Anda di halaman 1dari 10

Tindakan penyidikan pajak

Pengertian Penyidik

Merujuk Pasal 1 angka ‘31’ UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), penyidikan pajak atau
lebih tepatnya penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti. Pengumpulan bukti itu ditujukan
untuk membuat suatu tindak pidana perpajakan menjadi terang atau jelas serta dapat ditemukan
tersangkanya. Penyidikan tindak pidana perpajakan ini dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Berdasarkan definisi yang dijabarkan dapat disimpulkan
bahwa tujuan utama dari dilakukannya proses penyidikan adalah untuk menemukan bukti sekaligus
tersangka yang melakukan tindak pidana dalam perpajakan.

Tugas dan wewenang Penyidik

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU KUP, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di lingkungan DJP yang diberi
wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Apabila dikaitkan dengan
definisi penyidikan, maka dapat disimpulkan tugas utama dari penyidik adalah untuk mencari dan
mengumpulkan bukti yang dapat membuat suatu tindak pidana perpajakan menjadi jelas dan pada
akhirnya dapat ditemukan tersangkanya. Merujuk Pasal 44 ayat (2) UU KUP, dalam melaksanakan
tugasnya penyidik memiliki 11 wewenang. 

1. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan
tindak pidana perpajakan

2. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi/badan tentang


kebenaran perbuatan yang dilakukan terkait dengan tindak pidana perpajakan. 

3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi/badan terkait dengan tindak pidana
perpajakan.

4. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana perpajakan. 

5. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan


dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.

6. meminta bantuan tenaga ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan. 

7. menyuruh berhenti/melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat


pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen
yang dibawa.

8. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan. 


9. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. 

10. menghentikan penyidikan. 

11. melakukan tindakan lain untuk kelancaran penyidikan.

Di sisi lain, penyidik harus memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai
dengan ketentuan yang diatur UU Hukum Acara Pidana. Selain itu, apabila diperlukan, penyidik juga
dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain demi kelancaran proses penyidikan. Dalam
melaksanakan tugasnya, penyidik pajak juga harus tunduk pada norma penyidikan dan memperhatikan
asas hokum.

Penghentian penyidikan pajak

Definisi Penghentian Penyelidikan

Pengajuan penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud diatas dapat dilakukan setelah Wajib Pajak
atau Tersangka melunasi kerugian pada pendapatan negara yaitu jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan/atau jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti
pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak ditambah sanksi administrasi
berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah pajak tersebut.

Dasar Hukum

 Pasal 44B Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang


Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Pasal 113 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-55/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Permintaan
Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan
Negara.
Prosedur Penghentian Penyelidikan

a. Permohonan Penghentian Penyidikan Pasal 44B diajukan oleh Wajib Pajak atau Tersangka yang
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, dan/atau kuasa atau pegawai dari Wajib Pajak
atau Tersangka atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang
menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
b. Wajib Pajak atau Tersangka yang akan mengajukan penghentian penyidikan Pasal 44B meminta
informasi secara tertulis kepada Unit Direktorat Jenderal Pajak yang melakukan penyidikan untuk
mengetahui besarnya kerugian pada pendapatan negara yaitu jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan/atau jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti
pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak beserta sanksi
administrasi.
c. Wajib Pajak atau Tersangka yang akan mengajukan penghentian penyidikan Pasal 44B
mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan dengan tembusan Direktur Jenderal Pajak
dengan memenuhi ketentuan:
0. diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan menyatakan pengakuan bersalah
dan pelunasan jumlah kerugian pada pendapatan negara dan sanksi administrasi;
i. ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Tersangka dan tidak dapat dikuasakan; dan
ii. dilampiri dengan surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan
dengan surat setoran pajak sebagai bukti pelunasan jumlah kerugian pada pendapatan
negara dan sanksi administrasi.

