Anda di halaman 1dari 22

ANALISI PENYEBAB, DAMPAK DAN SOLUSI KEBAKARAN

HUTAN DI INDONESIA

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas management kebakaran hutan

OLEH:
AGUNG PRAWITO
1654251060

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
2019

i
PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah mengenai permasalahan kebakaran hutan. Analisa mengenai
permasalahan kebakaran hutan ini merupakan salah satu tugas yang diberikan untuk
menyelesaikan mata kuliah management kebakaran hutan.

Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk kelulusan mata kuliah
wajib management kebakaran hutan. Makalah ini berisi pengetahuan yang telah
diperoleh mahasiswa baik saat kuliah maupun melalui studi literatur.

Makalah ini diberi judul “Analisis Penyebab, Dampak dan Solusi Kebakaran
Hutan di Indonesia”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak


yang telah membantu penulis selama penyusunan makalah, Akhir kata penulis sangat
berharap makalah ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis sendiri dan semua pihak
yang membutuhkannya.

Pekanbaru, 26 Maret 2019

ii
DAFTAR ISI

Daftar Isi....................................................................................................................iii
Daftar Gambar...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Ruang Lingkup Kajian..............................................................................2
1.4 Tujuan Penulisan Makalah........................................................................2
BAB II TEORI DASAR............................................................................................3
2.1 Definisi Kebakaran Hutan.........................................................................3
2.2 Faktor Penyebab Kebakaran Hutan...........................................................4
2.3 Dampak Kebakaran Hutan........................................................................6
BAB III PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN.........................................10
3.1 Pencitraan Satelit.......................................................................................10
3.2 Teknologi Modifikasi Cuaca.....................................................................13
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN........................................................................16
4.1 Simpulan....................................................................................................16
4.2 Saran..........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................18

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kebakaran hutan di Kabupaten Aceh Barat tahun 2013..............3


Gambar 2.2. Kabut asap akibat kebakaran hutan di Kota Pekanbaru...............6
Gambar 3.1. Citra satelit yang menunjukan kebakaran di riau.........................10
Gambar 3.2. Citra satelit menunjukan temperatur tinggi di kalimantan
selatan .. .....................................................................................12
Gambar 3.3. Salah satu pesawat pembom air...................................................13
Gambar 3.4. Ilustrasi metode penyemaian awan..............................................14

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan merupakan suatu pondasi alam dalam menyediakan dan mengendalikan
berbagai kebutuhan manusia, seperti udara, air dan sebagainya. Selain sebagai sumber
daya alam hutan juga merupakan faktor ekonomi dilihat dari hasil-hasil yang
dimilikinya. Namun, bersamaan itu pula sebagai dampak negatif atas pengelolaan
hutan yang eksploitatif dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat, pada akhirnya
menyisakan banyak persoalan, salah satu diantaranya ialah kebakaran hutan. Dampak
negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan
ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan
produktivitas tanah, bahkan menjadi permasalahan lintas negara karena asapnya yang
dapat mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat,
sungai, danau, laut dan udara.
Kebakaran hutan dan lahan terjadi disebabkan oleh 2 (dua) faktor utama yaitu
faktor alami dan faktor kegiatan manusia yang tidak terkontrol. Faktor alami antara
lain oleh pengaruh El-Nino yang menyebabkan kemarau berkepanjangan sehingga
tanaman menjadi kering. Tanaman kering merupakan bahan bakar potensial jika
terkena percikan api yang berasal dari batubara yang muncul dipermukaan ataupun
dari pembakaran lainnya baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya kebakaran bawah (ground fire) dan kebakaran permukaan
(surface fire). Dua tipe kebakaran tersebut merusak semak belukar dan tumbuhan
bawah hingga bahan organik yang berada di bawah lapisan serasah seperti humus,
gambut, akar pohon ataupun kayu yang melapuk. Apabila lambat ditangani kebakaran
dapat terjadi meluas sehingga menimbulkan kebakaran tajuk (crown fire) dimana
kebakaran ini merusak tajuk pohon. Akan tetapi tipe kebakaran terakhir ini dapat
terjadi juga karena adanya sembaran petir. Faktor kegiatan manusia yang

1
menyebabkan kebakaran hutan dan lahan antara lain adanya kegiatan pembuatan api
unggun di dalam hutan, namun bara bekas api unggun tersebut tidak dipadamkan.
Adanya kegiatan pembukaan lahan dengan teknik tebang-tebas-bakar yang tidak
terkontrol, biasa dilakukan oleh perusahaan HTI dan peladang berpindah ataupun
menetap. Pembakaran secara disengaja untuk mendapatkan lapangan penggembalaan
atau tempat berburu, serta akibat membuang puntung rokok yang menyala secara
sembarangan.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana suatu aktifitas dapat
menyebabkan kebakaran hutan. Sedangkan tujuan khusus yang hendak dicapai ialah
menganalisa solusi dari permasalahan kebakaran hutan di indonesia.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, muncul beberapa persoalan yaitu:
1. Apa itu kebakaran hutan ?
2. Apa saja faktor yang menyebabkan kebakaran hutan ?
3. Apa saja dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan ?
4. Apa saja upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan ?

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini aalah sebagai berikut:
1. Mengetahui apa itu kebakaran hutan.
2. Mengetahui faktor yang menyebabkan kebakaran hutan.
3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan.
4. Mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kebakaran Hutan


Kebakaran hutan adalah suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga
mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian
ekonomis dan atau nilai lingkungan. (Peraturan Menteri Kehutanan, 2009).
Kebakaran hutan adalah pembakaran yang penjalaran apinya bebas serta
mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti serasah, rumput, ranting/cabang
pohon mati yang tetap berdiri, log, tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan
dan pohon-pohon. (Raharjo, 2003)

Gambar 2.1 Kebakaran hutan di Desa Suak Nie, Kecamatan Johan Pahlawan,
Kabupaten Aceh Barat tahun 2013

Peristiwa kebakaran hutan yang tidak terkendali bisa terjadi secara sengaja
maupun tidak sengaja. Di masa lalu membakar hutan merupakan suatu metode praktis

3
untuk membuka lahan. Pada awalnya banyak dipraktekan oleh para peladang
tradisional atau peladang berpindah. Namun karena biayanya murah praktek
membakar hutan banyak diadopsi oleh perusahaan-perusahaan kehutanan dan
perkebunan. Di lingkup ilmu kehutanan ada sedikit perbedaan antara istilah
kebakaran hutan dan pembakaran hutan. Pembakaran identik dengan kejadian yang
disengaja pada satu lokasi dan luasan yang telah ditentukan. Gunanya untuk
membuka lahan, meremajakan hutan atau mengendalikan hama. Sedangkan
kebakaran hutan lebih pada kejadian yang tidak disengaja dan tak terkendali. Pada
prakteknya proses pembakaran bisa menjadi tidak terkendali dan memicu kebakaran.

Kebakaran hutan berskala besar cukup sulit untuk dipadamkan. Kadang-kadang


membutuhkan waktu hingga bermingu-minggu agar semua titik api bisa padam. Pada
kondisi tertentu, seperti tanah gambut, kebakaran masih terus berlangsung di dalam
tanah meski api dipermukaan telah padam berhasil dipadamkan. Sehingga tanah tetap
mengeluarkan asap pekat dan sewaktu-waktu api bisa meletup kembali ke
permukaan. Kebakaran hutan menjadi penyumbang terbesar laju deforestasi. Bahkan
menurut organisasi lingkungan, World Wild Fund, deforestasi akibat kebakaran hutan
lebih besar dibanding konversi lahan untuk pertanian dan illegal logging.

2.2 Faktor Penyebab Kebakaran Hutan


Penyebab dari masalah kebakaran hutan adalah karena kesalahan sistemik
dalam pengelolaan hutan secara nasional di suatu negara. Dalam hal ini, adanya
penggunaan metode pembukaan lahan yang tidak tepat yaitu menggunakan metode
land clearing dengan cara membakar lahan yang akan dibuka, dan pekerja yang
mereka sewa untuk melakukan pembakaran adalah penduduk masyarakat setempat.
Ketidaktersediaan teknologi yang memadai membuat metode land clearing dengan
cara membakar dinilai efisien. Dampak yang ditimbulkan dari penerapan metode ini
terhadap lingkungan tidak sebanding dengan hasilnya. Faktor ekonomi menjadi latar
belakang kenapa metode ini lazim dilakukan. Kebakaran hutan yang terjadi dapat

