Sejak lama madu telah dikenal oleh masyarakat dan bahkan tercatat di dalam beberapa kitab
suci beberapa agama di dunia. Madu merupakan salah satu produk perlebahan yang banyak
digemari oleh masyarakat luas karena memiliki manfaat kesehatan yang tinggi. Selain itu,
trend untuk hidup sehat menjadikan permintaan madu semakin meningkat. Seiring dengan
itu, pemahaman masyarakat tentang madu juga semakin meningkat termasuk bagaimana
membedakan antara madu asli dan palsu. Dalam beberapa kasus hal ini merupakan salah satu
permasalahan yang banyak muncul di tengah masyarakat karena pemahaman sebagian
masyarakat tentang madu masih berpedoman pada informasi yang hanya terbatas pada madu
yang berasal dari madu ternak. Terlebih lagi referensi tentang karakteristik madu ternak yang
dipahami oleh sebagian masyarakat ini lebih banyak berasal dari informasi yang diperoleh
dari negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Australia, dan beberapa negara Eropa. Hal
ini tentu saja tidak dapat sepenuhnya digunakan sebagai dasar perbandingan untuk produk
lebah madu di Indonesia. Misalnya, kadar air madu hutan di Riau sangat jarang yang
memenuhi nilai yang sesuai dengan SNI 8664:2018 karena dipengaruhi oleh beberapa hal
seperti sarang yang selalu terekspose dengan lingkungan (tidak di kotak) dan kondisi iklim
tropis yang memiliki kelembapan tinggi sehingga berpengaruh terhadap kadar air madu
hutannya.
Parameter kadar air inilah yang salah satunya menjadi factor pembeda yang cukup besar
antara madu hutan dan madu ternak. Terlebih lagi, informasi mengenai sifat madu hutan
belum banyak diperoleh oleh masyarakat sehingga masih banyak masyarakat luas yang
menggunakan beberapa informasi pengujian madu berdasarkan tehnik dan cara untuk madu
ternak yang kebanyakan dibudidayakan di negara-negara dengan empat musim. Berikut
adalah beberapa pemahaman-pemahaman yang keliru tentang uji keaslian madu, terutama
madu hutan.
1. Tes dengan menggunakan korek api.
Banyak masyarakat mempercayai bahwa apabila batang korek api yang dicelupkan pada
madu asli akan tetap menyala apabila digesekkan ke kotak korek apinya. Hal tersebut
juga banyak didukung oleh banyak tayangan dan informasi di media social seperti
Youtube sehingga menjadikan masyarakat banyak yang percaya jika informasi bahwa
madu asli adalah madu yang ketika dicelupkan batang korek api akan menyala tersebut
adalah benar sehingga ketika ada madu yang ketika dicelupkan batang korek api
kemudian tidak mau menyala maka akan dengan mudah orang mengatakan bahwa madu
tersebut adalah palsu. Sebenarnya hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Batang korek api
yang menyala setelah dicelupkan ke madu dikarenakan madu tersebut memiliki kadar air
yang rendah <17% sehingga tidak mampu memberikan kelembapan yang cukup untuk
membasahi batang korek api. Hal ini menyebabkan korek api tersebut relative tetap
“kering” sehingga masih terbakar ketika digesekkan.
Akan tetapi, berbeda ketika kita celupkan batang korek api tersebut ke madu hutan yang
belum diproses (diturunkan kadar airnya). Batang korek api tersebut tidak akan menyala
karena madu hutan yang belum diproses memiliki kadar air yang relative tinggi bahkan
melebihi nilai SNI 8664:2018 yang mencantumkan nilai 22%. Tingginya kadar air ini
membuat korek api memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih lembab atau basah
sehingga korek api tidak akan bisa menyala. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air
memiliki pengaruh yang besar terhadap pengujian menggunakan metode ini. Lebih lanjut,
tingginya kadar air yang melebihi nilai SNI 8664:2018 bukan merupakan sesuatu yang
buruk selama penanganan dan penyimpanannya tepat.
Komposisi diantara gula pereduksi yang terdiri atas glukosa dan fruktosa inilah yang
menjadi factor yang menentukan pembentukan kristal madu. Apabila kadar glukosa
dalam madu lebih mendominasi dibandingkan fruktosa maka proses mengkristal akan
lebih mudah terjadi. Hal ini disebabkan karena fruktosa memilliki tingkat kelarutan yang
lebih rendah dibandingkan glukosa. Dengan kata lain, fruktosa akan lebih dahulu larut
dibandingkan glukosa. Sehingga dikarenakan tidak mudah larut, glukosa inilah akan
terpisah dari air dan membentuk kristal. Jika kandungan glukosa lebih tinggi
dibandingkan fruktosa maka proses kristalisasi akan lebih cepat terjadi dan teksturnya
semakin halus hamper menyerupai krim. Proses kristalisasi glukosa berbeda pada setiap
jenis madunya. Proses kristalisasi madu lebih cepat terjadi apabila madu disimpan pada
suhu di antara 10 s.d 15 oC. Pada suhu di bawah 10 oC, madu akan menjadi lebih kental
sehingga proses kristalisasi akan berlangsung lambat.
