Anda di halaman 1dari 3

Dasar Perhitungan pbb

Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP, sesuai dengan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12
Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3) KMK-523/KMK.04/1998 menjadi dasar penentu dalam PBB. Hal ini
menjadi dasar dari penentuan seberapa besar pajak yang harus dibayarkan. NJOP menunjukan
harga pasar atau bisa juga acuan per meter persegi. NIlai ini akan diatur oleh Kementerian
Keuangan. Setiap tiga tahun sekali akan ditentukan NJOP pada suatu daerah. Terkecuali untuk
daerah tertentu yang akan ditetapkan setahun sekali sesuai dengan perkembangan daerahnya. 
Dasar penentuan selanjutnya adalah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
Sebuah bangunan atau tanah bisa saja tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. Untuk
besarannya akan berbeda pada setiap daerah. Tapi, berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh
Menteri Keuangan, besaran terendah NJOPTKP adalah Rp10.000.000 untuk setiap wajib pajak.
Serta dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), telah diatur tarif pajak yang dikenakan. Tarifnya adalah sebesar 0,5%.
NJKP merupakan nilai jual objek yang akan dimasukan dalam perhitungan pajak terutang. KMK
Nomor 201/KMK.04/2000, menyatakan rincian persentase yang harus dibayarkan adalah sebesar
40%. Bagi objek pajak perkebunan, objek pajak pertambangan, dan objek pajak kehutanan.Jika
NJOP lebih besar dari 1 miliar Rupiah, persentase NJKP-nya 40%. Jika NJOP di bawah 1 miliar
Rupiah, persentase NJKP-nya 20%

Dasar perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah perkalian tarif 0,5% dengan NJKP (Nilai
Jual Kena Pajak). Sedangkan NJKP diperoleh 20% dari NJOP.

Beberapa rumus yang bisa digunakan adalah:

 NJOP = (NJOP Bumi = luas tanah x nilai tanah) + (NJOP Bangunan = luas bangunan x nilai
bangunan).
 NJKP = 40% dari NJOP atau 20% dari NJOP untuk perhitungan PBB
 PBB yang terutang = 0,5% x NJKP (jumlah PBB yang harus dibayar setiap tahun)

Tarif pbb

tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) perkotaan dan pedesaan atau PBB-P2 dengan
besaran paling tinggi sebesar 0,5 persen di Rancangan Undang-Undang Hubungan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD). Saat ini, tarif PBB-P2
dipatok 0,1 persen sampai 0,3 persen. Tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5
persen dalam Pasal 41 RUU HKPD.

PBB-P2 berupa pengenaan pajak terhadap lahan dan bangunan yang dimiliki, dikuasai,
dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. Namun, hal ini dikecualikan dari
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan.

Tahun pengenaan PBB-P2 adalah berjangka waktu satu tahun kalender. Saat yang
menentukan untuk menghitung PBB-P2 yang terutang adalah menurut keadaan objek
PBB-P2 pada tanggal 1 Januari.
Lebih lanjut, RUU HKPD menyatakan dasar pengenaan PBB-P2 adalah nilai jual objek
pajak (NJOP). NJOP tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit Rp10 juta untuk setiap
wajib pajak.

Dasar penagihan pbb


Penagihan

Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Dasar Penagihan

Dasar Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan adalah :

1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)


2. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
3. Surat Tagihan Pajak (STP)

Pelaksanaan Penagihan

1. Kepala Kantor Pelayanan PBB atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama dapat melaksanakan
tindakan penagihan PBB apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam STP PBB
tidak atau kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo pembayaran.
2. Penerbitan Surat Teguran (ST) sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilakukan
segera setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
3. Setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkannya ST, jumlah utang pajak yang masih harus dibayar
tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala KP PBB atau Kepala KPP Pratama segera
menerbitkan Surat Paksa (SP)
4. Setelah lewat waktu 2x 24 jam sejak Surat Paksa (SP) diberitahukan kepada Penanggung Pajak,
jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala
Kantor Pelayanan Pajak segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
5. Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, apabila utang
pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak,
Kepala Kantor Pelayanan Pajak segera melaksanakan Pengumuman Lelang (PL).
6. Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengumuman lelang, apabila utang pajak
dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala
Kantor Pelayanan Pajak segera melaksanakan penjualan barang sitaan Penanggung Pajak melalui
Kantor Lelang.
7. Dalam hal dilakukan Penagihan Seketika dan Sekaligus, kepada Penanggung Pajak dapat
diterbitkan SP tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran atau tanpa menunggu lewat
tenggang waktu 21 hari sejak ST diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai