Tugas Besar Irigasi 2
Tugas Besar Irigasi 2
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Air adalah sumber kehidupan bagi setiap mahkluk hidup dimuka bumi ini, khususnya
bagi kita manusia, air merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan kita. Air memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti jika kita hendak
mandi, mencuci pakaian, memasak dan sebagainya kita menggunakan air.
Air juga diperlukan untuk proses pengembangangan pertanian, dimana investasi
irigasi menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka penyediaan air untuk pertanian.
Dalam memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan usaha tani, maka air (irigasi)
harus diberikan dalam jumlah, waktu dan mutu yang tepat, jika tidak maka tanaman akan
terganggu pertumbuhannya yang pada akhirnya akan mempengaruhi produksi pertanian.
Pemberian air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream)
memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut
dapat berupa: bendungan, bendung, saluran primer dan sekunder, box bagi,
bangunanbangunan ukur, saluran sekunder dan tersier, serta saluran tingkat usaha tani
(TUT).
Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana irigasi tersebut dilakukan
melalui berbagai proyek irigasi, seperti pengembangan irigasi baru, rehabilitasi jaringan
irigasi dan irigasi sederhana. Data menunjukkan bahwa sejak tahun 1989 hingga 1993
tercatat tidak kurang dari 3,2 juta Ha jaringan irigasi telah direhabilitasi dan sekitar 1,4
Ha jaringan irigasi baru telah dibangun. (Sumber: Pedoman Teknis Rehabilitasi Jaringan
Irigasi Desa (JIDES) / Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT).
Dalam rangka menciptakan ketahanan pangan nasional, maka salah satu upaya yang
perlu dilakukan adalah memenuhi ketersediaan pangan melalui sistem pertanian yang
baik. Sebagai sumber kehidupan dan salah satu sarana yang memungkinkan tumbuhnya
suatu tanaman, maka air menjadi salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk
mencapai hasil pertanian yang baik. Oleh karena itu, setiap sumber daya air yang ada
perlu dijaga agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan dikelola secara seksama
agar mencapai tingkat efisiensi pemanfaatan air yang maksimal dalam meningkatkan
1
produksi pertanian. Selain itu, pemanfaatan lahan fungsional secara maksimal dengan
memperhitungkan ketersediaan air yang ada untuk mengairi kebutuhan tanaman pada
daerah pertanian juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan hasil pertanian
yang berdampak pula pada peningkatan pendapatan para petani itu sendiri.
2
BAB 2
LANDASAN
TEORI
2.1.UMUM
Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, terletak dari 6°LU-
11°LS dan antara 95°BT-141°BT, maka Indonesia terletak pada kawasan yang
beriklim tropis dan mengalami 2 kali pergantian musim yaitu kemarau dan hujan. Negara
dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa ini sebagian besar penduduknya bekerja di
sektor pertanian. Dengan keadaan alam yang sangat subur dan curah hujan yang tinggi
pertanian sangat tepat dikembangkan di negara ini dan akan sangat berpengaruh bagi
perekonomian bangsa Indonesia.
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia
untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi,
serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Dalam hal ini dititik beratkan pada bahan
pangan untuk menghasilkan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia yaitu
padi. Padi merupakan tanaman sawah yang dalam pertumbuhannya memerlukan
penggenangan air selama 3,5 bulan varietas biasa dan 2,5 bulan untuk varietas unggul.
Untuk memenuhi kebutuhan air tersebut maka diperlukan jaringan irigasi yang dapat
mendistribusikan air dari sungai secara teratur dan dengan debit tertentu. Akan tetapi
tidak semua daerah dapat langsung dialiri air dengan jaringan irigasi tersebut, hal ini di
karenakan tidak semua sungai mempunyai debit air yang cukup. Oleh karena itu perlu
dibuat sebuah bangunan air yang bisa mengatasi masalah tersebut. Bangunan yang
dimaksud adalah bangunan bendung.
Bendung merupakan suatu bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun
secara melintang sungai untuk meninggikan elevasi air sungai sampai batas ketinggian
tertentu, agar air sungai tersebut dapat dialirkan secara gravitasi ke daerah yang
membutuhkan.
