbuh kembangnya secara fisik dan mental serta dipersiapkan untuk
menjalani kehidupan sebagai pribadi yang dewasa dalam masyarakat.
Membahas tentang anak merupakan suatu hal yang sangat penting
karena anak merupakan potensi nasib suatu generasi atau bangsa di masa
mendatang. Anak merupakan cerminan sikap hidup bangsa dan penentu
perkembangan bangsa tersebut sehingga perlu perhatian luas dari setiap
orang untuk meletakan posisi anak sebagai insan yang perlu diperhatikan
dan mendapat segala kebutuhan yang sesuai dengan perkembangan anak
tersebut untuk menjamin tumbuh kembang anak. Namun demikian,
dewasa ini banyak terjadi kekerasan terhadap anak dalam kehidupannya
mulai dari lingkungan terdekatnya, yakni keluarga anak itu sendiri. '5
Kemajuan suatu bangsa di masa yang akan datang salah satunya
ditentukan bagaimana kondisi anak-anak sebagai generasi penerusnya saat
ini, apabila anak tidak mendapatkan perhatian, tidak dirawat dengan baik,
tidak dipenuhi hak-haknya dalam rangka tumbuh kembang anak serta tidak
mendapatkan perlindungan dalam menjalani kehidupannya, maka anak

" Harrys Pratama Teguh, Op ait, hlm. 1.


tidak dapat tumbuh dengan baik sebagai manusia dewasa yang kelak akan
melanjutkan cita-cita bangsa. Anak merupakan aset atau modal penting
yang dimiliki oleh suatu bangsa yang sudah semestinya diperlakukan
dengan baik, diberikan perlindungan dan dipenuhi hak-haknya karena
sejatinya segala upaya tersebut untuk menjaga kelangsungan hidup bangsa
di masa mendatang.
Anak merupakan pribadi yang masih bersih dan peka terhadap
rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungannya, di mana anak
tidak sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk
menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan terhadap realita kehidupan sehingga anak
membutuhkan perawatan, perlindungan khusus serta perlindungan hukum
sebelum dan sesudah lahir serta dalam masa pertumbuhannya. Anak lebih
mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya olehnya keluarga
merupakan lingkungan alami bagi pertumbuhan dan kesejahteraan anak. '6
Sebagai individu yang belum dewasa, anak belum memiliki
kematangan fisik dan mental, karena pada usia anak tersebut merupakan
masa anak untuk tumbuh dan kembang secara fisik dan mentalnya. Pada
masa pertumbuhan, anak akan belajar dari lingkungan yang ada di
sekitarnya dengan melihat, mendengar, atau mengalami sendiri dalam
kehidupannya. Anak akan menyerap hal-hal yang terjadi di sekitarnya dan
akan membentuk karakter, sikap, tingkah laku dan perbuatannya, dan
dengan mudah terpengaruh dengan kondisi lingkungannya. Segala hal
yang terjadi dalam kehidupan anak akan berdampak secara langsung
terhadap perkembangan psikologis anak karena hal tersebut akan terekam
dalam memori anak, akan terbawa dan mempengaruhi kehidupannya di
masa mendatang.
Mengingat pentingnya perlindungan terhadap anak dalam tumbuh
kembangnya sehingga telah menjadi perhatian masyarakat sejak dahulu
sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri dari hart ke hart semakin
berkembang, mengingat anak merupakan penerus kehidupan, masa depan
bangsa dan negara sehingga memerlukan pembinaan, bimbingan khusus
agar dapat berkembang secara fisik, mental dan spiritual dengan maksimal.

'6 Ibid, hlm. 5.


