Anda di halaman 1dari 37

TUGAS BESAR IRIGASI 2

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Air adalah sumber kehidupan bagi setiap mahkluk hidup dimuka bumi ini, khususnya
bagi kita manusia, air merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan kita. Air memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti jika kita hendak
mandi, mencuci pakaian, memasak dan sebagainya kita menggunakan air.
Air juga diperlukan untuk proses pengembangangan pertanian, dimana investasi
irigasi menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka penyediaan air untuk pertanian.
Dalam memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan usaha tani, maka air (irigasi)
harus diberikan dalam jumlah, waktu dan mutu yang tepat, jika tidak maka tanaman akan
terganggu pertumbuhannya yang pada akhirnya akan mempengaruhi produksi pertanian.
Pemberian air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream)
memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut
dapat berupa: bendungan, bendung, saluran primer dan sekunder, box bagi,
bangunanbangunan ukur, saluran sekunder dan tersier, serta saluran tingkat usaha tani
(TUT).
Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana irigasi tersebut dilakukan
melalui berbagai proyek irigasi, seperti pengembangan irigasi baru, rehabilitasi jaringan
irigasi dan irigasi sederhana. Data menunjukkan bahwa sejak tahun 1989 hingga 1993
tercatat tidak kurang dari 3,2 juta Ha jaringan irigasi telah direhabilitasi dan sekitar 1,4
Ha jaringan irigasi baru telah dibangun. (Sumber: Pedoman Teknis Rehabilitasi Jaringan
Irigasi Desa (JIDES) / Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT).
Dalam rangka menciptakan ketahanan pangan nasional, maka salah satu upaya yang
perlu dilakukan adalah memenuhi ketersediaan pangan melalui sistem pertanian yang
baik. Sebagai sumber kehidupan dan salah satu sarana yang memungkinkan tumbuhnya
suatu tanaman, maka air menjadi salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk
mencapai hasil pertanian yang baik. Oleh karena itu, setiap sumber daya air yang ada
perlu dijaga agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan dikelola secara seksama
agar mencapai tingkat efisiensi pemanfaatan air yang maksimal dalam meningkatkan

1
produksi pertanian. Selain itu, pemanfaatan lahan fungsional secara maksimal dengan
memperhitungkan ketersediaan air yang ada untuk mengairi kebutuhan tanaman pada
daerah pertanian juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan hasil pertanian
yang berdampak pula pada peningkatan pendapatan para petani itu sendiri.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud pembuatan makalah ini adalah agar penulis dapat mengetahui dengan jelas
bagaimana langkah-langkah merencanakan pembangunan suatu “Bangunan Irigasi”
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh “KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
PENGAIRAN” Nomor : 185/KPTS/A/1986, “TENTANG STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI”. Juga agar penulis mampu mengoperasikan beberapa software pendukung yang
pastinya dipakai dalam perencanaan bangunan irigasi tersebut, misalnya AutoCAD dan
juga Microsoft Office Excel.
Tujuannya agar penulis memiliki pegangan dan juga pengalaman ketika penulis tidak
ingin melanjutkan studi S2 dan ingin melanjutkan ke dunia kerja dalam bidang irigasi,
maka makalah ini bisa digunakan sebagai referensi kerja.

1.3 LINGKUP PEKERJAAN


Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang perancanaan bendung, dimulai
dari :
1. Penentuan lokasi bendung
2. Menentukan jenis mercu bendung
3. Menentukan lebar efektif bendung
4. Menghitung tinggi energi banjir diatas mercu
5. Menentukan bentuk muka bendung
6. Pengaruh pembendungan terhadap elevasi muka udik bendung
7. Menentukan lantai muka

2
BAB 2
LANDASAN
TEORI

2.1.UMUM
Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, terletak dari 6°LU-
11°LS dan antara 95°BT-141°BT, maka Indonesia terletak pada kawasan yang
beriklim tropis dan mengalami 2 kali pergantian musim yaitu kemarau dan hujan. Negara
dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa ini sebagian besar penduduknya bekerja di
sektor pertanian. Dengan keadaan alam yang sangat subur dan curah hujan yang tinggi
pertanian sangat tepat dikembangkan di negara ini dan akan sangat berpengaruh bagi
perekonomian bangsa Indonesia.
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia
untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi,
serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Dalam hal ini dititik beratkan pada bahan
pangan untuk menghasilkan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia yaitu
padi. Padi merupakan tanaman sawah yang dalam pertumbuhannya memerlukan
penggenangan air selama 3,5 bulan varietas biasa dan 2,5 bulan untuk varietas unggul.
Untuk memenuhi kebutuhan air tersebut maka diperlukan jaringan irigasi yang dapat
mendistribusikan air dari sungai secara teratur dan dengan debit tertentu. Akan tetapi
tidak semua daerah dapat langsung dialiri air dengan jaringan irigasi tersebut, hal ini di
karenakan tidak semua sungai mempunyai debit air yang cukup. Oleh karena itu perlu
dibuat sebuah bangunan air yang bisa mengatasi masalah tersebut. Bangunan yang
dimaksud adalah bangunan bendung.
Bendung merupakan suatu bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun
secara melintang sungai untuk meninggikan elevasi air sungai sampai batas ketinggian
tertentu, agar air sungai tersebut dapat dialirkan secara gravitasi ke daerah yang
membutuhkan.

3
2.2.PEMILIHAN LOKASI BENDUNG
Pemilihan lokasi bendung harus mempertimbangkan dan didasarkan pada beberapa
aspek, antara lain :

1. Aspek Topografis

4
Pemilihan lokasi bendung dari aspek topografis ditinjau dari dua komponen
pertimbangan, yaitu pertimbangan elevasi dan pertimbangan bentuk regime sungai
(bagian lurus, tidak curam dll).
Pertimbangan elevasi dalam hal ini adalah tinjauan terhadap :
a. Elevasi target daerah/lahan pertanian yang akan diairi, yang akan mempengaruhi
tinggi bendung/mercu.
b. Elevasi dasar sungai, dipilih lokasi yang memerlukan tinggi bendung paling
rendah namun masih sesuai dengan kebutuhan elevasi mercu minimal.
c. Elevasi topografis dikanan dan kiri bagian hulu bendung, untuk menentukan
ketersediaan tanggul penutup alamiah (misalnya terdapat bukit dikanan kiri bagian
hulu bendung) untuk keperluan tanggul pengaman banjir rancangan sehinggabiaya
pembangunan dapat efisien.
Pertimbangan bentuk palung/lebar sungai, dilakukan dengan memilih lokasi
yang mempunyai bentuk palung sungai berbentuk huruf “V”, dimaksudkan untuk
memperoleh lebar bentang bendung seminimal mungkin tetapi masih dapat
menampung debit banjir rancangan (kala ulang minimal 100 tahunan). Hal ini
merupakan justifikasi teknis untuk mendapatkan desain bangunan yang layak teknis-
ekonomis.

