ALIRAN
ALIRAN
PENDIDIKAN DI INDONESIA
27/12/2013 AFID BURHANUDDIN 1 KOMENTAR
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara,
( Lahir 2 Mei 1889 dengan nama Suwardi Suryaningrat ) pada tanggal 3
Juli 1932 di Yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan, selanjutnya mulai
didirikan taman Indira ( Taman kanak-kanak ) dan Kursus Guru,
selanjutnya Taman muda ( SD ), disusul Taman Dewasa merangkap
Taman Guru ( Mulo-Kweekschool ). Sekarang ini telah dikembangkan
sehingga meliputi pula taman Madya, Prasarjana, dan Sarjana sarjana
Wiyata. Dengan demikian Taman Siswa telah meliputi semua jenjang
persekolahan.
Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mempunyai asas-
asas sebagai berikut :
MUHAMMADIYAH
2.1. Visi
Pemikiran tentang pendidikan sejak dulu, kini , dan masa yang akan
datang terus berkembang. Aliran tersebut mempengaruhi pendidikan da
seluruh dunia, termasuk pendidikan di Indinesia. Dari sisi lain, di Indonesia
juga muncul gagasan-gagasan tentang pendidikan, yang dapat
dikategorikan sebagai aliran pendidikan, yakni Taman Siswa, INS Kayu
Tanam dan 2 aliran pendidikan yang mengangkat agama islam di
dalamnya yakni Muhammadiyah dan Ma’arif. Setiap tenaga kependidikan
diharapkan memiliki bekal yang memadai dalam meninjau masalah yang
dihadapi, serta pertimbangan yang tepat dalam menetapkan kebijakan dan
atau tindakan sehari-hari. Dari aliran-aliran pendidikan di atas kita tidak
bisa mengatakan bahwa salah satu adalah yang paling baik, sebab
penggunaanya disesuaikan denan tingkat kebutuhan, dan kondisinya pada
saat itu, karena setiap aliran memiliki dasar-dasar pemikiran sendiri.
KETERKAITAN PENDIDIKAN DAN
PEMBANGUNAN
21/12/2013 AFID BURHANUDDIN 1 KOMENTAR
Secara makro, sistem pendidikan meliputi banyak aspek yang satu sama
lain saling terkait, yaitu aspek filosofis dan keilmuan, yuridis, struktur dan
keilmuan.
1. Aspek yuridis
UUD 1945 sebagai landasan hukum pendidikan sifatnya relatif tetap.
Beberapa pasal yang melandasi pendidikan sifatnya eksplisit (pasal 31
ayat (1) dan (2); pasal (32)) maupun yang implisit (pasal 27 ayat (1) dan
(2); pasal (34)).
Pasal pasal tersebut sifatnya masih sangat global dan perlu dijabarkan
lebih rinci kedalam UU Pendidikan seperti UU Pendidikan No. 4 Tahun
1950, UU Pendidikan No. 12 Tahun 1954 dan disempurnakan lagi oleh UU
RI No. 2 Tahun 1989.
1. Aspek struktur
Aspek struktur pembangunan sistem pendidikan berperan pada upaya
pembenahan struktur pembangunan pendidikan yang mencakup jenjang
dan jenis pendidikan, lama waktu belajar dari jenjang yang satu ke jenjang
yang lain, sebagai akibat dari perkembangan sosial budaya dan politik.
1. Aspek kurikulum
Kurikulum merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Tujuan kurikuler
berubah, maka kurikulum berubah pula. Perubahan tersebut dapat berupa
materinya, orientasinya, pendekatannya maupun metodenya.
1. Kesimpulan
Esensi Pendidikan Dan Pembangunan Serta Titik Temunya
JALUR PENDIDIKAN NASIONAL
Pendidikan dasar:
Pendidikan menengah:
-lembaga kursus
-lembaga penelitian
-kelompok belajar
-pusat kegiatan belajar masyarakat
ü Pendidikan in formal
1. Pendidikan umum
2. Pendidikan kejuruan
4. Pendidikan kedinasan
Pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan
kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai atau calon
pegawai, seperti: SPK(sekolah perawat kesehatan), APDN(akademik
pemerintah dalam negeri).
