Anda di halaman 1dari 5

Adab Menuju Masjid

November 10, 2011 admin Adab 4 comments

Para pembaca yang budiman, berjalan menuju masjid dengan tujuan beribadah kepada
Allah subhaanahu wa ta’aalaa dan mendekatkan diri kepada-Nya merupakan amalan yang
mulia. Seseorang yang berjalan menuju masjid di antara mereka ada yang bertujuan untuk
menghadiri majelis ta’lim, membaca Al-Qur`an, atau untuk melaksanakan shalat. Pada
kajian kali ini kami akan menyebutkan tentang adab berjalan menuju masjid untuk
melakukan shalat berjamaah. Berjalan menuju masjid dengan tujuan melaksanakan shalat
berjamaah memiliki keutamaan yang banyak, di antaranya:

Langkah Kaki Mereka Menghapus Dosa dan Mengangkat Derajat

Di antara keutamaan yang dijanjikan bagi orang yang berjalan menuju masjid untuk
melaksanakan shalat berjamaah adalah tidaklah mereka melangkahkan kakinya kecuali
sebagai penghapus dosa dan satu langkah yang lainya sebagai pengangkat derajat.
Keutamaan ini hanya didapatkan oleh mereka yang keluar dari rumahnya dalam keadaan
suci dan tidaklah dia keluar kecuali untuk shalat. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-
Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu:

“Barang siapa yang bersuci di rumahnya kemudian dia berjalan menuju salah satu rumah
dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan shalat fardhu, maka kedua langkahnya
adalah salah satunya menghapus dosa dan yang lainnya menaikkan derajat.” HR. Muslim
no. 666

Adab-adab ketika Berjalan menuju Masjid

1. Berangkat ke masjid dalam keadaan telah bersuci.

Seseorang yang akan berangkat menuju ke masjid untuk menunaikan shalat wajib
disunnahkan baginya agar berangkat dalam keadaan telah bersuci (sudah berwudhu).
Karena seseorang yang melangkahkan kakinya menuju masjid dalam keadaan telah bersuci
dan tidaklah dia keluar dari rumahnya kecuali hanya untuk shalat maka sebagian
langkahnya sebagai penghapus dosa dan sebagian yang lain menaikkan derajatnya.
Keutamaan ini hanya didapat oleh orang-orang yang memperhatikan adab ini. Asy-Syaikh
Ibnu Utsaimin berkata di dalam syarh (penjelasan) beliau terhadap kitab Riyadhus Shalihin
ketika menjelaskan tentang hadits di atas, “…. dengan syarat dia berwudhu di rumahnya
dan menyempurnakan wudhunya kemudian keluar menuju masjid, tidak ada yang
mengeluarkan dia kecuali shalat …”

2. Membaca doa keluar rumah.


Ummu Salamah radhiyallaahu ‘anha salah seorang istri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam pernah berkata, “Sesungguhnya Nabi dahulu jika keluar dari rumah membaca:

‫ي‬ ْ ‫ظلِ َم َأوْ ُأ‬


َّ َ‫ظلَ َم َأوْ َأجْ هَ َل َأوْ يُجْ هَ َل َعل‬ ْ ‫ض َّل َأوْ َأ‬
ِ ‫ك ِم ْن َأ ْن َأ ِز َّل َأوْ َأ‬
َ ِ‫بِس ِْم هَّللا ِ َربِّ َأعُو ُذ ب‬

“Dengan nama Allah, wahai Rabb-ku aku berlindung kepadamu dari terjatuh dalam dosa
atau tersesat atau terjatuh dalam kezaliman atau terzalimi atau bodoh atau dibodohi.”
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i, at-Tirmidzi dan selain keduanya.

Doa ini dibaca ketika hendak keluar rumah, menuju masjid, atau selainnya. Ath-Thibi
rahimahullaah berkata, “Jika keluar rumah pasti seseorang akan bertemu dengan
masyarakat lainnya. Dikhawatirkan menyimpang dari jalan yang lurus, baik dalam urusan
agamanya atau urusan dunianya. Bila dalam urusan agama mungkin dia sesat atau
disesatkan, bila dalam urusan dunia mungkin dia menzalimi saudaranya atau dizalimi. Bisa
jadi dia bodoh atau dibodohi disebabkan oleh pergaulan ataupun bercampurnya dengan
manusia. Oleh karena itu hendaknya dia berlindung kepada Allah subhaanahu wa ta’aalaa
dari semua keadaan ini dengan ucapan yang padat dan ringkas.” (Lihat Mir`atul Mafatih
Syarhu Misykatil Mashabih hal. 194)