4
disimpulkan penyebabnya, dan penyebab kebakaran hutan dapat dibagi menjadi 2
sumber yaitu :
1. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh alam
a. Gejala alam skala global : kondisi alam yang tidak mendukung, misalnya,
bencana alam, musim kemarau panjang yang membuat areal kehutanan menjadi
begitu panas.
b. Lahan gambut dapat menjadi bahan bakar yang relatif melimpah sebab,
kekeringan telah menyebabkan air tanah menurun di rawarawa air tanah yang
besar di pedalaman. Lantas, lapisan gambut terpapar dan mengering. Pohon
yang kebanyakan memiliki perakaran dangkal mengering dan tumbang. Baik
gambut kering maupun kayu mati akhirnya merupakan bahan bakar yang efektif
bagi penyebaran api pada permukaan dan di atas tanah. Api yang berkobar pada
gambut dan batu bara di hutan rawa gambut akhirnya menyebar ke daerah-
daerah hutan lainnya.
2. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia
a. Alih fungsi hutan / pembukaan lahan untuk perkebunan, pertanian, pemukiman,
transmigrasi dengan menggunakan api yang tidak terkendali. Ini merupakan
penyebab utama dari kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena kurangnya kesadaran terhadap kelestarian lingkungan.
Terutama karena kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya hutan bagi
kehidupan.
b. Kompleksitas jaring kemiskinan, persoalan pembangunan dan tata
kepemerintahan. Faktor tata laksana pemerintah yang kurang serasi serta potensi
penyebab konflik ditengah masyarakat adalah ketidakadilan dalam alokasi hasil
SDA yang dibagikan penduduk asli setempat, pendatang dan pabrik yang
melakukan investasi di wilayah tersebut. Tidak jarang dilaporkan bahwa reaksi
masyarakat terhadap ketidakadilan itu adalah melakukan pembakaran dengan
sengaja dalam upaya mencapai hak mereka.
c. Illegal logging yang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha yang tidak
bertanggung jawab merupakan salah satu penyebab kebakaran hutan. Karena
sisa-sisa penebangan hutan tersebut dapat menjadi salah satu bahan bakar
potensial yang memperpanjang usia kebakaran hutan yang terjadi.
d. Titik api yang menyebar ke daerah yang sulit dijangkau manusia membuat
penanganan kebakaran hutan menjadi lambat dan menyebar ke wilayah yang

5
belum terbakar. Sistem pengelolaan hutan yang belum menyentuh akar
permasalahan ekologi, social dan ekonomi yang terjadi di kawasan hutan itu
sendiri dan hal ini yang kurang dicermati oleh pihak masyarakat, pemerintah,
ataupun lembaga internasional yang konsern terhadap kehutanan.

2.3 Dampak Kebakaran Hutan

Gambar 2.2 Kabut asap akibat kebakaran hutan menyelimuti Kota Pekanbaru,
Provinsi Riau

Kebakaran hutan yang terjadi akan menimbulkan sejumlah dampak maupun


kerugian yang menyangkut beberapa aspek antara lain:
1. Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan terhadap ekologi dan lingkungan
a. Hilangnya sejumlah spesies Kebakaran bukan hanya meluluh lantakkan
berjenis-jenis pohon namun juga menghancurkan berbagai jenis habitat satwa
lainnya. Umumnya satwa yang ikut musnah ini akibat terperangkap oleh asap
dan sulitnya jalan keluar, karena api telah mengepung dari segala penjuru.
b. Ancaman erosi Kebakaran yang terjadi di lereng-lereng pegunungan atau pun di
dataran tinggi akan memusnahkan sejumlah tanaman yang juga berfungsi
menahan laju tanah pada lapisan atas untuk tidak terjadi erosi. Pada saat hujan