3
2.2.PEMILIHAN LOKASI BENDUNG
Pemilihan lokasi bendung harus mempertimbangkan dan didasarkan pada beberapa
aspek, antara lain :
1. Aspek Topografis
4
Pemilihan lokasi bendung dari aspek topografis ditinjau dari dua komponen
pertimbangan, yaitu pertimbangan elevasi dan pertimbangan bentuk regime sungai
(bagian lurus, tidak curam dll).
Pertimbangan elevasi dalam hal ini adalah tinjauan terhadap :
a. Elevasi target daerah/lahan pertanian yang akan diairi, yang akan mempengaruhi
tinggi bendung/mercu.
b. Elevasi dasar sungai, dipilih lokasi yang memerlukan tinggi bendung paling
rendah namun masih sesuai dengan kebutuhan elevasi mercu minimal.
c. Elevasi topografis dikanan dan kiri bagian hulu bendung, untuk menentukan
ketersediaan tanggul penutup alamiah (misalnya terdapat bukit dikanan kiri bagian
hulu bendung) untuk keperluan tanggul pengaman banjir rancangan sehinggabiaya
pembangunan dapat efisien.
Pertimbangan bentuk palung/lebar sungai, dilakukan dengan memilih lokasi
yang mempunyai bentuk palung sungai berbentuk huruf “V”, dimaksudkan untuk
memperoleh lebar bentang bendung seminimal mungkin tetapi masih dapat
menampung debit banjir rancangan (kala ulang minimal 100 tahunan). Hal ini
merupakan justifikasi teknis untuk mendapatkan desain bangunan yang layak teknis-
ekonomis.
2. Aspek Hidrologis
Pemilihan lokasi bendung dari aspek hidrologis ditinjau dari dua komponen
pertimbangan pertimbangan yaitu, pertimbangan potensi inflow dan debit banjir.
Pertimbangan potensi inflow dilakukan dengan bantuan peta topografi daerah
tangkapan hujan untuk memilih lokasi bendung yang mempunyai daerah tangkapan
hujan seluas mungkin sehingga potensi inflow yang didapat akan semakin besar, dan
juga jika memungkinkan maka dipilih lokasi dihilir pertemuan anak sungai, hal ini
dilakukan untuk meningkatkan potensi inflow. Tentunya dengan tetap
mempertimbangkan aspek topografis.
Pertimbangan potensi banjir dilakukan untuk mengestimasikan dampak dan
pengaruh banjir rancangan yang akan terjadi serta perlakuan dan langkah antisipasi
yang dapat ditempuh.
5
indikator keberadaan patahan/sesar/kekar geologi, kedalaman lapisan keras,
kelulusan/ permeabilitas tanah dan bahaya gempa bumi, juga parameter bahan
timbunan dan material alam untuk bangunan.
4. Aspek Lingkungan
Pertimbangan pemilihan lokasi bendung dari aspek lingkungan adalah dengan
mempelajari dampak pembangunan bendung terhadap lingkungan disekitarnya,
seperti:
a. Dampak peninggian elevasi muka air akan memberikan akibat penggenangan di
hulu sungai yang memberi dampak terhadap lingkungan dan ekologi di kawasan
itu, juga dampak terhadap public property dan government property.
b. Dampak alih fungsi lahan, akibat perubahan lahan eksisting menjadi lahan untuk
pembangunan bendung beserta dan instalasi pendukung dan pelengkapnya.
c. Dampak terhadap terputusnya mobilitas flora dan fauna akibat terbendungnya
aliran air dari hulu ke hilir dan sebaliknya.
d. Dampak terhadap suplai air ke daerah hilir.
e. Dampak terhadap keberadaan dan keamanan hutan, terutama jika harus berada di
kawasan hutan lindung dan kawasan hutan yang memperoleh atensi tinggi.
Dengan keberadaan bendung dimana pada saat pembangunan dan kurun operasi
dan pemeliharaan membutuhkan dan dilengkapi dengan jalan inspeksi, sehingga
memungkinkan dimanfaatkan untuk tujuan negatif oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab sebagai akses perusakan hutan (illegal logging, perburuan
satwa dan tanaman langka).
6
helisiodal tersebut akan mengakibatkan peningkatan beban hidro dinamis pada
bangunan pelimpah.
Kedalaman dasar saluran pengarah aliran biasanya diambil lebih besar dari 1/5
tinggi rencana limpasan diatas mercu ambang pelimpah lihat gambar 2.1
(sumber : https://www.google.co.id/search)
Gambar 2.1. : Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada
sebuah bangunan pelimpah.