3. Berjalan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa.

Bagi seseorang yang hendak menuju shalat berjamaah hendaknya dia berjalan dengan
tenang dan tidak tergesa-gesa. Dikarenakan seseorang yang hendak menuju shalat dituntut
agar melaksanakannya dengan adab yang mulia dan dalam keadaan yang sempurna.
Dahulu ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat pernah
mendengar suara gaduh langkah orang yang tergesa-gesa karena terlambat. Kemudian
setelah shalat beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menasihatinya agar tetap berjalan dengan
tenang dan tidak tergesa-gesa walaupun terlambat. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan
oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim dan selain keduanya dari sahabat Abu
Qatadah radhiyallaahu ‘anhu:

َّ ‫صلَّى قَا َل َما َشْأنُ ُك ْم قَالُوا ا ْستَ ْع َج ْلنَا ِإلَى ال‬


‫صاَل ِة قَا َل فَاَل تَ ْف َعلُوا‬ ٍ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ ْذ َس ِم َع َجلَبَةَ ِر َج‬
َ ‫ال فَلَ َّما‬ َ ‫صلِّي َم َع النَّبِ ِّي‬ َ ُ‫بَ ْينَ َما نَحْ نُ ن‬
‫َأ‬ ُ ُّ
‫صلوا َو َما فَاتَك ْم فَ تِ ُّموا‬ ْ ‫َأ‬ َّ ‫ِإ َذا َأتَ ْيتُ ْم ال‬
َ َ‫صاَل ةَ فَ َعلَ ْي ُك ْم بِال َّس ِكينَ ِة فَ َما ْد َركتُ ْم ف‬

“Ketika kami sedang melaksanakan shalat bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tiba-
tiba beliau mendengar suara langkah kaki beberapa shahabat. Ketika telah selesai shalat
beliau bersabda, “Ada apa dengan kalian?” Mereka menjawab, “Kami tergesa-gesa menuju
shalat,” beliau bersabda, “Jangan kalian lakukan hal itu, jika kalian mendatangi shalat
hendaklah berjalan dengan tenang, apa saja yang kalian dapatkan dari shalat kerjakanlah
(bersama imam) dan apa saja yang tertinggal maka sempurnakanlah.”

Di dalam hadits yang lain dari sahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu yang diriwayatkan
oleh al-Bukhari dengan tambahan:

ِ َ‫َو َعلَ ْي ُك ْم بِال َّس ِكينَ ِة َو ْال َوق‬


‫ار‬

“Hendaklah kalian berjalan dengan sakinah dan waqar.”


Al-Imam an-Nawawi rahimahullaah berkata, “Secara lahir nampak bahwa di antara
keduanya ada perbedaan. As-sakinah itu adalah tenang dalam gerakan dan meninggalkan
perkara yang sia-sia. Al-waqar adalah berkaitan dengan keadaannya seperti menjaga
pandangan, merendahkan suara, dan tidak banyak menoleh.” (Lihat Fathul Bari pada hadits
no 632)

4. Membaca doa menuju masjid.

Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma mengabarkan bahwa dirinya pernah menginap di rumah
bibinya, Maimunah radhiyallaahu ‘anha, salah satu istri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam. Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
ketika pergi menuju masjid membaca doa:

‫ص ِري نُورًا َواجْ َعلْ ِم ْن خ َْلفِي نُورًا َو ِم ْن َأ َما ِمي نُورًا‬


َ َ‫اللَّهُ َّم اجْ َعلْ فِي قَ ْلبِي نُورًا َوفِي لِ َسانِي نُورًا َواجْ َعلْ فِي َس ْم ِعي نُورًا َواجْ َعلْ فِي ب‬
‫َواجْ َعلْ ِم ْن فَوْ قِي نُورًا َو ِم ْن تَحْ تِي نُورًا اللَّهُ َّم َأ ْع ِطنِي نُورًا‬

“Ya Allah ciptakanlah cahaya di hatiku, cahaya di lisanku, ciptakanlah cahaya di


pendengaranku, ciptakanlah cahaya di penglihatanku, ciptakanlah cahaya dari belakangku,
ciptakanlah cahaya dari depanku, ciptakanlah cahaya dari atasku, cahaya dari bawahku. Ya
Allah, berilah aku cahaya HR. Muslim no. 763

5. Memakai pakaian yang yang layak.

Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman (yang artinya):

“Wahai anak Adam pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid.” Al-A’raf: 31