2. Aspek Hidrologis
Pemilihan lokasi bendung dari aspek hidrologis ditinjau dari dua komponen
pertimbangan pertimbangan yaitu, pertimbangan potensi inflow dan debit banjir.
Pertimbangan potensi inflow dilakukan dengan bantuan peta topografi daerah
tangkapan hujan untuk memilih lokasi bendung yang mempunyai daerah tangkapan
hujan seluas mungkin sehingga potensi inflow yang didapat akan semakin besar, dan
juga jika memungkinkan maka dipilih lokasi dihilir pertemuan anak sungai, hal ini
dilakukan untuk meningkatkan potensi inflow. Tentunya dengan tetap
mempertimbangkan aspek topografis.
Pertimbangan potensi banjir dilakukan untuk mengestimasikan dampak dan
pengaruh banjir rancangan yang akan terjadi serta perlakuan dan langkah antisipasi
yang dapat ditempuh.

3. Aspek Geologis – mekanika tanah


Aspek geologis yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi bendung adalah

5
indikator keberadaan patahan/sesar/kekar geologi, kedalaman lapisan keras,
kelulusan/ permeabilitas tanah dan bahaya gempa bumi, juga parameter bahan
timbunan dan material alam untuk bangunan.

4. Aspek Lingkungan
Pertimbangan pemilihan lokasi bendung dari aspek lingkungan adalah dengan
mempelajari dampak pembangunan bendung terhadap lingkungan disekitarnya,
seperti:
a. Dampak peninggian elevasi muka air akan memberikan akibat penggenangan di
hulu sungai yang memberi dampak terhadap lingkungan dan ekologi di kawasan
itu, juga dampak terhadap public property dan government property.
b. Dampak alih fungsi lahan, akibat perubahan lahan eksisting menjadi lahan untuk
pembangunan bendung beserta dan instalasi pendukung dan pelengkapnya.
c. Dampak terhadap terputusnya mobilitas flora dan fauna akibat terbendungnya
aliran air dari hulu ke hilir dan sebaliknya.
d. Dampak terhadap suplai air ke daerah hilir.
e. Dampak terhadap keberadaan dan keamanan hutan, terutama jika harus berada di
kawasan hutan lindung dan kawasan hutan yang memperoleh atensi tinggi.
Dengan keberadaan bendung dimana pada saat pembangunan dan kurun operasi
dan pemeliharaan membutuhkan dan dilengkapi dengan jalan inspeksi, sehingga
memungkinkan dimanfaatkan untuk tujuan negatif oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab sebagai akses perusakan hutan (illegal logging, perburuan
satwa dan tanaman langka).

2.3. PERENCANAAN PELIMPAH (SPILWAY)


Didalam merencanakan bangunan pelimpah, perencanaan dilakukan secara bertahap
untuk seluruh bagian dari bangunan pelimpah itu sendiri yang akan diuraikan di bawah
ini.
1. Saluran pengarah aliran.
Sesuai dengan fungsinya sebagai penuntun dan pengarah aliran agar aliran
tersebut senantiasa dalam kondisi hidrolis yang baik, maka kecepatan masuknya
aliran air direncanakan tidak melebihi 4 m/det dan lebar salurannya makin mengecil
kearah hilir, apabila kecepatan tersebut melebihi 4 m/det aliran akan bersifat
heliosiodal dan kapasitas pengalirannya akan menurun. Disamping itu aliran

6
helisiodal tersebut akan mengakibatkan peningkatan beban hidro dinamis pada
bangunan pelimpah.
Kedalaman dasar saluran pengarah aliran biasanya diambil lebih besar dari 1/5
tinggi rencana limpasan diatas mercu ambang pelimpah lihat gambar 2.1

(sumber : https://www.google.co.id/search)

Gambar 2.1. : Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada
sebuah bangunan pelimpah.

Selain didasarkan pada kedua persyaratan tersebut, bentuk dan dimensi saluran
pengarah aliran biasanya disesuaikan dengan kondisi topografi setempat serta dengan
persyaratan aliran hidrolis yang baik.

2. Saluran pengatur aliran


Sesuai dengan fungsinya sebagai pengatur kapasitas aliran (debit) air yang
melintasi bangunan pelimpah maka bentuk dan sisitim kerja saluran pengatur aliran
ini harns disesuaikan dengan ketelitian pengaturan yang disyaratkan untuk bagian ini,
bentuk serta dimensinya diperoleh dari perhitungan-perhitungan hidrolika yang
didasarkan pada rumus-rumus empiris dan untuk selanjutnya akan diberikan beberapa
contoh tipe saluran pengatur aliran.
a. Type ambang bebas (Flowing into canal type)
Guna memperoleh lebar ambang, lihat gambar 2.2. dapat digunakan rumus
sebagai berikut :

7
(sumber : https://www.google.co.id/search)

Gambar 2.2. : Saluran pengatur dengan ambang bebas

pada bangunan pelimpah.

