Anda di halaman 1dari 10

TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PENGERJAAN KAYU

SOLID
(Dinamika Suplai Bahan Baku Kayu Bulat)

Oleh :

Sasih Gumilang
M011201058
Kehutanan B

DEPARTEMEN KEHUTANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2022
Hutan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai fungsi
produksi, perlindungan dan konservasi. Berdasarkan strategi pembangunan hutan
jangka panjang, hutan dengan produktivitas yang berkurang dioptimalkan kembali
oleh pemerintah dan digunakan sebagai hutan tanaman. Memiliki nilai ekonomi
(benefit) yang tinggi dan dapat menarik banyak investor karena hanya dikelola
oleh pihak swasta (pengusaha) dan pemerintah sebagai badan pengatur.
Menurunnya produktivitas hutan alam menyebabkan berkurangnya pasokan
produk kayu yang dapat dimanfaatkan di bidang kehutanan. Hal ini akan
memudahkan pengembangan perkebunan sebagai solusi untuk memenuhi pasokan
bahan baku kayu.
Industri perkayuan Indonesia diperkirakan menggunakan 70 juta meter kubik
per tahun, rata-rata meningkat 14,2%/tahun (Pryono2001). Produksi kayu bulat
saat ini diperkirakan hanya 25 juta meter kubik per tahun. Itu defisit 45 juta meter
kubik. Hal ini menunjukkan bahwa daya dukung hutan yang sebenarnya tidak
dapat lagi menutupi kebutuhan kayu (Setyawati, 2003).
Menyikapi situasi ini, industri perkayuan perlu memiliki strategi yang tepat
untuk menjaga kelangsungan proses produksi di tengah krisis ekonomi yang
sedang berlangsung. Industri perkayuan harus mampu menjaga kestabilan bahan
baku kayu bulat, terutama dalam jumlah. Jika suplai bahan baku kayu bulat terlalu
tinggi, industri akan merugi, dan jika pasokan bahan baku di bawah kapasitas
mesin, industri juga akan merugi. Agar proses produksi dapat berkelanjutan,
industri harus dapat memperkirakan berapa banyak bahan baku kayu bulat yang
dibutuhkan di masa depan.
Tingginya permintaan kayu bulat saat ini, seiring dengan berkurangnya suplai
kayu bulat, akan menimbulkan masalah dan tantangan bagi industri kehutanan.
Berdasarkan masalah ini, kita perlu mengidentifikasi dan menganalisis faktor-
faktor yang dapat memengaruhi permintaan kayu bulat dan membuat rekomendasi
untuk mengatasi masalah tersebut. Paper ini menggunakan data time series dari
tahun 1991 hingga 2020. Permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis
dipengaruhi oleh berberapa faktor terutama dipengaruhi oleh harga ekspor kayu
lapis dan volume ekspor kayu lapis. Permintaan kayu sangat dipengaruhi oleh
harga kayu bulat domestik, volume ekspor, permintaan kayu domestik dan
jumlah perusahaan yang bergerak di industri perkayuan.
Di sisi lain, permintaan kayu bulat oleh industri pulp terutama dipengaruhi
oleh harga ekspor pulp, volume ekspor pulp, dan permintaan pulp domestik. Salah
satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi permintaan kayu bulat adalah