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullaah berkata, “Yaitu tutuplah aurat
kalian pada setiap shalat, yang fardhu maupun yang sunnah. Karena menutupnya
merupakan hiasan bagi tubuh sebagaimana membukanya adalah membiarkan tubuh
tersebut jelek, dan bisa jadi yang dimaksud dengan perhiasan di sini adalah sesuatu yang
lebih dari itu berupa pakaian yang bersih dan bagus. Di sini terdapat perintah menutup
aurat di dalam shalat dan menggunakan pakaian yang bagus padanya, dan bersihnya
pakaian dari kotoran dan najis.” (Lihat Taisir al-Karimirrahman hal. 287)

6. Masuk masjid dengan mendahulukan kaki kanan.

Al-Imam al-Bukhari rahimahullaah memberi judul bab di dalam kitab Shahih beliau “Bab
Mendahulukan yang Kanan ketika Masuk Masjid dan yang Lainnya.” Kemudian beliau
berkata, “Dahulu Ibnu Umar mendahulukan kaki kanannya (ketika masuk) dan jika keluar ia
mendahulukan kaki kirinya.” Shahih al-Bukhari pada hadits no. 426.

Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Termasuk sunnah jika engkau masuk masjid
hendaklah mendahulukan kaki kanan dan jika hendak keluar hendaklah mendahulukan kaki
kiri.” Diriwayatkan oleh al-Hakim dan sanad-nya hasan sebagaimana di-hasan-kan oleh asy-
Syaikh al-Albani dan asy-Syaikh Muqbil rahimahumallaah.
Aisyah radhiyallaahu ‘anha, seorang istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Dahulu
Nabi menyukai mendahulukan yang kanan ketika thaharah, bersisir, dan bersandal.”
Muttafaqun ‘alaih

Jika dalam hal memakai sandal saja Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berupaya untuk
mendahulukan yang kanan tentunya masuk masjid lebih utama untuk mendahulukan yang
kanan.

7. Membaca shalawat dan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam serta doa ketika
hendak masuk masjid.

Di antaranya yaitu:

َ ‫صلِّ َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َسلِّ ْم اَللَّهُ َّم ا ْفتَحْ لِ ْي َأ ْب َو‬


َ ِ‫اب َرحْ َمت‬
‫ك‬ َ ‫اَللَّهُ َّم‬

“Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam atas Nabi Muhammad, ya Allah bukakanlah
pintu-pintu rahmat-Mu untukku.” Lihat kitab Manasik al-Hajji wal ‘Umrah karya asy-Syaikh
al-Albani rahimahullaah.

Atau membaca:

‫َّجي ِْم‬ ِ َ‫َري ِْم َوس ُْلطَانِ ِه ْالقَ ِدي ِْم ِمنَ ال َّش ْيط‬
ِ ‫ان الر‬ ِ ‫َأ ُعوْ ُذ بِاهللِ ْال َع ِظي ِْم َوبِ َوجْ ِه ِه ْالك‬

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, Wajah-Nya Yang Maha Mulia, dan
kekuasaan-Nya yang abadi dari syaithan yang terkutuk.” Lihat kitab Shahih at-Targhib wa at-
Tarhib.

8. Membaca shalawat dan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam serta doa ketika
hendak keluar masjid.

Di antaranya yaitu:

َ ُ‫صلِّ َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َسلِّ ْم اللَّهُ َّم ِإنِّي َأ ْسَأل‬


َ ِ‫ك ِم ْن فَضْ ل‬
‫ك‬ َ ‫اَللَّهُ َّم‬

“Ya Allah limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, ya Allah
sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari karunia-Mu.” Lihat kitab Manasik al-Hajji wal
‘Umrah karya asy-Syaikh al-Albani rahimahullaah.

Atau membaca:

‫َّجي ِْم‬
ِ ‫ان الر‬ ِ ‫اَللَّهُ َّم ا ْع‬
ِ َ‫ص ْمنِ ْي ِمنَ ال َّش ْيط‬

“Ya Allah, peliharalah aku dari godaan setan yang terkutuk.” Lihat kitab ats-Tsamaru al-
Mustathab.

Wallahu a’lam

Penulis: Al-Ustadz Abu Yahya Hayat


 

Mutiara Hadits Shahih

ْ ‫صالَةَ َما لَ ْم يُحْ ِد‬


‫ث‬ َّ ‫صالَ ٍة َما َكانَ فِي ال َمس ِْج ِد يَ ْنت َِظ ُر ال‬
َ ‫الَ يَزَا ُل ال َع ْب ُد فِي‬

“Seorang hamba senantiasa berada dalam shalat selama dia masih tetap berada di masjid
menanti  shalat selama tidak berhadats.” HR. al-Bukhari no. 176

Anda mungkin juga menyukai