Anda di halaman 1dari 59

SKRIPSI

GAMBARAN SELF MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI


DEWASA MUDA
DI PUSKESMAS OESAPA KOTA KUPANG

OLEH

MELAN YUBERSY FOEH


NIM: 151111030

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang harus diwaspadai
karena merupakan penyebab dominan terjadinya peningkatan angkah
mortalitas dan morbiditas. Hipertensi disebut juga “silent killer” karena pada
sebagian kasus tidak menjunjukan gejala apapun. Tekanan darah atau
hipertensi adalah keadaan di mana kondisi medis terjadi peningkatan tekanan
darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Tekanan darah yang selalu
tinggi adalah salah satu faktor pemicu stroke, serangan jantung, gagal jantung
dan aneurisme merupakan penyebab utama gagal jantung kronis pada
penderita hipertensi. Seringkali banyak masyarakat yang tidak menaruh
perhatian terhadap penyakit yang kadang dianggap sepeleh oleh mereka.
Tanpa menyadari bahwa penyakit ini sangat berbahaya dari berbagai kelainan
yang lebih fatal, misalnya sumbatan pembuluh darah kapiler diotak atau yang
lebih dikenal dengan nama stroke. Untuk mencegah terjadinya hipertensi
tidak hnya dengan obat-obatan, tapi dapat dicegah juga dengan cara
manajemen diri, manajemen diri yang baikakan berdampak bagi seseorang,
dia akan lebih mengatur atau mengontrol gaya hidupnya yang kurang baik
kearah yang lebih baik, untuk meningkatkan status kesehatannya (A’yun,
2015).
World Health Organization (WHO,2018) Mejelaskan bahwa hipertesi
menjadi salah satu masalah kesehatan utama yang cukup berbahaya di seluruh
dunia dan menjadi dua penyebab kematian utama di dunia. Kejadian
hipertensi di seluruh dunia mencapai lebih dari 1,3 miliar orang, yang mana
angkah tersebut menggambarkan 31% jumlah penduduk dewasa di dunia
yang mengalami peningkatan sebesar 5,1% (WHO, 2018). Data statistik
terbaru Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2018 menyatakan
bahwa terdapat 24,7%. Indonesia termasuk wilayah asia tenggara kejadian
hipertensi yang tergolong tinggi dan mencatat prevalensi di Indonesia sebesar
34,1%, dengan angka kejadian tertinggi terdapat di Kalimantan Selatan
44,1% (Kemenkes, 2018)
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Kupang (2019), jumlah
seluruh kasus hipertensi tertinggi adalah di Puskesmas Oesapa sebanyak
15.512 orang diikuti Puskesmas Sikumana sebanyak 11.295 orang, dan
Puskesmas Oepoi sebanyak 11.148 orang. Berdasarkan hasil wawancara awal
yang dilakukan pada 5 orang pasien hipertensi dipuskesmas Oesapa 3
diantaranya mengatakan bahwa tidak mengetahui apa itu self management
pada pasien hipertensi dan kalaupun ada program tentang hipertensi itu lebih
difokuskan pada lansia, dan 2 diantranya mengetahui sedikit tentang self
management dikarenakan pernah menemani ayah atau ibu mereka ke
puskesmas untuk melakukan program tersebut (Dinkes Kota Kupang, 2019).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskesmas Oesapa yang di lakukan
pada 5 orang penderita hipertensi, di dapatkan 3 orang di antaranya
mengatakan mengalami kesulitan dalam melakukan perawatan diri atau self
managemen, karena sibuk bekerja sehingga lupa untuk mengontrol tekanan
darah. Dan 2 orang diantaranya mengatakan sering melakukan pemeriksaan
tekanan darah di fasilitas kesehatan terdekat (puskesmas). Kurangnya self
management hipertensi dianggap suatu hal yang biasa, padahal hal ini dapat
berpotensi terjadinya komplikasi pada penderita dengan hipertensi (Hayes,
2010).
Salah satu penyebab terjadinya hipertensi adalah kurangnya
pengontrolan tekanan darah, pada sebagian kecil orang setelah dicapai
tekanan darah pada batas normal tidak lagi melakukan kontrol rutin dan
kurangnya self management sehingga sulit untuk memperhatikan
kesehatanya, sehingga bila tidak diatasi akan berakibat fatal. Karena dalam
kondisi ini seringkali tidak menimbulkan gejala pada penderitanya, sehingga
tidak disadari sampai terjadi kerusakan fatal pada organ tubuhnya
(Lucky,2013).
Pasien hipertensi dewasa muda lebih sulit mengalami pengontrolan
tekanan darah dikarenakan pada usia produktif, para penderita lebih sibuk
bekerja dibandingkan mengontrol tekanan darah. Pengontrolan tekanan darah
yang sulit akan memperburuk kesehatan. Hipertensi yang tidak terkontrol
akan menimbulkan berbagai komplikasi, bila mengenai jantung kemungkinan
dapat terjadi infark miokard, jantung koroner, gagal jantung kongestif, bila
mengenai otak terjadi stroke, ensevalopati hipertensi, dan bila mengenai
ginjal terjadi gagal ginjal kronis, sedangkan bila mengenai mata akan terjadi
retinopati hipertensi. Salah satu upaya untuk melakukan pencegahan tentang
hipertensi, disarankan untuk melaksanakan self management sebagai salah
satu manajemen penyakit dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bentuk
pelaksanaan self management meliputi pemantauan diri (self monitoring),
pengendalian diri (stimulus control), serta penghargaan diri sendiri (self
reward) (Lestari,2017).
Self- management didefinisikan dalam cara yang berbeda-beda, tetapi
secara umum hal ini dideskripsikan sebagai kemampuan individu untuk
mengatur gejala-gejala, pengobatan, kensekuensi fisik dan psikis, dan
perubahan gaya hidup yang melekat pada kehidupan seseorang dengan
penyakit kronis (Brilliati, 2016). Sebagai pasien hipertensi penting dalam
mengetahui self management agar dapat menggambarkan perilaku dalam
mencegah komplikasi sejak dini karena penyakit ini kronik dan tidak
menunjukan gejala, kondisi yang menyebabkan penderita tidak waspada
bahkan tidak menyadari ancaman komplikasi hipertensi yang dapat
menyebabkan kematian. Pentingnya self management agar individu secara
telitih dapat menempatkan diri dalam situasi-situasi yang menghambat
tingkah laku dan belajar untuk mencegah timbulnya perilaku atau masalah
yang tidak dikehendaki (Tirtasari,2019). Studi pendahuluan yang dilakukan
oleh Ni Kadek Sutini (2014) tentang hubungan self management hipertensi
dengan kejadian sroke pada penderita hipertensi di RSUD Kabupaten
Bandung Mangusada didapatkan hasil penenlitian bahwa penderita hipertensi
yang kurang memperhatikan self management sebanyak 44%, selain itu juga
penelitian yang di lakukan oleh Cristi Desi Tamamilang (2018) tentang
hubungan antara umur dan akivitas fisik dengan derajat hipertensi di Kota
Bitung Sulawesi Utara, menunjukan bahwa pasien yang tidak melakukan self
managemen sebanyak 52%. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi self
management pada penderita hipertensi diantaranya pekerjaan, fasilitas yang
jauh, dan kurang memahami mengenai self management .
Self management sangat berperan dalam melakukan aktifitas-aktifitas
pengelolaan penyakit kronik, manajemen koping dan mengatur kondisi-
kondisi yang disebabkan oleh penyakit kronik. Self management dilakukan
secara efektif bermanfaat untuk meninngkatkan kepuasan pasien dalam
menjalani hidup, menurunkan biaya perawatan, meningkatkan rasa percaya
diri, kemandirian pasien, dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Gallant,
2013).
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai gambaran self-management pada pasien
hipertensi dewasa muda.
1.2 Rumusan Masalah
“Bagaimana Self-management Pada Pasien Hipertensi Dewasa Muda”?
1.3 Tujuan Penelitian
Menggambarkan Self-Management Pada Pasien Hipertensi Dewasa Muda di
Puskesmas Oesapa.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Sebagai tambahan referensi mengenai gambaran self-management pada
pasien hipertensi dewasa muda.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Responden
Sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan pada pasien
dan keluarga tentang gambaran self-management dengan Tingkat
Pengontrolan Tekanan Darah pada dewasa muda sehingga dapat
menerapkan dukungan yang baik untuk pasien Hipertensi.

2. Bagi Ilmu Keperawatan


Sebagai sumber informasi kepada para perawat dalam membantu
meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan terutama dalam
gambaran self-management dengan Tingkat Pengontrolan Tekanan Darah
pada dewasa muda.
3. Institusi
Sebagai sumber informasi dan referensi tambahan yang dapat menambah
wawasan mahasiswa/I mengenai gambaran self-management dengan
Tingkat Pengontrolan Tekanan Darah pada dewasa muda.
1.5 Keaslian Penelitian
Nama Judul Perbedaan Persamaan
Peneliti
Ni Kadek Hubungan Self Desain dalam Sama-sama meneliti
Sutini Management penelitian ini adalah tentang self
(2014) hipertensi dengan rancangan kasus management
kejadian stroke control, teknik hipertensi dan
pada penderita sampling pada pengumpulan data
hipertensi di penelitian ini adalah menggunakan
RSUD kabupaten sistematik random kuisioner
bandung, sampling, dan
mangusada. penelitian ini lebih
kususnya pada
penderita hipertensi
dan komplikasi stroke
Cristi Desi Hubungan antara 1. Jenis penelitian yang 1. Penelitian kuantitatif
Tamamilan umur dan aktivitas digunakan yaitu 2. Pada variable
g (2018) fisik dengan penelitian surveri dependen (terikat)
derajat hipertensi analitik yaitu kejadian
di kota Bitung 2. Hasil uji statistic hipertensi.
Sulawesi Utara menggunakan uji chi
square
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Self- Management


