Anda di halaman 1dari 7

Salah kaprah mengenai cara menguji keaslian madu

Avry Pribadi S.Si, MS


Ahli Peneliti Muda BP2TSTH Kuok
The University of Georgia, US

Sejak lama madu telah dikenal oleh masyarakat dan bahkan tercatat di dalam beberapa kitab
suci beberapa agama di dunia. Madu merupakan salah satu produk perlebahan yang banyak
digemari oleh masyarakat luas karena memiliki manfaat kesehatan yang tinggi. Selain itu,
trend untuk hidup sehat menjadikan permintaan madu semakin meningkat. Seiring dengan
itu, pemahaman masyarakat tentang madu juga semakin meningkat termasuk bagaimana
membedakan antara madu asli dan palsu. Dalam beberapa kasus hal ini merupakan salah satu
permasalahan yang banyak muncul di tengah masyarakat karena pemahaman sebagian
masyarakat tentang madu masih berpedoman pada informasi yang hanya terbatas pada madu
yang berasal dari madu ternak. Terlebih lagi referensi tentang karakteristik madu ternak yang
dipahami oleh sebagian masyarakat ini lebih banyak berasal dari informasi yang diperoleh
dari negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Australia, dan beberapa negara Eropa. Hal
ini tentu saja tidak dapat sepenuhnya digunakan sebagai dasar perbandingan untuk produk
lebah madu di Indonesia. Misalnya, kadar air madu hutan di Riau sangat jarang yang
memenuhi nilai yang sesuai dengan SNI 8664:2018 karena dipengaruhi oleh beberapa hal
seperti sarang yang selalu terekspose dengan lingkungan (tidak di kotak) dan kondisi iklim
tropis yang memiliki kelembapan tinggi sehingga berpengaruh terhadap kadar air madu
hutannya.

Parameter kadar air inilah yang salah satunya menjadi factor pembeda yang cukup besar
antara madu hutan dan madu ternak. Terlebih lagi, informasi mengenai sifat madu hutan
belum banyak diperoleh oleh masyarakat sehingga masih banyak masyarakat luas yang
menggunakan beberapa informasi pengujian madu berdasarkan tehnik dan cara untuk madu
ternak yang kebanyakan dibudidayakan di negara-negara dengan empat musim. Berikut
adalah beberapa pemahaman-pemahaman yang keliru tentang uji keaslian madu, terutama
madu hutan.
1. Tes dengan menggunakan korek api.
Banyak masyarakat mempercayai bahwa apabila batang korek api yang dicelupkan pada
madu asli akan tetap menyala apabila digesekkan ke kotak korek apinya. Hal tersebut
juga banyak didukung oleh banyak tayangan dan informasi di media social seperti
Youtube sehingga menjadikan masyarakat banyak yang percaya jika informasi bahwa
madu asli adalah madu yang ketika dicelupkan batang korek api akan menyala tersebut
adalah benar sehingga ketika ada madu yang ketika dicelupkan batang korek api
kemudian tidak mau menyala maka akan dengan mudah orang mengatakan bahwa madu
tersebut adalah palsu. Sebenarnya hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Batang korek api
yang menyala setelah dicelupkan ke madu dikarenakan madu tersebut memiliki kadar air
yang rendah <17% sehingga tidak mampu memberikan kelembapan yang cukup untuk
membasahi batang korek api. Hal ini menyebabkan korek api tersebut relative tetap
“kering” sehingga masih terbakar ketika digesekkan.

Akan tetapi, berbeda ketika kita celupkan batang korek api tersebut ke madu hutan yang
belum diproses (diturunkan kadar airnya). Batang korek api tersebut tidak akan menyala
karena madu hutan yang belum diproses memiliki kadar air yang relative tinggi bahkan
melebihi nilai SNI 8664:2018 yang mencantumkan nilai 22%. Tingginya kadar air ini
membuat korek api memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih lembab atau basah
sehingga korek api tidak akan bisa menyala. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air
memiliki pengaruh yang besar terhadap pengujian menggunakan metode ini. Lebih lanjut,
tingginya kadar air yang melebihi nilai SNI 8664:2018 bukan merupakan sesuatu yang
buruk selama penanganan dan penyimpanannya tepat.

2. Uji dengan meneteskan madu ke dalam gelas yang berisi air.


Semakin rendah nilai kadar air (<17%), madu akan memiliki sifat yang makin kental
sehingga madu yang diteteskan ke dalam gelas yang berisi air akan langsung mengendap
di bawah gelas dan tidak dapat bercampur dengan air kecuali dikocok. Pengujian dengan
menggunakan metode ini hanya dapat dilakukan jika madu yang diuji memiliki tingkat
kekentalan yang tinggi. Tetapi jika dilakukan pengujian yang sama terhadap madu yang
memiliki kadar air tinggi, meskipun madu tersebut asli dan baru saja dipanen, ada bagian
dari madu yang akan tercampur dengan air. Dengan kata lain madu dengan kadar air
tinggi yang diteteskan ke air akan terpisah menjadi dua bagian, bagian yang langsung
mengendap dan bagian yang larut dengan air. Sehingga pengujian keaslian madu dengan
metode ini juga tidak tepat karena masih bias.
3. Uji penetesan madu ke kertas atau tisu.
Sebagian masyarakat menyakini bahwa kertas atau tisu yang ditetesi madu yang asli tidak
akan tembus. Hal ini menjadi benar apabila madu yang diuji memiliki kadar air yang
rendah (<17%) sehingga membuat madu menjadi kental yang apabila diteteskan ke kertas
akan cenderung untuk tidak tembus. Akan tetapi, jika madu yang diteteskan memiliki
kadar air tinggi meskipun madu tersebut adalah asli, akan menembus kertas ataupun tisu.
Hal ini juga umum terjadi pada madu kelulut (Trigona itama) yang memiliki kadar air
27% yang ketika diteteskan di tisu akan merembes atau tembus.

4. Pengujian dengan dimasukkan ke lemari pembeku (freezer).


Sebagian orang mempercayai jika madu yang dimasukkan ke dalam freezer tidak akan
membeku merupakan madu asli sedangkan madu yang membeku dikatakan madu palsu.
Madu mengandung kosentrasi gula yang tinggi. Paling sedikit ada dua jenis gula yang
mendominasi madu, yaitu gula sederhana dan gula kompleks. Gula sederhana atau
monosakarida yang mendominasi adalah kelompok glukosa dan fruktosa. Berdasarkan
SNI 3545:2013, komposisi gula sederhana atau gula pereduksi pada madu paling sedikit
adalah 65%. Sedangkan kelompok gula selanjutnya adalah yaitu gula komplek yang
jumlahnya tidak boleh lebih dari 5%. Di dalam madu, sukrosa yang merupakan salah satu
jenis gula komplek sering dijadikan sebagai dasar penentuan dalam madu palsu. Sehingga
total paling sedikit terdapat 70% gula di dalam madu, sedangkan 20% adalah air, dan
sisanya adalah zat-zat lain seperti pollen. Hal ini membuat air harus mengikat gula lebih
banyak. Selain itu, teksturnya akan berubah dan dapat menjadi seperti biji-bijian, pasir,
krim, dan bahkan tampak menyerupai seperti batu.

Komposisi diantara gula pereduksi yang terdiri atas glukosa dan fruktosa inilah yang
menjadi factor yang menentukan pembentukan kristal madu. Apabila kadar glukosa
dalam madu lebih mendominasi dibandingkan fruktosa maka proses mengkristal akan
lebih mudah terjadi. Hal ini disebabkan karena fruktosa memilliki tingkat kelarutan yang
lebih rendah dibandingkan glukosa. Dengan kata lain, fruktosa akan lebih dahulu larut
dibandingkan glukosa. Sehingga dikarenakan tidak mudah larut, glukosa inilah akan
terpisah dari air dan membentuk kristal. Jika kandungan glukosa lebih tinggi
dibandingkan fruktosa maka proses kristalisasi akan lebih cepat terjadi dan teksturnya
semakin halus hamper menyerupai krim. Proses kristalisasi glukosa berbeda pada setiap
jenis madunya. Proses kristalisasi madu lebih cepat terjadi apabila madu disimpan pada
suhu di antara 10 s.d 15 oC. Pada suhu di bawah 10 oC, madu akan menjadi lebih kental
sehingga proses kristalisasi akan berlangsung lambat.

Selain itu, proses kristalisasi juga dipengaruhi oleh asal nectar diambil. Madu yang
diperoleh dari bunga atau ekstraflora yang memiliki kadar fruktosa lebih rendah
dibandingkan glukosa seperti kaliandra, karet, clover, dan aster memiliki kecenderungan
untuk mengkristal dalam hitungan hari. Sedangkan madu yang berasal dari bunga atau
ekstraflora yang memiliki kadar fruktosa lebih tinggi dibandingkan glukosa seperti
Eucalyptus, Acacia crassicarpa, kayu manis, dan mangga memiliki kecenderungan untuk
mengkristal lebih lama (tahunan). Selain itu madu yang tidak melalui proses penyaringan
(unfiltered honey) juga akan memiliki kecenderungan untuk mengkristal dibanding madu
yang melalui proses penyaringan. Oleh sebab itu, pengujian dengan menggunakan metode
ini juga tidak tepat.

5. Madu asli mengeluarkan gas ketika botolnya dibuka.


Sebagian penikmat madu mempercayai bahwa madu yang asli apabila dibuka dari
kemasannya (botol atau jerigen) akan mengeluarkan efek gas seperti minuman bersoda.
Pada umumnya jenis madu yang memiliki kecenderungan seperti ini adalah madu lebah
hutan dan madu kelulut. Madu-madu tersebut apabila tidak disaring dan tidak diproses
(diturunkan kadar airnya) akan memiliki efek bergas. Sedangkan madu yang dihasilkan
oleh lebah ternak seperti Apis mellifera dan Apis cerana tidak memiliki kecenderungan
untuk mengeluarkan gas apabila madu yang dipanen telah ditutup oleh lilin putih
(matang) dan telah memalui proses penyaringan. Akan tetapi madu hutan yang telah
melalui proses penyaringan dan penurunan kadar airpun tidak akan mengeluarkan gas
seperti pada madu hutan yang tidak disaring dan diturunkan kadar airnya.

Pembentukan gas tersebut sebenarnya merupakan hasil metabolisme dari aktivitas yeast
yang berupa CO2 atau sering disebut fermentasi. Yeast merupakan kelompok jamur yang
akan merubah gula menjadi etanol dan CO2. Aktivitas yeast sangat tergantung pada
kandungan kadar air yang ada pada madu. Semakin tinggi kadar air madu, maka akan
semakin mudah yeast untuk berkembang dan memfermentasi madu. Madu dengan kadar
air kurang dari 17% akan memiliki kecenderungan untuk tidak terfermentasi
dibandingkan madu dengan kadar air lebih dari 17%. Madu yang dihasilkan oleh lebah
hutan cenderung memiliki kadar air yang relatif tinggi dibandingkan madu ternak karena
terpapar dengan udara langsung berbeda dengan madu ternak yang berada di dalam kotak
sehingga kadar air madunya pun terpengaruh oleh kelembapan udara di sekitarnya.

Jadi, keberadaan gas ketika membuka madu bukan menjadi salah satu standar dalam
penentuan keaslian madu. Madu hutan yang telah diproses turun kadar air, disaring, dan
dikemas dengan botol kaca tidak akan mengeluarkan gas ketika dibuka. Akan tetapi,
madu hutan yang tidak diproses turun kadar air dan diproses akan tetap mengeluarkan gas
ketika disimpan di botol.

6. Pengujian dengan menggunakan semut.


Sebagian masyarakat mempercayai bahwa madu yang asli tidak akan disenangi atau
dikerubuti semut sedangkan madu palsu adalah madu yang disenangi semut. Hal ini
adalah pemahaman yang keliru karena tidak semua madu yang dikerubuti semut adalah
palsu. Lalu kenapa ada madu yang disenangi semut dan yang tidak? Madu dengan kadar
air <17% akan cenderung lebih kental dibandingkan dengan madu dengan kadar air lebih
dari 22%. Semakin kental madu akan membuat semut kesulitan untuk mengambilnya
karena dibutuhkan energi dan usaha yang lebih keras untuk menarik bagian madu yang
sangat lengket tersebut sehingga terkadang energi yang dikeluarkan tidak sebanding
dengan hasil yang diperoleh. Sedangkan pada madu yang encer (kadar air relative tinggi),
semut akan dengan mudah mengambilnya karena madu tidak terlalu lengket sehingga
energi atau usaha yang dikeluarkan tidak terlalu banyak dikeluarkan. Faktor lain adalah
ada jenis madu tertentu yang berasal dari nectar yang memang tidak disukai oleh semut.