5. Pendidikan keagamaan
ü Kurikulum nasional
Disusun atas kurikulum induk nasional dan atas dasar tersebut disusun
paket program belajar-mengajar, baik untuk jenis pendidikan uum,
kejuruan, pendidikan, kemasyarakatan, maupun pendidikan khusus
(kedinasan dan keagamaan)
Ayat 2 menyatakan bahwa isi kurikulum setiap jenis jalur dan jenjang
pendidikan wajib menguat:
1. Pendidikan pancasila
2.pendidikan agama
3. Pendidikan kewarganegaraan
Latar belakan negara kita yang memili ciri khas tersendiri dalam hal adat
istiadat, tata cara dan tata krama pergaulan, kesenian, bahasa lisan
maupun tulisan, kerajinan, dan nilai-nilai kehidupan masing-masing. Maka,
dalam pengembangan kurikulum sekolah, daerah dilibatkan agar
berkesempata untuk menyusun program muatan lokal yang sesuai yang
dipilih dengan lingkugannya.
Selain itu, tujuan negara mengadakan muatan lokal dapat dilihat dari segi
kepentingan nasional dan kepentingan peserta didik, yaitu: melestarikan
dan mengembangkan kebudayaan khas daerah, mengubah nilai dan sikap
masyarakat terhadap lingkungan kearah yang lebih baik atau positif.
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Sistem pendidikan pada saat ini belum dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan oleh warga negara indonesia, oleh karena itu terdapat
beberapa beberapa pertimbangan agar sistem pendidikan nasional ini
dapat berjalan dengan lebih baik, yaitu:
PENUTUP.
Dalam penerapan sistem pendidikan nasional diperlukan campur tangan
dari semua pihak agar dapat tercapai sistem yang diharapkan bersama.
Semua pihak dalam hal ini meliputi pemerintah khususnya menteri,
pendidik, peserta didik, dan masyarakat. Walaupun dalam proses
pembelajaran pemerintah tidak campur tangan tetapi diserahkan pada
masing-masing daerah, pemerintah khususnya menteri pendidikan
nasional wajibbertanggung jawab pada segala sesuatu yang terjadi tentang
baik-buruknya mutu pendidikan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA.
FILSAFAT PRAGMATISME
09/12/2013 AFID BURHANUDDIN 1 KOMENTAR
TOKOH-TOKOH PRAGMATISME
Menurut John Dewey tidak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa
bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan, maka berfikir untuk
mengatasi kesulitantersebud. Maka dari berfikir tidak lain untuk bertindak.
Kebenaran dari pengertian ini dapat ditinjau dari berhasil dan tidaknya
kenyataan. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk
mengaturpengalamann dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya
adalah metoda induktif. Metode ini tidak hanya berlaku bagi ilmu
pengatahuan fisika, melainkan juga bagi persoalan sosial dan moral.
PANDANGAN PRAGMATISM
Realita bukanlah suatu hal yang abstrak, sebaliknya dia hanya sebuah
pengalaman transaksional yang secara konstan dan akan terus-menerus
berubah. Realitas dan dunia yang kita amati tidak bebas dari ide manusia
dan sekaligus tidak terikat kepadanya. Manusia dan lingkungannya
berdampingan dan memiliki tanggungjawab jawab yang sama terhadap
realitas. Dunia akan bermakna sejauh manusia mempelajari makna yang
terkandung di dalamnya. Perubahan merupakan esensi realitas dan
manusia harus siap mengubah cara-cara yang akan dikerjakannya.
2. Tentang Pengetahuan
Daftar Pusataka
1. Jalur Pendidikan
Dalam UU no. 20 tahun 2003 pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur
pendidikan terdiri dari pendidikan formal, nonformal, dan informal.
1. Jenjang Pendidikan
Menurut UU no. 20 tahun 2003 pasal 14, jenjang pendidikan formal terdiri
dari Pendidikan Dasar (SD dan SMP,MTS), Pendidikan menengah
(SMA,MA,SMK), dan Perguruan Tinggi (Akademi, Universitas,
Politeknik,dll)
1. Jenis Pendidikan
Menurut UU no. 20 tahun 2003 pasal 15, jenis pendidikan mencakup:
1. Kurikulum
Ketentuan mengenai kurikulum diatur dalam UU no. 20 tahun 2003 pasal
36, 37 dan 38
Pasal 36:
(8) Agama
Pasal 37:
Pasal 38:
1. Pembaruan Kurikulum
Pembaruan kurikulum dapat dilihat dari segi orientasinya, strategi, isi atau
program, dan metodenya. Seperti kurikulum 1975/1976, 1984, 1992, 1994,
1999, 2004 (KBK), dan yang terakhir adalah kurkulum 2006.
