Anda di halaman 1dari 12

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar……………………………………………………. iii

UNIT 1 KONSEP DASAR PROFESI PROFESI KEPENDIDIKAN 1


…………………
1. Pengertian dan Karakteristik Profesi ……………………. 2
2. Hakikat Profesi Kependidikan ………………………….. 14
3. Persyaratan, Hak dan Kewajiban Pendidik …………….. 21
UNIT 2 PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU …………… 31
1 Kedudukan Pendidik dalam Sistem Pendidikan Nasional . 32
2. Standar Pendidik ……………………………………….. 36
3. Peningkatan Profesionalitas Pendidik …………………. 42
UNIT 3 RUANG LINGKUP KOMPETENSI PENDIDIK ………………… 50
1. Kompetensi Pedagogik ……………………………………….. 52
2. Kompetensi Profesional ………………………………………. 71
3. Kompetensi Kepribadian …………………………………….. 85
4. Kompetensi Sosial …………………………………………….. 92
UNIT 4. PERAN PENDIDIK DALAM LAYANAN BIMBINGAN DAN
KONSELING ……………………………………..… 96
1. Hakekat Bimbingan dan Konseling ………………………… 97
2. Peran Pendidik dalam Bimbingan Konseling …………………. 109
UNIT 5. PERAN PENDIDIK DALAM MANAJEMEN SEKOLAH ……… 115
1. Konsep Dasar Manajemen Mutu Berbasis Sekolah ..…….. 117
2. Pelaksanaan Manajemen Mutu Berbasis Sekolah ………… 126
UNIT 6. PERAN PENDIDIK DALAM MASYARAKAT ……………….. 134
1. Konsep Pembelajaran Berwawasan Masyarakat …………. 134
2. Satuan dan Program Pendidikan Masyarakat …………….. 136
3. Peran Pendidik dalam Pendidikan yang ada di Masyarakat. 140
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. 138
Unit 1
Konsep Dasar Profesi Kependidikan

Setelah membaca dan mempelajari seluruh uraian pada Unit ini, anda diharapkan memperoleh
kejelasan tentang: (a) Pengertian dan Karakteristik Profesi, (b) Hakikat Profesi
Kependidikan, (c) Persyaratan, Hak dan Kewajiban Profesi Kependidikan

Pendahuluan
Unit 1 (satu) ini membahas konsep-konsep dasar tentang profesi kependidikan dan atau profesi
keguruan. Tujuan Unit ini adalah memberikan pemahaman kepada para mahasiswa calon guru
tentang konsep dasar tentang profesi kependidikan/keguruan. Secara khusus, setelah
mempelajari unit ini, para mahasiswa, diharapkan dapat menjelaskan beberapa hal sebagai
berikut.
1. Pengertian profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas, profesionalisasi
2. Karakteristik pekerjaan sebagai suatu profesi
3. Kode Etik Profesi Kependidikan
4. Hakikat Profesi Kependidikan
5. Ruanglingkup profesi kependidikan
Untuk mencapai tujuan tersebut, Unit 1 ini dibagi ke dalam tiga sub unit. Pertama, Pengertian
dan Karakteristik Profesi; Kedua, Hakikat Profesi Kependidikan/Keguruan, dan Ketiga,
Ruanglingkup Tugas Profesi Guru. Guna menguasai materi ini secara utuh, silakan Anda pelajari
setiap unit dengan seksama kemudian kerjakan latihan yang disediakan
Sub unit 1 Pengertian dan Karakteristik Profesi

Setelah mempelajari sub unit 1, anda diharapkan dapat menjelaskan pengertian profesi, profesional,
profesionalitas, profesionalisme, profesionalisasi dan karakteristik suatu profesi.