dengan mempercepat pengembangan HTI baik untuk pohon jangka pendek
maupun panjang, serta perkebunan sejenis. Solusi lain adalah industri perlu
menyusut. Singkatnya, kapasitas dan jumlah industri pengolahan kayu perlu
dikurangi.
Volume Kayu Volume Kayu
Volume Kayu Bulat
Bulat dari Bulat dari
No. Tahun dari
Hutan Alam Hutan Rakyat(m3)
Hutan Tanaman (m3)
(m3)
1. 1991 - - -
2. 1992 - - -
3. 1993 - - -
4. 1994 - - -
5. 1995 - - -
6. 1996 15.268134 474.268 682.006
7. 1997 15.784.161 610.180 1.256.455
8. 1998 10.179.40 480.210 628.818
9. 1999 10.373.932 895.371 187.831
10. 2000 3.450.133 3.783.604 488.911
11. 2001 1.809.100 5.567.282 -
12. 2002 3.019.839 4.242.532 -
13. 2003 4.104.914 5.325.772 59.538
14. 2004 3.510.752 7.329.028 153.640
15. 2005 5.720.515 12.818.199 1.311.584
16. 2006 6,445,263.40 21,981,821.99 -
17. 2007 6,437,684.54 20,614,208.77 3.060.000
18. 2008 4,629,017.31 22,318,886.03 -
19. 2009 4,857,150.16 18,953,930.33 -
20. 2010 5.250.000 18.550.000 -
21. 2011 5.080.000 19.840.000 -
22. 2012 5.140.000 26.120.000 -
23. 2013 5.012.670,68 28.398.137,00 3.827.212,14
24. 2014 5.848.111,35 26.051.555,02 5.200.614,37
25. 2015 5.624.053,40 33.229.564,25 5.099.927,95
26. 2016 5.884.931,61 32.191.691,96 4.936.513,97
27. 2017 5.883.006,72 37.798.711,04 5.283.903,50
28. 2018 7.020.985,76 40.945.378,90 -
29. 2019 6,394,884,71 39.445.391,25 -
30. 2020 - - -
Dalam 30 tahun terakhir, sektor kehutanan telah memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap perekonomian Indonesia, memberikan kontribusi sebesar
1,73,1 persen antara tahun 1991 dan 2020. Untuk mempertahankan nilai ini, kami
perlu terus menyuplai bahan baku kayu bulat. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa bahan baku industri primer berbasis kayu seperti kayu lapis, gergaji dan
pulp masih tersedia di Indonesia. Oleh karena itu, perlu diketahui karakteristik
penawaran dan permintaan industri primer berbasis kayu melalui pendugaan
elastisitasnya.
Industri pengolahan kayu Indonesia telah menjadi barometer kemajuan dan
elemen penting dalam upaya mendukung perekonomian nasional dari sektor
kehutanan. Karena perkembangan industri perkayuan yang pesat, total kapasitas
industri perkayuan Indonesia melebihi kapasitas hutan produksi untuk
menyediakan bahan baku secara berkelanjutan. Barr (2001) menyatakan bahwa
tidak mungkin mencapai kelestarian hutan tanpa mengurangi permintaan kayu
bulat. Oleh karena itu, kebijakan miniaturisasi industri diharapkan dapat
membantu menjaga kelestarian hutan. Undang-undang Kehutanan Tahun 1999
mengatur bahwa pengolahan hasil hutan tidak boleh melebihi daya dukung hutan
secara lestari, sehingga memungkinkan industri pengolahan kayu untuk menopang
daya dukung hutan, yaitu berupa suplai bahan baku (kayu bulat) untuk industri
tersebut.

A. Konsep Permintaan

Gregory R. (1997) mengemukakan bahwa permintaan adalah hubungan


fungsional antara harga barang dan jumlah barang yang dibeli pada waktu dan
tempat tertentu. Permintaan dapat ditunjukkan dengan schedule,
grafik/persamaan. Permintaan barang konsumsi meningkat karena barang
konsumsi dapat memberikan kepuasan dan kegunaan kepada konsumen. Jika
barang tersebut merupakan barang normal, maka berlaku hukum permintaan.
Berdasarkan hukum ini, permintaan akan suatu produk atau jasa meningkat
seiring dengan turunnya harga produk tersebut, dan sebaliknya, permintaan akan
menurun seiring dengan kenaikan harga.

B. Faktor yang Mempengaruhi Permintaan


Pada grafik di atas, jumlah (Q) adalah variabel terikat dan harga (P) adalah
variabel bebas. Garis DD adalah kurva permintaan, kurva tersebut didasarkan
pada asumsi-asumsi tertentu. Mengubah salah satu asumsi ini akan menggeser
kurva permintaan. Ketika permintaan meningkat, kurva garis DD bergeser sejajar
ke kanan. Jika pendapatan konsumen meningkat dan harga barang yang
bersangkutan tetap, berarti daya beli konsumen meningkat dan kurva permintaan
bergeser ke kanan. Kurva dapat bergeser ke kiri karena pendapatan konsumen
menurun atau harga komoditas lain berubah. Leftwich (1996) mengusulkan lima
faktor yang mempengaruhi permintaan, diantaranya :
1. Harga barang yang bersangkutan, harga barang yang merupakan aspek utama
pembahasan teori ekonomi dan penetapan harga barang dilakukan di pasar
melalui mekanisme harga tertinggi. Dalam mekanisme ini, ada dua kekuatan
utama yang berinteraksi yaitu penawaran dan permintaan komoditas tersebut.
Secara kasar, harga cenderung naik ketika permintaan melebihi penawaran, dan
turun ketika penawaran melebihi permintaan pada harga itu. Tingginya harga
mencerminkan kelangkaan barang tersebut. Sampai dengan tingkat harga
tertinggi, konsumen cenderung mengganti produk tersebut dengan produk lain
yang berkaitan erat dan relatif murah (Budiono, 1992).
2. Harga produk lain, perubahan harga produk yang berkaitan erat dengan produk
pokok dapat mempengaruhi keuntungan produk dasar. Pengaruh harga suatu
barang yang setara, yang dianggap dapat menggantikan barang dari barang
pokok, adalah positif. Dengan naiknya harga substitusi, permintaan kayu untuk
komoditas cenderung meningkat.
3. Jumlah penduduk, jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu, mempengaruhi
permintaan barang dalam arti semakin besar jumlah penduduk maka semakin
besar pula permintaan barang secara teoritis baik kebutuhan primer maupun
sekunder dan tersier.
4. Selera konsumen dapat mengubah permintaan suatu barang tanpa mengubah
harga barang tersebut. Karena selera sebenarnya bisa diartikan sebagai
keseluruhan faktor yang menentukan pilihan suatu barang. Unsur rasa
mencakup banyak selera, termasuk estetika.
5. Pendapatan konsumen, peningkatan pendapatan konsumen biasanya
menyebabkan peningkatan permintaan barang. Situasi ini juga berlaku untuk
produk reguler, tetapi produk tertentu berdampak negatif pada pendapatan
konsumen. Dengan kata lain, ketika pendapatan meningkat, demikian juga
jumlah produk yang diminta.

C. Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian


Harga domestik kayu memiliki hubungan negatif dan memiliki dampak
besar pada permintaan untuk inpu kayu bulat di industri kayu manufaktur (kayu
gergajian). Peningkatan harga kayu bulat domestik akan mengurangi permintaan
untuk kebutuhan kayu bulat. Menurut teori ekonomi, kurva permintaan memiliki
slope negatif dimana pemilik industri kayu gergajian akan membeli kayu bulat
dalam jumlah yang banyak pada tingkat harga yang lebih murah dan demikian
sebaliknya, dalam Pyndick (2003). Harga ekspor kayu tidak memiliki dampak
signifikan, tetapi memiliki hubungan positif dengan permintaan industri bulat.
Peningkatan permintaan kayu gergajian meningkatkan permintaan bahan
baku kayu bulat. Menurut Rachman dan Rulianty (1991), permintaan kayu dalam
negeri terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, dan ditentukan
oleh pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Faktor lain yang berpengaruh
adalah keinginan masyarakat untuk menghasilkan kayu yang tersedia dalam
bentuk kasau, balok, kasau, reng dan papan, oleh karena itu penggunaan kayu
dianggap lebih beragam daripada penggunaan kayu lapis.
Banyaknya perusahaan kayu juga berkontribusi terhadap peningkatan
permintaan kayu bulat. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya perusahaan
yang meningkatkan kebutuhan kayu bulat dalam hubungan yang positif. Besar
kecilnya produk yaitu produksi kayu gergajian tergantung dari kapasitas masing-
masing mesin produksi. Semakin banyak kapasitas dan jumlah perusahaan,
semakin tinggi produksinya. Ini berarti bahwa lebih banyak kayu bulat harus
disediakan untuk menghasilkan kayu pertama.

D. Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Pulp


Peningkatan volume pulp yang diekspor memiliki hubungan positif dengan
permintaan kayu bulat sebagai bahan baku. Semakin banyak pulp yang diekspor,
semakin banyak pulp yang dihasilkan yang artinya proses produksi
membutuhkan lebih banyak kayu bulat. Permintaan global akan pulp begitu tinggi
sehingga harga ekspor pulp juga meningkat, hal ini akan memungkinkan produsen
memproduksi pulp untuk ekspor dan membutuhkan lebih banyak kayu bulat.
Meningkatnya permintaan pulp dalam negeri akan meningkatkan permintaan
bahan baku kayu bulat, yang memiliki hubungan positif. Produk ini juga banyak
digunakan di rumah, terutama di industri kertas dalam negeri. Tingginya
permintaan pulp dalam negeri dan kenaikan harga kayu bulat domestik untuk
ekspor tidak menyurutkan minat produsen untuk membeli kayu bulat sebagai
bahan baku produksi pulp. Menurut hipotesis dan teori ekonomi, koefisien harga
kayu bulat domestik tidak memberikan hubungan yang negatif. Namun dapat
dijelaskan bahwa kapasitas produksi pulp yang begitu besar (akibat peningkatan
permintaan domestik dan ekspor) mau tidak mau membutuhkan bahan baku yang
besar yaitu kayu bulat. Akibatnya, produsen pulp terus membeli kayu bulat
meskipun terjadi fluktuasi harga.

E. Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Kayu Lapis


Jumlah ekspor kayu lapis berpengaruh secara signifikan pada tingkat
(a=50%), hal ini menggambarkan bahwa setiap peningkatan jumlah ekspor akan
meningkatkan meningkatkan jumlah permintaan terhadap bahan baku kayu bulat.
Hubungan positif ini tercermin dalam kenyataan bahwa produsen kayu lapis
bertujuan untuk meningkatkan produksi seiring dengan meningkatnya permintaan
eksternal (ekspor). Peningkatan produksi kayu lapis mempengaruhi input yang
dibutuhkan, atau kayu bulat. Fluktuasi permintaan kayu lapis dalam negeri tidak
secara signifikan mempengaruhi permintaan kayu bulat. Hal ini dapat dimengerti
karena 80% dari produksi kayu lapis adalah untuk ekspor, seperti yang terlihat
dalam.
F. Faktor-faktor yang Berperan dalam Pengembangan Industri Pengolahan
Kayu
Faktor-faktor yang ikut berperan dalam pengembangan industri pengolahan
kayu, diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor Pendukung
a. Potensi daerah berupa kayu
Keberadaan kayu yang menjadi sumber utama keberlanjutan yang
berpotensi untuk mendukung pembangunan. Hal ini didukung oleh sumber
daya alam yang melimpah di Kabupaten Bojonegoro sendiri dan pasokan
yang cukup dari daerah lain. Hal ini ditunjukkan dengan kerjasama
pembelian kayu dengan daerah lain seperti Sep (Jawa Tengah), Palengan
(Tuban) dan Ngawi. Jati logo (Thuban).
b. Ketersediaan sumberdaya manusia
Sumber daya manusia penting untuk mendukung pusat saat ini. Sumber
daya manusia adalah kekuatan pendorong sentra ini. Selain pengrajin, ada
juga lembaga negara berupa lembaga yang menggalakkan pembangunan ini
dengan personel. Hal ini dicapai dengan mendukung masyarakat dengan
kolaborator di bidang terkait, yaitu IHPK (Industri Pertanian dan Kehutanan)
dan UPT (Unit Pelaksana Teknologi) lembaga teknis yang didukung.
c. Pembiayaan
Pembiayaan, yaitu dana yang secara eksplisit disediakan oleh pemerintah
melalui penguatan modal. Pelaku ekonomi yang sudah memiliki usaha
terkecil didukung oleh pemerintah dengan subsidi modal. Modal ini diambil
dari APBN dan APBD. Ini mempengaruhi semakin banyak agen ekonomi.
2. Faktor Penghambat
a. Sifat pasif pengrajin
Pengrajin mampu menjual furnitur mereka dan menjadi enggan dan
termotivasi untuk menciptakan produk yang lebih berorientasi pasar dan
berdaya saing tinggi.
b. Sifat individualisme pengrajin
Kepribadian pengrajin membuatnya merasa paling mampu dalam
membuat furnitur. Karena fitur ini, hubungan antar pengrajin baik, tetapi
tidak terlalu dekat.Pengrajin telah mampu menjual proskunya sendiri
sehingga membuat mereka pasif dan sulit menerima motivasi untuk
menghasilkan produk yang lebih berorientasi pasar dan berdaya saing tinggi.