6
turun dan ketika pengikisan tanah terjadi, ketiadaan akar tanah akibat terbakar
sebagai pengikat akan menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke bawah
yang pada akhirnya berpotensi menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga
longsor.
c. Perubahan fungsi pemanfaatan dan peruntukan lahan hutan sebelum terbakar
secara otomatis memiliki banyak fungsi. Sebagai penyaring karbondioksida,
maupun sebagai mata rantai dari suatu ekosistem yang lebih besar yang
menjaga keseimbangan planet bumi. Ketika hutan tersebut terbakar, fungsi
tersebut juga hilang dan karbondioksida tidak lagi disaring namun melayang-
layang di udara. Dalam suatu ekosistem besar, panas matahari tidak dapat
diserap dengan baik karena hilangnya fungsi serapan dari hutan yang telah
terbakar tersebut. Hutan itu sendiri mengalami perubahan peruntukan menjadi
lahan-lahan perkebunan dan kalau pun tidak, maka hutan akan menjadi padang
ilalang yang akan membutukan waktu lama untuk kembali pada fungsinya
semula.
d. Penurunan kualitas air kebakaran hutan memang tidak secara signifikan
menyebabkan perubahan kualitas air. Kualitas air yang berubah ini lebih
diakibatkan faktor erosi yang muncul di bagian hulu. Ketika air hujan tidak lagi
memiliki penghalang dalam menahan lajunya maka ia akan membawa seluruh
butir tanah yang ada di atasnya untuk masuk ke dalam sungaisungai yang ada.
Akibatnya adalah sungai menjadi sedikit keruh. Hal ini akan terus berulang
apabila ada hujan di atas gunung atau pun di hulu sungai.
e. Terganggunya ekosistem terumbu karang. Hal ini lebih disebabkan faktor asap.
Tebalnya asap menyebabkan matahari sulit untuk menembus dalamnya lautan.
Pada akhirnya hal ini akan membuat terumbu karang dan beberapa spesies
lainnya menjadi sedikit terhalang untuk melakukan forosintesa.
f. Sedimentasi di aliran sungai Tebalnya lumpur yang terbawa erosi akan
mengalami pengendapan di bagian hilir sungai. Ancaman yang muncul adalah
meluapnya sungai bersangkutan akibat erosi yang terus menerus. g. Deforestasi
dan degradasi hutan Dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh
kebakaran hutan antara lain terjadinya penurunan jumlah hutan yang
signifikan di dunia.
g. Menipisnya lapisan ozon Kebanyakan hutan yang terbakar adalah hutan di lahan
gambut yang mempunyai kontribusi yang besar dalam pengurangan emisi
karbon. Kebakaran lahan gambut dalam jumlah yang besar ini mengakibatkan
peningkatan jumlah emisi karbon yang selanjutnya akan berdampak pada
penipisan lapisan ozon.

7
2. Dampak yang dihasilkan dari kebakaran hutan terhadap sektor ekonomi domestik
a. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dalam hutan maupun di
lingkungan sekitar hutan itu sendiri. Sejumlah masyarakat yang selama ini
menggantungkan hidupnya dari hasil hutan tidak mampu melakukan
aktivitasnya. Asap yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut sedikit banyak
mengganggu aktivitasnya yang secara otomatis juga ikut mempengaruhi
penghasilannya. Setelah kebakaran usai pun dipastikan bahwa masyarakat
kehilangan sejumlah areal dimana ia biasa mengambil hasil hutan tersebut,
seperti rotan, karet.
b. Terganggunya aktivitas dan penurunan produktivitas Adanya gangguan asap
secara otomatis juga mengganggu aktivitas yang dilakukan manusia sehari-hari.
Misalnya pada pagi hari sebagian orang tidak dapat melaksanakan aktivitasnya
karena sulitnya sinar matahari menembus udara yang penuh asap. Demikian
pula terhadap banyak aktivitas yang menuntut manusia untuk berada di luar
ruangan. Adanya gangguan asap akan mengurangi intensitas dirinya untuk
berada di luar ruangan. Munculnya asap juga menghalangi produktivitas
manusia. Walaupun kita bisa keluar dengan menggunakan masker, tetapi sinar
matahari di pagi hari tidak mampu menembus ketebalan asap yang ada. Secara
otomatis waktu kerja seseorang pun berkurang karena harus menunggu sedikit
lama agar matahari mampu memberikan sinar terangnya. Ketebalan asap juga
memaksa orang menggungakan masker yang sedikit banyak mengganggu
aktivitasnya sehari-hari. Hal tersebut di atas mengakibatkan berkurangnya
pemasukan yang diterima oleh individu.
c. Menurunnya devisa negara Turunnya produktivitas secara otomatis
mempengaruhi perekonomian mikro yang pada akhirnya turut mempengaruhi
pendapatan negara.
d. Dampak terhadap perhubungan dan pariwisata. Tebalnya asap juga
mengganggu transportasi udara. Sering sekali terdengar sebuah pesawat tidak
bisa mendarat di bandara tujuan karena tebalnya asap yang melingkupi tempat
tersebut. Sudah tentu hal ini akan mengganggu bisnis pariwisata karena
keengganan orang untuk berada di tempat yang dipenuhi asap. Hal ini akan
mengakibatkan pendapatan di bisnis pariwisata akan menurun.