Khususnya di Indonesia, sejak zaman penjajahan pemerintahan Hindia
Belanda, perhatian terhadap anak telah ada dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan dikeluarkannya Staatblad Nomor 647 Tahun
1925 tanggal 17 Desember 1925 tentang Ordonansi Pembatasan Kerja
Anak dan Kerja Malam Bagi Wanita lo Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949
yang mengatur batasan kerja anak dan wanita dan Peraturan Kolonial
Nomor Staatblad 87 Tahun 1926 tentang Peraturan Kerja Anak-Anak dan
Orang Muda di Kapal. '7
Setelah bangsa Indonesia merdeka, Pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
atau dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang
merupakan teijemahan dari Wetboek van Strafrecht (WVS) yang berlaku
pada masa kolonial Hindia Belanda karena bangsa Indonesia belum dapat
membuat kodifikasi hukum pidana. Dalam KUHP terdapat substansi yang
mengatur tentang perlindungan terhadap anak, yakni ketentuan dalam
Buku Kesatu tentang perlindungan bagi anak yang melakukan tindak
pidana, yaitu Pasal 45, Pasal 46 dan Pasal 47, dan ketentuan yang
mengatur tentang jenis tindak pidana terhadap anak sebagaimana diatur
dalam Buku Kedua antara lain tindak pidana perkosaan dalam Pasal 285,
tindak pidana persetubuhan terhadap orang yang belum dewasa dalam
Pasal 287, tindak pidana perbuatan cabul terhadap orang yang belum
dewasa dalam Pasal 292 dan tindak pidana lain di mana anak sebagai
korbannya.
Dalam perkembangannya untuk menjamin kesejahteraan anak dalam
kehidupannya, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, pada bagian konsideran
menimbang menyatakan bahwa anak adalah potensi serta penerus cita-cita
bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya,
sehingga anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk
tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani
maupun sosial. Namun dalam masyarakat juga terdapat pula anak-anak
yang mengalami hambatan kesejahteraannya dan upaya pemeliharaan
kesejahteraan belum dapat dilaksanakan sehingga perlu usaha-usaha untuk

'7 Ibid.
menjamin kesejahteraan anak, yaitu suatu tatanan kehidupan dan
penghidupan anak yang menjamin pertumbuhan dan perkembangannya
dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial.
Substansi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak, Pasal 1 memberikan pengertian kesejahteraan anak
adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin
pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, baik secara jasmani, rohani
maupun sosial. Untuk mencapai kesejahteraan anak, maka dilakukan usaha
kesejahteraan anak, yaitu usaha kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk
menjamin terwujudnya kesejahteraan anak terutama kebutuhan pokok
anak. Lebih lanjut Pasal 2 mengatur tentang hak-hak anak antara lain hak
atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih
sayang baik dalam keluarganya, anak berhak atas pelayanan untuk
mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, anak berhak atas
pemeliharaan dan perlindungan sejak dalam kandungan maupun sesudah
dilahirkan, dan hak anak atas perlindungan terhadap lingkungan yang
dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan
anak.
Selanjutnya pada tanggal 26 Januari 1990, bertempat di New York
Amerika Serikat, Pemerintah Indonesia telah menandatangani Convention
on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak) yang
merupakan hasil dari Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
yang diterima pada tanggal 20 Nopember 1989. Sebagai tindak lanjut
penandatanganan Konvensi tersebut, Pemerintah Indonesia mengeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan
Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak),
sehingga ketentuan yang tercantum dalam Konvensi Hak Anak
‹Convention on the Rights of the Child) atau Konvensi tentang Hak-Hak
Anak telah menjadi landasan hukum dalam penyelenggaraan perlindungan
dan pemenuhan hak-hak anak di Indonesia.
Untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang melakukan
penyimpangan tingkah laku atau perbuatan yang melanggar hukum karena
disebabkan berbagai faktor antara lain dampak negatif dari perkembangan
pembangunan, arus globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta pengaruh lingkungan keluarga, perubahan sosial masyarakat sehingga
berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak, kemudian Pemerintah
Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak dalam rangka melaksanakan pembinaan dan memberikan
perlindungan terhadap anak baik menyangkut kelembagaan maupun
perangkat hukum yang memadai khususnya mengenai penyelenggaraan
peradilan anak.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak dimaksudkan untuk melaksanakan penyelenggaraan
pengadilan secara khusus bagi anak yang diduga melakukan tindak pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 mengatur tentang pengadilan anak
adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan
peradilan umum. Lebih lanjut, Pasal 3 bahwa sidang pengadilan anak
bertugas memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak. Dari
ketentuan pasal tersebut, mengamanatkan bahwa setiap anak yang diduga
melakukan suatu tindak pidana, maka penanganannya dilaksanakan secara
khusus oleh peradilan anak yang dimulai sejak tahap penyidikan, tahap
penuntutan, tahap persidangan, dan tahap pelaksanaan putusan, termasuk
ketentuan tentang pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak pelaku tindak
pidana yang berbeda dengan orang dewasa.
Mengingat pentingnya perlindungan terhadap anak beserta
pemenuhan segala hak-haknya dalam menjalani segala aktivitas
kehidupannya sehari-hart yang merupakan bagian dari hak asasi manusia
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, bahwa perlindungan dan pemenuhan hak-hak
anak dalam kehidupannya yang dilaksanakan oleh keluarga, masyarakat
dan negara karena hak anak merupakan hak asasi manusia dan untuk
kepentingannya, hak anak diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak
dalam kandungan, di mana Pemerintah wajib dan bertanggung jawab
menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak-hak asasi
manusia sebagaimana diatur dalam undang-undang ini termasuk di
dalamnya hak-hak anak sebagai bagian dari warga negara.
Dalam perkembangannya, untuk menjamin upaya perlindungan
kepada anak dalam kehidupannya, maka Pemerintah Indonesia
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, yang secara khusus mengatur tentang perlindungan
anak guna memperkuat ketentuan tentang pelaksanaan perlindungan anak
yang merupakan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga,
masyarakat dan pemerintah dan negara sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sehingga
dengan adanya undang-undang yang secara khusus mengatur tentang
perlindungan terhadap anak dapat memberikan landasan hukum yang
memadai bagi semua pihak yang terlibat secara langsung dalam
penyelenggaraan perlindungan anak dengan pertimbangan bahwa
perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan
pembangunan nasional khususnya dalam memajukan kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara.