G. Implikasi Kebijakan
Perilaku permintaan kayu bulat dipengaruhi oleh faktor harga kayu itu
sendiri, hal ini berarti perlu mendapatkan perhatian dari pihak Perum Perhutani
agar dalam penetapan harga jual kayu memperhatikan volume penjualan pada
tahun-tahun sebelumnya, sehingga perkiraan permintaan kayu bulat pada tahun
penjualan dapat terjaga keseimbangan harga. Pengaruh jumlah pabrik/industri
pengolahan kayu pinus yang beroperasi terhadap peningkatan permintaan kayu
bulat, hendaknya perlu menjadi perhatian dari pihak Perum Perhutani. Jumlah
pabrik/industri diperkirakan semakin bertambah jika Perum Perhutani bersedia
memberikan kelonggaran persyaratan-persyaratan kepada pengusaha skala
menengah ke bawah untuk mendapatkan kayu bulat, baik melalui penjualan
dengan perjanjian maupun lelang besar dan lelang kecil,
Peningkatan pendapatan masyarakat memberikan pengaruh secara positif
terhadap permintaan masyarakat akan perabotan rumah tangga/meuble air yang
berbahan baku dari kayu bulat. Dengan kondisi seperti itu dan sesuai dengan
peran Perum Perhutani sebagai BUMN yang berkewajiban membina Usaha Kecil
Menengah (UKM), hendaknya Perum Perhutani dapat berperan dalam upaya
pengembangan/inovasi produk perabot rumah tangga/meuble air dengan bahan
baku kayu bulat melalui peningkatan ketrampilan dan bantuan sarana prasarana
kepada industri kecil. Peningkatan permintaan produk perabot rumah
tangga/meubelair berbahan baku kayu berarti pula peningkatan permintaan kayu
bulat.

DAFTAR PUSTAKA
Barr, C. 2001. Banking on Sustanaibility : Structural Adjusment and Forestry
Refrom in Post Suharto Indonesia. CIFOR. Bogor.
Budiono, 1992, Ekonomi Mikro, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 11
Gregory. R. 1997, Forest Resource Economics, The Ronald Press Company. New
York.
Leftwich Richard, 1996, The Price System and Resources Alokation, 7th Edition,
Oklahoma State University, The Dryda Press, Hinsdal Illionis
Pryono SKS. 2001. Komitmen Berbagai Pihak dalam Menanggulangi Illegal
Logging. Kongres Kehutanan Indonesia III. Jakarta
Rachman, O dan S Rulianty. 1991. Penentuan Ukuran Sasaran Pada Lima Unit
Penggergajian di Jateng dan Jatim. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 9(4):170 -
173. Bogor.
Setyawati D. 2003. Komposit Serbuk Kayu Plastik Daur Ulang: Teknologi
Alternatif Pemanfaatan Limbah Kayu dan Plastik.
http://tumoutou.net/702_07134/Dina_Setyawati.htm [4 Maret 2022]

Anda mungkin juga menyukai