Apa Tindak Lanjut Permintaan Penghentian Penyidikan Pasal 44B yang Diajukan oleh Wajib
Pajak atau Tersangka

a. Menteri Keuangan meminta Direktur Jenderal Pajak untuk meneliti dan memberikan pendapat
secara tertulis sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
b. Dengan mempertimbangkan hasil penelitian dan pendapat secara tertulis dari Direktur Jenderal
Pajak, Menteri Keuangan memutuskan untuk menyetujui atau menolak permohonan Wajib Pajak
atau Tersangka.
c. Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada Angka 3 huruf c dan dengan
mempertimbangkan hasil penelitian dan pendapat secara tertulis dari Direktur Jenderal Pajak,
Menteri Keuangan dapat menyetujui permohonan Wajib Pajak dengan menyampaikan surat
permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung disertai dengan surat setoran pajak
dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.     
d. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada Angka 3 huruf c tidak memenuhi ketentuan,
Menteri Keuangan menolak permohonan Wajib Pajak dan memberitahukan secara tertulis kepada
Wajib Pajak.
e. Dalam hal Menteri Keuangan menolak permohonan sebagaimana dimaksud diatas, pelunasan
sebagaimana tercantum dalam surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang
disamakan dengan surat setoran pajak diperhitungkan terlebih dahulu dengan pidana denda
berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, dan dapat dikembalikan apabila masih
terdapat kelebihan pembayaran pajak.
f. Atas surat permintaan penghentian Penyidikan dari Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat
menghentikan Penyidikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat
permintaan penghentian Penyidikan.
g. Dalam hal keputusan dari Jaksa Agung berupa menerima permintaan penghentian Penyidikan,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
0. Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajakmemberitahukan secara tertulis kepada
Wajib Pajak atau Tersangka; dan
i. proses Penyidikan terhadap Wajib Pajak atau Tersangka dihentikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
h. Dalam hal keputusan dari Jaksa Agung berupa menolak permintaan penghentian Penyidikan,
berlaku ketentuan:
0. Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak memberitahukan secara tertulis
kepada Wajib Pajak atau Tersangka;
i. proses Penyidikan terhadap Wajib Pajak atau Tersangka dilanjutkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan
ii. pelunasan sebagaimana tercantum dalam surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi
lain yang disamakan dengan surat setoran pajak diperhitungkan terlebih dahulu dengan
pidana denda berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, dan dapat
dikembalikan apabila masih terdapat kelebihan pembayaran pajak.

Restitusi pajak :

a) Penyebab LB

Istilah restitusi pajak atau pengembalian pajak tercantum dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP). Restitusi pajak adalah
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak kepada
negara. Kelebihan pembayaran pajak ini merupakan hak bagi wajib pajak. UU KUP secara umum
menyebut restitusi sebagai pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Artinya, negara membayar
kembali atau mengembalikan pajak yang telah dibayar.  Hak tersebut timbul apabila terdapat kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) atau apabila terdapat
kekeliruan pemungutan atau pemotongan yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Restitusi
dapat dilakukan setelah mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Adanya
landasan peraturan yang mengatur mengenai restitusi pajak ini dimaksudkan untuk bisa menciptakan
negara yang sehat. Kelebihan pembayaran pajak yang dilaporkan ini sebagai jaminaan kepercayaan yang
diberikan oleh pemerintah kepada wajib pajak. Kelebihan pembayaran pajak dapat diakibatkan oleh dua
hal, yaitu kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang sebagaimana dilaporkan dalam SPT dan
terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

b) Tindakan WP untuk melakukan restitusi pajak

Sejak berlakunya UU KUP dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, untuk mendapatkan restitusi pajak terdapat
tiga pintu yang harus dilalui, yaitu verifikasi, pemeriksaan, dan penelitian.

Tata cara pengembalian atas restitusi pajak adalah sebagai berikut:

1. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan restitusi ke Ditjen Pajak melalui Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) setempat.
2. Ditjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan, akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB) dalam hal:
 Untuk PPh, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah
dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
 Untuk PPN, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah
dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila terdapat pajak
terutang yang dipungut oleh Pemungut PPN , maka jumlah pajak yang terutang adalah
jumlah pajak Keluaran setelah dikurangi Pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut
 Untuk PPnBM, jika Pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau
telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
3. SKPLB diterbitkan oleh Ditjen Pajak paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan diterima
secara lengkap, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan keputusan Direktur
Jenderal Pajak.
4. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur Jenderal Pajak tidak
memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam
waktu paling lambat 1 bulan setelah jangka waktu berakhir.
5. Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, maka wajib pajak akan diberikan imbalan bunga sebesar
2% per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sampai dengan saat diterbitkan SKPLB.

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak PPH, PPN, dan/atau PPNBM

Apabila pajak yang Anda bayarkan menurut perhitungan lebih besar daripada yang seharusnya menurut
ketentuan perpajakan, Anda dapat mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.  Untuk
mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, permohonan diajukan melalui SPT Tahunan
PPh (untuk jenis pajak PPh) atau SPT Masa PPN (untuk jenis pajak PPN dan/atau PPnBM). Pada SPT
Tahunan PPh maupun SPT Masa PPN terdapat bagian kolom yang berisi perlakuan apa saja yang ingin
dilakukan wajib pajak dalam hal terdapat pajak yang lebih dibayar.

Contoh pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi


Contoh pada SPT Tahunan PPh Badan

Contoh pada SPT Masa PPN

Imbalan bunga : ave

Pengertian Imbalan bunga

Pemberian Imbalan Bunga merupakan salah satu hak yang dimiliki Wajib Pajak disamping hak-
hak lainnya. Ketentuan mengenai Imbalan Bunga yang berlaku pada intinya menyebutkan
apabila Wajib Pajak mempunyai kelebihan pembayaran pajak atas putusan Pengadilan Pajak
yang mengabulkan sebagian atau seluruh bandingnya maka Wajib Pajak tersebut berhak atas
Imbalan Bunga, dan Direktorat Jenderal Pajak berkewajiban untuk memberikan hak Wajib Pajak
tersebut
Perhitungan imbalan bunga mulai 2 November 2020 setelah diterbitkannya Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 adalah sebagai berikut:
i. Penyebab pemberian imbalan bunga

Pasal 87 UU Pengadilan Pajak menyebutkan:

Apabila Putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh banding, kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah Imbalan Bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.

Undang-Undang KUP Tahun 2000 khususnya Pasal 27A mengatur


Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya,
sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan
atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan telah dibayar yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah Imbalan Bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak
tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
Menurut Pasal 43 PP Nomor 74 Tahun 2011:
Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali
dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang telah
dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud Pasal 27A Undang-
undang, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar
2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Imbalan bunga tidak diberikan terhadap:

1. Kelebihan pembayaran akibat Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau


Putusan Peninjauan kembali atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, dan telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan; atau
2. Kelebihan pembayaran akibat Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali atas jumlah pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang tidak
disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil
Verifikasi, namum dibayar sebelum pengajuan keberatan, permohonan banding, atau
permohonan peninjauan kembali, atau sebelum diterbitkan Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali.

ii. Tindakan WP atas imbalan bunga

Menurut Pasal 43 PP Nomor 74 Tahun 2011


Pelaksanaan pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
berlaku  ketentuan sebagai berikut:

a. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, imbalan bunga diberikan apabila
Surat Keputusan Keberatan tidak diajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak;
b. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, imbalan bunga diberikan
apabila terhadap Putusan Banding tidak diajukan permohonan Peninjauan Kembali ke
Mahkamah Agung; atau
c. Dalam hal Putusan Banding diajukan permohonan Peninjauan Kembali, imbalan
bunga diberikan apabila Putusan Peninjauan Kembali telah diterima oleh Direktur
Jenderal Pajak dari Mahkamah Agung.

Dalam hal Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang seluruhnya tidak disetujui oleh Wajib
Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang diterbitkan atas Surat Pemberitahuan
yang menyatakan lebih bayar, kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau
seluruhnya dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan yang dihitung dari jumlah kelebihan pembayaran
pajak dalam Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
Dalam hal Surat Ketetapan Pajak Nihil yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan yang diterbitkan atas Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih
bayar, kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
atau Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruhnya dikembalikan
dengan ditambah imbalan bunga untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan yang dihitung
dari jumlah kelebihan pembayaran pajak dalam Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
atau Putusan Peninjauan Kembali.
Daftar Pustaka

https://www.pajakonline.com/penyidikan-tindak-pidana-pajak-ini-yang-dilakukannya/
#:~:text=Penyidikan%20pajak%20atau%20yang%20secara,Tata%20Cara%20Perpajakan
%20(KUP).
pajak.go.id. “Imbalan Bunga”, https://www.pajak.go.id/id/imbalan-bunga, diakses pada 23 April
2022.
bppk.kemenkeu.go.id. 2014. https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/pusdiklat-pajak-
imbalan-bunga-kapankah-diberikan-2019-11-05-fbfa14a3/, diakses pada 23 April 2022.

Anda mungkin juga menyukai