B. Landasan Filosofis Undang-Undang Perlindungan Anak.


Setiap individu dalam kehidupan masyarakat mempunyai berbagai
aktivitas dan kepentingannya masing-masing. Untuk menjaga agar tidak
terjadi benturan kepentingan antara individu dalam kehidupan masyarakat,
maka perlu adanya norma atau kaidah hukum yang berisi perintah-perintah
yang harus dilakukan oleh warga masyarakat dan larangan-larangan yang
tidak boleh dilakukan agar tercipta ketertiban dan kerukunan hidup dalam
masyarakat. Sejalan dengan itu, bahwa setiap individu memiliki
seperangkat hak-hak yang melekat pada dirinya sebagai manusia ciptaan
Tuhan Yang Mahakuasa yang harus dihormati, dijunjung tinggi dan
ditegakkan. Oleh karena itu, untuk menjamin pemenuhan dan penegakan
hak-hak asasi manusia setiap individu dalam kehidupan masyarakat, maka
perlu adanya landasan hukum yang memadai guna memberikan
perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Hukum pada dasarnya merupakan pencerminan dari Hak Asasi
Manusia, sehingga hukum itu mengandung keadilan atau tidak ditentukan
oleh Hak Asasi Manusia yang terkandung dan diatur atau dijamin oleh
hukum itu. Hukum tidak lagi dilihat sebagai refleksi kekuasaan semata,
tetapi juga harus memancarkan perlindungan terhadap hak-hak warga
negara. Hukum yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan mencerminkan
norma-norma yang menghormati martabat manusia dan mengakui Hak
Asasi Manusia. Norma-norma yang mengandung nilai-nilai luhur yang
menjunjung tinggi martabat manusia dan menjamin Hak Asasi Manusia
sebagai alat yang memungkinkan warga negara untuk mengembangkan
bakatnya dalam kehidupannya serta bermanfaat bagi perkembangan
hukum dan pencapaian tertib hukum. "
Berkaitan dengan perlindungan anak, bahwa Pancasila sebagai
landasan fılosofıs bangsa Indonesia yang merupakan jiwa bangsa
‹volkgeist) dan pencerminan jati diri bangsa Indonesia yang berasal dari
nilai-nilai luhur masyarakat dengan keanekaragaman budaya bangsa yang
berbineka tunggal ika. Sila Kelima Pancasila keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia tersirat makna fılosofıs bahwa salah satu tujuan dan cita-
cita yang hendak dicapai oleh bangsa dan negara Indonesia adalah untuk
memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali tanpa
adanya perbedaan apapun, termasuk anak yang merupakan salah satu
bagian dari rakyat Indonesia yang merupakan generasi penerus cita-cita
bangsa di masa yang akan datang yang mempunyai peran yang sangat
menentukan masa depan dan kelanjutan bangsa Indonesia.
Perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak dalam menjalani
kehidupannya kemudian tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945,
yaitu Pasal 28B ayat (2) bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Selanjutnya dalam Pasal 28D ayat (1) bahwa
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum. Kemudian
Pasal 28H ayat (2) bahwa setiap orang mendapat kemudahan dan
perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama
guna mencapai persamaan dan keadilan, dan Pasal 28I ayat (1) salah
satunya menyatakan bahwa hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Ketentuan-
ketentuan pasal tersebut menegaskan bahwa hak-hak anak merupakan hak
asasi manusia setiap warga negara Indonesia yang dijamin secara
konstitusional tanpa adanya perbedaan dan diskriminasi berdasarkan hal
apapun juga.
Sehubungan dengan hal tersebut, bahwa perlindungan hukum bagi
anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai

" Maidin Gultom, Op cit, hlm. 75.


bentuk kekerasan baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual
dan perlindungan terhadap hak anak serta berbagai upaya yang
berhubungan dengan kesejahteraan anak. Arief Gosita mengemukakan
bahwa perlindungan anak merupakan suatu usaha untuk mengadakan
kondisi dan situasi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban
anak secara manusiawi. Setiap hak anak harus dijunjung tinggi demi
pencapaian tujuan, yaitu lahirnya generasi muda yang sehat untuk
kelangsungan kehidupan berbangsa.'9
Perwujudan perlindungan anak yang berkualitas dimulai sejak dini
di mana pada masa kecil tersebut anak membutuhkan perlindungan dari
orang tuanya supaya dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, baik
jasmani, rohani maupun sosial sehingga kelak menjadi pewaris masa
depan yang mempunyai kualitas. Adapun syarat-syarat perlindungan anak
yang baik, yaitu sebagai berikut: 9’
1. Para partisipan harus mempunyai pengertian-pengertian yang tepat
berkaitan dengan masalah perlindungan anak;
2. Perlindungan anak harus dilaksanakan bersama antara setiap warga
negara, anggota masyarakat secara individual, maupun kolektif dan
pemerintah demi kepentingan bersama, kepentingan nasional untuk
mencapai aspirasi bangsa Indonesia;
3. Kerja sama dan koordinasi diperlukan dalam melancarkan kegiatan
perlindungan anak yang rasional, bertanggung jawab dan
bermanfaat antara para partisipan yang bersangkutan;
4. Dalam rangka membuat kebijakan dan rencana kerja yang dapat
dilaksanakan perlu diusahakan inventarisasi faktor-faktor yang
menghambat dan mendukung kegiatan perlindungan anak, dan harus
bersifat perspektif (masa depan);
5. Dalam membuat ketentuan-ketentuan yang menyinggung dan
mengatur perlindungan anak dalam berbagai peraturan perundang-
undangan, kita harus mengutamakan perseptif yang diatur dan bukan
yang mengatur;
6. Perlindungan anak harus tercermin dan diwujudkan/dinyatakan
dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat;

'° Harrys Pratama Teguh, Op cit, hlm. 40-41.