3. Dampak Kebakaran Hutan Terhadap aspek kesehatan dan sosial


a. Terganggunya kesehatan. Peningkatan jumlah asap secara signifikan menjadi

8
penyebab utama munculnya penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan). Gejala
ini biasanya ditandai dengan rasa sesak di dada dan mata agak berair.
b. Peningkatan jumlah Hama. Sejumlah spesies dikatakan sebagai hama bila
keberadaan dan aktivitasnya mengganggu proses produksi manusia. Bila tidak
“mencampuri” urusan produksi manusia maka ia akan tetap menjadi spesies
sebagaimana spesies yang lain. Sejumlah spesies yang potensial untuk menjadi
hama tersebut selama ini berada di hutan dan melakukan interaksi dengan
lingkungannya membentuk rantai kehidupan. Kebakaran yang terjadi justru
memaksanya terlempar dari rantai ekosistem tersebut. Dan dalam beberapa
kasus spesies tersebut masuk dalam komunitas manusia dan berubah fungsi
menjadi hama dengan merusak proses produksi manusia yang ia tumpangi atau
dilaluinya. Hama itusendiri tidak harus berbentuk kecil. Gajah dan beberapa
binatang bertubuh besar lainnya ‘harus’ memporak-porandakan kawasan yang
dilaluinya dalam upaya menyelamatkan diri dan dalam upaya menemukan
habitat barunya karena habitat lamanya telah musnah terbakar.

9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai pencegahan dan penanggulangan permasalahan
kebakaran hutan di Indonesia.
3.1 Pencitraan Satelit

Gambar 3.1 Sebuah citra satelit dengan resolusi 50 cm dari sebuah kebakaran di
Riau, Indonesia dari Digital Globe dalam platform Global Forest Watch Fires

Pada aspek pencegahan, berbagai kebijakan yang sifatnya meminimalisir


kemungkinan kebakaran harus diutamakan, termasuk penguatan sistem informasi
manajemen kebakaran hutan, lahan, kebijakan-kebijakan yang menyertai konversi,
dan pembukaan lahan. Sedangkan, untuk aspek pemantauan harus dikembangkan
sistem peringatan dini dan tentu saja kapabilitas pemadam kebakarannya sebagai
salah satu unsur yang harus dipenuhi dalam aspek penanggulangan kebakaran. Ada
beberapa hal yang harus dilakukan berkenaan dengan upaya pencegahan,
penanggulangan, dan pemantauan kebakaran hutan diantaranya adalah :

10
Aspek pencegahan, adanya sistem informasi manajemen kebakaran hutan dan
lahan. Kecepatan pertukaran informasi kebakaran, merupakan kunci keberhasilan
peringatan dini dan pemadaman dini di lapangan. Untuk itu, diperlukan perangkat
komunikasi dan perangkat-perangkat lainnya. Sistim Informasi Kebakaran (SIK) dan
Sistem Informasi Kebakaran Hutan dan Lahan (SIKHL) harus dikembangkan dengan
sistem komputer agar data dan informasi bisa dipadukan untuk mendukung kebijakan.
Sebagai data masukan untuk SIK, dapat menggunakan peta penggunaan lahan terbaru
untuk daerah propinsi, termasuk batas seluruh konsesi HPH, perkebunan dan
transmigrasi. Selanjutnya, data jaringan infrastruktur, aktivitas manusia serta data
tingkat kekeringan yang diperoleh Badan Meteorologi dan Geofisika manajemen
kebakaran hutan dan penentuan dipadukan dengan data citra inderaja, seperti NOAA-
AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High
Resolution radiometer) yang dikembangkan oleh lembaga antariksa Amerika (NASA)
sejak tahun 1978 untuk pemantauan iklim dan kelautan global sebagai data lanjutan.
Sensor yang terdapat pada satelit tersebut, memberikan informasi yang sangat
berguna untuk manajemen kebakaran, seperti deteksi kebakaran harian, pemetaan
daerah yang terbakar, perbedaan vegetasi, dan bahan bakar api. Satelit-satelit NOAA
mencakup area permukaan bumi seluas 2700 Km dari ketinggian kurang lebih 860
Km dan memiliki resolusi medan 1,1 km2 dalam ukuran pixel. Satelit-satelit ini
memiliki sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer), sebuah
radiometer pemantauan dengan lima saluran yang masingmasing memiliki
karakteristik spektral yang berbeda (tampak, infra merah dekat, tengah dan jauh)
dengan skala citra kira-kira 1: 6.000.000.