Kesimpulan
Sistem pendidikan nasional adalah suatu sistem dalam suatu negara yang
mengatur pendidikan di negaranya agar dapat mencerdaskan kehidupan
bangsa dan tercipta kesejahteraan umum dalam masyarakat.
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional disusun sedemikian rupa
meskipun secara garis besar ada persamaan dengan sistem pendidikan
bangsa-bangsa lain , sehingga sesuai dengan kebutuhan akan pendidikan
dari bangsa itu sendiri yang secara geografis, demokratis, historis, dan
kultural.
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar
adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam
berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuanya, sikap dan tingkah laku
ketrampilan, kecakapanya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya
penerimaanya. Jadi belajar adalah suatu proses yang aktif, proses
mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa. Belajar merupakan
suatu proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui
situasi yang ada pada siswa.
Dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar,
secara umum teori belajar di kelompokan dalam empat kelompok atau aliran
meliputi: (1) Teori Belajar Behavioristik (2) Teori Belajar Kognitif (3) Teori
Belajar Humanistik (4) Teori Belajar Sibernik.
Untuk memahami lebih lanjut maka dalam makalah ini akan membahas mengenai
Teori Belajar Humanistik.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Belajar Menurut Teori Humanistik
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia. Oleh sebab itu, teori belajar humanistic
sifatnya lebih abstrak dan mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan
psikoterapi dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori ini lebih tertarik pada
pengertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman
tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang telah dikaji oleh teori
belajar lainnya.
Pemahaman terhadap belajar diidealkan menjadi teori humanistik dapat
memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya untuk memanusiakan manusia.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap pendirian atau pendekatan belajar tertentu,
akan ada kelebihan dan kekurangannya.
Manusia adalah makhluk yang kompleks. Banyak ahli didalam menyusun teorinya
hanya terpukau pada aspek tertentu yang menjadi pusat perhatiannya. Dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu setiap ahli penelitiannya dari sudut
pandangnya masing-masing. Maka akan terdapat berbagai teori tentang belajar
sesuai dengan pandangan maing-masing.
Para tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya adalah Kolb, Honey,
Mumford, Hubermas, Bloom dan Krathwohl.
2. Ciri-ciri Teori Humanisme
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori
belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,
bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah
membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-
masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik
dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Ada salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harus
mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar,
sehingga siswa mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa
tersebut dapat memahaminya. Dan juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan
bagaimana mereka akan belajar. Dengan demikian maka siswa diharapkan
mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil belajar bagi dirinya sendiri. Aliran
humanisme memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu
yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu dapat meliputi domain kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
Dengan kata lain, pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau
perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa.
Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah
nilai-nilai kemanusiaan siswa. Sehingga para pendidik/guru diharapkan dalam
pembelajaran lebih menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan
menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses
pembelajaran sehingga menghasilkan suatu proses pembelajaran yang diharapkan
sesuai dengan tujuan dan hasil belajar yang dicapai siswa.
3. Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks yang lebih
praktis. Karena dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan
psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sukar dalam
menterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis.
Namun, karena sifatnya yang ideal, maka teori humanistik mampu memberikan
arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya
tujuan tersebut.
Dalam prakteknya teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar. Oleh karena itu, walaupun secara eksplisit belum ada
pedoman baku tentang langkah-langkah pembajaran dengan pendekatan
humanistik, namun paling tidak langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan
oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan sebagai acuan. Langkah-
langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
b. Menentukan materi pelajaran.
c. Mengidentifikasi kemampuan awal siswa.
d. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif
melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
e. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
f. Membimbing siswa belajar secara aktif.
g. Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman
belajarnya.
h. Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
i. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi
nyata.
j. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
4. Implikasi Teori Belajar Humanistik
a. Guru Sebagai Fasilitator. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru
sebagai fasilitator.
b. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal,
situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
c. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
d. Guru mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
e. Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang
paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan
mereka.
f. Guru menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
g. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan
menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba
untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi
kelompok.
h. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur
dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
siswa yang lain.
i. Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan
juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
5. Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan
guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan
siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi
siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada
materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani,
perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan
aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan
terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa
diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang
lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi
hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang
berlaku.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.
Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan
dirinya. Dengan kata lain, siswa telah mampu mencapai aktualisasi diri secara
optimal. Teori humanistik cenderung bersifat eklektik, maksudnya teori ini dapat
memanfaatkan teori apa saja asal tujuannya tercapai.
Beberapa tokoh penganut aliran humanistik di antaranya:
1) Kolb, dengan konsepnya tentang empat tahap dalam belajar yaitu:
pengalaman konkret, pengalaman aktif dan reflektif, konseptualisasi, dan
eksperimentasi aktif.
2) Honey dan Mumford, menggolongkan siswa menjadi 4 yaitu: aktifis,
reflektor, teoris dan pragmatis.
3) Hubermas, membedakan 3 macam atau tipe belajar yaitu: belajar teknis,
belajar praktis, dan belajar emansipatoris.
4) Bloom dan Krathwol, dengan 3 kawasan tujuan belajar yaitu: kognitif,
psikomotor dan afektif.
5) Ausubel, walaupun termasuk juga ke dalam aliran kognitifisme, ia terkenal
dengan konsepnya belajar bermakna (Meaningful Learning).
Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran cenderung mendorong
siswa untuk berpikir induktif. Teori ini juga amat mementingkan faktor
pengalaman dan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.
PENDIDIKAN PROGRESIVISME
27/11/2013 AFID BURHANUDDIN 1 KOMENTAR
PEMBAHASAN
1. Kemajuan ekonomi dalam banyak hal bertumpu pada basis dukungan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Hubungan kuasalitas antara pendidikan dan kemajuan ekonomi menjadi kiat
kilat dan solid.
3. Pendidikan menjadi penggerak utama dinamika perkembangan ekonomi yang
mendorong proses transformasi struktural berjangka panjang.
4. Peranan Pendidikan Dalam Membangun SDM
Pendidikan pada hakekatnya berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu,
secara hakiki, pembangunan pendidikan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam upaya pembangunan manusia. Upaya-upaya
pembangunan di bidang pendidikan, pada dasarnya diarahkan untuk
mewujudkan kesejahteraan manusia itu sendiri. Karena pendidikan
merupakan hak setiap warga negara, di dalamnya terkandung makna
bahwa pemberian layanan pendidikan kepada individu, masyarakat, dan
warga negara adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat dan keluarga. Karena itu, manajemen sistem pembangunan
pendidikan harus didesain dan dilaksanakan secara terpadu, serta
diarahkan pada peningkatan akses pelayanan yang seluas-luasnya bagi
warga masyarakat, dengan mengutamakan mutu, efektivitas dan efisiensi.
Upaya pembangunan pendidikan yang dilakukan memiliki landasan
komitmen internasional, sebagai visi bersama berbagai negara di dunia,
melalui kesepakatan yang dikenal dengan kesepakatan Dakkar-Senegal
tahun 2000. Kesepakatan Dakkar yang diimplementasikan dalam
kesepahaman Education for All (EFA) meliputi enam komponen penting,
yaitu:
Mata.
Pendidikan adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar
menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi.
Jadi tujuan citra manusia yang dapat menjadi sumber daya pembangunan
yang manusiawi.
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Pendidikan sangat erat kaitannya dengan pembangunan, kita tidak bisa
memungkiri bahwa sumbangan pendidikan pada pembangunan sangatlah
besar. Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian
kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun
pendidikan akan melahirkan berbagai problem krusial: pengangguran,
kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan bagi pemerintah. Ada tiga
paradigma yang menegaskan bahwa pembangunan merujuk knowledge-
based economy tampak kian dominan, yakni:
1. Kemajuan ekonomi dalam banyak hal bertumpu pada basis dukungan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Hubungan kuasalitas antara pendidikan dan kemajuan ekonomi menjadi kiat
kilat dan solid.
3. Pendidikan menjadi penggerak utama dinamika perkembangan ekonomi yang
mendorong proses transformasi struktural berjangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1932 di Yogyakarta. Taman
siswa telah meliputi semua jenjang persekolahan, dari pendidikan prasekolah,
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
1) Setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat
terbitnya persatuan dalam perikehidupan umum. Dari asas yang pertama ini jelas
bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Taman Siswa adalah kehidupan yang tertib
dan damai (tata dan tentram, Orde on Vrede). Dari asas ini pulalah lahir “sistem
among”, dalam cara man guru memperoleh sebutan “pamong” yaitu sebagai
pemimpin yang berdiri di belakang dengan bersemboyan “Tut Wuri Handayani”,
yaitu tetap mempengaruhi dengan memberi kesempatan kepada anak didik untuk
berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa.
2) Pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir
dan batin dapat memerdekakan diri. Siswa jangan selalu dicekoki atau disuruh
menerima buah fikiran saja, melainkan para siswa hendaknya dibiasakan
mencari/menemukan sendiri berbagai nilai pengetahuan dan keterampilan dengan
menggunakan fikiran dan kemampuannya sendiri.
5) Untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya lahir maupun batin
hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apapun dan
dari siapapun yang mengikat, baik ikatan lahir maupun batin.
6) Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak
harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan. Dari asas ini tersirat
keharusan untuk hidup sederhana dan hemat.
7) Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin
untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan
kebahagiaan anak-anak. Asas ini disebut sebagai “asas berhamba kepada anak
didik” dan di kenal dengan istilah “pamong” atau istilah sekarang pahlawan tanpa
tanda jasa.
Ketujuh asas di atas diumumkan pada tanggal 3 juli 1922, bertepatan dengan
berdirinya Taman Siswa, dan disahkan oleh Kongres Taman Siswa yang pertama
di Yogyakarta pada tanggal 7 Agustus 1930.
1) Asas kemerdekaan harus diartikan disiplin pada diri sendiri oleh diri sendiri
atas dasar nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat.
2) Asas kodrat alam berarti bahwa pada hakikatnya manusia itu sebagai
makhluk adalah satu dengan kodrat alam ini. Ia tidak bisa lepas dari kehendaknya,
tetapi akan mengalami bahagia jika bisa menyatukan diri dengan kodrat alam
3) Asas kebudayaan Taman Siswa tidak berarti asal memelihara kebudayaan
kebangsaan itu ke arah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan zaman, kemajuan
dunia, dan kepentingan hidup rakyat lahir dan batin tiap-tiap zaman dan keadaan.
4) Asas Kebangsaan Taman Siswa tidak boleh bertentangan dengan
kemanusiaan, malahan harus menjadi bentuk dan fiil kemanusiaan yang nyata dan
tidak mengandung permusuhan dan perpecahan.
2) Membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin,
luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyrakat yang
berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia
pada umumnya.
1. Upaya-upaya Pendidikan
Beberapa usaha yang dilakukan oleh Taman Siswa adalah menyiapkan peserta
didik yang cerdas dan memiliki kecakapan hidup. Dalam ruang lingkup eksternal
Taman Siswa membentuk pusat – pusat kegiatan kemasyarakatan.
b) Program khusus untuk menjadi guru yakni tambahan satu tahun setelah ruang
dewasa untuk pembekalan kemampuan mengajar dan praktek mengajar.
3) Pendidikan Muhammadiyah
4) Pendidikan Ma’arif
Pendidikan Ma’arif saat ini merupakan bagian dari organisasi Nahdatul Ulama.
Cikal Bakal pendidikan Ma’arif mulai berkembang pada tahun 1916 ketika dua
Kiyai, K.H. Abdul Wahab hasbullah dan K.H. Mas Mansur, mendirikan kursus
debat yan diberi nama Taswirul Afkar. Kursus ini kemudian berkembang dengan
dibentuknya Jam’iyah Nahdatul Wathon yang bertujuan memperluas dan
meningkatkan mutu pendidikan madrasah. Mulanya Ma’arif dalam bentuk
Madrasah berkembang di Jawa Timur, kemudian menyebar ke daerah-daerah lain
dengan dipelopori oleh para ulama NU. Mula-mula corak pendidikannya adalah
menyerupai “pesantren yang diformalkan”, dengan hanya memuat pendidikan
agama dalam kurikulumnya. Dalam perkembangan kemudian, sebagaimana
Muhammadiyah, Ma’arif memasukkan materi umum ke kurikulumnya.
1. Muktamar II NU
Muktamar II NU di Surabaya pada tahun 1927 memutuskan untuk memberikan
perhatian yang penuh pada pengembangan madrasah dengan dana ditanggung oleh
umat islam, dan menolak bantuan dari Belanda. Dalam Muktamar NU ke-4 di
Semarang, para ulama membentuk bagian khusus dalam tubuh NU yang
menangani pendidikan, yang disebut Ma’arif. Sejak saat itu gerak NU dalam
menyelenggarakan pendidikan semi-formal yang coraknya banyak berbeda dengan
pesantren yang menjadi basis NU mulai berkembang dan ditangani secara
sungguh-sungguh.
1. SIMPULAN
Kajian tentang aliran dan gerakan pendidikan akan memberikan pengetahuan dan
wawasan historis kepada tenaga kependidikan. Hal itu sangat penting, agar para
pendidik dapat memahami, dan pada akhirnyaa kelak dapat memberi kontribusi
terhadap dinamika pendidikan itu.