Untuk ambang berbentuk persegi empat dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:

ho = D/3 (2.1)
dan,

b = 1,704𝐶
𝑄
𝐷3/2
Untuk ambang berbentuk trapezium dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

ho = 3 (2 𝑍𝑑+𝑏)−√16𝑍2𝐷2+15𝑍𝑝.𝑏+9𝑏2
10𝑧
dan,

Q = AVo = C √2 𝑔 ℎ 𝑜 (D-ho) {b+Z (D-ho)}

Dimana :

Q = Debit banjir (m3/det)

D = Kedalaman air tertinggi didalam saluran pengarah aliran (m)

C = Koefisien pengaliran masuk ke saluran pengarah (penampang setengah


lingkaran

C = 1 dan penampang persegi empat C = 0,82) pengarah (m)

A = Penampang basah didalam saluran pengarah (m2)

8
Vo = Kecepatan rata-rata aliran didalam saluran pengarah (m/det).

Urutan perhitungan dilakukan sebagai berikut :


1 Tentukan terlebih dahulu besarnya kedalaman air tertinggi didalam saluran
pengarah (D) dan kemiringan dinding saluran pengarah (Z = D cos θ)
2 Tentukan lebar ambang dengan menggunakan rumus 2.4 dengan cara coba-
coba

b. Tipe bendung pelimpah (over flow weir type)


Dimensi saluran pengatur tipe bendung pelimpah dapat diperoleh dari rumus
hidrolika sebagai berikut:
1) Rumus debit :

Q = C L H3/2
Dimana :
Q = debit (m3/det)
C = Koefisien limpahan
L = Lebar efektif mercu bendung (L)
H = Total tinggi tekanan air diatas mercu bendung (termasuk tinggi
tekanan kecepatan aliran pada saluran pengarah aliran) (m)

2) Koefisien limpahan (C)


Koefisien limpahan pada bendung tersebut biasanya berkisar antara 2,0 s/d 2,1
dan angka ini dipengaruhi oleh berbagai faktor.

9
(sumber : https://www.google.co.id/search)

Gambar 2.3 Koefisien limpahan dari berbagai type bendung (yang

dipengaruhi oleh kedalaman air dalam saluran pengarah).

3) Lebar efektif mercu bendung (L)


Rumus untuk menghitung panjang effektif bendung :
L = L – 2(N.Kp + ka)H
Dimana :L = Lebar efektif bendung (m)
L = Panjang bendung sebenarnya (m)
N = Jumlah pilar-pilar diatas mercu bendung
Kp = Koefisien kontraksi pada pilar
Ka = Koefisien kontraksi pada dinding samping
H = Tinggi tekanan total diatas mercu bendung (m)

c. Tipe pelimpah samping (side weir over flow type)


Suatu bangunan pelimpah yang saluran peluncurnya berposisi menyamping
terhadap saluran pengatur aliran diudiknya disebut bangunan pelimpah samping
(side spillway). Persyaratan yang perlu diperhatikan pada bangunan pelimpah tipe
ini adalah agar debit banjir yang melintasinya tidak menyebabkan aliran yang
menenggelamkan bendung pada saluran pengatur, karena saluran samping agak
dibuat cukup rendah terhadap bendung tersebut.
1) Rumus debit
Qx = q.x
V = a.xn
Y = 𝑛+1 ℎ𝑣
𝑛

Dimana :
Qx = Debit pada titik x (m3/det)
q = Debit per unit, lebar yang melintasi bendung pengatur (m3/det)
x = Jarak antara tepi udik bendung dengan suatu titik pada mercu
bendung.

10
v = Kecepatan rata-rata aliran air didalam saluran samping pada suatu titik
tertentu
a = Koefisien yang berhubungan dengan kecepatan aliran air didalam saluran
samping
n = Exponen untuk kecepatan aliran air didalam saluran samping (antara 0,4 s/d
0,8)
y = Perbedaan elevasi antara mercu bendung dengan permukaan air dalam
saluran samping pada bidang Ax yang melalui titik tersebut.

(sumber : https://www.google.co.id/search)
Gambar 2.4 Skema aliran air melintasi sebuah bendung.

2) Pemilihan kombinasi yang sesuai dengan angka koefisien dan n pada rumus
(2.8) supaya dicari dalam kombinasi sedemikian rupa sehingga disuatu pihak
biaya konstruksi saluran samping ekonomis, sedangkan dilain pihak agar
mempunyai bentuk hidrolis yang menguntungkan. Angka “n” yang paling
menguntungkan tersebut dapat diperoleh dengan beberapa metode.

3. Saluran Peluncur
Dalam merencanakan saluran peluncur (flood way) harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :

11
a) Air yang mengalir berasal dari pelimpah
b) Konstruksi saluran peluncur cukup kokoh dan stabil dalam menerima saluran
beban yang timbul
c) Biaya konstruksinya diusahakan seekonomis mungkin.

1) Perhitungan hidrolika untuk saluran peluncur


a. Perhitungan sistem coba-coba banding pertama, rumus kekekalan energi dalam
aliran (Rumus Bernoulli) adalah sebagai berikut :
Z1+d1+hv1+Z2+d2+hv2+h2
Dimana :
Z = Elevasi dasar saluran pada suatu bidang vertical
d = Kedalaman air pada bidang tersebut (m)
hv = Tinggi tekanan kecepatan pada bidang tersebut
h2 = Kehilangan tinggi tekanan yang terjadi yang terjadi diantara dua buah
bidang vertikal yang ditentukan (m).

(sumber : https://www.google.co.id/search)
Gambar 2.5 Skema penampang memanjang aliran
pada saluran peluncur.

b. Perhitungan sistem coba banding kedua.

12
Perhitungan sistem coba banding lainnya adalah dengan memperhatikan aliran
air di dalam saluran peluncur sepanjang L yang dibatasi oleh bidang -1 di
udiknya dan bidang -2 yang diambil sembarang (lihat gambar 2.5) dan akan
diperoleh persamaan energi berikut,
𝑉22 𝑉12 2−2
he = + +𝑛 ×∆
2𝑔 2𝑔 𝑉

he = d1 + Δ1 ̂ 1√sin 𝜃 - d2
dan,
he = d1 + Δ ̂ 1 tan θ - d2

Dimana :
He = Perbedaan elevasi permukaan air pada bidang I dan bidang
2 V1 = Kecepatan aliran air pada bidang (1) (m/det)
V2 = Kecepatan aliran air pada bidang (2) (m/det)
d1 = Kedalaman air pada bidang I (m)
d2 = Kedalaman air pada bidang 2 (m)
A11 = Panjang lereng dasar diantara bidang (1) dan bidang (2) (m)
A1 = Jarak horizontal antara kedua bidang tersebut
θ = Sudut lereng dasar saluran.

𝑉1+𝑉2
V= 2
R = Radius hidrolis rata-rata pada potongan saluran yang diambil
N = Koefisien kekasaran.

c. Perhitungan tanpa sistem coba banding


Seperti yang tertera pada gambar 2.5 dan menganggap bidang (2) sebagai titik
permulaan dalam perhitungan dengan rumus Bernoulli sebagai berikut :
𝑉12 2
+ d1 + ᵟo Δ̂ = 𝑉2 + d2 + hL
2𝑔 2𝑔

dan karena hL = S Δ 11 maka rumus tersebut menjadi :


𝑉2 𝑉2
2+ 𝑑 1−𝑑
2𝑔 2 2𝑔 2
Δ̂ =
𝑆𝑂−𝑆

13
dimana :
Δ1 = Jarak horizontal antara bidang 1 dan bidang 2
(m) hL = Kehilangan tinggi tekanan (m)
m/AL = Kehilangan tinggi tekanan per-unit jarak horizontal (m)
V1V2 = Kecepatan-kecepatan aliran berturut-turut pada bidang 1 dan 2
So = Kemiringan dasar saluran peluncur.

V = 𝑉1+𝑉2 ; V2 = V1 + 0.25 V2
2
Dengan cara seperti tersebut diatas, maka akan didapatkan kecepatan aliran
pada suatu bidang tersebut dapat dihitung sesuai dengan bentuk penampang
saluran.

2)Penentuan kemiringan dasar sungai saluran peluncur.


Disesuaikan dengan kondisi topografi serta untuk memperoleh hubungan yang
kontinue antara saluran peluncur dengan peredam energi maka sudut kemiringan
dasar saluran biasanya berubah-ubah dalam berbagai variasi (berbentuk
lengkungan). Untuk slauran peluncur bangunan pelimpah pada bendungan urugan,
yang biasanya dilalui oleh suatu aliran berkecepatan tinggi dan dengan kedalaman
air yang relatif dangkal, maka kemiringan saluran peluncur berbentuk lengkungan
terdebut harus disesuaikan sedemikian rupa, sehingga berkas aliran tidak terangkat
dari dasar saluran. Selanjutnya untuk memperoleh bentuk lengkungan dasar saluran
peluncur dapat dikerjakan dengan rumus yang berasal dari persamaan parabolis.

3) Bagian yang berbentuk terompet pada ujung hilir saluran primer saluran peluncur
pada hakekatnya metode perhitungan untuk merencanakan bagian saluran yang
berbentuk terompet ini belum ada, akan tetapi disarankan agar sudut pelebaran θ
tidak melebihi besarnya sudut yang diperoleh dari rumus sebagai berikut :
O < Tan θ = 1
3𝐹

F= 𝑉
𝑔𝑑

dimana :
O = Sudut pelebaran
F = Angka froude

14
V = Kecepatan aliran air (m/det)
d = Kedalaman aliran air (m)
g = Gravitasi (m/det2)

4)Saluran peluncur dengan tampak atas melengkung.


Apabila didalam suatu saluran peluncur dengan tampak atas yang melengkung
mengalir dengan kecepatan tinggi, maka akan timbul gelombang benturan hidrolis
yang berasal dari dinding lingkaran luar dan gelombang benturan negatif yang
berasal dari dinding lingkaran dalam.

4. Peredam Energi
Sebelum aliran air yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan lagi ke dalam
sungai, maka aliran dengan kecepatan yang tinggi dalam kondisi aliran-aliran sub
kritis. Dengan demikian kandungan energi dengan daya penggerus yang sangat kuat
tersebut harus diredusit hingga mencapai tingkat yang normal kembali, sehingga
aliran tersebut kembali kedalam sungai tanpa membahayakan kestabilan alur sungai
yang bersangkutan.
Guna meredusir energi yang terdapat didalam aliran tersebut, maka diujung hilir
saluran peluncur biasanya dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi
pencegah gerusan (scour protection stilling basin).

15
BAB 3
BENTUK BENDUNGAN PELIMPAH

3.1 BENTUK BENDUNGAN

Ada banyak tipe mercu untuk bendung pelimpah, namun pada umumnya yang paling
sering digunakan di Indonesia ada dua jenis mercu yaitu mercu bulat dan mercu ogee.
 Mercu Bulat
Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan koefisien bendung ambang lebar. Bendung akan memberikan
banyak keuntungan bagi sungai, karena bangunan ini akan mengurangi tinggi muka
air hulu selama banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih tinggi, karena lengkung
streamline dan tekanan negatif pada mercu.
Tekanan pada mercu adalah fungsi perbandingan antara H1 dan r (H1/ r ). Untuk
bendung dengan dua jari – jari ( R2 ), jari – jari hilir akan digunakan untuk
menemukan harga koefisien debit. Untuk menghindari bahaya kavitasi lokal, tekanan

16
minimum pada mercu bendung harus dibatasi sampai dengan -4 m tekanan air, jika
bangunan tersebut dari beton. Untuk konstruksi pasangan batu, tekanan sub atmosfer
sebaiknya dibatasi sampai dengan -1 m tekanan air. Persamaan energi dan debit untuk
bendung ambang pendek dengan pengontrol segi empat adalah sebagai berikut :
2
Q = Cd 2/3 √ . 𝑔. ℎ. 𝐻1.5
3 1

Dimana :
Q = Debit (m3/det)
Cd = Koefisien debit ( Cd = C0 C1 C2 )
G = Percepatan gravitasi ( 9,8 m/ dt2 )
b = Bentang efektif bendung ( m )
H1 = Tinggi energi di atas ambang ( m )
C0 = Fungsi H1/ r
C1 = Fungsi p/ H1
C2 = Fungsi p/ H1 dan kemiringan muka hulu bendung

5. Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam ( aerasi ). Oleh
kerena itu, mercu tidak akan memberikan tekanan sub atmosfer pada permukaan
mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih
rendah, air akan memberikan tekanan ke bawah pada mercu.
Untuk merencanakan mercu Ogee bagian hilir, U.S Army Corps of Engineers
mengembangkan persamaan sebagai berikut :
𝑌 1 𝑥
= [ ]𝑛
ℎ𝑑 𝑘 ℎ𝑑

Dimana :
X dan Y = Koordinat – koordinat permukan
hilir hd = Tinggi rencana atas mercu
k dan n = Parameter
Bangunan hulu mercu bervariasi disesuaikan dengan kemiringan permukaan hilir.
Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bendung Ogee adalah :

17
2
Q = Cd 2/3 √ . 𝑔. 𝑏. 𝐻1.5
3 1

Dimana :
Q = Debit ( m3/ dt )
Cd = Koefisien debit ( Cd = C0 ,C1 ,C2 )
g = Percepatan gravitasi ( 9,8 m/ dt2 )
b = Bentang efektif bendung ( m )
H1 = Tinggi energi di atas ambang ( m )
C0 = Konstanta ( = 1,30 )
C1 = Fungsi H1 / hd )
C2 = Faktor koreksi untuk permukaan hulu