11
Gambar 3.2 Citra wilayah Kalimantan Selatan yang direkam oleh satelit ALOS

Data AVHRR diterima oleh sistem penerimaan HRPT (High Resolution Picture
System), yang disediakan dan dirakit oleh Sistem Satelite Dundee. Proses geografis
lebih jauh dilakukan dengan Sistem Tampilan dan Analisa Geografis (GADS) dan
Arcview 3.2. Dengan tingkat pengulangannya yang tinggi NOAA AVHRR memiliki
kemampuan untuk mendeteksi aktifitas kebakaran (High Temperature Event [HTE]
atau Hotspots) berdasarkan pengukuran temperatur pada waktu sebenarnya. Sebuah
pixel kebakaran atau HTE memiliki area tetap seluas 1,1 Km2 yang menunjukkan
adanya satu atau lebih kebakaran di dalam area ini, walaupun demikian istilah
hotspots tidak memberikan informasi mengenai jumlah, ukuran dan intensitas
kebakaran dan ukuran luas area yang terbakar. Sensor AVHRR didesain untuk
aplikasi ilmu meteorologi dan kelautan, oleh karena itu alogaritma khusus telah
dikembangkan untuk pendeteksian kebakaran. Oleh karena itu untuk menghindari
salah deteksi sehubungan dengan tingginya temperatur latar belakang (tanah), refleksi
awan atau refleksi matahari oleh air, program pemrosesan satelit menggunakan
alogaritma-alogaritma khusus.

12
3.2 Teknologi Modifikasi Cuaca

Gambar 3.3 Salah satu pesawat pengebom air yang digunakan untuk memadamkan
kebakaran hutan

Teknologi Modifikasi Cuaca ini merupakan upaya manusia untuk memicu


turunnya hujan dengan cara menyemai awan atau cloud seeding. Penyemaian
dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang bersifat higroskopik atau menyerap
air. Awan yang telah ditaburi bahan baku ini diharapkan memicu terjadinya
pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan dan selanjutnya mempercepat terjadinya
hujan. Proses fisika dimodifikasi di dalam awan yang berupa proses tumbukan dan
penggabungan atau proses pembentukan es. Proses kimia dapat dilakukan dengan dua
mekanisme, dan sangat tergantung kondisi awan. Pada bagian awan dingin, curah
hujan akan bertambah jika proses pembentukan es di dalam awan juga semakin
efektif. Proses pembentukan es dalam awan akan semakin efektif jika awan disemai
dengan penyemaian perak Iodida (Agl). Sementara itu, bagian awan hangat
digunakan bahan partikel higroskopik yang disemai ke awan yang sedang dalam masa
berkembang. Melalui bahan ini, proses hujan dapat segera dimulai serta berkembang

13
ke seluruh awan. Bahan penyemaian yang digunakan adalah bahan yang bersifat
higroskopik yang berbentuk serbuk yang sangat halus. Bahan yang digunakan adalah
NaCl atau CaCl2 atau urea.

Gambar 3.4 Ilustrasi metode penyemaian awan

Awan sebagai target dalam proses TMC adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang
aktif, dicirikan dengan bentuknya yang seperti bunga kol. Awan dengan jenis ini
terjadi karena proses konveksi. Konveksi merupakan cairan yang berpindah akibat
adanya perbedaan suhu. Secara lebih rinci awan Cumulus terbagi dalam tiga jenis,
antara lain Strato Cumulus (Sc), Cumulus, dan Cumulonimbus (Cb). Strato Cumulus
merupakan awan Cumulus yang baru tumbuh, sedangkan Cumulonimbus, awan
Cumulus yang sangat besar dan mungkin terdiri beberapa awan Cumulus yang
bergabung menjadi satu. Pemanfaatan TMC ini sudah digunakan lebih dari 60 negara
untuk berbagai kepentingan. TMC pertama kali dimanfaatkan untuk mendukung
sektor pertanian di Indonesia. Pemanfaatan TMC untuk kepentingan penanggulangan

14
bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerjasama dengan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). TMC yang dilakukan oleh
BNPB bersama BPPT adalah untuk menghambat pertumbuhan awan, dan
menjatuhkan hujan di luar daerah rawan banjir. Di samping pemanfaatannya dalam
penanggulangan bencana, TMC dimaksudkan untuk meningkatkan intensitas curah
hujan sebagai upaya dalam menjaga ketersediaan air pada waduk yang berfungsi
sebagai sumber air untuk irigasi dan pembangkit listrik.
TMC dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain pesawat udara, ground
base generator (GBG), dan roket. Penyemaian melalui udara, NaCL sebagai bahan
semai dilepaskan dengan beberapa cara, antara lain melalui airscooper yang terpasang
pada bagian bawah pesawat, melalui bentuk flare yang dipasang pada bagian sayap
atau bawah pesawat. Sementara itu, GBG merupakan salah satu metode pemanfaatan
kondisi topografi dan angin lembah. Bahan semai yang dibungkus berbentuk flare
dibakar dari atas menara dengan ketinggian tertentu. Kembang api yang merupakan
hasil pembakaran dari flare dengan bahan higroskopik itu ditujukan untuk mengatur
partikel Cloud Condensation Nuclei (CCN) yang berukuran sangat halus ke dalam
awan. Proses tersebut akhirnya akan mampu merangsang terjadinya hujan. Penetrasi
Awan (Pyrotechnics and Liquid generator) Dasar Awan (Pyrotechnics and Liquid
generator) Ground Generator Puncak Awan (Dropable/ Eject able) METODE
PENYEMAIAN AWAN Rockets (Ground- to-Alt) Roket dapat pula dimanfaatkan
sebagai wahana untuk menyampaikan bahan semai ke dalam awan. Sesuai dengan
metodenya, penyemaian awan menggunakan roket yang ditembakkan ke dalam awan
dari darat. Metode ini sudah banyak dikembangkan oleh negara-negara di Eropa. Saat
ini BPPT bekerjasama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(LAPAN) tengah menjajaki kemungkinan teknologi ini untuk diaplikasikan di
Indonesia.

15
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Keimpulan
Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya
sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan
pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang
optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait
dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan. Berbagai
upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada
masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran
hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen
Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran
hutan, pembenahan bidang hukum dan penerapan sanksi secara tegas.

4.2 Saran
Dalam kesempatan ini, penulis mempunyai beberapa saran terkait permasalahan
kebakaran hutan, diantaranya :
• Dilakukan upaya penyelamatan hutan dengan mengutamakan komponen seperti
sumber daya manusia, optimalisasi anggaran untuk upaya penagamatan hingga
pencegahan kebakaran hutan yang dapat menyebabkan bencana kabut dan asap,
serta penanaman nilai-nilai kesadaran masyarakat akan pelestarian hutan,
penegakan undang-undang yang efektif dalam bidang kehutanan dan juga
ketegasan terhadap para pelanggar undang-undang atau aturan yang berlaku.
• Bekerjasama dengan elemen-elemen terkait untuk menyelenggarakan
pendidikan dan sosialisasi usaha pemanfaatan hutan dengan prinsip kelestarian
hutan kepada seluruh pihak-pihak yang bersangkutan dalam usaha menjaga
hutan. Sehingga usaha pemanfaatan hutan, pencegahan kebakaran hutan dan
penanggulangan kebakaran hutan menjadi tanggung jawab bersama.

16
• Bekerjasama dengan pemerintah dalam menyediakan fasilitas untuk upaya
pencegahan kebakaran hutan. Karena dengan adanya koordinasi dalam
menyediakan fasilitas pencegahan kebakaran hutan diharapkan dapat
meminimalisir dampak dari kebakaran hutan.
• Pemberian sarana early warning system sebagai upaya penanggulangan
kebakaran hutan. Dengan demikian kebakaran hutan tersebut dapat langsung
dipadamkan.

17
DAFTAR PUSTAKA

GEMA BNPB. (2013, September). “Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi


Bencana”.
Kabut Asap Riau, pp. 12-13. Retrieved from bnpb.go.id.
Peraturan Menteri Kehutanan. (2009). Nomor P.12/Menhut-II/2009 tentang
Pengendalian Kebakaran Hutan.
Raharjo, B. (2003). ”Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Yang Lestari
Perlukah Dilakukan. Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan”. Departemen
Silvikultur. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Rasyid, F. (2014). “Permasalahann dan Dampak Kebakaran Hutan”. Lingkar
Widyaiswara, 47-56.

18

Anda mungkin juga menyukai