1. Pengertian Profesi

Istilah profesi sudah sering kita dengar dan banyak digunakan oleh berbagai kalangan, baik
melalui televisi, radio, suratkabar bahkan melalui percakapan orang dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih tepat tentang makna profesi dan beberapa istilah terkait
dengan profesi, marilah kita lanjutkan pembahasan berikut ini.
Profesi berasal dari kata profession atau occupation = suatu pekerjaan yang memerlukan
pendidikan lanjut dan latihan khusus. Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut.
Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik dan desainer
(Wikipedia)
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para
anggotanya (Djam‟an Satori, 2003:1.2). Batasan tersebut mengandung arti bahwa jabatan atau
pekerjaan yang disebut profesi itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai
keahlian dan pekerjaan itu tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, tetapi hanya dapat
dilakukan oleh orang yang dengan sengaja dipersiapkan untuk menyandang jabatan itu.
Andrias Harefa (2009) dalam menegaskan bahwa kata „profesi‟ lebih tepat dipahami
sebagai pekerjaan (kegiatan, aktivitas, atau usaha) yang dilakukan sebagai nafkah hidup
dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan (kemahiran) yang tinggi dan dengan
melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Pada mulanya kata itu digunakan untuk
segelintir orang yang menekuni bidang kedokteran, hukum, kerohanian, dan pendidikan.
Namun belakangan, penggunaannya menjadi semakin luas menerobos batas – batas pengertian
konvensional itu. Hampir di semua bidang pekerjaan profesionalisme atau jiwa profesional
dituntut dan diharapkan. Dan segala perilaku dan praktik kerja yang tidak sesuai dengan
tuntutan perkembangan jaman disebut sebagai tidak atau kurang profesional.
Andrias Harefa (2008) memaparkan perbedaan makna „pekerjaan‟ atau okupasi
(occupation) dan karier. Intinya, sebuah pekerjaan hanya dapat disebut sebagai karier apabila
pekerjaan itu memberikan kesempatan untuk bergerak maju (carrus, Latin). Dalam hubungannya
dengan kata „profesi‟, kaum profesional pastilah memiliki karier, tetapi seseorang yang
memiliki karier belum tentu profesional. Sebab mereka yang memiliki karier berarti berpeluang
untuk maju, sementara profesional diharuskan untuk maju atau memanfaatkan peluang itu
secara nyata.
Arikunto (1993) menggambarkan “posisi” profesi dalam konteks pekerjaan, yaitu berada
pada lingkaran paling dalam, kemudian vokasi (vocation) dan okupasi (occupation). Hal ini
menandakan bahwa profesi adalah pekerjaan yang lebih spesifik dibandingkan vokasi dan
okupasi. Pada Gambar 1 jelas terlihat, bahwa profesi berada pada lingkaran paling dalam, yang
Gambar 1. Profesi, Vokasi dan
berarti profesi merupakan
Okupasi
bagian dari pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus.

Keterangan:
P = Profesi = pekerjaan keahlian khusus
V = Vokasi = pekerjaan keterampilan
O = Okupasi = pekerjaan mata pencaharian

Mambo (2008) dalam Portal Duniaguru (www.duniaguru.com) mengemukakan, bahwa


pekerjaan profesional dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: Hard Profession dan Soft
Profession. Suatu pekerjaan dapat dikategorikan sebagai hard profession apabila pekerjaan
tersebut dapat didetailkan dalam perilaku dan langkah-langkah yang jelas dan relatif pasti.
Pendidikan yang diperlukan bagi profesi ini adalah menghasilkan output pendidikan yang dapat
distandarisasikan. Artinya, kualifikasi lulusan jelas dan seragam di manapun pendidikan itu
berlangsung. Dengan kualifikasi ini seseorang sudah mampu dan akan terus mampu
melaksanakan tugas profesinya secara mandiri meskipun tanpa pendidikan lagi. Pekerjaan
dokter dan pilot merupakan contoh yang tepat untuk mewakili kategori hard profession.
Sebaliknya, kategori soft profession adalah diperlukannya kadar seni dalam melaksanakan
pekerjaan tersebut. Ciri pekerjaan tersebut tidak dapat dijabarkan secara detail dan pasti.
Sebab, langkah-langkah dan tindakan yang harus diambil, sangat ditentukan oleh kondisi dan
situasi tertentu. Implikasi pekerjaan kategori soft profession tidak menuntut pendidikan yang
dapat menghasilkan lululan dengan standar tertentu melainkan menuntut lulusan dibekali dengan
kemampuan minimal. Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus ditingkatkan agar yang
bersangkutan (Guru) dapat melaksanakan tugas dan pekerjaannya sesuai dengan perkembangan
masyarakat. Oleh karena itu, lembaga in-service framing bagi soft- profession amat penting.
Barangkali, guru, wartawan dan pengacara, merupakan contoh dari kategori profesi ini (=soft
profession).
Menurut Mambo, profesi guru lebih cocok dikategorikan sebagai Soft Profession, karena dalam
mengajar guru dapat melaksanakannya dengan berbagai cara yang tidak harus mengikuti suatu
prosedur baku, dan aspek "sense" dan "art" memegang peran yang amat penting. Misalnya,
mungkin saja seorang guru mengajar dengan menyajikan simpulan pada awal pelajaran yang
kemudian baru dilaksanakan pembahasan. Pada kesempatan lain, ia mengajar dengan
menyampaikan bahasan dulu baru menarik simpulan. Kalau dokter membedah dahulu, baru
kemudian membius berarti dokter tersebut melakukan malpraktek, dan pasti akan menghasilkan
kecelakaan

Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, biasanya disebut profesional. Walaupun
begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai
lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk
pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak
dianggap sebagai suatu profesi. Secara lebih lengkap pengertian profesional dibahas pada
uraian berikut.

Mengiringi istilah profesi, secara berturut-turut dijelaskan pengertian profesional,


profesionalisme, profesionalitas dan profesionalisasi sebagaimana diuraikan oleh Djam‟an
Satori (2008) berikut:
a. Profesional,
Sekurangnya mempunyai dua makna. Pertama, mengacu kepada sebutan tentang orang
yang menyandang suatu profesi. Kedua, mengacu kepada sebutan tentang penampilan seseorang
dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan profesinya. Sebutan dan penampilan profesional
ini telah mendapat pengakuan baik formal maupun informal. Pengakuan formal diberikan oleh
lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu pemerintah atau organisasi profesi,
sementara pengakuan secara informal diberikan oleh masyarakat dan para pengguna jasa suatu
profesi. Misalnya sebutan “guru profesional” adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara
formal sesuai ketentuan berlaku, baik dalam kaitan dengan jabatannya maupun dengan latar
belakang pendidikan formalnya. Dengan demikian guru SD, SMP atau SMA yang telah lulus S1
dapat dikatakan sebagai guru profesional karena telah memiliki pengakuan formal, berupa ijazah
S1.
Sebutan guru profesional juga dapat mengacu kepada pengakuan penampilan seorang
guru dalam unjuk kerjanya yaitu melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru. Sementara itu,
pengakuan secara informal ditujukan pada seseorang yang memiliki keahlian yang diperoleh
karena didasarkan pada pengalaman yang bersangkutan, misalnya seorang “tukang” pijat
tradisional yang memiliki kemampuan (keahlian) mengobati atau memperbaiki patang tulang,
atau keseleo dengan cara tradisional (dipijat/urut). Ia tidak memiliki ijazah formal, tapi diakui
oleh masyarakat sebagai seseorang yang memiliki keahlian khusus.

Andrias Harefa (2008) memaparkan perbedaan makna „pekerjaan‟ atau okupasi dan
karier. Intinya, sebuah pekerjaan hanya dapat disebut sebagai karier apabila pekerjaan itu
memberikan kesempatan untuk bergerak maju (carrus, Latin). Dalam hubungannya dengan
kata „profesi‟, kaum profesional pastilah memiliki karier, tetapi seseorang yang memiliki karier
belum tentu profesional. Sebab mereka yang memiliki karier berarti berpeluang untuk maju,
sementara profesional diharuskan untuk maju atau memanfaatkan peluang itu secara nyata.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, Bab 1, Pasal 1, ayat (4) ditegaskan bahwa yang dimaksud profesional adalah pekerjaan
atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Mengacu pada uraian di atas, maka jabatan guru
atau pendidik dapat dikategorikan sebagai suatu profesi

b. Profesionalisme

adalah sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para
anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas
profesionalnya secara terus menerus. Pada dasarnya profesionalisme itu merupakan motivasi
dari dalam (intrinsik) diri seseorang (dalam hal ini: guru) yang mendorong dirinya untuk
berkembang ke arah perwujudan sebagai seorang profesional.