(sumber : https://www.google.co.id/search)

Gambar 3.1 Mercu Ogiee dan Mercu Bulat

18
3.2 MERCU BENDUNG
Mercu bendung merupakan struktur utama yang berfungsi untuk membendung laju
aliran sungai dan menaikkan tinggi muka air sungai dari elevasi awal. Bagian ini biasanya
terbuat dari urugan tanah, pasangan batu kali, dan bronjong atau beton. Tubuh bendung
umumnya dibuat melintang pada aliran sungai.
Tinggi mercu bendung dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
6. Elevasi sawah bagian hilir tertinggi dan terjauh
7. Elevasi kedalaman air di sawah
8. Kehilangan tekanan dari saluran tersier ke sawah
9. Kehilangan tekanan dari saluran sekunder ke saluran tersier
10. Kehilangan tekanan dari saluran primer ke saluran sekunder
11. Kehilangan tekanan karena kemiringan saluran
12. Kehilangan tekanan di alat – alat ukur
13. Kehilangan tekanan dari sungai ke saluran primer
14. Persediaan tekanan untuk eksploitasi
15. Persediaan untuk bangunan lain.

Tinggi mercu bendung p, yaitu ketinggian antara elevasi lantai udik atau dasar sungai di
udik bendung dan elevasi mercu. Dalam menentukan tinggi mercu bendung maka harus
dipertimbangkan terhadap :
1. Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan;
2. Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan;
3. Tinggi muka air genangan yang akan terjadi;
4. Kesempurnaan aliran pada bendung;
5. Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung;
6. Tinggi mercu bendung, dianjurkan tidak lebih dari 4,00 meter dan minimum 0,5 H (H
= tinggi energi di atas mercu).

Tinggi air diatas mercu bendung dipengaruhi oleh :


a. Lebar Bendung
Lebar bendung adalah jarak antara dua tembok pangkal bendung (abutment),
termasuk lebar bangunan pembilas dan pilar-pilarnya. Ini disebut lebar mercu bruto.
Biasanya lebar bendung (B) < 6/5 lebar normal (Bn). Dalam penentuan panjang
mercu bendung, maka harus diperhitungkan terhadap :

19
a Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup
b Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit desain.

Berkaitan dengan itu panjang mercu dapat diperkirakan, yaitu :


a Sama lebar dengan lebar rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh alur (bank
full discharge).
b Umunya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata, pada ruas sungai yang
telah stabil.

Pengambilan lebar mercu tidak boleh terlalu pendek dan tidak pula terlalu lebar.
Bila desain panjang mercu bendung terlalu pendek, akan memberikan tinggi muka air
diatas mercu lebih tinggi. Akibatnya tanggul banjir di udik akan bertambah tinggi
pula. Demikian pula genangan banjir akan bertambah luas. Sebaliknya bila terlalu
lebar dapat mengakibatkan profil sungai bertambah lebar pula sehingga akan terjadi
pengendapan sedimen di udik bendung yang dapat menimbulkan gangguan
penyadapan aliran ke intake.

b. Lebar Efektif Bendung


Lebar efektif bendung adalah lebar bendung yang bermanfaat untuk melewatkan
debit. Untuk menetapkan besarnya lebar efektif bendung, pelu diketahui mengenai
eksploitasi bendung, karena pengaliran air di atas pintu lebih sukar dari pada
pengairan air di atas mercu bendung, maka kemampuan pintu pembilas untuk
pengaliran air dianggap hanya 80%.
Panjang mercu bendung efektif dihitung dengan menggunakan rumus :
Be = Bb – 2 (n.Kp + Ka) He
dimana:
Be = Panjang mercu bendung efektif
(m) Bb = Panjang mercu bendung bruto
(m) n = Jumlah pilar pembilas
Kp = Koefisien kontraksi pilar = 0,01
Ka = Koefisien kontraksi pangkal bendung = 0,10
He = Tinggi energi (m)

20
3.3 BANGUNAN INTAKE
Bangunan intake adalah suatu bangunan yang berfungsi sebagai penyadap atau penangkap
air baku yang berasal dari sumbernya atau badan air seperti sungai,situ,danau dan kolam
sesuai dengan debit yang di perlukan untuk pengolahan. Bangunan intake harus
disesuaikan menurut konstruksi bangunan air, dan pada umumnya memiliki konstuksi
beton bertulang (reinforced concrete) agar memiliki ketahanan yang baik terhadap
kemungkinan hanyut oleh arus sungai.
Secara umum terdapat bebebrapa fungsi dari bangunan intake, diantanranya:
a Mengumpulkan air dari sumber untuk menjaga kuantitas debit air yang di butuhkan
oleh instalasai.
b Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen
c Mengambil air baku sesuai debit yang diperlukan instalasi pengolahan yang di
rencanakan demi menjaga kontinuitas penyediaan dan pengambilan air dari
sumbernya.
Kualitas air yang dimanfaatkan untuk pengolahan pada bangunan intake biasanya
kurang baik namun secara kuantitas airnya cukup banyak . Dalam mementukan titik
pengambilan air didasarkan pada variasi kualitas air permukaan dimana terdapat adanya
variasi yang konstan (tidak berfluktuasi).
Hal yang harus diperhatikan dalam prencanaan intake, yaitu :
a. Intake sebaiknya direncanakan dan ditempatkan pada tempat/sumber air yang
memiliki aliran yang stabil dan tidak deras. Hal ini berguna agar tidak membahayakan
bangunan intake tersebut
b. Bangunan intake harus kedap air
c. Tanah di sekitar Intake seharusnya cukup stabil dan tidak mudah terkena erosi
d. Intake seharusnya terletak jauh sebelum sumber kontaminasi
e. Intake sebaiknya terletak di hulu sungai suatu kotaa
f. Intake sebaiknya di lengkapi dengan saringan kasar yang selalu di bersihkan. Ujung
pipa pengambilan air yang berhububgan dengan popa sebaiknya juga di beri
saringan(striner)
g. Inlet sebaiknya berada di bawah permukaan badan air untuk mencegah masuknya
benda-benda terapung. Disamping itu sebaiknya terletak cukup di atas air
h. Untuk muka air yang berfluktuasi, inlet yang ke sumur pengumpul sebaiknya di buat
beberapa level

21
i. Jika permukaan badan air selalu konstan dan tebing sungai terendam air maka intake
dapat di buat dekat sungai.

3.4 PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMBILAN


Bangunan pengambilan adalah sebuah bangunan yang berupa pintu air. Air irigasi
dibelokan dari sungai melalui bangunan tersebut. Pertimbangan yang digunakan dalam
merencanakan adalah debit rencana dan pengelakan sedimen.
Bangunan ini dibuat untuk mengatur banyaknya air yang masuk kedalam saluran
sesuai dengan debit yang dibutuhkan dan untuk menjaga agar air banjir tidak masuk
kedalam saluran irigasi.
Bangunan pengambilan dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya terbuka
untuk menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir, besarnya bukaan pintu
bergantung kepada kecepatan aliran masuk yang diizinkan. Kecepatan ini bergantung
kepada ukuran butir bahan yang dapat diangkut.
Kapasitas pengambilan harus sekurang-kurangnya 120% dari kebutuhan
pengambilan (dimension requirement) guna menambah fleksibilitas dan agar dapat
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek. Rumus dibawah ini
memberikan perkiraan kecepatan yang dimaksud:
v2 ≥ 32 ( )h d 1/3 d
di mana :
v = kecepatan rata-rata (m/dtk)
h = kedalaman air (m)
d = diameter butir (m)

Dalam kondisi biasa, rumus ini dapat disederhanakan menjadi:


v ≈ 10 d0.5
Dengan kecepatan masuk sebesar 1,0 – 2,0 m/dtk yang merupakan besaran perencanaan
normal, dapat diharapkan bahwa butir-butir berdiameter 0,01 sampai 0,04 m dapat masuk.

Q = μ b a √2𝑔𝑧

Dimana :
Q = Debit (m3/dtk)

22
μ = Koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air dengan kehilangan tinggi
energi, μ = 0,80
b = Lebar bukaan (m)
a = Tinggi bukaan (m)
g = Percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8)
z = Kehilangan tinggi energi pada bukaan (m).

(sumber: Kriteria Perencanaan 02)

Gambar 2.7 Tipe Pintu Pengambilan

Bila pintu pengambilan dipasangi pintu radial, maka μ = 0,80 jika ujung pintu
bawah tenggelam 20 cm di bawah muka air hulu dan kehilangan energi sekitar 10 cm.
Untuk yang tidak tenggelam, dapat dipakai rumus-rumus dan grafikgrafik yang diberikan
pada pasal 4.4. Elevasi mercu bendung direncana 0,10 di atas elevasi pengambilan yang
dibutuhkan untuk mencegah kehilangan air pada bendung akibat gelombang.
Elevasi ambang bangunan pengambilan ditentukan dari tinggi dasar sungai.
Ambang direncana di atas dasar dengan ketentuan berikut :
a. 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau
b. 1,00 m bila sungai juga mengangkut pasir dan kerikil
c. 1,50 m kalau sungai mengangkut batu-batu bongkah.

23
Harga-harga itu hanya dipakai untuk pengambilan yang digabung dengan pembilas
terbuka; jika direncana pembilas bawah, maka kriteria ini tergantung pada ukuran saluran
pembilas bawah. Dalam hal ini umumnya ambang pengambilan direncanakan 0 < p < 20
cm di atau ujung penutup saluran pembilas bawah. Bila pengambilan mempunyai bukaan
lebih dari satu, maka pilar sebaiknya dimundurkan untuk menciptakan kondisi aliran
masuk yang lebih mulus (lihat gambar 2.8).

(sumber: Kriteria Perencanaan 02)


Gambar 2.8 Geometri Bangunan Pengambilan

Pengambilan hendaknya selalu dilengkapi dengan sponeng skot balok di kedua sisi pintu,
agar pintu itu dapat dikeringkan untuk keperluankeperluan pemeliharaan dan perbaikan.
Guna mencegah masuknya benda-benda hanyut, puncak bukaan direncanakan di bawah
muka air hulu. Jika bukaan berada di atas muka air, maka harus dipakai kisi-kisi
penyaring. Kisi-kisi penyaring direncana dengan rumus berikut:
Kehilangan tinggi energi melalui saringan adalah :

hf = c 𝑉2

2𝑔

di mana: c = β (5 ¿4⁄3
𝑏 𝑠𝑖𝑛 𝛿)
di mana:
hf = kehilangan tinggi energi
v = kecepatan dating (approach
velocity) g = percepatan gravitasi
m/dtk2 (≈ 9,8) c = koefisien yang
bergantung kepada:
β = faktor bentuk (lihat gambar 2.9)
s = tebal jeruji (m)
L = panjang jeruji, m (lihat Gambar 2.9)
b = jarak bersih antar jeruji b ( b > 50 mm) (m)

24
δ = sudut kemiringan dari horisontal, dalam derajat.

25
(sumber: Kriteria Perencanaan 02)
Gambar 2.9 Bentuk – Bentuk Jeruji Kisi – Kisi
Penyaring dan Harga – Harga

3.5 PERENCANAAN BANGUNAN PEMBILAS


Bangunan pembilas adalah bangunan yang berfungsi untuk mencegah bahan
sedimen kasar kedalam saluran irigasi. Bangunan pembilas ini terletak tepat disebelah hilir
pintu pengambilan. Jika pada kedua sisi bendung dibuat dua bangunan pengambilan maka
bangunan pembilas juga dibuat pada kedua sisinya.
Pengalaman yang diperoleh dari banyak bendung dan pembilas yang sudah
dibangun, telah menghasilkan beberapa pedoman menentukan lebar pembilas:
a. Lebar pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama dengan 1/6 – 1/10 dari
lebar bersih bendung (jarak antara pangkalpangkalnya), untuk sungai sungai yang
lebarnya kurang dari 100 m.
b. Lebar pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan termasuk
pilarpilarnya. Juga untuk panjang dinding pemisah, dapat diberikan harga empiris.
Dalam hal ini sudut a pada Gambar 2.10 sebaiknya diambil sekitar 600 sampai 700.

Juga untuk panjang dinding pemisah, dapat diberikan harga empiris. Dalam hal ini
sudut a pada Gambar 2.10 sebaiknya diambil sekitar 600 sampai 700.

(sumber: Kriteria Perencanaan 02)


Gambar 2.10 Geometri Pembilas
26
Pintu pada pembilas dapat direncana dengan bagian depan terbuka atau tertutup. Pintu
dengan bagian depan terbuka memiliki keuntungan-keuntungan berikut:
a. Ikut mengatur kapasitas debit bendung, karena air dapat mengalir melalui pintupintu
yang tertutup selama banjir.
b. Pembuangan benda-benda terapung lebih mudah, khususnya bila pintu dibuat dalam
dua bagian dan bagian atas dapat diturunkan.