2.1.1 Pengertian Self Management
Self- management diartikan sebagai sebuah penguatan bagi individu
dengan penyakit kronik sebaik cara untuk meningkatkan status kesehatan
dan mengurangi besarnya biaya perawatan kesehatan (Brilliati, 2016).
Self- management didefinisikan dalam cara yang berbeda-beda,
tetapi secara umum hal ini dideskripsikan sebagai kemampuan individu
untuk mengatur gejala-gejala, pengobatan, kensekuensi fisik dan psikis, dan
perubahan gaya hidup yang melekat pada kehidupan seseorang dengan
penyakit kronis (Brilliati, 2016).
Dokter sering mendefinisikan manajemen diri sebagai kepatuhan
pasien atau kepatuhan terhadap rejimen pengobatan, mengenai manajemen
diri, pasien juga bertanggung jawab untuk memantau dan menanggapi
perubahan dalam status kesehatan mereka dan menghindari faktor resiko
untuk penyakit lain, misalnya dengan makan-makanan yang sehat dan
berpartisipasi dalam olahraga teratur (Deaton). Faktor utama dan
manajemen diri dari penyakit kronis adalah bahwa orang berpartisipasi
secara efektif dalam menglola perawatan kesehatan mereka sendiri secara
terus-menerus (Akhter,N; 2017).
2.1.2 Self – Management dengan Hipertensi
Manajemen diri penderita hipertensi adalah suatu cara yang
dilakukan penderita hipertensi untuk mengatur pola makan (diet), olahraga,
menghindari konsumsi alkohol dan kafein, menghindari rokok, pemeriksaan
tekanan darah rutin, pengelolaan stress dan mengkonsumsi obat teratur.
Tujuan utama manajemen diri hipertensi adalah menjaga kestabilan tekanan
darah dan mencegah kompliikasi lebih lanjut (Balduino, 2018).
Manajemen diri merupakan pengelolaan yang menggunakan
intervensi kombinasi dari teknik biologi, psikologi dan social untuk
memaksimalkan fungsi proses regulasi perawatan diri yang digunakan
sebagai strategi pencegahan sehingga manajemen diri diinterprestasikan
sebagai tugas-tugas individu sehari-hari yang harus diambil untuk
mengontrol atau mengurangi dampak penyakit terhadap status kesehatan
fisik dengan kolaborasi dan panduan dari dokter dan pemberi pelayanan
perawatan kesehatan lainnya (Davies, 2017).
2.1.3 Instrument atau Alat Ukur Self Management Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
kemampuan seseorang untuk mengelola perawatan kesehatan mereka
sendiri secara terus- menerus menurut Lin, et, al (2018), manajemen diri
untuk pasien hipertensi terdiri dari 5 komponen yang meliputi:
2.1.3.1 Integras diri
Mengacu pada kemampuan pasien untuk mengintegrasikan layanan
kesehatan dalam kehidupan sehari-hari mereka melalui kegiatan seperti diet,
olahraga, dan control berat badan. Penderita hipertensi harus mampu:
1. Mengatur porsi makan dan pilihan ketika makan diluar
2. Makan lebih banyak buah, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan
3. Menurunkan tingkatan lemak jenuh
4. Mempertimbangkan efek pada tekanan darah ketika membuat pilihan
makanan
5. Menghindari/ mengurangi minuman alcohol (kurang dari 1 ons per hari )
6. Mengurangi garam sekitar 6 gram / hari atau lebih rendah dari makanan
7. Menurunkan berat badan secara efektif
8. Mengelola pilihan makanan untuk mengontrol tekanan darah
9. Olahraga untuk mengontrol tekanan darah dan berat badan dengan berjalan,
jogging atau bersepeda berlangsung 30-60 menit per hari
10. Menggabungkan hipertensi dalam kehidupan sehari-hari
11. Melakukan rutinitas hipertensi untuk menyesuaikan situasi baru
12. Berhenti merokok
13. Stress kontrol dengan mendengarkan musik, istirahat, dan berbicara dengan
anggota keluarga
2.1.3.2 Regulasi diri
Regulasi diri mencerminkan pasien regulasi diri dari perilaku mereka
melalui memonitor diri tanda-tanda dan gejala tubuh (yang mengidentifikasi
situasi kehidupan dan penyebab terkait dengan perubahan tekanan darah dan
mengambil tindakan berdasarkan pada pengamatan ini/ regulasi diri). Perilaku
regulasi diri mencakup:
1. Memahami alasan untuk perubahan tingkat tekanan darah
2. Mengenali tanda-tanda dan gejala tekanan darah tinggi dan rendah
3. Bertindak dalam menanggapi gejala
4. Mengobati reaksi tekanan darah rendah
5. Membuat keputusan berdasarkan pengalaman
6. Mengenali untuk situasi yang dapat mempengaruhi tingkat tekanan darah
7. Membandingkan perbedaan antara tingkat tekanan darah saat ini dan
sasaran
2.1.3.3 Interaksi dengan tenaga kesehatan professional dan lain-lain yang
signifikan
Interaksi dengan kesehatan profesional dan lainnya didasarkan pada
konsep bahwa perawatan kesehatan yang baik melibatkan kolaborasi dengan
penyedia layanan kesehatan dan lain-lain yang signifikan.Perilaku yang
mencerminkan interaksi dengan tenaga kesehatan profesional dan lain-lain
yang signifikan adalah sebagai berikut:
1. Nyaman mendiskusikan derajat fleksibilitas dalam rencana pengobatan
dengan penyedia layanan kesehatan.
2. Nyaman menyarankan perubahan rencana perawatan untuk penyedia
layanan kesehatan.
3. Nyaman meminta penyedia layanan kesehatan pertanyaan.
4. Berkolaborasi dengan penyedia layanan kesehatan untuk mengidentifikasi
alasan untuk kontrol tekanan darah yang buruk.
5. Nyaman mendiskusikan tes out-of-range tekanan darah dengan penyedia
layanan kesehatan.
6. Nyaman meminta penyedia layanan kesehatan tentang sumber daya
perawatan hipertensi.
7. Meminta orang lain untuk membantu terkait tekanan darah tinggi.
8. Meminta orang lain untuk membantu dalam mengontrol tekanan darah.
9. Nyaman meminta orang lain untuk teknik manajemen tekanan darah
tinggi.
2.1.3.4 Pemantauan diri
Pemantauan diri berkaitan dengan monitoring tekanan darah untuk
mendeteksi tingkat tekanan darah dalam rangka untuk menyesuaikan
aktivitas perawatan diri. Perilaku pemantauan diri meliputi:
1. Memeriksa tekanan darah saat merasa sakit.
2. Memeriksa tekanan darah ketika mengalami gejala tekanan rendah.
3. Memeriksa tekanan darah untuk membantu membuat keputusan perawatan
diri hipertensi.
2.1.3.5 Kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan
Kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan mengacu ke pasien,
kepatuhan terhadap ditentukan obat hipertensi dan klinik kunjungan.
Dimensi inii juga melibatkan mengambil jumlah yang ditentukan obat,
minum obat jumlah yang ditentukan, dan melihat dokter setiap 1-3 bulan.
2.1.4 Faktor-Faktor Terkait dengan Self-Management Pada Pasien dengan
Hipertensi
Banyak faktor yang mempengaruhi self management hipertensi, meliputi:
2.1.4.1 Usia
Usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi self management,
menemukan bahwa pasien yang lebih tua dengan hipertensi memiliki
perilaku perawatan diri yang lebih baik. Namun, diusia tua, kemampuan
kognitif bisa menurun dan ini dapat mempengaruhi perilaku manajemen diri
mereka dan kemampuan mereka untuk membuat keputusan sehari-hari (Lee
et al, 2018).
2.1.4.2 Jenis kelamin
Ditemukan bahwa pasien perempuan memiliki perilaku perawatan diri
self-management yang lebih baik daripada pasien laki-laki. Menemukan
bahwa wanita memiliki lebih banyak pengetahuan tentang penyakit
dibandingkan laki-laki, karena itu mereka mungkin lebih mampu berasaptasi
makanan untuk diet sodium dibatasi karena mereka bertanggung jawab
untuk menyiapkan makanan (Chung et al, 2018).
2.1.4.3 Pendapatan
Penghasilan memiliki efek pada self management. Pasien
berpenghasilan rendah tidak mampu membeli makanan sehat dan obat
secara teratur, sehingga mereka tidak dapat melakukan manajemen diri
hipertensi (Lee et al, 2018).
2.1.4.4 Pendidikan
Pendidikan dianggap sebagai prasyarat penting untuk manajemen diri
dari penyakit kronis(Lee et al, 2018).
2.1.4.5 Komorbiditas / penyakit penyerta
Hipertensi merupakan penyakit yang memiliki hubungan dengan
beberapa kondisi penyakit penyerta seperti diabetes melitus, stroke,
penyakit ginjal kronis, dan penyakit jantung koroner. Komorbiditas/
penyakit penyerta merupakan salah satu faktor pasien-spesifik yang
mempengaruhi kontrol hipertensi. Kondisi komorbiditas ini mempengaruhi
pengelolaan diri dalam hipertensi. Pasien stroke mengalami penurunan
kapasitas kognitif karena kerusakan neurologis dan mereka dapat
mengembangkan demensia, sehingga pasien tidak dapat melakukan kerja
normal. Ditemukan bahwa komorbiditas kardiovaskuler mengurangi self
management pada hipertensi (Mavrinac, 2013).
2.1.4.6 Lokasi residensi
Orang perkotaan pengolaan dirinya lebih tinggi dari masyarakat
pedesaan karena diperkotaan ada banyak organisasi kesehatan swasta dan
pemerintah, banyak dokter dan depertemen kedokteran yang tersedia. Disisi
lain, di daerah pedesaan organisasi perawatan kesehatan yang jauh dari
orang-orang yang tinggal. Ada yang sangat sedikit penyedia layanan
kesehatan dan beberapa toko obat dan ini mempengaruhi manajemen diri
(Kin & Kang, 2018).
2.1.4.7 Waktu sejak didiagnosis
Waktu sejak didiagnosis atau durasi sejak didiagnosa dengan
hipertensi memiliki efek pada manajemen diri. Beberapa pasien yang
serangan yang lebih lama mengelola lebih baik dari pasien baru karena
mereka telah mengalami faktor resiko hipertensi. Mereka tahu tanta-tanda
dan gejala dan telah digunakan obat antihipertensi. Menemukan hubungan
positif antara tahun hipertensi dan perawatan diri perilaku. Mereka
menyatakan bahwa orang-orang dengan waktu yang lebih lama terkena
hipertensi mungkin punya kesempatan belajar lebih untuk mereka (Lee et al,
2018)
2.1.5 Komponen-Komponen Self Management Hipertensi (Davies, 2017)
Pada komponen ini, pasien yang berperan utama dalam menjaga
kesehatannya yang bertujuan untuk menekan biaya pengobatan. Pasien
diajarkan dan dilengkapi dengan peralatan yang diperluukan untuk
memantau dan menjaga kesehatannya seperti memantau tekanan darah dan
kadar gula darah secara rutin. Ketaatan pasien untuk melakukan serangkaian
perawatan, serta teratur meminum obat sangat diperlukan untuk
menjalankan komponen ini. Komponen manajemen diri hipertensi antara
lain:
2.1.5.1 Kepatuhan minum obat
Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat
anti hipertensi. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang
bahkan pengobatan seumur hidup sehingga dapat memperpanjang usia
harapan hidup dan mengurangi timbulnya komplikasi.
2.1.5.2 Pengelolaan mandiri stress
Tidak dipungkiri bahwa stress atau keadaan emosi yang buruk dapat
memicu perubahan tekanan darah dan memicu timbulnya hipertensi.
Pengendalian stress dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut:
a. Olahraga teratur dipercaya dapat memberikan kebahagiaan karena
hormone endorphin dikeluarkan oleh system saraf pusat ketika sedang
berolahraga.
b. Istirahat yang cukup dibutuhkan untuk mengembalikan kesegaran tubuh
setelah beraktifitas.
c. Menjaga keseimbangan antara pekerjaan, kehidupan social dan
kepentingan pribadi
d. Menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat memicu kekacauan emosi dan
stress
e. Cobalah untuk tidak kwatir, panik, maupun tegang dalam segala kondisi
karena hal tersebut dapat memicu peningkatan tekanan darah
f. Belajar untuk menerima, bersyukur dan berpikir positif akan segala
kondisi
g. Menjaga diri agar tetap rileks dapat dilakukan dengan meditasi, latihan
pernapasan, yoga dan mendengarkan musik.
2.1.5.3 Pengelolaan mandiri diet sehat
Penerapan aturan makan atau diet bagi penderita hipertensi bertujuan
untuk membantu menurunkan tekanan darah menjadi normal. Selain dapat
menstabilkan tekanan darah, penerapan aturan makan pada penderita
hipertensi juga dapat mengurangi faktor resiko timbulnya penyakit
degenerative seperti menstabilkan kadar kolesterol dan menurunkan berat
badan yang berlebih. Pada umumnya diet atau aturan makan pada penderita
hipertensi memiliki beberapa prinsip:
a. Batasi garam dan makanan olahan
b. Hindari makanan berlemak
c. Konsumsi makanan tinggi serat
d. Konsumsi makanan yang mengandung kalium, magnesium, kalsium dan
isoflavon
e. Hindari minuman yang mengandung kafein
2.1.5.4 Pengelolaan mandiri aktifitas sehat
Pada umumnya aktifitas fisiik termasuk olahraga, diperlukan untuk
menjaga dan memperbaiki metabolisme tubuh termasuk memperlancar
peredaran tubuh, serta membuat tubuh menjadi bugar. Olahraga yang
dilakukan secara rutin juga dapat menjaga agar tidak terjjadi kelebihan berat
badan akibat kurang aktifitas fisik dan asupan berlebih. Olahraga sangat
bermanfaat bagi penderita hipertensi untuk itu dianjurkan melakukan
olahraga rutin sesuai dengan kemampuannya. Meskipun demikian sebelum
melakukan olahraga, penderita hipertensi harus melakukan konsultasi ke
dokter. Hal ini dikarenakan olahraga membutuhkan tenaga yang tidak
sedikit sehingga penting bagi penderita hipertensi untuk mengetahui
kapasitas dirinya dalam berolahraga, tidak memperberat keadaan penyakit
dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
2.1.5.5 Pengelolaan mandiri kebiasaan merokok
Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk dapat berhenti merokok
antara lain:
1. Memiliki komitmen yang kuat untuk berhenti merokok.
2. Menghindari hal-hal yang dapat memicu seseorang merokok.
3. Menyibukkan diri dengan kegiatan yang menyenangkan agar
mengalihkan pikiran dan kebiasaan merokok.
4. Meminta bantuan kepada orang terdekat untuk selalu mengingatkan dan
menguatkan anda untuk berhenti merokok.
5. Hipnoterapi dapat menjadi alternative untuk dapat berhenti merokok.
2.1.5.6 Pengelolaan mandiri asupan alcohol
Hindari konsumsi alcohol berlebihan. Untuk laki-laki tidak lebih dari
2 gelas per hari dan untuk perempuan tidak lebih dari 1 gelas per hari.
2.1.5.7 Pengelolaan mandiri mengontrol tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan secara rutin bagi
penderita hipertensi atau dengan riwayat keluarga hipertensi untuk lebih
waspada. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan sebulan sekali
atau pemeriksaan sewaktu-waktu jika terjadi gejala seperti pusing atau
gejala lainnya. Hasil tes tersebut tentunya dapat menjadi dasar dan panduan
dalam mengatur pola makan dan gaya hidup.