Selain didasarkan pada kedua persyaratan tersebut, bentuk dan dimensi saluran
pengarah aliran biasanya disesuaikan dengan kondisi topografi setempat serta dengan
persyaratan aliran hidrolis yang baik.
7
(sumber : https://www.google.co.id/search)
Untuk ambang berbentuk persegi empat dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
ho = D/3 (2.1)
dan,
b = 1,704𝐶
𝑄
𝐷3/2
Untuk ambang berbentuk trapezium dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
ho = 3 (2 𝑍𝑑+𝑏)−√16𝑍2𝐷2+15𝑍𝑝.𝑏+9𝑏2
10𝑧
dan,
Dimana :
8
Vo = Kecepatan rata-rata aliran didalam saluran pengarah (m/det).
Q = C L H3/2
Dimana :
Q = debit (m3/det)
C = Koefisien limpahan
L = Lebar efektif mercu bendung (L)
H = Total tinggi tekanan air diatas mercu bendung (termasuk tinggi
tekanan kecepatan aliran pada saluran pengarah aliran) (m)
9
(sumber : https://www.google.co.id/search)
Dimana :
Qx = Debit pada titik x (m3/det)
q = Debit per unit, lebar yang melintasi bendung pengatur (m3/det)
x = Jarak antara tepi udik bendung dengan suatu titik pada mercu
bendung.
10
v = Kecepatan rata-rata aliran air didalam saluran samping pada suatu titik
tertentu
a = Koefisien yang berhubungan dengan kecepatan aliran air didalam saluran
samping
n = Exponen untuk kecepatan aliran air didalam saluran samping (antara 0,4 s/d
0,8)
y = Perbedaan elevasi antara mercu bendung dengan permukaan air dalam
saluran samping pada bidang Ax yang melalui titik tersebut.
(sumber : https://www.google.co.id/search)
Gambar 2.4 Skema aliran air melintasi sebuah bendung.
2) Pemilihan kombinasi yang sesuai dengan angka koefisien dan n pada rumus
(2.8) supaya dicari dalam kombinasi sedemikian rupa sehingga disuatu pihak
biaya konstruksi saluran samping ekonomis, sedangkan dilain pihak agar
mempunyai bentuk hidrolis yang menguntungkan. Angka “n” yang paling
menguntungkan tersebut dapat diperoleh dengan beberapa metode.
3. Saluran Peluncur
Dalam merencanakan saluran peluncur (flood way) harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
11
a) Air yang mengalir berasal dari pelimpah
b) Konstruksi saluran peluncur cukup kokoh dan stabil dalam menerima saluran
beban yang timbul
c) Biaya konstruksinya diusahakan seekonomis mungkin.
(sumber : https://www.google.co.id/search)
Gambar 2.5 Skema penampang memanjang aliran
pada saluran peluncur.
12
Perhitungan sistem coba banding lainnya adalah dengan memperhatikan aliran
air di dalam saluran peluncur sepanjang L yang dibatasi oleh bidang -1 di
udiknya dan bidang -2 yang diambil sembarang (lihat gambar 2.5) dan akan
diperoleh persamaan energi berikut,
𝑉22 𝑉12 2−2
he = + +𝑛 ×∆
2𝑔 2𝑔 𝑉
he = d1 + Δ1 ̂ 1√sin 𝜃 - d2
dan,
he = d1 + Δ ̂ 1 tan θ - d2
Dimana :
He = Perbedaan elevasi permukaan air pada bidang I dan bidang
2 V1 = Kecepatan aliran air pada bidang (1) (m/det)
V2 = Kecepatan aliran air pada bidang (2) (m/det)
d1 = Kedalaman air pada bidang I (m)
d2 = Kedalaman air pada bidang 2 (m)
A11 = Panjang lereng dasar diantara bidang (1) dan bidang (2) (m)
A1 = Jarak horizontal antara kedua bidang tersebut
θ = Sudut lereng dasar saluran.
𝑉1+𝑉2
V= 2
R = Radius hidrolis rata-rata pada potongan saluran yang diambil
N = Koefisien kekasaran.
13
dimana :
Δ1 = Jarak horizontal antara bidang 1 dan bidang 2
(m) hL = Kehilangan tinggi tekanan (m)
m/AL = Kehilangan tinggi tekanan per-unit jarak horizontal (m)
V1V2 = Kecepatan-kecepatan aliran berturut-turut pada bidang 1 dan 2
So = Kemiringan dasar saluran peluncur.