°0 Ibid, hlm. 40-41.
7. Dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan anak, pihak anak harus
diberikan kemampuan dan kesempatan untuk ikut serta melindungi
diri sendiri, kemudian kelak menjadi orang tua yang berpartisipasi
positif dan aktif dalam kegiatan perlindungan anak yang merupakan
hak dan kewajiban setiap anggota masyarakat;
8. Perlindungan anak yang baik harus mempunyai dasar filosofis, etis
dan yuridis;
9. Pelaksanaan kegiatan perlindungan anak tidak boleh menimbulkan
rasa tidak dilindungi para yang bersangkutan oleh karena adanya
penderitaan, kerugian oleh partisipan tertentu;
10. Perlindungan anak harus didasarkan antara lain atas pengembangan
hak dan kewajiban asasinya.
Dari syarat-syarat adanya perlindungan anak yang baik tersebut di
atas bahwa upaya perlindungan anak harus dilaksanakan oleh seluruh
komponen bangsa, tidak hanya dilakukan oleh anggota masyarakat secara
individual, namun diharapkan dapat dilakukan secara bersama-sama antara
masyarakat dan pemerintah secara berkesinambungan. Seluruh komponen
bangsa harus dapat bekerja sama dan berkoordinasi dengan baik dalam
melaksanakan berbagai upaya dan kegiatan dalam rangka perlindungan
anak, tidak boleh ada ego sektoral antara lembaga pemerintah yang
menganggap bahwa lembaga atau instansinya merupakan pihak yang
paling berkompeten untuk memberikan perlindungan terhadap anak,
namun kiranya masing-masing lembaga dapat bahu membahu, saling
mendukung satu sama lain, sehingga upaya perlindungan kepada anak
dapat beıjalan dengan maksimal. Selain itu, perlu melibatkan masyarakat
untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan yang ditempuh oleh
pemerintah, sehingga diharapkan setiap anggota masyarakat memiliki
kepedulian terhadap upaya perlindungan anak.
Berkaitan dengan itu, upaya perlindungan kepada anak merupakan
tindakan yang tepat karena anak dikategorikan sebagai kelompok rentan
‹vulnerable group) di samping kelompok rentan lainnya seperti pengungsi,
kelompok minoritas, pekerja migran, penduduk asli pedalaman dan
perempuan. Selain itu, dalam kehidupan masyarakat, anak masih sering
dipandang sebagai kelompok yang tidak pernah dianggap secara sosial,
kultural atau secara legal, sehingga mengakibatkan anak menjadi rentan
terhadap segala macam jenis kekerasan baik fısik, psikis, seksual,
penelantaran, eksploitasi, diskriminasi, dan pelecehan yang pada
hakikatnya merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kekerasan
terhadap anak juga dapat terjadi di ranah privat seperti di dalam rumah
tangga yang dilakukan oleh anggota keluarganya sendiri."
Dari uraian-uraian tersebut di atas, bahwa upaya perlindungan
kepada anak merupakan hal yang sangat penting karena anak merupakan
kelompok rentan menjadi korban dari berbagai tindakan kekerasan,
eksploitasi, diskriminasi dan segala bentuk perlakuan yang buruk lainnya.
Upaya perlindungan terhadap anak merupakan wujud pengakuan dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia setiap warga negara Indonesia,
karena anak merupakan individu yang belum dewasa, belum memiliki
kematangan fısik dan mental, belum memiliki kematangan dalam berpikir
dan bertindak, sehingga memerlukan perlindungan yang diberikan oleh
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia melalui berbagai upaya dan
kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan
sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap anak dalam rangka
tumbuh kembang anak sebagai generasi penerus cita-cita bangsa dan
negara Indonesia di masa yang akan datang.

C. Tujuan Undang-Undang Perlindungan Anak.


Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal
1 angka 2 menyatakan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Kemudian dalam Pasal 3 menyatakan bahwa
perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

°' Rika Saraswati, Op cit, hlm. 27-28.