Selain itu, proses kristalisasi juga dipengaruhi oleh asal nectar diambil. Madu yang
diperoleh dari bunga atau ekstraflora yang memiliki kadar fruktosa lebih rendah
dibandingkan glukosa seperti kaliandra, karet, clover, dan aster memiliki kecenderungan
untuk mengkristal dalam hitungan hari. Sedangkan madu yang berasal dari bunga atau
ekstraflora yang memiliki kadar fruktosa lebih tinggi dibandingkan glukosa seperti
Eucalyptus, Acacia crassicarpa, kayu manis, dan mangga memiliki kecenderungan untuk
mengkristal lebih lama (tahunan). Selain itu madu yang tidak melalui proses penyaringan
(unfiltered honey) juga akan memiliki kecenderungan untuk mengkristal dibanding madu
yang melalui proses penyaringan. Oleh sebab itu, pengujian dengan menggunakan metode
ini juga tidak tepat.
Pembentukan gas tersebut sebenarnya merupakan hasil metabolisme dari aktivitas yeast
yang berupa CO2 atau sering disebut fermentasi. Yeast merupakan kelompok jamur yang
akan merubah gula menjadi etanol dan CO2. Aktivitas yeast sangat tergantung pada
kandungan kadar air yang ada pada madu. Semakin tinggi kadar air madu, maka akan
semakin mudah yeast untuk berkembang dan memfermentasi madu. Madu dengan kadar
air kurang dari 17% akan memiliki kecenderungan untuk tidak terfermentasi
dibandingkan madu dengan kadar air lebih dari 17%. Madu yang dihasilkan oleh lebah
hutan cenderung memiliki kadar air yang relatif tinggi dibandingkan madu ternak karena
terpapar dengan udara langsung berbeda dengan madu ternak yang berada di dalam kotak
sehingga kadar air madunya pun terpengaruh oleh kelembapan udara di sekitarnya.
Jadi, keberadaan gas ketika membuka madu bukan menjadi salah satu standar dalam
penentuan keaslian madu. Madu hutan yang telah diproses turun kadar air, disaring, dan
dikemas dengan botol kaca tidak akan mengeluarkan gas ketika dibuka. Akan tetapi,
madu hutan yang tidak diproses turun kadar air dan diproses akan tetap mengeluarkan gas
ketika disimpan di botol.
Telah disebutkan di atas beberapa fakta yang salah tentang pengujian madu. Tidak semua
madu meskipun asli apabila dilakukan pengujian dengan menggunakan metode tersebut dapat
lolos, terutama madu hutan dan madu kelulut. Sebenarnya hampir seluruh permasalahan ini
adalah perbedaan kandungan kadar air pada madu. Sebagian masyarakat mungkin terliterasi
dengan bahan bacaan tentang pengujian keaslian madu yang kebanyakan menggunakan madu
dari lebah ternak (A. cerana dan A. mellifera) yang terkadang hanya disadur langsung dari
sumbernya yang berasal dari Amerika ataupun Eropa. Perlu diketahui bahwa madu yang
dihasilkan terutama jenis lebah A. mellifera memang memiliki kadar air yang relative rendah.
Hal ini dikarenakan didukung oleh dua factor, yaitu (1) lebah tersebut hidup di dalam kotak
sehingga meminimalisasi kontak dengan lingkungan luar sehingga kelembapan udara yang
berpengaruh terhadap kadar air madu tidak berpengaruh terhadap madu dan (2) tingkat
kelembapan udara di negara-negara tersebut relative rendah sehingga kadar air madunya
tidak banyak terpengaruh. Berbeda dengan madu yang dihasilkan oleh lebah hutan yang
berasal dari daerah tropis yang relative memiliki kelembapan udara yang tinggi dan sifat
lebah yang menyukai bersarang di batang pohon sehingga memningkatkan kontak dengan
udara langsung menjadikan madu hutan memiliki kadar air yang lebih tinggi.
Lalu bagaimana cara menguji keaslian madu? Cara umum yang dipakai adalah dengan
melakukan pengujian madu di laboratorium dan dengan mencocokan hasilnya dengan SNI
madu terbaru, yaitu SNI 8664:2018 sehingga kita mendapatkan sertifikasi mengenai tingkat
keaslian madunya. Akan tetapi bagi sebagian masyarakat, melakukan pengujian melalui
laboratorium membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga bagi sebagian orang yang
berbisnis madu, kepercayaan adalah sesuatu yang sangat penting dan harus dijaga. Pada
bagian selanjutnya, penulis akan memberikan informasi mengenai metode pengujian keaslian
madu dengan berdasarkan beberapa parameter yang terdapat di SNI 8664:2018.