V = 𝑉1+𝑉2 ; V2 = V1 + 0.25 V2
2
Dengan cara seperti tersebut diatas, maka akan didapatkan kecepatan aliran
pada suatu bidang tersebut dapat dihitung sesuai dengan bentuk penampang
saluran.
3) Bagian yang berbentuk terompet pada ujung hilir saluran primer saluran peluncur
pada hakekatnya metode perhitungan untuk merencanakan bagian saluran yang
berbentuk terompet ini belum ada, akan tetapi disarankan agar sudut pelebaran θ
tidak melebihi besarnya sudut yang diperoleh dari rumus sebagai berikut :
O < Tan θ = 1
3𝐹
F= 𝑉
𝑔𝑑
dimana :
O = Sudut pelebaran
F = Angka froude
14
V = Kecepatan aliran air (m/det)
d = Kedalaman aliran air (m)
g = Gravitasi (m/det2)
4. Peredam Energi
Sebelum aliran air yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan lagi ke dalam
sungai, maka aliran dengan kecepatan yang tinggi dalam kondisi aliran-aliran sub
kritis. Dengan demikian kandungan energi dengan daya penggerus yang sangat kuat
tersebut harus diredusit hingga mencapai tingkat yang normal kembali, sehingga
aliran tersebut kembali kedalam sungai tanpa membahayakan kestabilan alur sungai
yang bersangkutan.
Guna meredusir energi yang terdapat didalam aliran tersebut, maka diujung hilir
saluran peluncur biasanya dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi
pencegah gerusan (scour protection stilling basin).
15
BAB 3
BENTUK BENDUNGAN PELIMPAH
Ada banyak tipe mercu untuk bendung pelimpah, namun pada umumnya yang paling
sering digunakan di Indonesia ada dua jenis mercu yaitu mercu bulat dan mercu ogee.
Mercu Bulat
Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan koefisien bendung ambang lebar. Bendung akan memberikan
banyak keuntungan bagi sungai, karena bangunan ini akan mengurangi tinggi muka
air hulu selama banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih tinggi, karena lengkung
streamline dan tekanan negatif pada mercu.
Tekanan pada mercu adalah fungsi perbandingan antara H1 dan r (H1/ r ). Untuk
bendung dengan dua jari – jari ( R2 ), jari – jari hilir akan digunakan untuk
menemukan harga koefisien debit. Untuk menghindari bahaya kavitasi lokal, tekanan
16
minimum pada mercu bendung harus dibatasi sampai dengan -4 m tekanan air, jika
bangunan tersebut dari beton. Untuk konstruksi pasangan batu, tekanan sub atmosfer
sebaiknya dibatasi sampai dengan -1 m tekanan air. Persamaan energi dan debit untuk
bendung ambang pendek dengan pengontrol segi empat adalah sebagai berikut :
2
Q = Cd 2/3 √ . 𝑔. ℎ. 𝐻1.5
3 1
Dimana :
Q = Debit (m3/det)
Cd = Koefisien debit ( Cd = C0 C1 C2 )
G = Percepatan gravitasi ( 9,8 m/ dt2 )
b = Bentang efektif bendung ( m )
H1 = Tinggi energi di atas ambang ( m )
C0 = Fungsi H1/ r
C1 = Fungsi p/ H1
C2 = Fungsi p/ H1 dan kemiringan muka hulu bendung
5. Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam ( aerasi ). Oleh
kerena itu, mercu tidak akan memberikan tekanan sub atmosfer pada permukaan
mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih
rendah, air akan memberikan tekanan ke bawah pada mercu.
Untuk merencanakan mercu Ogee bagian hilir, U.S Army Corps of Engineers
mengembangkan persamaan sebagai berikut :
𝑌 1 𝑥
= [ ]𝑛
ℎ𝑑 𝑘 ℎ𝑑
Dimana :
X dan Y = Koordinat – koordinat permukan
hilir hd = Tinggi rencana atas mercu
k dan n = Parameter
Bangunan hulu mercu bervariasi disesuaikan dengan kemiringan permukaan hilir.
Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bendung Ogee adalah :
17
2
Q = Cd 2/3 √ . 𝑔. 𝑏. 𝐻1.5
3 1
Dimana :
Q = Debit ( m3/ dt )
Cd = Koefisien debit ( Cd = C0 ,C1 ,C2 )
g = Percepatan gravitasi ( 9,8 m/ dt2 )
b = Bentang efektif bendung ( m )
H1 = Tinggi energi di atas ambang ( m )
C0 = Konstanta ( = 1,30 )
C1 = Fungsi H1 / hd )
C2 = Faktor koreksi untuk permukaan hulu
(sumber : https://www.google.co.id/search)
18
3.2 MERCU BENDUNG
Mercu bendung merupakan struktur utama yang berfungsi untuk membendung laju
aliran sungai dan menaikkan tinggi muka air sungai dari elevasi awal. Bagian ini biasanya
terbuat dari urugan tanah, pasangan batu kali, dan bronjong atau beton. Tubuh bendung
umumnya dibuat melintang pada aliran sungai.
Tinggi mercu bendung dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
6. Elevasi sawah bagian hilir tertinggi dan terjauh
7. Elevasi kedalaman air di sawah
8. Kehilangan tekanan dari saluran tersier ke sawah
9. Kehilangan tekanan dari saluran sekunder ke saluran tersier
10. Kehilangan tekanan dari saluran primer ke saluran sekunder
11. Kehilangan tekanan karena kemiringan saluran
12. Kehilangan tekanan di alat – alat ukur
13. Kehilangan tekanan dari sungai ke saluran primer
14. Persediaan tekanan untuk eksploitasi
15. Persediaan untuk bangunan lain.
Tinggi mercu bendung p, yaitu ketinggian antara elevasi lantai udik atau dasar sungai di
udik bendung dan elevasi mercu. Dalam menentukan tinggi mercu bendung maka harus
dipertimbangkan terhadap :
1. Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan;
2. Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan;
3. Tinggi muka air genangan yang akan terjadi;
4. Kesempurnaan aliran pada bendung;
5. Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung;
6. Tinggi mercu bendung, dianjurkan tidak lebih dari 4,00 meter dan minimum 0,5 H (H
= tinggi energi di atas mercu).
19
a Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup
b Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit desain.
Pengambilan lebar mercu tidak boleh terlalu pendek dan tidak pula terlalu lebar.
Bila desain panjang mercu bendung terlalu pendek, akan memberikan tinggi muka air
diatas mercu lebih tinggi. Akibatnya tanggul banjir di udik akan bertambah tinggi
pula. Demikian pula genangan banjir akan bertambah luas. Sebaliknya bila terlalu
lebar dapat mengakibatkan profil sungai bertambah lebar pula sehingga akan terjadi
pengendapan sedimen di udik bendung yang dapat menimbulkan gangguan
penyadapan aliran ke intake.
20
3.3 BANGUNAN INTAKE
Bangunan intake adalah suatu bangunan yang berfungsi sebagai penyadap atau penangkap
air baku yang berasal dari sumbernya atau badan air seperti sungai,situ,danau dan kolam
sesuai dengan debit yang di perlukan untuk pengolahan. Bangunan intake harus
disesuaikan menurut konstruksi bangunan air, dan pada umumnya memiliki konstuksi
beton bertulang (reinforced concrete) agar memiliki ketahanan yang baik terhadap
kemungkinan hanyut oleh arus sungai.
Secara umum terdapat bebebrapa fungsi dari bangunan intake, diantanranya:
a Mengumpulkan air dari sumber untuk menjaga kuantitas debit air yang di butuhkan
oleh instalasai.
b Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen
c Mengambil air baku sesuai debit yang diperlukan instalasi pengolahan yang di
rencanakan demi menjaga kontinuitas penyediaan dan pengambilan air dari
sumbernya.
Kualitas air yang dimanfaatkan untuk pengolahan pada bangunan intake biasanya
kurang baik namun secara kuantitas airnya cukup banyak . Dalam mementukan titik
pengambilan air didasarkan pada variasi kualitas air permukaan dimana terdapat adanya
variasi yang konstan (tidak berfluktuasi).
Hal yang harus diperhatikan dalam prencanaan intake, yaitu :
a. Intake sebaiknya direncanakan dan ditempatkan pada tempat/sumber air yang
memiliki aliran yang stabil dan tidak deras. Hal ini berguna agar tidak membahayakan
bangunan intake tersebut
b. Bangunan intake harus kedap air
c. Tanah di sekitar Intake seharusnya cukup stabil dan tidak mudah terkena erosi
d. Intake seharusnya terletak jauh sebelum sumber kontaminasi
e. Intake sebaiknya terletak di hulu sungai suatu kotaa
f. Intake sebaiknya di lengkapi dengan saringan kasar yang selalu di bersihkan. Ujung
pipa pengambilan air yang berhububgan dengan popa sebaiknya juga di beri
saringan(striner)
g. Inlet sebaiknya berada di bawah permukaan badan air untuk mencegah masuknya
benda-benda terapung. Disamping itu sebaiknya terletak cukup di atas air
h. Untuk muka air yang berfluktuasi, inlet yang ke sumur pengumpul sebaiknya di buat
beberapa level
21
i. Jika permukaan badan air selalu konstan dan tebing sungai terendam air maka intake
dapat di buat dekat sungai.
Q = μ b a √2𝑔𝑧
Dimana :
Q = Debit (m3/dtk)
22
μ = Koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air dengan kehilangan tinggi
energi, μ = 0,80
b = Lebar bukaan (m)
a = Tinggi bukaan (m)
g = Percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8)
z = Kehilangan tinggi energi pada bukaan (m).
Bila pintu pengambilan dipasangi pintu radial, maka μ = 0,80 jika ujung pintu
bawah tenggelam 20 cm di bawah muka air hulu dan kehilangan energi sekitar 10 cm.
Untuk yang tidak tenggelam, dapat dipakai rumus-rumus dan grafikgrafik yang diberikan
pada pasal 4.4. Elevasi mercu bendung direncana 0,10 di atas elevasi pengambilan yang
dibutuhkan untuk mencegah kehilangan air pada bendung akibat gelombang.
Elevasi ambang bangunan pengambilan ditentukan dari tinggi dasar sungai.
Ambang direncana di atas dasar dengan ketentuan berikut :
a. 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau
b. 1,00 m bila sungai juga mengangkut pasir dan kerikil
c. 1,50 m kalau sungai mengangkut batu-batu bongkah.
23
Harga-harga itu hanya dipakai untuk pengambilan yang digabung dengan pembilas
terbuka; jika direncana pembilas bawah, maka kriteria ini tergantung pada ukuran saluran
pembilas bawah. Dalam hal ini umumnya ambang pengambilan direncanakan 0 < p < 20
cm di atau ujung penutup saluran pembilas bawah. Bila pengambilan mempunyai bukaan
lebih dari satu, maka pilar sebaiknya dimundurkan untuk menciptakan kondisi aliran
masuk yang lebih mulus (lihat gambar 2.8).
Pengambilan hendaknya selalu dilengkapi dengan sponeng skot balok di kedua sisi pintu,
agar pintu itu dapat dikeringkan untuk keperluankeperluan pemeliharaan dan perbaikan.
Guna mencegah masuknya benda-benda hanyut, puncak bukaan direncanakan di bawah
muka air hulu. Jika bukaan berada di atas muka air, maka harus dipakai kisi-kisi
penyaring. Kisi-kisi penyaring direncana dengan rumus berikut:
Kehilangan tinggi energi melalui saringan adalah :
hf = c 𝑉2
2𝑔
di mana: c = β (5 ¿4⁄3
𝑏 𝑠𝑖𝑛 𝛿)
di mana:
hf = kehilangan tinggi energi
v = kecepatan dating (approach
velocity) g = percepatan gravitasi
m/dtk2 (≈ 9,8) c = koefisien yang
bergantung kepada:
β = faktor bentuk (lihat gambar 2.9)
s = tebal jeruji (m)
L = panjang jeruji, m (lihat Gambar 2.9)
b = jarak bersih antar jeruji b ( b > 50 mm) (m)
24
δ = sudut kemiringan dari horisontal, dalam derajat.
25
(sumber: Kriteria Perencanaan 02)
Gambar 2.9 Bentuk – Bentuk Jeruji Kisi – Kisi
Penyaring dan Harga – Harga
Juga untuk panjang dinding pemisah, dapat diberikan harga empiris. Dalam hal ini
sudut a pada Gambar 2.10 sebaiknya diambil sekitar 600 sampai 700.