2.2 Konsep Teori Hipertensi


2.2.1 Pengertian Hipertensi
Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertenson) adalah suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas
normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) 140 mmHg dan
angka diastolic (bagian bawah) 90 mmHg pada pemeriksaan tensi
darahmenggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air
raksa (sphygnomanometer) ataupun alat digital lainnya (Ratna,2017)
Hipertensi adalah keadaan dimana peningkatan tekanan darah yang
akan memberi gejala lanjut ke suatu organ target seperto stroke untuk otak,
penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan hipertrofi
ventrikel kanan untuk jantung. Dengan target organ diotak yang merupakan
stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian
yang tinggi (Bustan, 2011).
2.2.2 Jenis Hipertensi
Dikenal berbagai pengelompokkan hipertensi:
1. Menurut kausanya:
a. Hipertensi esensial (hipertensi primer); hipertensi yang tidak jelas
penyebabnya
b. Hipertensi sekunder: hipertensi kausa tertentu
2. Menurut gangguan tekanan darah:
a. Hipertensi sistolik: peninggian tekanan darah sistolik saja
b. Hipertensi diastolik: peninggian tekanan diastolik
3. Menurut beratnya atau tingginya penigkatan tekanan darah:
a. Hipertensi ringan
b. Hipertensi sedang
c. Hipertensi berat
Dikenal berbagai macam batasan tingginya tekanan darah untuk dapat
disebut hipertensi. Batasan baku yang dipakai WHO adalah: hipertensi jika
tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 95
mmHg. Klasifikasi hipertensi menurut WHO adalah:
a. Hipertensi ringan : TD 90-110 mmHg
b. Hipertensi sedang : TD 110-130 mmHg
c. Hipertensi berat : >130 mmHg
Disini tampak bahwa WHO memakai tekanan diastolik sebagai bagian
tekanan yang dipakai dalam kriteria diagnosis dan klasifikasi. Tekanan
darah manusia meliputi tekanan darah sistolik, tekanan darah waktu jantung
menguncup, dan tekanan darah diastolik yakni tekanan darah waktu jantung
istirahat. Selain untuk diagnosis dan klasifikasi, dalam hal patofosiologi,
pengobatan dan prognosis maka tekanan diastolik memang lebih penting
dari pada sistolik.
Pentingnya perhatian terhadap diastolik dalam manajemen hipertensi
berkaitan dengan:
a. Lebih tingginya prevalensi hipertensi diastolik
b. Sangat penting ditegakkan dalam diagnosis
c. Menjadi ukuran evaluasi keberhasilan pengobatan hipertensi
d. Menjadi pegangan dalam menentukan prognosis
e. Menjadi pedoman monitoring dan evaluasi pengobatan
Klasifikasi tekanan darah dapat juga dilihat dari segi mulainya beresiko.
Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut Risiko
Status Resiko Tekanan Darah
Normal Sistolik < 120 mmHg
Diastolik < 80 mmHg
Beresiko / prahipertensi Sistolik 120-139 mmHg
Diastolik 80-90 mmHg
Hipertensi Sistolik > = 140 mmHg
Diastolik > = 90 mmHg
.
2.2.3 Faktor Resiko Hipertensi
Faktor- faktor yang dapat dimasukkan sebagai faktor resiko adalah:
a. Umur: tekanan darah meningkat sesuai umur, dimulai seejak umur 40
tahun
b. Ras/suku: orang kulit hitam (blak) lebih banyak daripada kulit putih
(white), sementara itu ditemukan variasi anta suku diindonesia, terendah
di lembah baliem jaya. Papua (0,06%), dan tertinggi du sukabumi (suku
sunda), jabar (28,6%). Hipertensi juga prevalen di suku minangkabau/
padang sumatra barat.
c. Urban/ rural: kota lebih banyak dari desa
d. Geografis: pantai lebih banyak ditemukan hipertensi dibandingkan
daerah pegunungan
e. Seks: wanita> lelaki, obesitas: gemuk > kurus, stres
f. Personality type A: tiipe> tipe B
g. Diet : tinggi garam ,diabete melitus
h. Komposisi air : sodium (natrium): tidak jelas (inkonsisten)
i. Alkohol (minuman keras): meninggi bila minum 3x/hari, konsumsi
alkohol sedang (moderate) diperkirakan punya efek protektif
j. Rokok : hubungan tidak bermakna
k. Kopi : belum ditemukan
l. Pil KB : risiko meninggi dengan lamanya pakai, yakni meninggi 5 kali
dibanding pakai 1 tahun
m. Seseorang bisa memiliki satu atau lebih faktor risiko. Jika memiliki dari
satu faktor risiko maka besarnya risiko menderita hipertensi akan
meningkat bahkan bisa berlipat ganda..
2.2.4 Manajemen Pengendalian Hipertensi
Manajemen pengendalian hiipertensi menurut level upaya pencegahan
dapat digambarkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Manajemen Pengendalian Hipertensi Menurut Level Upaya
Pengendalian
Tingkat Level Perjalanan Intervensi Pencegahan
Patogenesis Pencegahan Hipertensi
Pre- Level 1: Sehat/normal Meningkatkan derajat
Patogenesis Primordial kesehatan gizi dan
perilaku hidup sehat
Interaksi trias Pertahankan
Promotif epidemiologi keseimbangan trias
epidemiologi
Belum ada gejala Turunkan atau hindari
Proteksi
resiko
spesifik
Level II:
Pemeriksaan periodik
Diagnosa Hipertensi ringan
tekanan darah
Patogenesis awal
Pengobatan Hipertensi sedang Hindari lingkungan yang
yang tepat Hipertensi berat stress
Komplikasi
Post- Level III: Jaga kualitas hidup
Kronik
Patogenesis Rehabilitasi optimum
Meninggal