7. Pengujian dengan menuangkan madu ke air.


Semakin kental (kadar air rendah) madu apabila dimasukkan ke dalam air mineral akan
cenderung tidak mudah langsung bercampur atau pecah. Madu yang berasal dari lebah
ternak seperti Apis cerana dan Apis mellifera atau madu hutan yang telah diturunkan
kadar airnya akan memiliki sifat seperti itu. Akan tetapi, jika madu tersebut encer (kadar
air tinggi), madu tersebut akan otomatis tercampur dengan air seperti pada madu kelulut
(Trigona itama). Sehingga pengujian dengan menggunakan metode ini adalah tidak tepat
karena bisa saja para pembuat madu palsu menggunakan cairan gula dengan kosentrasi
sangat pekat untuk mengakalinya.

8. Pengujian dengan menggunakan telur.


Sebagian penggila madu mempercayai bahwa telur yang dimasukkan ke dalam madu
akan matang karena madu memiliki efek panas yang membuat telur matang. Hal ini tidak
sepenuhnya benar karena panas yang ditimbulkan madu tidaklah cukup untuk membuat
telur menjadi matang. Telur yang terlihat matang tersebut lebih tepatnya disebut sebagai
terkoagulasi. Koagulasi adalah suatu proses dimana protein (dalam hal ini telur)
mengalami penggumpalan dan kondesasi menjadi substansi yang padat. Banyak factor
yang menyebabkan koagulasi, salah satu diantaranya adalah suhu dan asam. Akan tetapi,
dalam hal ini telur yang terkoagulasi tersebut adalah disebabkan oleh keberadaan asam
yang terdapat pada madu. Semakin tinggi kadar asam, terutama pada madu kelulut, maka
telur akan cepat terkoagulasi dan bukannya matang.

Telah disebutkan di atas beberapa fakta yang salah tentang pengujian madu. Tidak semua
madu meskipun asli apabila dilakukan pengujian dengan menggunakan metode tersebut dapat
lolos, terutama madu hutan dan madu kelulut. Sebenarnya hampir seluruh permasalahan ini
adalah perbedaan kandungan kadar air pada madu. Sebagian masyarakat mungkin terliterasi
dengan bahan bacaan tentang pengujian keaslian madu yang kebanyakan menggunakan madu
dari lebah ternak (A. cerana dan A. mellifera) yang terkadang hanya disadur langsung dari
sumbernya yang berasal dari Amerika ataupun Eropa. Perlu diketahui bahwa madu yang
dihasilkan terutama jenis lebah A. mellifera memang memiliki kadar air yang relative rendah.
Hal ini dikarenakan didukung oleh dua factor, yaitu (1) lebah tersebut hidup di dalam kotak
sehingga meminimalisasi kontak dengan lingkungan luar sehingga kelembapan udara yang
berpengaruh terhadap kadar air madu tidak berpengaruh terhadap madu dan (2) tingkat
kelembapan udara di negara-negara tersebut relative rendah sehingga kadar air madunya
tidak banyak terpengaruh. Berbeda dengan madu yang dihasilkan oleh lebah hutan yang
berasal dari daerah tropis yang relative memiliki kelembapan udara yang tinggi dan sifat
lebah yang menyukai bersarang di batang pohon sehingga memningkatkan kontak dengan
udara langsung menjadikan madu hutan memiliki kadar air yang lebih tinggi.

Lalu bagaimana cara menguji keaslian madu? Cara umum yang dipakai adalah dengan
melakukan pengujian madu di laboratorium dan dengan mencocokan hasilnya dengan SNI
madu terbaru, yaitu SNI 8664:2018 sehingga kita mendapatkan sertifikasi mengenai tingkat
keaslian madunya. Akan tetapi bagi sebagian masyarakat, melakukan pengujian melalui
laboratorium membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga bagi sebagian orang yang
berbisnis madu, kepercayaan adalah sesuatu yang sangat penting dan harus dijaga. Pada
bagian selanjutnya, penulis akan memberikan informasi mengenai metode pengujian keaslian
madu dengan berdasarkan beberapa parameter yang terdapat di SNI 8664:2018.

Anda mungkin juga menyukai