Perlindungan terhadap anak merupakan hal yang sangat penting
karena pelanggaran atas perlindungan anak pada hakikatnya merupakan
pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang dapat menjadi penghalang
bagi kelangsungan hidup dan perkembangan anak yang mengalami
kekerasan, eksploitasi, pengabaian dan perlakuan salah lainnya sehingga
anak akan mengalami risiko seperti hidup yang pendek, memiliki
kesehatan mental dan fısik buruk, mengalami masalah yang berkaitan
dengan pendidikan termasuk putus sekolah, mengalami keterampilan yang
buruk ketika nanti kelak menjadi orang tua, menjadi tuna wisma karena
terusir dari tempat tinggalnya dan tidak memiliki rumah. Sedangkan di sisi
lain, tindakan perlindungan yang berjalan dengan sukses akan
meningkatkan peluang anak untuk tumbuh sehat secara fisik, mental,
percaya diri dan memiliki harga diri dalam kehidupannya sehari-hart.’2
Perlindungan terhadap anak sangat diperlukan karena banyak faktor
yang menyebabkan anak berisiko mengalami kekerasan, pengabaian,
eksploitasi dan perlakuan salah lainnya, antara lain sebagai berikut:’3
1. Cara pengasuhan menggunakan kekerasan yang diterapkan lintas
generasi. Pengasuhan seperti ini biasanya menggunakan pendekatan
militer atau pendekatan otoriter yang memberi pengalaman kepada
anak tentang kekerasan sehingga setelah dewasa, ada kecenderungan
anak akan menggunakan pendekatan yang sama;
2. Kemiskinan yang berdampak urbanisasi, perubahan gaya hidup, dan
perubahan harapan terhadap kualitas hidup. Kemiskinan jelas
menghambat kesempatan dan cita-cita anak untuk tumbuh dan
berkembang sesuai dengan keinginannya sehingga anak berhenti
sekolah karena tidak ada uang untuk membayar biaya sekolah dan
bekerja untuk membantu orang tuanya;
3. Nilai-nilai di masyarakat yang eksploitatif, anak sebagai komoditas
dan diskriminatif. Masih ada sebagian orang tua yang menganggap
anak adalah hak miliknya sehingga hak-hak anak cenderung
diabaikan. Di sisi lain, anak selalu dituntut untuk memenuhi
kewajibannya seperti menghormati orang tuan, menurut segala
perintah dan kehendak orang tua dan tidak boleh membangkang;

’2 Ibid, hlm. 26.


’3 Ibid, hlm. 27-28.
4. Sistem hukum yang tidak mendukung perlindungan anak. Meskipun
telah ada berbagai ketentuan hukum yang mengatur tentang hak
anak di berbagai bidang, namun pelaksanaan perlindungannya masih
jauh dari harapan. Tidak hanya peraturan tentang anak yang saling
bertentangan, aparat penegak hukum yang masih belum
berperspektif hak anak dalam menghadapi dan menyelesaikan
persoalan serta budaya hukum masyarakat yang masih rendah dalam
memosisikan seorang anak dan pengetahuan tentang hak anak.
Dari faktor-faktor yang menyebabkan anak berisiko mengalami
tindakan kekerasan, eksploitasi dan bentuk perlakuan buruk lainnya
sebagaimana diuraikan tersebut di atas, bahwa perlindungan terhadap anak
bertujuan untuk melindungi anak tersebut dari berbagai tindakan kekerasan
yang dapat terjadi karena pola pengasuhan anak yang salah seperti
penggunaan kekerasan dalam mendidik anak contohnya pemberian
hukuman badan atau fisik kepada anak yang tidak mengeıjakan tugas
sekolah, tidak mengikuti perintah orang tur terlambat pulang sekolah dan
perbuatan anak lain yang tidak sesuai dengan keinginan orang tuanya.
Perlindungan terhadap anak juga mencegah terjadinya berbagai tindakan
eksploitasi kepada anak karena faktor kemiskinan orang tua atau
keluarganya sehingga anak dipekeıjakan untuk mendapatkan uang guna
memenuhi kebutuhan keluarganya. Tujuan selanjutnya perlindungan anak
untuk menghindari nilai, budaya dan pandangan masyarakat yang salah
terhadap anak sehingga anak diperlakukan secara tidak wajar misalnya
tuntutan untuk bekerja keras dengan mengabaikan hak-hak anak dalam
kehidupannya.