2.2.5 Manifestasi Klinis


Penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak
sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang
dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita
hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Hipertensi yang berat atau menahun dan tidak diobati,bisa timbul
gejala seperti sakit kepala, kelelahan, mual, gelisah/ cemas, muntah, sesak
nafas dan pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan
pada otak, mata, jantung dan ginjal, kadang penderita hipertensi berat
mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak
2.2.6 Patofisiologi Hipertensi (Rilantono, Lyli, 2012)
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral
resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang
tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh
memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara
akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan
stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan
darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat
seperti reflex kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflex kemoreseptor,
respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan dan arteri
pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat
melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial
yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian
dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang
dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan
berbagai organ.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiostensin II dari angiostensin I oleh angiostensin / converting enzyme
(ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiostensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiostensin I. oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiostensin I
diubah menjadi angiostensin II. Angiostensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi
pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolaritas dan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH, sangat urin yang dieksrekresikan ke luar tubuh (antidiuresis),
sehingga menjadi pekatdan tinggi osmolaritasnya. Untuk mengencerkannya,
volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteksadrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki
peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi eksresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Manifestasi klinis yang dapat muncul akibat hipertenssi menurut
Elizabeth J. Corwin ialah bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat
berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang disertai mual-muntah
akibat peningkatan tekanan darah intrakranium, penglihatan kabur akibat
kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan
saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan
darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen akibat peningkatan
tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan
stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis
sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan.
Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga
berdengung, rasa berat dan tengkuk, suka tidur, dan mata berkunang-
kunang.
2.2.7 Penatalaksanaan Hipertensi (Smeltzer & Bare, 2013)
Hipertensi adalah suatu kondisi kronis dan menyebabkan komplikasi
serius jika seseorang tidak dapat mengontrol tekanan darah, manajemen
hipertensi terdiri dari 2 bagian utama, terapi farmakologi dan modifiikasi
gaya hidup.
2.2.7.1 Terapi farmakologis
Terapi farmakologis adalah terapi untuk mengobati tekanan darah
tinggi yang dapat membantu menceegah yang lebih serius, bahkan
mengancam kehidupan komplikasi. Jenis utama dari obat yang digunakan
untuk kontrol tekanan darah tinggi termasuk obat diuretik, dikombinasikan
alpha dan Beta-blocker, angiostensin-converting enzyme inhibitor,
angiostensi receptor II Blocker, antagonis kalsium, dan vasodilator.
2.2.7.1 Modifikasi Gaya Hidup
Modifikasi gaya hidup adalah terpai tambahan untuk semua klien
dengan hipertensi yang menerima terapi farmakologi. Praktek gaya hidup
sehat terus bisa mengurangi jumlah dan dosis obat antihipertensi. Ada bukti
bahwa tekanan darah orang yang mampu memodifikasi gaya hidup mereka
yang lebih rendah dan dapat mengurangi faktor risiko kardiovaskuler
lainnya. Mereka yang dimodifikasi gaya hidup mereka bisa mengurangi
kemungkinan serangan jantung, stroke, dan diabetes. Perawat dapat
membantu pasien memodifikasi gaya hidup mereka dengan memberitahu
mereka bahwa ada beberapa faktor yang dapat dimodifikasi yang telah
terbukti berkontribusi hipertensi, meliputi: obesitas: kurangnya olahraga
aerobik yang teratur; asupan alkohol setiap hari melebihi 1 oz etanol secara
teratur;asupan natrium yang berlebihan;dan gaya hidup stres. Selain itu
perawat dapat membantu klien untuk mengidentifikasi dia bisa membuat
perubahan yang sesuai gaya hidup untuk memodifikasi faktor diatas.
Modifikasi gaya hidup untuk penderita hipertensi meliputi penurunan berat
badan, manajemen diet, pembatasan alkohol, berhenti merokok, olahraga
teratur, manajemen stres, dan kepatuhan pengobatan biasa.
1) Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan penting bagi pasien yang indeks massa
tubuhnya yang 25. Penurunan berat badan membantu dalam mengurangi
tekanan darah. Penurunan berat badan juga meningkatkan efektivitas obat
antihipertensi. Kejadian hipertensi meningkat tiga kali lipat pada indeks
massa tubuh (BMI) dari 26 dibandingkan dengan BMI 21. Pemeliharaan
berat badan yang signifikan sulit bagi pasien obesitas. Berat badan
menurunkan tekanan darah melalui beberapa efek termasuk peningkatan
sensivitas insulin. Hal ini dapat mengakibatkan: penurunan lemak visceral,
penurunan aktivitas sistem saraf simpatik, peningkatan tingkat leptin
plasma, dan pembalikan disfungsi endotel dilakukan oleh oksida nitrat,
vasodilatasi yang diinduksi. Penurunan berat badan dapat dilakukan
dengan menyeimbangkan diet, mengurangi asupan garam,dan melakukan
olahraga teratur.
2) Manajemen Diet
Pengaturan pola makan dapat mengurangi keparahan hipertensi dan
dalam beberapa kasus, mengurangi kebutuhan untuk obat-obatan. Orang-
orang dengan hipertensi harus makan diet rendah garam, kalori, kolesterol,
dan lemak jenuh. Orang dengan hipertensi harus makan lebih banyak buah,
sayuran, biji-bijian dan kacang-kacangan dibandingkan dengan lemak.
Sebagai tambahan, mereka harus mengganti daging sapi dalam diet mereka
dengan alternatif seperti ikan atau ayam. Hal iini juga menyarankan bahwa
makanan panggang atau rebus lebih baik daripada digoreng. The Dietary
Approaches to Stop Hypertension (DASH) menunjukkan bahwa
modifiikasi diet dapat membantu dalam mengontrol tekanan darah. DASH
yang direkomendasikan pola makan sehat untuk mengontrol hipertensi.
3) Pembatasan Natrium
Pembatasan natrium, perkiraan menunjukkan 40% orang dengan
hipertensi adalah dengan sensitif dengan natrium. Pembatasan untuk asupan
natrium dapat menurunkan tekanan darah pada beberapa kasus hipertensi
stadium I, jika asupan natrium diturunkan, jumlah obat yang dibutuhkan
mungkin akan menurun. Sodium merupakan bahan yang tersembunyi di
banyak makanan olahan. Secara umum, rata-rata orang dewasa asupan
garam 5 sampai 15 gran/ hari, tetapi efek terapi pengurangan sodium pada
tekanan darah tidak terjadi sampai asupan garam dikurangi menjadi 6
gram/hari atau lebih rendah.
4) Modifikasi Diet Lemak
Modifikasi asupan makanan lemak dengan mengurangi
fraksi/tingkatan lemak jenuh dan meningkatkan lemak tak jenuh ganda
mengarah ke penurunan kadar tekanan darah dan kolesterol secara
signifikan. Karena dislipidemia merupakan faktor resiko utama dalam
perkembangan penyakit arteri koroner, terapi diet bertujuan mengurangi
lipid dalam total rejimen diet.
5) Suplemen Kalium
Supemen yang tinggi natrium untuk kalium dalam diet modern
ditemukan bertanggung jawab untuk pengembangan hipertensi. Banyak
studi meneliti efek kalium pada tekanan darah dan kebanyakan dari mereka
mengidentifikasi efek yang bermanfaat. Pembatasan kalium menyebabkan
defisit kalium selular yang memicu sel untuk memperoleh natrium untuk
mempertahankan tonisitas dan volume kalium. Untuk defisit kalium,
natrium, dan klorida dalam tubuh yang pertama kali terkena mereka
dikontrak baik intraseluler dan ekstraseluler kompartemen, sehingga
rendering menurunkan tekanan darah.
6) Pembatasan Alkohol
Konsumsi lebih dari 1 ons alkohol/hari dikaitkan engan prevalensi
lebih tinggi hipertensi dan ketidakpatuhan terhadap terapi antihipertensi.
Selain mekanisme yang terlibat, masalah yang belum terselesaikan tentang
hubungan tekanan darah dengan alkohol termasuk apakah ada ambang batas
dosis alkohol untuk asosiasi dengan hipertensi, alkohol terkait hipertensi
dan peran interaksi dengan jenis kelamin, suku, ciri-ciri gaya hidup lainnya,
pola minum, dan piilihan minuman.
7) Berhenti Merokok
Berhenti merokok pada pasien hipertensi dapat memberikan
pengurangan resiko kematian dengan kematian dengan pengurangan
permanen 40 mmHg tekanan darah, atas dan diatas obat antihipertensi.
Penggunaan “kesetaraan tekanan darah dengan merokok‘’ dapat
menghubungkan dua faktor resiko terpisah dan dapat menyebabkan
pergeseran paradigma dalam mengatasi tantangan klinis yang ada. Berhenti
merokok sangat dianjurkan untuk mengurangi risiko penyakit
kardiovaskuler.
8) Olahraga
Gaya hidup yang berupa aktifitas fisik dapat mengurangi risiko
pengembangan hipertensi. Terdapat sebuah program reguler latihan aerobik
mencapai tingkat moderat kebugaran fisik untuk penyejuk kardiovaskuler
dan dapat membantu klien hipertensi, obesitas berat reduksi dan juga
meminimalkan risiko penyakit kardiovaskuler. Latihan aerobik adalah
latihan yang melibatkan atau meningkatkan konsumsi oksigen tubuh. Erobik
berarti “dengan oksigen”, dan mengacu atau pada proses penggunaan energy
oksigen dalam metabolisme tubuh yang menghasilkan. Latihan aerobik
sangat membantu untuk pasien dan harus dilakukan pada tingkat yang
moderat intensitas untuk periode waktu yang panjang. Sebuah kegiatan
olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi.
Olahraga dapat meningkatkan pasien dengan rasa kesejahteraan,
mengurangi ketegangan emosional dan menimbulkan tingkat lipoprotein
densitas tinggi (HDL), memungkinkan lipid seperti kolesterol dan
trigliserida akan diangkut dalam aliran darah berbasis air dan mengurangi
risiko morbiditas cardio-vascular dan mortalitas. Latihan yang
direkomendasikan untuk penderita hipertensi melibatkan berjalan, jogging
atau bersepeda dengan intensitas sedang mulai 4-52 minggu panjang dan
setiap sesi biasanya berlangsung 30-60 menit. Berjalan, berenang,bersepeda
dan berlatih yoga juga dianjurkan.
9) Manajemen Stress
Berbagai terapi relaksasi, termasuk meditasi, yoga, musik, istirahat
dan psikoterapi dapat mengurangi tekanan darah. Relaksasi sangat
bermanfaat jika dipraktekan secara rutin dalam kehidupan sehari-hari.
Teknik yang melibatkan relaksasi secara luas digunakan oleh orang-orang
untuk mengurangi kecemasan dan mengatasi masalah yang berhubungan
dengan stress. Prosedur relaksasi adalah bentuk aktif dan pendidikan terapi
yang dapat menurunkan terjadinya ketegangan dan gangguan kecemasan.
10) Kepatuhan Pasien Dalam Pengobatan
Hipertensi merupakan penyakit kronis yang membutuhkan seseorang
untuk mematuhi pengobatan dan perawatan. Orang dengan hipertensi harus
minum obat sebagai ditentukan dan harus melakukan kunjungan rutin ke
dokter untuk membuat janji untuk pemantauan tekanan darah mereka.
Manajemen diri kemampuan pasien untuk mengelola gejala, pengobatan,
fisik dan psikologis dan gaya hidup berubah melekat dalam hidup dengan
kondisi kronis.
2.3 Konsep Dewasa
2.3.1 Pengertian Dewasa
Usia dewasa dimulai dari usia 20 tahun hingga 60 tahun. Masa dewasa
adalah masa yang terpenting dan terpanjang dalam siklus kehidupan
manusia, dan juga merupakan usia yang paling produktif. Pada awal
menginjak masa dewasa sebagian orang mulai meninggalkan rumah dan
orang tuanya, dan memulai kehidupan sendiri (Badriah, 2016).
2.3.2 Batasan Dewasa
Masa dewasa awal merupakan periode antara usia belasan akhir
sampai akhir usia 30-an. Usia perteengahan (middle age) terjadi antara usia
30-an menengah sampai akhir dan pertengahan 60-an (Potter,2010). Usia
dewasa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu usia 19-49 tahun disebut
dengan dewasa muda, sedangkan usia 50-64 tahun disebut dewasa setengah
tua (Sunita,2018)
2.3.3 Proses Menjadi Dewasa
Masa dewasa awal merupakan periode antara usia belasan akhir
sampai akhir usia tiga puluhan. Pada masa dewasa awal ini, individu mulai
berpisah dengan keluarga asalnya, membangun karier, memutuskan kapan
akan menikah dan berkeluarga, atau memilih untuk tetap sendiri. Individu
pada masa dewasa awal ini beradaptasi dengan pengalaman baru dan
kebebasan yang didapatkannya. Usia pertengahan terjadi antara usia 30-an
menengah sampai akhir dan pertengahan 60-an. Transisi ke usia
pertengahan terjadi saat seorang muda menjadi lebih peduli terhadap
perubahan dalam masalah reproduksi dan kemampuan fisik yang
menandakan permulaan tahap lain dari kehidupan. Di masa transisi lanjutan
individu meninjau dan menambah tujuan hidupnya. Wanita dan pria
memiliki perkembangan intelektual dan moral yang berbeda. Wanita harus
mengatasi masalah pengasuhan, tanggung jawab, serta perubahan hubungan
yang bergeser ke arah kematangan hubungan saling ketergantungan. Selama
perkembangan masa dewasa pada wanita, dilema moral berubah dari
bagaimana menggunakan hak mereka tanpa mengganggu hak orang lain
(Potter,2010).
Masa dewasa ditandai dengan beberapa perkembangan yang
meliputi: perkembangan fisiik, perkembangan kognitif, perkembangan
psikososial, perkembangan moral, perkembangan spritual, dan masalah
kesehatan. Usia ketika individu dianggap dewasa bergantung pada
bagaimana masa dewasa tersebut didefinisikan. Kriteria lain untuk masa
dewasa adalah kemandirian finansial, yang juga sangat bervariasi. Masa
dewasa juga ditandai dengan kepergian seseorang dari rumah dan membuat
rencana kehidupan sendiri. Maturitas merupakan tahap fungsi dan integrasi
yang maksimal, atau suatu keadaan ketika individu berkembang secara utuh.
Filosofi yang komprehensif memungkinkan individu untuk memahami
hidup, dan demikian membantu mempertahankan tujuan serta harapan
ketika dihadapkan pada berbagai kejadian tragedi. Individu yang matur
terbuka terhadap berbagai pengalaman baru dan terus bertumbuh. Mereka
dapat menoleransi ambiguitas, fleksibel, dan dapat beradaptasi dengan
perubahan. Selain itu individu yang matur memiliki kualitas penerimaan
diri, mereka mampu bersikap reflektif dan penuh pemahaman tentang hidup,
serta memandang diri sendiri sebagaimana orang lain memandangnya.
Individu yang matur memikul tanggung jawab atas diri mereka sendiri dan
menghadapi berbagai tugas dalam hidup dengan sikap yang realistis dan
dewasa, membuat kepuutusan dan bertanggung jawab atas keputusan
tersebut. Individu dewasa biasanya sibuk dan menghadapi banyak
tantangan. Mereka dituntut untuk menjalani berbagai peran baru di tempat
kerja, rumah dan masyarakat serta mengembangkan minat, nilai-nilai dan
sikap yang terkait dengan peran tersebut (Kozier, 2017Indeks antropometri
adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks antropometri bisa
merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau yang dihubungkan
dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu contoh dari indeks antropometri
adalah indeks masa tubuh (IMT) atau yang disebut Body Mass Indeks
(Supriasa, 2005).
2.3.4 Perubahan Yang Terjadi Pada Dewasa Muda
Perubahan yang terjadi pada dewasa muda menurut Snyder (2016).
2.3.4.1 Perkembangan fisik
Individu berada pada kondisi fisik yang prima diawal usia 20-an.
Sistem muskuloskeletal berkembang dengan baik dan terkoordinasi. Periode
tersebut merupakan periode ketika kegemaran terhadap atletik mencapai
puncaknya. Semua sistem lain pada tubuh (misalnya, kardiovaskuler,
penglihatan, pendengaran, dan reproduktif) juga berfungsi pada efisien
puncak. Meskipun perubahan fisik selama tahap ini minimal, berat badan
dan masa otot dapat berubah akibat diet dan olahraga. Selain itu, perubahan
fisik dan psikologis yang sangat besar dapat terjadi pada ibu hamil dan
menyusui.
2.3.4.2 Perkembangan psikososial
Bertolak belakang dengan perubahan fisik yang minimal,
perkembangan psikososial pada masa dewasa muda justru besar. Individu
dewasa muda menghadapi sejumlah pengalaman dan perubahan gaya hidup
yang baru saat mereka beranjak dewasa. Mereka harus membuat pilihan
mengenai pendidikan, pekerjaan, perkawinan, memulai rumah tangga, dan
untuk membesarkan anak. Tanggung jawab sosial meliputi membentuk
hubungan pertemanan yang baru menjalani beberapa kegiatan di
masyarakat.
2.3.4.3 Perkembangan kognitif
Piaget meyakini bahwa struktur kognitif sempurna selama periode
operasi formal, kurang lebih sejak usia 11-15 tahun. Sejak periode tersebut,
operasi formal menandakan pemikiran selama masa dewasa dan diterapkan
dilebih banyak area. Egosentrrisme terus berkurang; namun, menurut piaget,
perubahan tersebut tidak disertai perubahan pada struktur pemikiran, hanya
perubahan pada isi dan stabilitasnya saja. Pemikiran postformal, terkadang
disebut sebagai tahap penemuan masalah, pemikiran relativistik, formasi
masalah generik, munculnya berbagai pertanyaan umum terhadap masalah
yang kurang jelas,penggunaan intuisi, daya tilik diri, firasat, dan
perkembangan pemikiran ilmiah yang signifikan. Disamping kemampuan
remaja untuk berpiikir abstrak, para pemikir postformal memiliki pemahan
tentang pengetahuan yang sementara atau relatif. Mereka mampu
memahami dan menyeimbangkan argumen yang diciptakan oleh logika dan
emosi.
2.3.4.4 Perkembangan moral
Indvidu dewasa muda yang telah menguasai tahap sebelumnya pada
teori perkembangan moral kohlberg saat ini memasuki tingkat
postkonvensional. Pada periode ini, individu mampu memisahkan diri dari
penghargaan dan aturan-aturan orang lain, dan mendefinisikan moralitas
terkait prinsip moral. Saat mempersiapkan konflik dengan norma dan
hukum masyarakat, mereka membuat penilaian berdasarkan prinsip pribadi
mereka. Saat individu mendekati masa dewasa, pria dan wanita cenderung
mendefinisikan masalah-masalah moral dengan cara yang sedikit berbeda.
Pria seringkali menggunakan “etika keadilan” dan mendefinisikan masalah
moral terkait aturan dan hak. Sebaliknya, wanita sering kali mendefinisikan
masalah moral terkait kewajiban untuk selalu peduli dan menghindari rasa
sakit.
2.3.4.5 Perkembangan moral
Menurut Fowler, individu memasuki peroide reflektif individual
sekitar usia 18 tahun. Selama periode ini, individu berfokus pada realistis.
Individu dewasa yang berusia 27 tahun dapat mengemukakan pertanyaan
yang bersifat filosofi mengenai spritualitas dan menyadari akan hal spiritual
tersebut. Ajaran-ajaran agama yang diperoleh dewasa muda semasa kecil
sekarang dapat diterima atau didefinisikan kembali.
2.3.5 Masalah Kesehatan Yang Terjadi Pada Dewasa Muda
Masa dewasa muda umumnya merupakan masa sehat dalam hidup.
Masalah kesehatan yang muncul dan seringkali ditemui pada kelompok usia
dewasa muda (Kozier, 2017) meliputi:
2.3.5.1 Kecelakaan
Healthy people (USDHHS, 2000) melaporkan bahwa penyebab utama
kematian berbeda diantara kelompok populasi yang beragam. Sebagai
contoh, cedera tak disengaja (terutama tabrakan kendaraan bermotor)
merupakan penyebab kelima kematian urutan untuk keseluruhan populasi,
tetapi merupakan penyebab kematian utama pada kelompok usia 1-44 tahun.
Pendidikan mengenai tindakan kewaspadaan keselamatan dan pencegahan
kecelakaan merupakan peran utama perawat dalam meningkatkan ksehatan
orang dewasa muda.
2.3.5.2 Bunuh diri
Bunuh diri merupakan penyebab kelima kematian pada individu
dewasa muda. Banyak tindakan bunuh diri yang sebenarnya disalah artikan
sebagai kematian akibat kecelakaan. Bunuh diri dapat disebabkan oleh
masalah dalam hubungan dekat seperti masalah dengan suami/istri atau
orang tua atau oleh depresi yang berkaitan dengan kegagalan dibidang
pekerjaan, akademik atau keuangan. Secara umum, tindakan bunuh diri
disebabkan oleh ketidakmampuan individu dewasa muda untuk menghadapi
berbagai tekanan, tanggunf jawab, dan tuntutan dimasa dewasa.
2.3.5.3 Hipertensi
Hipertensi merupakan masalah utama bagi individu dewasa muda
khususnya pria. Penyebab tingginya insiden tersebut tidak diketahuinya.
Selain keturunan, faktor yang turut berperan antara lain merokok, obesitas,
diet tinggi natrium, dan stres yang tinggi. Hipertensi merupakan faktor
resiko utama berkembangnya penyakit jantung kronis atau stroke.
Pengukuran tekanan darah biasanya disarankan dilakukan setidaknya setiap
2 tahun untuk individu dewasa muda guna menskrining adanya hipertensi.
2.3.5.4 Penyalahgunaan Zat
Penyalahgunaan zat merupakan ancaman utama terhadap kesehatan
individu dewasa muda. Alkohol, mariyuana, amfamatin, dan kokain
misalnya, dapat menimbulkan perasaan bahagia pada individu yang
memiliki masalah penyesuaian. Penggunaan yang zat lama dapat
menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologis serta berbagai penyakit,
seperti sirosis hati dan kanker esofagus.
2.3.5.5 Penyakit Menular Seksual
PMS, seperti herpes genital, AIDS, sifiilis, dan gonorea, merupakan
jenis infeksi yang umumnya terjadi pada individu dewasa muda.
Penggunaan kondom sangat membantu menurunkan penyebaran
mikroorganisme dari satu pasangan ke pasangan lain. Pengetahuan tentang
gejala penyakit tersebut dapat membantu klien memperoleh pengobatan
dini.
2.3.5.6 Kekerasan
Kekerasan telah menimbulkan korban jiwa atau mengancam
kesejahteraan masyarakat di seluruh kelompok umur. Para pemuda adalah
pelaku dan korban kekerasan. Healthy People 2010, melaporkan bahwa
tindakan pembunuhan merupakan penyebab ke 2 kematian pada kaummuda
yang berusia 15-24 tahun, dan merupakan penyebab kematian utama pada
kelompok usia tersebut.
2.3.5.7 Penganiayaan Pada Wanita
Masalah penyiksaan atau penganiayaan terhadap wanita terjadi pada
keluarga diseluruh tingkat sosioekonomi. Kondisi stres yang memicu
keluarga untuk melakukan penganiayaan meliputi masalah keuangan,
perpisahan keluarga dan dukungan masyarakat, serta isolasi fisik dan sosial.
2.3.5.8 Keganasan
Kanker testis merupakan neoplasma yang paling seringmuncul pada
pria usia 20-30 tahun. Pemeriksaan testis sendiri, suatu identifikasi dini
kanker skrotum, harus diadakan sebulan sekali. Dari semua jenis kanker
yang terjadi pada wanita, kanker payudara merupakan penyebab kematian
yang utama. Kanker payudara jarang terjadi pada wanita yang berusia
kurang dari 25 tahun, tetapi resiko tersebut meningkat setelah berusia 30
tahun. Wanita muda perlu membiasakan diri untuk melakukan pemeriksaan
payudara sendiri setiap bulan.
2.4 Kerangka Teori
Konsep hipertensi Konsep dewasa
Konsep Self Management 1. Pengertian hipertensi 1. Pengertian dewasa
2. Jenis hipertensi 2. Batasan dewasa
1. Pengertian Self Management
2. Self Management hipertensi 3. Faktor resiko 3. Proses menjadi
3. Instrument atau alat ukur Self hipertensi dewasa
Management hipertensi 4. Manajemen 4. Perubahan yang
4. Faktor-faktor terkait dengan pengendalian
Self Management pada pasien terjadi pada dewasa
hipertensi muda
dengan hipertensi
5. Komponen-komponen self 5. Manifestasi klinis 5. Masalah kesehatan
management hipertensi 6. Patofisiologi yang terjadi pada
hipertensi dewasa muda
44.
7. Penatalaksanaan
hipertensi

Gambar 2.1 Kerangka Teori Gambaran Self Management Pada Pasien


Hipertensi Dewasa Muda
2.5 Kerangka Konseptual

Self – Management
Faktor resiko terjadinya 1. Integrasi diri
hipertensi: 2. Regulasi diri
1. Genetik/keturunan 3. Pemantauan diri
2. Jenis kelamin Hipertensi 4. Interaksi dengan
3. Usia Dewasa kesehatan lainnya
4. Asupan garam Muda 5. Kepatuhan terhadap
5. Berat badan aturan yang dianjurkan
6. Gaya hidup
7. Stres

Self management terhadap tingkat


pengontrolan tekanan darah:
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang

Keterangan :
: Ditelti
: Tidak diteliti
: Berhubungan
: Berpengaruh

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Gambaran Self Management Pada


Pasien Hipertensi Dewasa Muda
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif. Desain penelitian merupakan penelitian yang disusun sedemikian
rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan
penelitian (Setiadi, 2013). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian dengan desain penelitian deskriptif. Menurut Nursalam
(2011), penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa- peristiwa yang terjadi pada masa
kini. Penelitian kuantitatif adalah teknik yang digunakan untuk mengolah data
yang berbentuk angka, baik sebagai hasil pengukuran maupun hasil konvensi
(Notoatmodjo, 2010). Dengan kata lain, penelitian deskriptif dilakukan untuk
mendeskripsikan sesuatu kondisi yang terjadi di populasi saat ini
3.2 Kerangka Kerja (Frame Work)
Kerangka kerja adalah tahapan atau langkah-langkah kegiatan
penelitian yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang diteliti untuk
mencapai tujuan penelitian (Setiadi, 2007). Penulisan kerangka kerja dalam
penelitian keperawatan disajikan dalam bentuk alur penelitian terutama
variabel yang digunakan dalam penelitian (Hidayat, 2011). Kerangka kerja
dalam penelitian ini sebagai berikut:
Populasi target : Semua pasien Hipertensi di Puskesmas Oesapa Kota
Kupang berjumlah 60

Populasi terjangkau:
Pasien Hipertensi yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu:
a. Pasien hipertensi yang bersedia menjadi responden
b. Pasien hipertensi yang mengerti bahasa indonesia
c. Pasien hipertensi yang bisa membaca dan menulis
d. Pasien dalam kondisi baik, tidak ada komplikasi hipertensi

Teknik : Total sampling


Sampel Responden : 60

Informed consent

Pengumpulan data dengan pemberian kuisioner Gambaran Self Management Tentang Tingkat
Pengontrolan Tekanan Darah pada dewasa muda (19-49) tahun Di Puskesmas Oesapa Kota Kupang

Editting

Coding

Scoring
g
Tabulating

Analisis deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi

Hasil

Kesimpulan

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian (Frame Work) Gambaran Self


Management Pada Pasien Hipertensi Dewasa Muda di
Puskesmas Oesapa Kota Kupang.
3.3 Identifikasi Variabel
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai
beda terhadap sesuatu (benda, manusia dan lain-lain) (Nursalam, 2013).
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu self
management dengan tingkat pengontrolan tekanan darah pada dewasa muda.
3.4 Defenisi Operasional
Defensi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah
yang digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya
mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).
Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
36

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Defenisi Instrument/Alat
No Variabel Parameter Skala Skor
Operasional Ukur
1 Variabel Upaya pengaturan  Integrasi diri Kuisioner Ordinal 1 = tidak pernah
. tunggal yaitu diri yang dilakukan  Regulasi diri 2 = jarang
self penderita hipertensi  Interaksi dengan 3 = kadang-kadang
management di Puskesmas tenaga 4 = selalu
pasien Oesapa Kota kesehatan dan 0 = tidak dilakukan
hipertensi Kupang berupa yang lainnya Rumus:
pengendalian stress,  Pemantauan diri % = n/N (100%)
manajemen diet, dan  Kepatuhan
pola hidup sehat terhadap aturan Keterangan:
lainnya. yang dianjurkan n = jumlah skor
yang dijawab
N = jumlah total
skor

Dengan kategori:
Baik : ≥ 83%
Cukup : 26-82 %
Kurang : ≤ 25%
37

3.5 Populasi, Sampel dan Sampling


3.5.1 Populasi
Populasi merupakan seluruh subyek atau obyek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2012).Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien Hipertensi di Puskesmas Oesapa Kota Kupang
1. Populasi Target
Populasi target adalah populasi yang memenuhi kriteria sampling
dan menjadi sasaran akhir penelitian (Nursalam, 2016). Populasi target
dalam penelitian ini adalah semua pasien Hipertensi di Puskesmas Oesapa
Kota Kupang.
2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria
penelitian dan biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya
(Nursalam, 2016). Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah pasien
Hipertensi di Puskesmas Oesapa Kota Kupang yang memenuhi kriteria
seperti:
1. Pasien hipertensi yang bersedia menjadi responden
2. Pasien hipertensi yang mengerti bahasa Indonesia
3. Pasien hipertensi yang bisa membaca dan menulis
4. Pasien dalam kondisi baik, tidak ada komplikasi hipertensi
3.5.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi, sampel terdiri dari
populasi terjangkau yang dapat di gunakan sebagai subjek penelitian melalui
sampling (Nursalam, 2013). Besar sampel dalam penelitian ini adalah 60
orang.
3.5.2.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Pasien hipertensi yang bersedia menjadi responden
38

2. Pasien hipertensi yang mengerti bahasa Indonesia


3. Pasien hipertensi yang bisa membaca dan menulis
4. Pasien dalam kondisi baik, tidak ada komplikasi hipertensi
3.5.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi (Nursalam, 2016). Teknik sampling dalam penelitian ini
adalah Purposive sampling (judgement sampling) yang merupakan teknik
pemilihan sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
(tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili
karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2016).
3.6 Pengumpulan Data dan Analisa Data
3.6.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek
dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2016).
3.6.1.1 Proses Pengumpulan Data
Penelitian ini dimulai dengan melakukan proses ijin untuk
melakukan penelitian dari Rektor Universitas Citra Bangsa, Ketua
Program Studi Ners, Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, dan yang
terakhir Kepala Puskesmas Oesapa Kota Kupang. Selanjutnya peneliti
menyeleksi calon responden sesuai dengan kriteria inklusi yang telah
ditetapkan oleh peneliti. Peneliti pun memperkenalkan diri dan
menjelaskan tujuannya terkait penelitian kemudian memberikan surat
persetujuan responden (informed consent) jika pasien bersedia menjadi
responden. Peneliti langsung melakukan pengambilan data setelah calon
responden menandatangani surat persetujuan menjadi responden. Proses
pengambilan data peneliti ini dengan kuesioner. Responden juga diberi
kesempatan untuk bertanya jika ada pernyataan yang tidak dipahami. Dan
dalam pembagian kuesioner terdapat pasien hipertensi menolak menjadi
responden dan peneliti menggantikan dengan responden pasien hipertensi
yang lain. Setelah pengambilan data peneliti mengumpulkan kuesioner lalu
39

memeriksa jawaban responden dan melakukan pengolahan data. Data-data


yang terdapat pada kuesioner yang diberikan kepada pasien yang
memenuhi kriteria yang merupakan data-data yang berkaitan dengan
tujuan penelitian. Setelah itu membuat pembahasan sesuai hasil
pengolahan data dan pembahasan sesuai dengan hasil analisis secara
deskriptif.
3.6.1.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data merupakan dua karakteristik alat
sebagai pengamatan dan pengukuran observasi yang secara prinsip sangat
penting yaitu validitas, realibilitas dan ketepatan fakta/kenyataan hidup
(data) yang dikumpulkan dari alat dan cara pengumpulan data maupun
kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada pengamatan/pengukuran oleh
pengumpul data (Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini teknik Self
management diukur menggunakan kuesioner self management yang
diadopsi dari Ihda Hidayat (2016) yang telah diuji.
3.6.1.3 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan analisis cronbach alpha
dengan hasil koefisien> 0,887, dengan hasil uji validitas >0.94
3.6.1.4 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Oesapa Kota Kupang
3.6.1.5 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 07 oktober – 12 oktober 2020
3.6.2 Analisa Data
Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk tujuan
pokok yang mengungkap fenomena. Data awal yang didapat, tidak dapat
menggambarkan informasi yang diinginkan untuk menjawab masalah
penelitian (Nursalam, 2013).
3.6.2.1 Editing
Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah disarankan
oleh pengumpulan data. Pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah selesai
ini dilakukan terhadap:
40

a) Kelengkapan jawaban, apakah tiap pertanyaan sudah ada jawabannya,


meskipun jawaban hanya berupa tidak tahu atau tidak mau menjawab.
b) Keterbatasan tulisan, tulisan yang tidak terbaca akan mempersulit
pengolahan data atau berakibat pengolah data setelah membaca.
c) Relevansi jawaban, bila ada jawaban yang kurang atau tidak relevan
maka editor harus menolaknya (Setiadi, 2013).
3.6.2.2 Coding
Coding merupakan kegiatan pemberi kode numeric atau angka
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Biasanya dalam
pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku untuk
memudahkan kembali, melihat lokasi dan arti suatu kode variabel (Hidayat,
2009). Peneliti memberikan kode pada saat editing dimana pada lembar
kuesioner antara keluarga dan pasien diberi kode yang sama.
3.6.2.3 Scoring
Untuk kuesioner self management jawaban Selalu=4, Sering=3,
kadang-kadang=2, tidakpernah=1 Ya skornya 2, dengan interpretasi self
management baik skornya ≥83%, self management sedang bila skornya 26-
82% dan self management kurang bila skornya ≤25%.
3.6.2.4 Tabulating
Tabulating adalah memasukkan data ke dalam tabel dan mengatur
semua angka sehingga dapat dihitung sebagai kategori (Hidayat, 2009).
Pada penelitian ini peneliti menghitung responden dalam kategori baik dan
tidak.
3.6.2.5 Uji statistik
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Univariat,
untuk mengevaluasi distribusi frekuensi mean, median, modus dan standar
deviasi atau data yang akan diolah akan dianalisis secara deskriptif dan
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dilanjutkan dengan
membahas hasil penelitian berdasarkan teori dari kepustakaan yang ada dan
hasil penelitian yang terkait.
41

3.7 Etika Penelitian


Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung
dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan.
Peneliti melakukan penelitian dengan menekankan aspek etika yang
meliputi:
3.7.1 Surat Persetujuan (Informed Consent)
Informed consent merupakan lembar persetujuan yang memuat
penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian, dan dampak yang
mungkin terjadi selama proses penelitian. Informed consent tersebut
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembaran
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuannya adalah agar subjek
mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika
subyek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan.
Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati dan tidak
memaksa (Hidayat, 2007).
3.7.2 Tanpa Nama (Anonymity)
Anonymity merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
dalam penggunaan responden penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan.
3.7.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Confidentiality merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Pada Bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan yang
telah dilaksanakan tentang “Gambaran Self Management Pada Pasien
Hipertensi Dewasa Muda Di Puskesmas Oesapa Kota Kupang” yang telah
dilaksanakan pada tanggal 07 Oktober – 12 Oktober 2020. Data yang
diperoleh melalui pemberian kuesioner Gambaran Self Management Pada
Pasien Hipertensi Dewasa Muda Di Puskesmas Oesapa Kota Kupang dengan
jumlah responden 60 orang.
Hasil yang disajikan meliputi data umum dan data khusus. Data
umum meliputi umur, pekerjaan dan pendidikan.
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada wilayah kerja Puskesmas Oesapa.
Puskesmas Oesapa terletak dijalan suratim, secara geografis Puskesmas
Oesapa terletak pada wilayah Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima,
Kota Kupang. Luas wilayah kerja Puskesmas Oesapa yaitu ± 15,31 km 2 atau
8,49% dari luat Kota Kupang (180,2 km2). Adapun batas-batas wilah
Puskesmas Oesapa adalah sebelah utara berbatasan dengan teluk Kupang,
sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Oebobo, sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Tarus, dan sebelah barat berbatasan dengan
Kecamatan Kota Lama.
Puskesmas Oesapa merupakan salah satu puskesmas yang ada di
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kupang. Wilayah puskesmas Oesapa
terdiri dari 5 kulurahan, yaitu kelurahan Oesapa, kelurahan Lasiana,
kelurahan Oesapa Selatan, kelurahan Oesapa Barat, dan kelurahan Kelapa
Lima
43

4.1.2 Data Umum


Dibawah ini disajikan tabel tentang karakteristik responden berdasarkan
usia, pendidikan, pekerjaan mendapatkan informasi yang dilakukan peneliti
di Puskesmas Oesapa Kota Kupang.
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia di Puskesmas
Oesapa Kota Kupang
No Karakteristik Kategori n %
19-29 14 23,3
Usia 30-39 22 40,036,7
1.
40-49 24 36,7
Total 60 100
Sumber: data primer Oktober 2020
Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden
berusia 30-39 tahun yaitu 24 respon (40,0%) dan sebagian kecil responden
19-29 tahun yaitu 14 responden (23,3%).
4.1.2.1 Distribusi Pendidikan Terakhir Responden
Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir di
Puskesmas Oesapa Kota Kupang
No Karakteristik Kategori n %
1. Pendidikan SD 12 20,0
SMP 13 21,7
SMA 29 48,3
S1 6 10,0
Total 60 100
Sumber: data primer Oktober 2020
Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
tingkat pendidikan terakhir SMA yaitu 29 responden (48,3%) dan sebagian
kecil respoonden memiliki tingkat pendidikan terakir S1 yaitu 6 responden
(10.0%).
44

4.1.2.2 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan


Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan di
Puskesmas Oesapa Kota Kupang
No Karakteristik Kategori n %

1. Pekerjaan IRT 25 41,7

Swasta 27 45,0

PNS 8 13,3

Total 60 100

Sumber: data primer Juli 2020


Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden bekerja
sebagai Swasta yaitu 27 responden (45,0%) dan sebagian kecil responden
bekerja sebagai PNS yaitu 8 responnden (13,3%).
4.1.3 Data Khusus
Dibawah ini akan disajikan tabel tentang distribusi self management di
Puskesmas Oesapa Kota Kupang
4.1.3.1 Self-management Pada Pasien Hipertensi Dewasa Muda di
Puskesmas Oesapa
Tabel 4.4 Karakteristik responden berdasarkan Self management
hipertensi di Puskesmas Oesapa Kota Kupang
No Indikator Kategori n %
1. Integrasi Diri Baik 19 31,7
cukup 41 68,3
2 Regulasi Diri Baik 18 30,0%
Cukup 42 70,0%
3. Interaksi dengan Baik 19 31,7
tenaga kesehatan Cukup 41 68,3
4 Pemantauan Baik 11 18,3
tekanan darah Cukup 49 81,7
5 Kepatuhan Baik 15 25,0
terhadap aturan
Cukup 45 75,0
yang di anjurkan
Sumber: Data Oktober primer 2020
Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar
41 reponden (68,3%) memiliki integritas diri dengan kategori cukup,
45

sebagian besar 42 reponden (70,0%) memiliki regulasi diri dengan


kategori cukup, sebagian besar 41 reponden (68,3%) memiliki interkasi
dengan tenaga kesehatan dengan kategori cukup, sebagian besar 49
reponden (81,7%) memiliki pemantauan tekanan darah dengan kategori
cukup, sebagian besar 45 reponden (75,0%) memiliki kepatuhan dengan
aturan yang di anjurkan dengan kategori cukup.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Identifikasi Self-management Pada Pasien Hipertensi Dewasa Muda di
Puskesmas Oesapa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada
mempunyai self management yang cukup. Penelitian ini menggambarkan
self management penderita hipertensi yang di lakukan di Puskesmas Oesapa
rata-rata dalam kategori cukup. Dimana beberapa pasien mengatakan lupa
meminum obat akibat tidak ada yang mengingatkan untuk meminum obat,
serta tidak mengontrol pola makan dan jarang melakukan oahraga, di
karenakan kesibukan aktifitas yang di jalani menjadi alasan responden untuk
tidak mengingat waktu minum obat dengan baik.
Faktor lupa dan kesibukan dengan aktivitas merupakan faktor yang
sering di anggap responden menjadi faktor ketidaksengajaanp. Hal ini
didukung oleh penelitian Lestari dan Isnaini (2018) yang meneliti tentang
self management dengan hasil kategori cukup karena adanya interaksi dari
pemberi informasi pihak pelayanan kesehatan.
Self management dapat dipengaruhi oleh faktor pendidikan.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa sebagian besar tingkat
pendidikan responden adalah SMP yaitu 29 responden. Hal ini sejalan
dengan penelitian Novita Ningtyas (2014) dalam penelitannya menjelaskan
bahwa penderita hipertensi terbanyak memiliki tingkat pendidikan rendah.
Namun dalam penelitian yang saya lakukan tingkat pendidikan seseorang
secara tidak langsung dapat berpengaruh pada tekanan darah karena tingkat
pendidikan mempengaruhi gaya hidup serta luasnya wawasan seseorang
46

terhadap hal-hal yang dilakukan seperti kebiasaan merokok, mengkonsumsi


alcohol, aktivitas fisik, atau olahraga dan pola makan. Selain pendidikan,
self management juga dipengaruhi oleh pekerjaan, dalam penelitan ini
pekerjaan terbanyak adalah swasta karena responden dengan pekerjaan
swasta lebih banyak mementingkan pekerjaan di bandingkan memerikasan
kesehatan ke layanan kesehatan.
Penelitian Anggriani (2014) menjelaskn bahwa distribusi pekerjaan
terbesar sebagai swasta karena dampak bekerja dengan waktu lama
mengakibatkan stress berkepanjangan, dimana banyak masyarakat kota
lebih mengutamakan pekerjaan dibandingkan dengan status kesehatan fisik,
pekerjaan secara tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat kejadian
hipertensi. Peneliti berpendapat bahwa ada kesesuaian antara fakta dan teori
bahwa pendidikan yang rendah akan mempengaruhi self management
seseorang.
1. Integrasi Diri
Dari hasil penelitian didapatkan integrasi diri responden cukup.
Berdasarkan 13 item pernyataan indikator integrasi diri, responden
kadang-kadang dan kurang memperhatikan makanan yang akan dimakan,
kegiatan atau aktivitas pasien hipertensi sehari-hari, dan mengontrol
stress yang dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi.
Anggara (2013) mengatakan konsumsi makanan tinggi garam dan
lemak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan tekanan
darah. Pasien yang mengonsumsi makanan tinggi garam dan lemak
memiliki resiko peningkatan tekanan darah 7,429 kali lebih besar
daripada pasien yang tidak mengonsumsi makanan tinggi garam dan
lemak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang
menyebutkan adanya hubungan bermakna antara makanan tinggi garam
dan lemak dengan peningkatan tekanan darah. Pada penelitian ini pasien
yang kurang dalam mengurangi makanan yang mengadung lemak
berisiko tingginya tekanan darah.
47

Welis (2013) mengatakan pentingnya berolahraga dan bergerak


badan sejak kecil demi terbentuknya otot-otot jantung yang lebih
tangguh. Jantung yang tangguh tetap kuat memompa darah kendati
menghadapi rintangan pipa pembuluh darah yang sudah tidak utuh lagi.
Jantung yang terlati sejak usia muda ototnya lebih tebal dan kuat
dibanding yang tidak terlatih. Dapat disimpulkan responden yang
mempunyai aktivitas fisik sedang cenderung lebih besar beresiko terkena
hipertensi tetapi begitu sebaliknya responden yang memiliki aktivitas
fisik berat cenderung lebih sedikit berisiko terkena hipertensi. Jadi
aktivitas fisik responden mempengaruhi terjadinya hipertensi.
Anies (2014) mengatakan kegiatan fisik yang dilakukan secara
teratur menyebabkan perubahan-perubahan misalnya jantung akan
bertambah kuat pada otot polosnya sehingga daya tampung besar dan
kontruksi atau denyutannya kuat dan teratur, selain itu selastisitas
pembuluh darah akan bertambah karena adanya relaksasi dan
vasodilarasi sehingga timbunan lemak akan berkurang dan meningkatkan
kontraksi otot dinding pembuluh darah tersebut.
Andria (2014) mengatakan stres dapat memicu timbulnya
hipertensi melalui aktivas sistem saraf simpatis yang mengakibatkan
naiknya tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Pada saat
seseorang mengalami stres, hormone adrenalin akan dilepaskan dan
kemudian akan meningkatkan tekanan darah melalui kontraksi arteri
(vasokontriksi) dan peningkatan denyut jantung. Apabila stress berlanjut,
tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang tersebut akan mengalami
hipertensi. Suparto (2014) mengatakan respon fisiologis dari stres akan
meningkatkan frekuensi nadi, tekanan darah, pernafasan, dan aritmia.
Selain itu pelepasan hormone adrenalin sebagai akibat stress berat akan
menyebabkan naiknya tekanan darah dan meningkatkan kekentalan darah
yang membuat darah mudah membeku dan mengumpal sehingga
meningkatkan risiko serangan jantung. Adrenalin juga akan mempercepat
denyut jantung dan mempersempit pembuluh darah koroner.
48

2. Regulasi diri
Dari hasil penelitian didapatkan regulasi diri responden dalam
kategori cukup. Berdasarkan 9 item pernyataan indikator regulasi diri,
responden kadang kurang mengetahui tanda dan gejala terjadinya
tekanan darah tinggi, sehingga kurang memonitor diri tanda dan gejala
tekanan darah tinggi.
Andayani (2014) mengatakan pengetahuan diartikan sebagai
tingkat perilaku pasien dalam melaksanakan pengobatan hipertensi dan
perilaku yang disarankan dokter maupun orang lain, dan hipertensi yang
terkontrol dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan pasien hipertensi
terhadap penyakitnya.
Pramestuti (2016) mengatakan pengetahuan yang harus diketahui
oleh pasien hipertensi berupa arti dari penyakit hipertensi, gejala
hipertensi, faktor risiko, gaya hidup dan pentingnya melakukan
pengobatan secara teratur dan terusmenerus dalam waktu yang panjang
serta mengetahui bahaya yang timbul apabila tidak mengkonsumsi obat.
Jayanti (2013) mengatakan bahwa semakin meningkatnya
pengetahuan pasien tentang hipertensi akan mendorong seseorang untuk
berperilaku yang lebih baik. Perilaku yang baik tersebut bisa diterapkan
dengan mengubah gaya hidup seperti membatasi makanan yang
berlemak, mengurangi makanan bergaram, tidak merokok, tidak
mengkonsumsi alkohol, olahraga yang teratur, dan menghindari stres.
Pengetahuan pasien mengenai hipertensi juga berpengaruh pada
kepatuhan pasien dalam melakukan pengobatan. Pasien dengan tingkat
pengetahuan yang baik tentang hipertensi akan patuh terhadap
pengobatan. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan tentang
hipertensi, pasien hipertensi dapat melakukan penatalaksanaan
penyakitnya sehingga pasien menjadi lebih baik.
Septiaji (2014) Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam
melihat benda yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan
tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah
49

pengetahuan seperti mampu mengenali tanda dan gejala tekanan darah


tinggi, pengalaman dan sudut pandangnya. Baiknya persepsi sakit
responden pada penelitian ini tidak terlepas dari pengetahuan tentang
hipertensi yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan.
Hal ini sejalan dengan Koizer, el al (2010) mengatakan tingkat
kepatuhan dapat dimulai dari tindak mengindahkan dari setiap aspek
anjuran hingga mematuhi semua rencana terapi, termasuk dalam
kepatuhan melakukan pemeriksaan tekanan darah.
3. Interaksi dengan tenaga kesehatan
Dari hasil penelitian didapatkan interaksi dengan tenaga kesehatan
dan lainnya dalam kategori cukup. Berdasarkan 9 item pernyataan
indikator interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya, mayoritas
responden bertanya kepada tenaga kesehatan untuk mendapatkan
informasi tentang tekanan darah tinggi.
Suhardi (2014) mengatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah
berdampak pada rendahnya pengetahuan dan hal tersebut berpengaruh
pada perilaku. Pendidikan yang cukup pun belum bisa menjamin
terciptanya perilaku yang baik, karena menurut teori Lehendroff dan
Tracy perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan tetapi juga
kemauan. Informasi yang diterima masyarakat diluar pendidikanya juga
berperan penting terhadap peningkatan pengetahuan. Hal ini
menunjukkan pentingnya mendiskusikan dengan dokter atau perawat saat
tekanan darah terlalu tinggi atau rendah dengan meningkatnya
pengetahuan agar memperoleh informasi yang terkait dengan hipertensi.
Putri (2015) mengatakan bahwa Kepatuhan pengobatan hipertensi
bisa juga disebabkan karena faktor perbedaan pengetahuan tentang
penyakit hipertensi. Tidak semua penderita hipertensi yang
berpendidikan rendah memiliki tingkat pengetahuan tentang penyakit
hipertensi rendah dan tidak semua penderita hipertensi yang
berpendidikan tinggi juga memiliki pengetahuan tentang penyakit
50

hipertensi tinggi. Faktor informasi yang diperoleh dari penyuluhan


maupun media dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.
4. Pemantauan tekanan darah
Dari hasil penelitian didapatkan pemantauan tekanan darah dalam
kategori cukup. Berdasarkan 4 item pernyataan indikator pemantauan
tekanan darah, mayoritas responden rutin mengontrol atau mengecek
tekanan darah tinggi ke pelayanan tenaga kesehatan.
Adanya keteraturan pemantauan disebabkan adanya pengetahuan
mengenai penyakit hipertensi yang kapan saja bisa kambuh. Pada
pendidikan yang berpendidikan tinggi lebih memiliki kemauan untuk
mengotrolkan tekanan darahnya agar mengetahui adanya perubahan pada
tekanan darahnya meski belum ada keluhan yang muncul. Menurut
Nursalam (2016) menyatakan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, makin muda menerima informasi sehingga banyak pula
pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang rendah akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang
diperkenalkan (Tohari, 2016).
Palmer (2014) mengatakan kepatuhan mengontrol dan mengecek
tekanan darah dalam pengobatan hipertensi merupakan hal yang penting
dikarenakan hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan tetapi harus selalu dipantau sehingga tidak terjadi
komplikasi yang berujung pada kematian. Rizki (2018) mengatakan
bahwa kepatuhan dalam pengobatan hipertensi merupakan hal yang
penting dikarenakan hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan tetapi harus selalu dipantau sehingga tidak terjadi
komplikasi yang berujung pada kematian, dengan kepatuhan dapat
menggambarkan bagaimana perilaku pasien dalam menjalankan aturan
dalam pengobatan yang dijalani dan edukasi yang diberikan oleh tenaga
kesehatan. Hal ini sejalan dengan Kozer (2010) tingkat kepatuhan dapat
dimulai dari tindak mengindahkan dari setiap aspek anjuran hingga
51

mematuhi semua rencana terapi, termasuk dalam kepatuhan melakukan


pemeriksaan tekanan darah.
5. Kepatuhan terhadap aturan yang di anjurkan
Dari hasil penelitian didapatkan kepatuhan terhadap aturan yang
dianjurkan dalam kategori cukup. Berdasarkan 5 item pernyataan
indikator kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan, mayoritas
responden rutin minum obat hipertensi dan kunjungan ke tenaga
pelayanan kesehatan.
Aulia (2015) mengatakan memberikan informasi mengenai
pemberian obat dapat meningkatkan pengetahuan pasien dalam
penggunaan obat yang tepat dan memotivasi pasien untuk menggunakan
obat sesuai dengan anjuran penggunaan yang telah diberikan sehingga
dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan selanjutnya dapat
meningkatkan keberhasilan terapi hipertensi yang sedang dilakukan yaitu
mewujudkan tekanan darah yang stabil dan mencegah terjadinya
penyakit komplikasi karena hipertensi.
Rizki (2018) mengatakan bahwa kepatuhan dalam pengobatan
hipertensi merupakan hal yang penting dikarenakan hipertensi
merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi harus selalu
dipantau sehingga tidak terjadi komplikasi yang berujung pada kematian,
dengan kepatuhan dapat menggambarkan bagaimana perilaku pasien
dalam menjalankan aturan dalam pengobatan yang dijalani dan edukasi
yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Pramestutie (2016) mengatakan pengetahuan yang harus diketahui
oleh pasien hipertensi berupa arti dari penyakit hipertensi, gejala
hipertensi, faktor risiko, gaya hidup dan pentingnya melakukan
pengobatan secara teratur dan terusmenerus dalam waktu yang panjang
serta mengetahui bahaya yang timbul apabila tidak mengkonsumsi obat.
Hal ini sesuai dengan pendapat Koizer, el al (2010) mengatakan tingkat
kepatuhan dapat dimulai dari tindak mengindahkan dari setiap aspek
52

anjuran hingga mematuhi semua rencana terapi, termasuk dalam


kepatuhan melakukan pemeriksaan tekanan darah.
Menurut pendapat peneliti, hal ini ada kesesuaian antara fakta dan
teori bahwa tingkat kepatuhan yang baik dapat memudahkan seseorang
untuk beradaptasi dengan keadaan ataupun masalah yang dihadapi.
Dimana penderita hipertensi yang tingkat kepatuhannya kurang akan
mempengaruhi kemampuannya dalam mengontrol tekanan darahnya.
Untuk itu sangat penting bagi penderita hipertensi untuk mencari
informasi yang lengkap, jelas, dan berkelanjutan tentang pengontrolan
tekanan darah. Dengan informasi tersebut para penderita hipertensi bisa
mengontrol tekanan darah dengan benar, sehingga bisa meningkatkan
angka kesehatan dan bisa menurunkan angka kejadian hipertensi.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Self Manegement merupakan kepatuhan pasien terhadap pengobatan, dan
dari hasil penelitan di dapatkan sebagian besar self management pada
pasien hipertensi berkategori cukup.
5.2 Saran
1. Bagi institusi pendidikan
Agar hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur bagi mahasiswa
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi yang
berkaitan dengan self management
2. Bagi tempat penelitian
Di harapkan tenaga kesehatan mampu memberikan edukasi tentang self
management pasien hiprtensi
3. Untuk peneliti selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti dengan melihat
gambaran self management terhadap panyakit lain seperti TB, Gagal
Ginjal Kronik, Stroke, Jantung dan Diabetes Melitus.

53
54

DAFTAR PUSTAKA

A’yun. 2015. Hubungan Self Management Dengan Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Di
Poliklinik penyakit Dalam Rumah Sakit Umun Daerah DR. Zainoel Baidin Banda
Aceh.

Anggara, Prayitno. 2013. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Di


Puskesmas Telaga Murni Cikarang Barat

Anies. 2014. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Penderita
Rawat Inap Di RSU Sari Mutiara Malang

Andrias, KM. 2013. Hubungan anatra Perilaku Olahraga, Stres, Pola Makan,Dengan
Tingkat Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Posyandu Lansia Kelurahan Gebang
Putih Kecamatan Sikokilo Kota Surabaya

Andayani, dkk. 2014.Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Booklet Berbahasa


Madura Terhadap Self Management Pada Klien Hipertensi Di Poli Jantung RSUD
Abdoer Rahem Situ Bondo

Aulia, Woro. 2014. Pengaruh Pemberian Informasi Obat Antihipertensi Dengan Kepatuhan
Pasien Hipertensi Di Puskesmas Umbulharho 1 Yogyakarta

Akhter, N. 2017 Gambaran Self CarePada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja


Puskesmas Gatak Kabupaten Sukaharjo

Brillianti. 2016. Skripsi Hubungan Self Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pasca
Stroke Di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat.

Bustan. 2015. Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta
Bulduino. 2018. Pengaruh Edukasi Manajemen Diri Terhadap Tekanan Darah Pasien
Hipertensi Di Ruang Rawat Inap Rumah Santa Elisabeth Medan

54
55

Chung, et, al. 2018. Hubungan Kualitas Hidup Dengan Tingkat Tekanan Darah Pada Lansia
Hipertensi Di PSTW Budhi Luhur Kasongan Bandul Yogyakarta

Davies dkk. 2017. IT Auditting Using Controls To Protect Information Assets Second
Edition. Unitited States: The McGraw-Hill

Dinas Kesehatan Kota Kupang. 2019. Profil Kesehatan Kota Kupang.

Hayes. 2010. Pengaruh Edukasi Hipertensi Dengan Media Booklet Terhadap Perilaku Self
Management Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Balowerti Kediri

Herwati, Sartika. 2013. Terkontrolnya Tekanan Darah Penderita Hipertensi Berdasarkan


Pola Diet Dan Kebiasaan Olahraga Di Padang

Hidayat, Wisnu. 2011. Skripsi Efektivitas Pemberian Tambahan Terapi non Farmakologis
Untuk Mencegah Kenaikan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Stadium.

Hidayat. A. Aziz Alimul. 2011. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Ed. 2.
Jakarta: Salemba Medika

______. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba
Medika

Healthy Peoplen USDHHS. 2000. Hipertensi Di Sebabkan Oleh Kebiasaan Merokok


Jayanti dkk. 2013. Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan Pengendalian
Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Poli Klinik Penyakit Dalam RSUD Dr.
Moewardi Surakarta

Kim, H.S., Lee. K. Kang, K.A. Lee N.H., Hyun, J. W. 2018. Phloroglucinol Exerts Protective
Effects Against Oxidative Stress Induced Cell Damage. In SH-SY5Y Cells, J.
Pharmacol. Sci., 119: 186- 192

Kementerian Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian


Kesehatan RI

55
56

Kozier, 2013. Analisis Stres Sebagai Faktor Resiko

Lee, J. E. et al. 2018 Correlates Of Self-Care Behaviors For Managing Hypertension Among
Korean Americans: a questionnaire survey. International journal of nursing studies.
2010: 47 (4):411-417

Lin, et, al. 2018. Pengaruh Self Management Terhadap Tekanan Darah Lansia Yang
Mengalami Hipertensi

Lestari, Inda Galuh. 2017. Penagruh Self Management Terhadap Tekanan Darah Lansia
Yang Mengalami hipertensi

Lucky, Aziza. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Gaya Hidup Dengan Upayah
Pencegahan Stroke Pada Penderita Hipertensi Di Ruang Rawat Jalan RSU Haji
Makassar

Mavrinac, dkk. 2013. Optimisme Dan Kualitas Hidup Orang Dengan Hipertensi Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada Poljicanin

Naraini, Bianti. 2014. Berbagai Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi.
Jakarta

Nursalam, 2013. Metode Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan praktis. Ed. 3. Jakarta:


Salemba Medika

________ 2016. Metode Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan praktis.Ed.4. Jakarta:


Salemba Medika

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi penelitian Kesehatan Edisi Revisi Jakarta Rineka Cipta

Potter, Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika

56
57

Palmer, dkk. 2014. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Kontrol Berobat
Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesma Sitiarjo Kabupaten Malang

Pramstutie, Silviana. 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Hipertensi Dengan


Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi Di Poli Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit
Muhamadiyah Palembang

Qory Putri. 2015. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pengobatan pada
Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang

Rilantono, Lily I. 2013. Rahasia Penyakit Kardiovaskular (RKV). Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Rizki, dkk. 2018. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Pasien Hipertensi Di


Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Ratna, 2017. Pengaruh Senam Bugar Lansia Dengan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan
Hipertensi Di UPT Kesmas Sukawati

Smeltzer.S.C dan Bare. 2013. Buku Ajar Keperwatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: ECG
Septiaji. 2013. Hubungan Konsumsi Makanan Mengandung Garam Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia Di Desa Paduman Kecamatan Jelbuk Jember

Setiadi, 2013. Konsep DanPraktik Penulisan Riset Keperawatan Ed. 2 Yogyakarta: Graha
Ilmu

Suhardi, dkk. 2014. Faktor- faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Pekerja Sekrot Informal Di Pasar Beringharjo Kota Yogyakarta

Sunita, 2018. Gambaran Umum Sisa Makanan Dan Status Gizi Pada Pasien Hipertensi
Yang Menerina Diet Rendah Garam Di Rumah Sakit Sultan Syarif Mohamad
Alkadrie Pontianak

57
58

Supriasa, 2018.Hubungan Indeks Masa Tubuh Dengan Tekanan Darah Pada Lansia Di Desa
Pecunan Banyuwangi

Snyder, dkk. 2016.Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah Lansia Pada Penyakit
Hipertensi Di Puskesmas Cisadea

Tadi Prayoga. 2013. Skripsi Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perubahan EKG Pada
Pasien Hipertensi Di RSU Mitra Medika Bandar Klippa
Tirtasari, Silviana dan Nasrin Kodim. 2019. Prevalensi Dan Karekteristik Hipertensi Pada
Usia Dewasa Muda Di Indonesia
https://journal.untar.ac.id/index.php/tmj/article/view/3851

Wellis dan Rifki .2013. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Derajat Hipertensi Pada Pasien
Rawat Jalan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tagulandang Kabupaten Sitaro

World Health Organozation (WHO). 2018. A Global Brief On Hypertension.Silent Killer,


Global Public Health Crisi. World Health Organization. World Health Day.

58
59

59

Anda mungkin juga menyukai