Kelemahan-kelemahannya:
a. Sedimen akan terangkut ke pembilas selama banjir; hal ini bisa menimbulkan masalah,
apalagi kalau sungai mengangkut banyak bongkah. Bongkah-bongkah ini dapat
menumpuk di depan pembilas dan sulit disingkirkan.
b. Benda-benda hanyut bisa merusakkan pintu.
c. Karena debit di sungai lebih besar daripada debit di pengambilan, maka air
akanmengalir melalui pintu pembilas; dengan demikian kecepatan menjadi lebih tinggi
dan membawa lebih banyak sedimen.

Sekarang kebanyakan pembilas direncana dengan bagian depan tebuka. Jika


bongkah yang terangkut banyak, kadang-kadang lebih menguntungkan untuk
merencanakan pembilas samping (shunt sluice), lihat Gambar 2.11. Pembilas tipe ini
terletak di luar bentang bersih bendung dan tidak menjadi penghalang jika terjadi banjir.

(sumber: Kriteria Perencanaan 02)


Gambar 2.11 Pembilas Samping

27
Bagian atas pemisah berada di atas muka air selama pembilasan berlangsung.
Untuk menemukan elevasi ini, eksploitasi pembilas tersebut harus dipelajari. Selama
eksploitasi biasa dengan pintu pengambilan terbuka, pintu pembilas secara berganti-ganti
akan dibuka dan ditutup untuk mencegah penyumbatan.
Pada waktu mulai banjir pintu pengambilan akan ditutup (tinggi muka air sekitar
0,50 m sampai 1,0 m di atas mercu dan terus bertambah), pintu pembilas akan dibiarkan
tetap tertutup. Pada saat muka air surut kembali menjadi 0,50 sampai 1,0 m di atas mercu
dan terus menurun, pintu pengambilan tetap tertutup dan pintu pembilas dibuka untuk
menggelontor sedimen.
Karena tidak ada air yang boleh mengalir di atas dinding pemisah selama
pembilasan (sebab aliran ini akan mengganggu), maka elevasi dinding tersebut sebaiknya
diambil 0,50 atau 1,0 m di atas tinggi mercu. Jika pembilasan harus didasarkan pada debit
tertentu di sungai yang masih cukup untuk itu muka dinding pemisah, dapat ditentukan
dari Gambar 5.6. Biasanya lantai pembilas pada pada kedalaman rata-rata sungai. Namun
demikian, jika hal ini berarti terlalu dekat dengan ambang pengambilan, maka lantai itu
dapat ditempatkan lebih rendah asal pembilasan dicek sehubungan dengan muka air hilir
(tinggi energi yang tersedia untuk menciptakan kecepatan yang diperlukan).

(sumber: Kriteria Perencanaan 02)

Gambar 2.12 Metode Menemukan Tinggi


Dinding Pemisah

28
BAB 4

PERENCAAN BANGUNAN PEREDAM ENERGI

4.1 PEREDAM ENERGI

Peredam Energi yaitu bagian dari bangunan pengelak yang berfungsi untuk meredam
tenaga aliran air pada saat melewati pembendungan (misalnya : kolam olak).

29
Kolam olak adalah suatu bangunan berupa olak dihilir bendung yang berfungsi
untuk meredam energi yang timbul dalam aliran air superkritis yang melewati pelimpah.
Faktor pemilihan tipe kolam olak :
3.5.1 Tinggi bendung
3.5.2 Keadaan geoteknik tanah
3.5.3 Jenis angkutan sedimen yang terbawa aliran sungai
Keadaan aliran yang terjadi di bangunan peredam energi seperti aliran tidak
sempurna/tenggelam, loncatan air lebih rendah atau lebih tinggi.

Tipe kolam olak :


1. Berdasarkan Bilangan Froude
a. Untuk Fr ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak. Pada saluran tanah bagian hilir
harus dilindungi dari bahaya erosi.
b. Bila 1,7 < Fr ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam energi secara
efektif. Kolam olak dengan ambang ujung mampu bekerja dengan baik.
c. Jika 2,5 < Fr ≤ 4,5 maka loncatan air tidak terbentuk dan menimbulkan
gelombang sampai jarak yang jauh disaluran.
d. Untuk Fr ≤ 4,5 merupakan kolam olak yang paling ekonomis, karena kolam inii
pendek. Kolam olak yang sesuai adalah kolam USBR tipe III.
2. Kolam Olak Tipe Bak Tenggelam
Jika kedalaman konjuksi hilir dari loncat air terlalu tinggi dibanding kedalaman air
normal hilir , atau kalau diperkirakan akan menjadi kerusakan pada lantai kolam yang
panjang akibat batu – batu besar yang terangkut lewat atas bendung, maka dapat
dipakai peredam energi yang relatif pendek tapi dalam. Dapat dihitung dengan rumus:
3
hc =
𝑞2

𝑔

Dimana :
hc = Kedalaman air kritis
q = Debit per lebar satuan (m3/dtk)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dtk)
3. Kolam Vlughter
Kolam vlughter dikembangkan untuk bangunan terjun disaluran irigasi. Batas – batas
yang diberikan untuk Z/hc 0,5; 2,0; 15,0 dihubungkan dengan bilangan Froude.

30
Bilangan Froude itu diambil dalam Z dibawah tinggi energi hulu. Kolam vlughter bisa
dipakai sampai beda tinggi energi Z tidak lebih dari 4,50 m.

4.2 ANALISIS STABILITAS BENDUNG


Konstruksi bendung harus kuat menahan gaya – gaya yang bekerja. Analisis stabilitas
bendung akan ditinjau pada kondisi air normal dan juga pada kondisi air banjir. Gaya –
gaya yang bekerja pada bangunan bendung adalah :
a. Tekanan air : luar dan dalam, hidrostatik dan hidrodinamik.
b. Tekanan lumpur : menekan horizontal dan membebani vertikal 29
c. Gaya gempa : tergantung peta gempa di Indonesia. Minimum 0,1g.
d. Berat sendiri bangunan : berat tubuh bendung.
e. Reaksi pondasi : gaya tekan ke atas terhadap bendung dari reaksi pondasi.