D. Substansi Undang-Undang Perlindungan Anak.


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia adalah untuk memberikan landasan
yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara untuk memberikan
perlindungan kepada anak serta dalam rangka penyelenggaraan
perlindungan anak, maka negara dan pemerintah bertanggung jawab untuk
menyediakan segala fasilitas dan aksesibilitas bagi anak dalam rangka
menjamin tumbuh kembang anak agar dapat beijalan secara dengan
optimal dan terarah dalam sehingga dapat menjadi generasi penerus yang
dapat memajukan kehidupan bangsa dan negara Indonesia di masa
mendatang.
Kehadiran undang-undang yang secara khusus mengatur tentang
perlindungan anak merupakan bentuk penegasan tanggung jawab orang
tua, keluarga, masyarakat dan negara dalam memberikan perlindungan
kepada anak yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara
terus menerus demi terlindunginya hak-anak sehingga harus dilaksanakan
secara berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan
perkembangan anak baik secara fisik, mental, spiritual dan sosial. Hal
tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan yang terbaik bagi
anak sebagai penerus cita-cita bangsa di masa yang akan datang tentunya
harus menjadi insan yang potensial, tangguh, yang dilandasi dengan
nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan Pancasila dalam menjaga
kesatuan dan persatuan bangsa dan negara.
Konsideran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menyatakan bahwa anak adalah tuna, potensi dan
generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran
strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa mendatang. Oleh
karena itu anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial,
sehingga perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan
kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-
haknya tanpa adanya diskriminasi.
Adapun substansi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Bab I tentang Ketentuan Umum, Pasal 1 memuat istilah-istilah
antara lain pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan,
pengertian perlindungan, yaitu adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, dan berbagai peristilahan lainnya
berkaitan dengan anak dan hak-haknya.
2. Bab II tentang Asas dan Tujuan Perlindungan Anak, Pasal 2 bahwa
penyelenggaraan perlindungan anak berdasarkan Pancasila dan
berlandaskan UUD 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-
Hak Anak meliputi non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak,
hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta
penghargaan terhadap pendapat anak. Kemudian Pasal 3 bahwa
perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan
sejahtera.
3. Bab III tentang Hak dan Kewajiban Anak, Pasal 4 s.d. Pasal 18
mengatur tentang hak-hak anak dalam kehidupannya, kemudian
Pasal 19 mengatur tentang kewajiban anak.
4. Bab IV tentang Kewajiban DAN Tanggung Jawab, Pasal 20 s.d.
Pasal 26 mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara terhadap
penyelenggaraan perlindungan terhadap anak.
5. Bab V tentang Kedudukan Anak, Pasal 27 s.d. Pasal 29 mengatur
tentang identitas anak dan status anak yang dilahirkan dari
perkawinan campuran.
6. Bab VI tentang Kuasa Asuh, Pasal 30 s.d. 32 mengatur tentang
kuasa asuh terhadap anak dan pelaksanaannya.
7. Bab VII tentang Perwalian, Pasal 33 s.d. 36 mengatur tentang
pelaksanaan perwalian terhadap anak.
8. Bab VIII tentang Pengasuhan dan Pengangkatan Anak, Pasal 37 s.d.
41 mengatur tentang pelaksanaan pengasuhan dan pengangkatan