Kelemahan-kelemahannya:
a. Sedimen akan terangkut ke pembilas selama banjir; hal ini bisa menimbulkan masalah,
apalagi kalau sungai mengangkut banyak bongkah. Bongkah-bongkah ini dapat
menumpuk di depan pembilas dan sulit disingkirkan.
b. Benda-benda hanyut bisa merusakkan pintu.
c. Karena debit di sungai lebih besar daripada debit di pengambilan, maka air
akanmengalir melalui pintu pembilas; dengan demikian kecepatan menjadi lebih tinggi
dan membawa lebih banyak sedimen.
27
Bagian atas pemisah berada di atas muka air selama pembilasan berlangsung.
Untuk menemukan elevasi ini, eksploitasi pembilas tersebut harus dipelajari. Selama
eksploitasi biasa dengan pintu pengambilan terbuka, pintu pembilas secara berganti-ganti
akan dibuka dan ditutup untuk mencegah penyumbatan.
Pada waktu mulai banjir pintu pengambilan akan ditutup (tinggi muka air sekitar
0,50 m sampai 1,0 m di atas mercu dan terus bertambah), pintu pembilas akan dibiarkan
tetap tertutup. Pada saat muka air surut kembali menjadi 0,50 sampai 1,0 m di atas mercu
dan terus menurun, pintu pengambilan tetap tertutup dan pintu pembilas dibuka untuk
menggelontor sedimen.
Karena tidak ada air yang boleh mengalir di atas dinding pemisah selama
pembilasan (sebab aliran ini akan mengganggu), maka elevasi dinding tersebut sebaiknya
diambil 0,50 atau 1,0 m di atas tinggi mercu. Jika pembilasan harus didasarkan pada debit
tertentu di sungai yang masih cukup untuk itu muka dinding pemisah, dapat ditentukan
dari Gambar 5.6. Biasanya lantai pembilas pada pada kedalaman rata-rata sungai. Namun
demikian, jika hal ini berarti terlalu dekat dengan ambang pengambilan, maka lantai itu
dapat ditempatkan lebih rendah asal pembilasan dicek sehubungan dengan muka air hilir
(tinggi energi yang tersedia untuk menciptakan kecepatan yang diperlukan).
28
BAB 4
Peredam Energi yaitu bagian dari bangunan pengelak yang berfungsi untuk meredam
tenaga aliran air pada saat melewati pembendungan (misalnya : kolam olak).
29
Kolam olak adalah suatu bangunan berupa olak dihilir bendung yang berfungsi
untuk meredam energi yang timbul dalam aliran air superkritis yang melewati pelimpah.
Faktor pemilihan tipe kolam olak :
3.5.1 Tinggi bendung
3.5.2 Keadaan geoteknik tanah
3.5.3 Jenis angkutan sedimen yang terbawa aliran sungai
Keadaan aliran yang terjadi di bangunan peredam energi seperti aliran tidak
sempurna/tenggelam, loncatan air lebih rendah atau lebih tinggi.
Dimana :
hc = Kedalaman air kritis
q = Debit per lebar satuan (m3/dtk)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dtk)
3. Kolam Vlughter
Kolam vlughter dikembangkan untuk bangunan terjun disaluran irigasi. Batas – batas
yang diberikan untuk Z/hc 0,5; 2,0; 15,0 dihubungkan dengan bilangan Froude.
30
Bilangan Froude itu diambil dalam Z dibawah tinggi energi hulu. Kolam vlughter bisa
dipakai sampai beda tinggi energi Z tidak lebih dari 4,50 m.
1. Tekanan Air
a. Gaya tekan air, terbagi atas gaya hidrostatik yaitu fungsi kedalaman [f(h)] dibawah
permukaan air dan gaya hidrodinamik.
b. Gaya tekan ke atas, yaitu tekanan air dari dalam yang menyebabkan berkurangnya
berat efektif bangunan.
Dihitung dengan persamaan (berlaku bendung diatas batuan) berikut :
31
ϑ = proporsi tekanan (lihat
tabel) h1 = kedalaman air hulu
A = luas dasar Wu
Wu = gaya tekan keatas.
(sumber: https://www.scribd.com)
Gambar 2.13 Parameter Tekanan Air
Pada Bangunan Bendung.
Berlapis Horizontal 1
(sumber: https://www.scribd.com)
2. Tekanan Lumpur
𝑐𝑠.ℎ2
Ps = 2 1−sin ∅
( 1+𝑠𝑖𝑛∅)
32
𝐺−1
𝑟s = τs’ 𝐺
dan untuk sudut gesek 30o digunakan :
Ps = 1,67 . h2
Dimana :
Ps = gaya pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur (horizontal)
H = ketebalan lumpur
∅ = sudut gesek
τs = berat lumpur
τs’ = berat volume kering
G = berat jenis tanah.
3. Gaya Gempa
a. Gaya gempa diberikan pada parameter bangunan berdasarkan peta daerah gempa di
Indonesia.
b. Harga percepatan (a), faktor minimum yang dipertimbangkan adalah (0,1 Ⅸ
percepatan gravitasi).
c. Sebagai gaya horizontal nilai faktor tersebut dikalikan dengan massa bangunan.
Koefisien gempa dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
ad = n (ac x z)m
𝑎𝑑
E= 𝑔
dimana :
ad = percepatan gempa rencana, cm/dtk2
n, m = koefisien untuk jenis tanah
ac = percepatan kejut dasar, cm/dtk2
E = koefisien gempa
33
Tabel 2.2 Koefisien Jenis Tanah
Jenis n M
(sumber: https://www.scribd.com)
4. Berat sendiri
Besarnya berat sendiri dari bangunan tergantung kepada bahan yang digunakan untuk
membuat konstruksi bendung.
a) Pasangan batu : 22 kN/m3
b) Beton tumbuk : 23 kN/m3
c) Beton bertulang : 24 kN/m3
5. Reaksi Pondasi
Reaksi pondasi bendung dibuat unsur-unsur persamaan distribusi tekanan sesuai
dengan bentuk bendung.
∑(𝑊) ∑(𝑊)𝑒
P= 𝐴 + 𝐼
34
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam perencanaan bendung ini, maka
dapat diambil kesimpulan, yaitu dari analisis di dapat kemiringan dasar sungai
adalah 0,003 dengan kecepatan aliran air adalah 3,8 m/dtk.
1. Bendung
Tipe mercu bendung type Ogee / Bulat untuk P/H = 4 di peroleh
kemiringan muka bendung adalah 3:1. Bentuk mercu yang dipilih adalah mercu
Ogee. Bentuk mercu Ogee tidak akan memberikan tekanan sub atmosfer adalah
pada permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana,
karena mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam
aerasi. Untuk debit yang rendah, air akan memberikan tekanan ke bawah
pada mercu.
2. Kolam olak
Berdasarkan hasil hitungan kolam olak tdak diperlukan karena Fr = 6,70 >
1,7, maka berdasarkan KP-04 bagian 6, untuk froude≤1,7 tidak diperlukan
kolam olak.
3. Berdasarkan analisis stabilitas bendung dapat disimpulkan bahwa:
a) Dalam kondisi air normal, tanpa / dengan sedimen penuh, dan tanpa gempa
maka konstruksi aman terhadap guling
b) Dalam kondisi air banjir juga tanpa / dengan sedimen penuh, dan tanpa
gempa maka konstruksi aman terhadap guling, geser dan daya dukung
tanah.
35
c) Alternatif pemecahan apabila kondisi tidak amannya stabilitas bendung,
maka perlu dilakukan peninjauan kembali pada perencanaan dimensi
bendung, antara lain dengan memperpanjang dan mempertebal apron.
5.2. Saran
Berdasarkan pada berbagai kendala yang dialami dalam perencanaan Bangunan
Irigasi ini, maka perlu diperhatikan saran berikut:
1. Perlu diadakan persamaan persepsi dan langkah pengerjaan agar tidak terjadi
perbedaan – perbedaan dan kesalahan yang fatal dalam perencanaan.
2. Perlunya penyesuaian terhadap data hidrologi dan data topografi agar dapat
digunakan untuk perencanaan yang ideal.
Keakuratan hasil perhitungan. Hendaknya peta topografi yang digunakan adalah
yang dapat dipertanggungjawabkan keakuratannya, sehingga kecil kemungkinan terjadi
bentuk potongan melintang dari sungai yang tidak masuk diakal. Selain itu kita harus
menyesuaikan antara karakter sungai, misalnya lebar sungai, slope sungai dengan kapasitas
debit yang bersangkutan. Apabila slope sungai asli tidak memungkinkan untuk
digunakan karena terlalu curam, maka kita dapat menentukan slope rencana.
36