Stabilitas bendung harus stabil dalam 3 keadaan :


a. Stabil terhadap amblasnya bendung. Daya dukung pondasi tidak boleh dilampaui oleh
tekanan akibat berat bendung.
b. Stabil terhadap gelincir. Gaya horizontal tidak boleh melebihi gaya geser yang
melawan pada dasar bendung.
c. Stabil terhadap guling. Momen yang menggulingkan harus bisa ditahan momen yang
melawannya.
d. Stabilitas terhadap erosi bawah tanah bendung.

1. Tekanan Air
a. Gaya tekan air, terbagi atas gaya hidrostatik yaitu fungsi kedalaman [f(h)] dibawah
permukaan air dan gaya hidrodinamik.
b. Gaya tekan ke atas, yaitu tekanan air dari dalam yang menyebabkan berkurangnya
berat efektif bangunan.
Dihitung dengan persamaan (berlaku bendung diatas batuan) berikut :

Wu = c 𝑟w [h2 + 1 𝖯(h1 - h2)]A


2
Dimana :
C = proporsi luas pada tekanan hidrostatik bekerja
𝑟w = berat jenis air
h2 = kedalaman air hilir

31
ϑ = proporsi tekanan (lihat
tabel) h1 = kedalaman air hulu
A = luas dasar Wu
Wu = gaya tekan keatas.

(sumber: https://www.scribd.com)
Gambar 2.13 Parameter Tekanan Air
Pada Bangunan Bendung.

Tabel 4.1 Tipe Pondasi Batuan


Tipe Pondasi Batuan

Berlapis Horizontal 1

Sedang, pejal (massive) 0,67

Baik, pejal 0,5

(sumber: https://www.scribd.com)

2. Tekanan Lumpur

𝑐𝑠.ℎ2
Ps = 2 1−sin ∅
( 1+𝑠𝑖𝑛∅)
32
𝐺−1
𝑟s = τs’ 𝐺
dan untuk sudut gesek 30o digunakan :
Ps = 1,67 . h2

Dimana :
Ps = gaya pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur (horizontal)
H = ketebalan lumpur
∅ = sudut gesek
τs = berat lumpur
τs’ = berat volume kering
G = berat jenis tanah.

3. Gaya Gempa
a. Gaya gempa diberikan pada parameter bangunan berdasarkan peta daerah gempa di
Indonesia.
b. Harga percepatan (a), faktor minimum yang dipertimbangkan adalah (0,1 Ⅸ
percepatan gravitasi).
c. Sebagai gaya horizontal nilai faktor tersebut dikalikan dengan massa bangunan.
Koefisien gempa dapat dihitung menggunakan rumus berikut :

ad = n (ac x z)m
𝑎𝑑
E= 𝑔

dimana :
ad = percepatan gempa rencana, cm/dtk2
n, m = koefisien untuk jenis tanah
ac = percepatan kejut dasar, cm/dtk2
E = koefisien gempa

Z = faktor yang bergantung kepada letak geografis (Koefisien Zona)

33
Tabel 2.2 Koefisien Jenis Tanah
Jenis n M

Batu 2,76 0,71

Diluvium 0,87 1,05

Aluvium 1,56 0,89

Aluvium lunak 0,29 1,32

(sumber: https://www.scribd.com)

4. Berat sendiri
Besarnya berat sendiri dari bangunan tergantung kepada bahan yang digunakan untuk
membuat konstruksi bendung.
a) Pasangan batu : 22 kN/m3
b) Beton tumbuk : 23 kN/m3
c) Beton bertulang : 24 kN/m3

5. Reaksi Pondasi
Reaksi pondasi bendung dibuat unsur-unsur persamaan distribusi tekanan sesuai
dengan bentuk bendung.

∑(𝑊) ∑(𝑊)𝑒
P= 𝐴 + 𝐼

34
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam perencanaan bendung ini, maka
dapat diambil kesimpulan, yaitu dari analisis di dapat kemiringan dasar sungai
adalah 0,003 dengan kecepatan aliran air adalah 3,8 m/dtk.

1. Bendung
Tipe mercu bendung type Ogee / Bulat untuk P/H = 4 di peroleh
kemiringan muka bendung adalah 3:1. Bentuk mercu yang dipilih adalah mercu
Ogee. Bentuk mercu Ogee tidak akan memberikan tekanan sub atmosfer adalah
pada permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana,
karena mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam
aerasi. Untuk debit yang rendah, air akan memberikan tekanan ke bawah
pada mercu.
2. Kolam olak
Berdasarkan hasil hitungan kolam olak tdak diperlukan karena Fr = 6,70 >
1,7, maka berdasarkan KP-04 bagian 6, untuk froude≤1,7 tidak diperlukan
kolam olak.
3. Berdasarkan analisis stabilitas bendung dapat disimpulkan bahwa:
a) Dalam kondisi air normal, tanpa / dengan sedimen penuh, dan tanpa gempa
maka konstruksi aman terhadap guling
b) Dalam kondisi air banjir juga tanpa / dengan sedimen penuh, dan tanpa
gempa maka konstruksi aman terhadap guling, geser dan daya dukung
tanah.

35
c) Alternatif pemecahan apabila kondisi tidak amannya stabilitas bendung,
maka perlu dilakukan peninjauan kembali pada perencanaan dimensi
bendung, antara lain dengan memperpanjang dan mempertebal apron.

5.2. Saran
Berdasarkan pada berbagai kendala yang dialami dalam perencanaan Bangunan
Irigasi ini, maka perlu diperhatikan saran berikut:
1. Perlu diadakan persamaan persepsi dan langkah pengerjaan agar tidak terjadi
perbedaan – perbedaan dan kesalahan yang fatal dalam perencanaan.
2. Perlunya penyesuaian terhadap data hidrologi dan data topografi agar dapat
digunakan untuk perencanaan yang ideal.
Keakuratan hasil perhitungan. Hendaknya peta topografi yang digunakan adalah
yang dapat dipertanggungjawabkan keakuratannya, sehingga kecil kemungkinan terjadi
bentuk potongan melintang dari sungai yang tidak masuk diakal. Selain itu kita harus
menyesuaikan antara karakter sungai, misalnya lebar sungai, slope sungai dengan kapasitas
debit yang bersangkutan. Apabila slope sungai asli tidak memungkinkan untuk
digunakan karena terlalu curam, maka kita dapat menentukan slope rencana.

36

Anda mungkin juga menyukai