c. Profesionalitas

adalah sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya
serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-
tugasnya. Sebutan profesionalitas menggambarkan suatu derajat keprofesian seseorang dilihat
dari sikap, pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya. Dalam
kaitan ini, Saudagar (2009) mendefinisikan profesionalitas sebagai sikap seseorang profesional
yang menjunjung tinggi kemampuan profesinya, ia akan bekerja dan mengerjakan sesuatu sesuai
bidangnya.

d. Profesionalisasi

adalah suatu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam
mencapai kriteria sesuai standar yang telah ditetapkan. Dengan profesionalisasi, para guru
secara bertahap akan mencapai suatu derajat kriteria profesional sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Menurut Saudagar (2009), profesionalisasi dapat dilihat sebagai suatu proses
belajar sepanjang hayat, dan sebagai faktor yang mempengaruhi pengakuan jabatan profesi guru,
misalnya Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), mutu, dan lainnya.
2. Karakteristik Profesi

Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi
mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar
karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi,
juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi. Wikipedia (download, 1 Oktober
2009) mengungkapkan beberapa karakteristik suatu profesi sebagai berikut:

a. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan


mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang
berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktik.

b. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para
anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi
profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
c. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan
pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
d. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan
untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
e. Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti
pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum
menjadi anggota penuh organisasi.
f. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan professional juga dipersyaratkan
g. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya
mereka yang memiliki lisensi dianggap bisa dipercaya.
h. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis
mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
i. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan
prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
j. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur
tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang
dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
k. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat
dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter
berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
l. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi,
prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai
pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.

Lebih lanjut, Djam‟an Satori (2008), mengutip Rochman Natawijaya (2008:15) mengemukakan
beberapa ciri profesi sebagai berikut:
a. Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas.
b. Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program
dan jenjang pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik yang memadai
dan yang bertanggung jawab tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang
melandasi profesi itu.
c. Ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya untuk mempertahankan dan
memperjuangkan eksistensi dan kesejahteraannya.
d. Ada etika dan kode etik yang mengatur perilaku etik pelakunya dalam
mempertahankan kliennya.
e. Ada sistem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku, dan
f. Ada pengakuan masyarakat (profesional, penguasa, dan awam) terhadap pekerjaan
itu sebagai suatu profesi

3. Kode Etik Profesi Guru Indonesia

Dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan, guru pasti berinteraksi dengan semua orang
yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru berinteraksi dengan peserta didik, dengan
sejawat dan masyarakat, khususnya orangtua peserta didik. Untuk itu, sebagai suatu profesi,
guru, dalam berinteraksi perlu mengacu pada landasan etika profesi yang sudah disepakati
oleh organisasi profesi yang bersangkutan. Hal ini penting agar semua pihak dapat menjalin
hubungan yang baik satu dengan lainnya. Untuk memahami pentingnya kode etik profesi,
pada bagian ini dibahas beberapa aspek yang berkaitan dengan kode etik, seperti etika, etos kerja
dan loyalitas kerja, sebagaimana dipaparkan oleh Djumiran dkk (2004) sebagai berikut.

a. Etika Kerja

Etika adalah suatu disiplin filosofis yang berkenaan dengan perilaku manusia dan perbuatan
bermoral. Dengan adanya etika, manusia dapat memilih dan memutuskan perilaku yang
paling sesuai dan paling baik, sesuai dengan norma-norma moral yang berlaku. Etika
sebagai acuan pilihan perilaku bersumber pada norma moral, seperti agama, filsafat hidup,
budaya masyarakat, disiplin keilmuan dan profesi.
Dalam dunia kerja, etika sangat diperlukan sebagai landasan perilaku kerja dari para pekerja.
Etika kerja biasanya dirumuskan atas kesepakatan para pendukung pekerjaan itu dengan
mengacu pada sumber-sumber nilai moral tersebut di atas. Rumusan etika kerja yang
disepakati bersama itu disebut sebagai Kode Etik.