9. Bab IX tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak, Pasal 42 s.d.


71 mengatur tentang pelaksanaan perlindungan anak dalam bidang
agama, kesehatan, pendidikan, sosial dan perlindungan khusus bagi
10. Bab X tentang Peran Serta Masyarakat, Pasal 72 s.d. 73 mengatur
tentang peran serta masyarakat dalam perlindungan anak.
11. Bab XI tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia Pasal 74 s.d.
Pasal 76 mengatur tentang keanggotaan dan tugas Komisi
Perlindungan Anak Indonesia.
12. Bab XII tentang Ketentuan Pidana, Pasal 77 s.d. Pasal 90 mengatur
tentang bentuk-bentuk perbuatan terlarang dan ancaman pidana bagi
yang melakukan perbuatan tersebut terhadap anak.
13. Bab XIII tentang Ketentuan Peralihan, Pasal 91 mengatur tentang
berlakunya Undang-Undang Perlindungan Anak.
14. Bab XIV tentang Ketentuan Penutup, Pasal 92 mengatur tentang
ketentuan pendirian Komisi Perlindungan Anak paling lama 1 (satu)
tahun setelah berlakunya undang-undang ini.
Dalam perkembangannya, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan
pertimbangan bahwa perlindungan anak belum dapat beijalan secara
efektif karena masih adanya tumpang tindih antar peraturan perundang-
undangan sektoral terkait dengan definisi anak sehingga mengakibatkan
perbedaan persepsi dalam penyelenggaraan perlindungan dan pemenuhan
hak-hak anak. Selain itu, dewasa ini semakin maraknya kejahatan terhadap
anak dalam kehidupan masyarakat salah satunya adalah kejahatan seksual
sehingga memerlukan peningkatan komitmen dari Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat serta semua pemangku kepentingan terkait dalam
penyelenggaraan perlindungan anak.
Adapun substansi perubahan yang tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak antara lain secara tegas telah mengatur tentang definisi
kekerasan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 16 bahwa
kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual dan/atau
penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Perubahan selanjutnya adalah penambahan perlindungan hak-hak di
satuan pendidikan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1.a) bahwa
setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari
kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, sesama peserta didik dan/atau pihak lain. Kemudian hak
anak untuk tetap bertemu dengan orang tuanya dalam Pasal 14 ayat (2)
bahwa dalam hal terjadi pemisahan demi kepentingan terbaik bagi anak,
maka anak tetap berhak untuk bertemu langsung dengan orang tuanya,
mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan
untuk proses tumbuh kembang dari orang tua, memperoleh pembiayaan
hidup dan memperoleh hak-hak lainnya.
Substansi perubahan lainnya, yaitu penambahan hak-hak anak untuk
mendapatkan perlindungan dari kejahatan seksual yang marak terjadi
dalam kehidupan masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 15 huruf f.
Kemudian perubahan ketentuan Pasal 21 s.d. 24 yang memberikan
penegasan tentang kewajiban dan tanggung jawab Negara, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah untuk menghormati, menjamin pemenuhan hak anak
serta pemenuhan sarana, prasarana dan ketersediaan sumber daya manusia
dalam penyelenggaraan perlindungan anak, dengan tetap memperhatikan
hak dan kewajiban orang tua, wali atau orang lain yang secara hukum
bertanggung jawab terhadap anak serta menjamin anak untuk
mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan
usia dan tingkat kecerdasan anak.
Substansi perubahan selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, adalah penguatan peran serta masyarakat dalam
perlindungan anak yang diatur dalam Pasal 25 mengatur tentang kewajiban
masyarakat dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak
melalui kegiatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
perlindungan anak. Pasal 26 ayat (1) huruf d tentang kewajiban orang tua
untuk memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti
pada anak. Pasal 28 dan Pasal 29 tentang identitas anak berupa akta
kelahiran bagi anak yang tidak diketahui orang tuanya. Pasal 39 ayat (2.a)
tentang hak anak untuk tetap mendapatkan identitasnya setelah anak
diangkat oleh orang lain.
Kemudian Pasal 54 ayat (1) dan (2) secara tegas mengatur tentang
perlindungan anak di lingkungan satuan pendidikan dari tindak kekerasan
fisik, psikis, kejahatan seksual dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh
pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik atau pihak lainnya di
mana perlindungan terhadap anak dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, aparat pemerintah dan masyarakat. Selanjutnya Pasal 59A
tentang perlindungan khusus bagi anak melalui upaya penanganan yang
cepat, termasuk pengobatan atau rehabilitasi fisik, psikis dan sosial serta
pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya, pendampingan
psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan, pemberian bantuan
sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu dan pemberian
perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.
Substansi perubahan penting lainnya dalam Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak adalah penjabaran jenis-jenis perbuatan yang dilarang
dilakukan terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 76A s.d. 76J
yang diikuti dengan pemberatan sanksi pidana dan dengan bagi pelaku
kejahatan terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s.d. Pasal 89
dengan tujuan untuk memberikan efek jera serta mendorong adanya
langkah konkrit untuk memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial anak
korban dan anak pelaku kejahatan dengan tujuan untuk mengantisipasi
agar anak sebagai korban atau anak sebagai pelaku kejahatan tidak menjadi
pelaku kejahatan yang sama di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai