KOLESISTITIS
KOLESISTITIS
I. PENDAHULUAN
Radang kandung empedu adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu
yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam, dikenal dua
klasifikasi yaitu akut dan kronis.(1) Kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus
sistikus oleh batu yang terjebak didalam kantong Hartmann. Komplikasi ini terdapat
pada lima persen penderita kolelitiasis. Kolelitiasis akut tanpa batu empedu disebut
Perjalanan kolesistitis akut bergantung pada obstruksi dapat hilang sendiri atau
tidak, derajat infeksi sekunder, usia penderita dan penyakit lain yang memperberat
mengikuti polayang khas. Proses awal berupa udem subserosa, lalu perdarahan mukosa
dan bercak-bercak nekrosis dan akhirnya fibrosis. Penentu penting untuk membuat
diagnosis adalah kolikbilier, dispepsia, dan ditemukannya batu kandung empedu pada
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada
orang kulit putih. Pada wanita, terutama pada wanita-wanita hamil dan yang
Beberapa teori mengatakan hal ini berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang
negara Barat 80 % batu empedu adalah batu kolesterol. Berdasarkan penelitian di RSCM
Jakarta dari 51 pasien di bagian Hepatologi ditemukan 73% pasien yang menderita
1
penyakit batu empedu pigmen dan batu kolesterol pada 27% pasien empedu oleh kuman
gram negatif E.Coli ikut berperan penting dalam timbulnya batu pigmen. (4)
panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-6- ml empedu. Kandung empedu mempunyai
fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujungnya buntu
dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu.
lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang
menahan aliran keduanya. Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang
kemudian menuju ke duktus biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus
hepatikus kanan dan kiri, yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta
hepatis. Ketika duktus sistika dari kandung empedu bergabung dengan duktus
komunis secara umum memiliki panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati
duodenum menuju pangkal pankreas, dan kemudian menuju ampula Vateri (2).
Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang
berasal dari arteri hepatikus kanan. Asal arteri sistika dapat bervariasi pada tiap tiap
orang, namun 95 % berasal dari arteri hepatik kanan. Aliran vena pada kandung
empedu biasanya melalui hubungan antara vena vena kecil. Vena-vena ini melalui
permukaan kandung empedu langsung ke hati dan bergabung dengan vena kolateral
dari saluran empedu bersama dan akhirnya menuju vena portal. Aliran limfatik dari
2
kandung empedu menyerupai aliran venanya. Cairan limfa mengalir dari kandung
empedu ke hati dan menuju duktus sistika dan masuk ke sebuah nodus atau
sekelompok nodus.(5)
Dari nodus ini cairan limfa pada akhinya akan masuk ke nodus pada vena
portal. Kandung empedu diinervasi oleh cabang dari saraf simpatetik dan
dari T8 dan T9. Saraf postganglionik simpatetik berasal dari pleksus seliaka dan
berjalan bersama dengan arteri hepatik dan vena portal menuju kandung empedu.
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua
saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus
koledokus.(7)
b. Fisiologi
3
Empedu berperan dalam membantu pencernaan dan absorbsi lemak, ekskresi
metabolit hati dan produk sisa seperti kolesterol, bilirubin dan logam berat. Sekresi
yang terletak sepanjang duktulus empedu. Epitel bilier berperan dalam menghasilkan
Menurut Albert et al, 2016 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain : asam empedu
yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah
pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang
2. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan
yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari
penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel
hati.(7)
terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan.
dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam
duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-
serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung
sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam
4
makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat
jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong
cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam
lemak sebagai persiapan untuk pencernaan dan penyerapannya di usus halus. 95%
kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah
90% batu empedu. Yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan
empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis
empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding
IV. EPIDEMIOIOGI
Dari mereka yang dirawat di rumah sakit karena penyakit traktus bilier, 20%
terutama pada lansia. Distribusi jenis kelamin untuk batu empedu adalah 2-3 kali lebih
sering pada wanita dibandingkan pada pria, sehingga insiden kolesistitis kalkulus juga
lebih tinggi pada wanita. Kadar progesteron yang tinggi selama kehamilan dapat
5
menyebabkan empedu stasis, sehingga insiden penyakit kandung empedu pada wanita
hamil juga tinggi. Kolesistitis kalkulus dijumpai lebih sering pada pria usia lanjut. (8)
untuk meningkatnya kasus penyakit batu empedu dalam populasi orang yang lebih tua
kurang difahami. Meningkatnya kadar insidensi untuk laki-laki yang lebih berusia telah
V. PATOFISIOLOGI
kandung empedu di saluran sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu sedangkan
sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akalkulus). Faktor
yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu,
infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Kolesistitis kalkulus akut
empedu. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh seperti kolesterol, lisolesitin, dan
prostaglandin yang merusaklapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi
Biasanya sumbatan ini adalah disebabkan adanya batu empedu yang mempunyai
2 tipe yaitu batu kolesterol dan batu pigmen. Pada batu kolesterol, empedu yang
terjadinya kristalisasi dan akhirnya prepitasi lamellar kolesterol dan senyawa lain
membentuk matriks batu. Pada batu pigmen, ada dua bentuk yakni batu pigmen murni
dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil, sangat keras dan
penampilannya hijau sampai hitam. Proses terjadinya batu ini berhubungan dengan
sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang
6
mengendap di dalam empedu. Sirosis dan statis biliaris merupakan predisposisi
menjadi stasis dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi pekat dan seterusnya akan
merusak mukosa kandung empedu diikuti reaksi inflamasi atau peradangan dan supurasi.
Seiring membesarnya ukuran kantong empedu, aliran darah dan drainase limfatik
Sementara itu, mekanisme yang akurat dari kolesistitis akalkulus tidaklah jelas,
namun beberapa teori mencoba menjelaskan. Radang mungkin terjadi akibat kondisi
pada keadaan tertentu. Misalnya pada kondisi puasa berkepanjangan, kantong empedu
tidak pernah menerima stimulus dari kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan isinya,
7
Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena
mengandung garam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar
kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol berbanding
garam empedu dan lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi sangat jenuh.
Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin karena hati memproduksi kolesterol dalam
bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini kemudian mengendap pada lingkungan cairan dalam
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu
berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil, tetapi
sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi, seperti
lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya cenderung untuk membentuk presipitat tak
larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif bersama dengan
elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti hemolisis kronis atau
sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada dalam empedu pada konsentrasi
yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinat mungkin kemudian mengkristal
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak biasa
hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang komplek dengan kalsium
dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang dihasilkan memiliki konsistensi disebut
8
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat
menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan leukosit
menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari waktu ke waktu,
batu kolesterol bisa mengumpulkan proporsi kalsium bilirubinat dan garam kalsium,
peningkatan suhu tubuh. Respon kolik bilier secara kronis akan meningkatkan
adanya batu akan dilakukan intervensi medis pembedahan, intervensi litotripsi atau
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah nyeri perut di
sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh.
Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif dan nyerinya bersifat konstan.
Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung
sampai 60 menit tanpa reda.( (5) Bentuk akut ditandai oleh nyeri hebat mendadak pada
epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas, nyeri dapat menyebar ke punggung dan
bahu kanan. Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar mandir atau
berguling ke kanan dan ke kiri diatas tempat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi.
Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kambuh kembali setelah remisi
parsial. Bila penyakit mereda, nyeri dapat ditemukan diatas kandung empedu.
Kolesistitis akut sering disertai sumbatan batu dalam duktus sistikus dan sering disebut
kolik biliar.(9)
9
Gejala kolisistis kronis mirip dengan gejala kolesistitis akut, tetapi beratnya nyeri
dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi
pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering mual.
Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume
vaskular dan ekstraselular. Pada pemeriksaan fisik, kuadran kanan atas abdomen hampir
selalu nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung
empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi
subkostae kuadran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi
terhenti yaitu Murphy sign positif menandakan adanya peradangan kandung empedu. (8)
Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin<4,0 mg/dl).
Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu
ekstra hepatik misalnya duktus koledokus. Gejalanya juga bertambah buruk setelah
makan makanan yang berlemak. Pada pasien-pasien yang sudah tua dan dengan diabetes
mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual
saja.(8)
kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien dengan inflamasi
kandung empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya tidak terdapat tanda-
VII.PEMERIKSAAN PENUNJANG
10
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis serta
nyeri bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigilserta leukositosis berat,
Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang
Ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk
memperlihatkan besar, bemtuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran
empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-05%.
Skintigrafi saluran empedu radioaktif HIDA atau 99n Tc6 Iminodiacetic acid
mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG. Terlihat gambaran duktus koledokus
perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.
(1)
1. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas untuk
klinisis kolesistitis. Gambaran kolesistitis akut dapat dibagi dalam tanda primer
dan tanda sekunder. Tanda-tanda primer berupa batu kandung mepedu. Tanda
menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun
11
sebab lain, lapisan senolusen didalam dinding kandung empedu dan distensi
kandung empedu.(10)
Gambar 3. USG Abdomen Kolesistitis akut, ditandai dengan penebalan dinding dan
ditandai adanya ekocairan (merupakan ciri khas) (10)
Metode ini juga menunjukan batu dalam duktus koledokus (anak panah
bagian dari inflamasi akut (kolesistitis anak panah pendek). Ketebalan dinding
12
Gambar 5. CT scan abdomen, batu dalam duktus koledokus, menimbulkan
pembengkakan dinding kandung empedu sebagai bagian dari inflamasi akut.(13)
3. MRI
MRI dapat membantu dalam mendeteksi batu di leher kandung
empedu dan duktus sistikus dan kelainan dinding kandung empedu yang
terkait. Pada kasus kolesistitis empedu menunjukkan peningkatan intensitas
sinyal dan penebalan >4 mm.
penyakit kandung empedu karena hanya 15-20% batu empedu yang terlihat
13
pada foto polos abdomen dan sedikit informasi tentang komplikasi penyakit
kandung empedu.
1. Kolangitis
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu .
yaitu cairan empedu yang terinfeksi dan obstruksi biliaris. Peningkatan tekanan
intraduktal yang terjadi menyebabkan refluks bakteri ke dalam vena hepatik dan
14
Gambar 8. Menunjukkan ultrasonografi dari duktus
intrahepatik yang mengalami dilatasi.(5)
Gambar 9. CT scan yang menunjukkan dilatasi duktus biliaris (panah hitam) (5)
15
Gambar 10. A.USG secara longitudinal pada kandung empedu memperlihatkan
penebalan dinding kandung empedu secara keseluruhan (kepala panah),
menggantikan lumen kandung empedu. B.CT scan dengan kontras menunjukkan
penebalan dinding kandung empedu (kepala panah) dengan infiltrasi lokal massa pada
atas hepar (anak panah).(17)
3. Adenomiomatosis
secara segmental atau difus masuk kedalam kandung empedu. Pada pemeriksaan
USG didapatkan kristal kolesterol tampak seperti ekor komet dengan dinding
16
X. PENGELOLAAN
Untuk kasus kolesistitis akut, tindakan umum yang dapat dilakukan adalah tirah
baring, pemberian cairan intravena dan nutrisi parentral untuk mencukupi kebutuhan
cairan dan kalori, diet ringan tanpa lemak dan menghilangkan nyeri dengan petidin
peritonitis dan empiema. Antibiotik pada fase awal adalah sangat penting untuk
Stretococcus faecalis, dan Klebsiella, sering dalam kombinasi. Dapat juga ditemukan
kuman anaerob seperti Bacteriodes dan Clostridia.Antibiotik yang dapat dipilih adalah
ureidopenisilin. (11)
dilakukan kolesistektomi secepatnya yaitu dalam waktu 2-3 hari (dalam 7 hari sejak
onset gejala) atau ditunggu 6-10 minggu selepas diterapi dengan pengobatan karena akan
Beberapa dokter bedah lebih menyukai menunggu dan mengobati pasien dengan
harapan menjadi lebih baik selama perawatan, dan mencadangkan tindakan bedah bila
kondisi pasien benar-benar stabil, dengan dasar pemikiran bahwa aspek teknik
kolesistektomi akan lebih mudah bila proses inflamasi telah mulai menyembuh. Terapi
operatif lanjut ini merupakan pilihan yang terbaik karena operasi dini akan menyebabkan
penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi akan menjadi lebih sulit
karena proses inflamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan gambaran anatomi.
Namun, jika berlakunya kasus emergensi atau ada komplikasi seperti empiema atau
17
XI. PROGNOSIS
menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Kadang-kadang
kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema, dan perforasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, A.W., dkk. Kolesistitis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing.
2. Sjamsuhidajat, R. & Jong, W. D. (2007). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Hal
682-685
18
3. Subdiyako H, Sugiharto S. 2017. Differences In Length of Stay, Duration of Back to
Malang. Universitas Brawijaya, Malang. Indonesia. Volume 16, Issue 12 Ver. Hal.
32-35
4. Patrick ,C.D et al., 2015. Gambaran Ultrasonografi Batu Empedu pada Pria &
Wanita di bagian Radiologifk Unsrat Blu RSUP prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Periode Oktober 2012- Oktober 2014. Universitas Sam Ratulangi. Vol 1:428-433.
6. Guyton A.C et al., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC.
7. Bredenoord, Albert J, Andre S, Jan T., 2016. Functional Anatomy and Pysiology .A
Hal.1184-1190
10. Rasad, S. 2005. Radiologi Diagnostik.FK UI. Jakarta. Indonesia. Hal. 279-463.
11. Corr, Peter., 2010. Mengenali Pola Foto-foto Diagnostik. Buku Kedokteran EGC.
12. Sutton D., 2003. Textbook of Radiology and Imaging 7th edition Volume 1. London:
19
13. Eastman, W.G et al., 2012. Belajar Dari Awal Radiologi Klinis: Dari gambar ke
14. Putra, A.P. et al., 2015. Pendekatan Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom Mirizzi.
2, No. 3:183-189.
15. Paulsen F. & Waschke J. 2012. Atlas Anatomi Manusia “Sobotta” , Edisi 23 Jilid
18. Catalano, Onpfrio.A et al., 2008.MR Imaging of the Gallbladder: A Pictorial Essay.
19. O’Connor O.J dan Michael M. Maher.,2011. Imaging Of Cholecystitis ,AJ R:196 :
20