b. Etos Kerja

Mengutip pendapat Surya (2000), Djumiran dkk 2004 menjelaskan bahwa kata ”Etos”
bersumber dari pengertian yang sama dari etika, yaitu sumber-sumber nilai yang dijadikan
rujukan pemilihan dan keputusan perilaku. Etos kerja lebih merujuk: (a) kepada kualitas
kepribadian pekerja yang tercermin dalam unjuk kerja secara utuh; (b) merupakan kondisi
internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku pekerja kearah terwujudnya kualitas
kerja tertentu. Sebagai suatu kondisi internal, etos kerja mengandung beberapa unsur antara
lain:
(1) Disiplin kerja; (2) Sikap terhadap pekerjaan; dan (3) Kebiasaan-kebiasaan bekerja.
Ketiga aspek ini sangat mendukung terwujudnya kinerja yang baik.
4. Loyalitas Kerja

Loyalitas kerja merupakan kondisi internal dalam bentuk komitmen dari pekerja untuk mengikuti
pihak yang mempekerjakannya. Dengan loyalitas ini pekerja hanya akan merujuk bentuk dan
kualitas unjuk kerjanya kepada majikan atau pihak yang mempekerjakannya. Bagi guru,
loyalitas kerja itu diarahkan kepada dunia pendidikan sesuai dengan sistem pendidikan nasional.
Menurut perundang-undangan yang berlaku, pendidikan nasional menjadi tanggung jawab
pemerintah untuk mengembangkan dan melaksanakannya. Dengan demikian, guru sebagai
pendidik profesional, harus memberikan loyalitasnya kepada pemerintah.

4. Kode Etik Guru Indonesia

Layaknya suatu profesi, guru harus memiliki kode etik profesi. Menurut UU No.8/1074 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian, sebagaimana dikutip oleh Djam‟an Satori (2008), bahwa kode
etik pegawai negeri sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan
di luar dinas. Kode etik guru Indonesia menurut Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
tahun 2003 adalah landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI, khsusunya,
dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya sebagai seorang guru.

Dirumuskannya kode etik profesi pada prinsipnya adalah untuk kepentingan semua anggota
profesi tersebut, antara lain untuk:
a. Menjunjung tinggi martabat profesi
b. Menjaga dan memelihara kesejahteraan pada anggotanya
c. Meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d. Meningkatkan mutu profesi, dan
e. Meningkatkan mutu organisasi profesi
Kode etik Guru Indonesia ditetapkan dalam Kongres PGRI ke XIII pada tanggal 21- 25
November 1973 di Jakarta. Kode etik tersebut disempurnakan lagi pada Kongres PGRI ke
XVI tahun 1989 di Jakarta. Adapun rumusan Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai berikut.

Kode Etik Guru Indonesia

Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikn adalah bidang pengabdian kepada Tuhan Yang
Maha Esa, bangsa dan Negara serta kemnusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa
Pancasila dan setia pada Undang- Undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, Guru
Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai
berikut.
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancsila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagi bahan
melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya
proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan
sosial.
8. Guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdiannya.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan.

5. Manfaat Kode Etik Guru

Kode Etik profesi diharapkan memberikan manfaat bagi anggota profesi tersebut. Dengan
kode etik diharapkan:

a. Guru terhindar dari penyimpangan profesi, karena sudah adanya landasan yang
digunakan mereka sebagai acuan.

b. Guru dapat mengatur hubungan guru dengan peserta didik, teman sejawat/sekerja dan
masyarakat, jabatan profesi dan pemerintah.
c. Guru memiliki pegangan dan pedoman tingkah laku agar lebih bertanggung jawab
terhadap profesinya.

d. Guru memiliki arah yang benar dalam melasanakan tugas profesionalnya.

Anda mungkin juga menyukai