Diajukan Kepada :
20150310190
2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
26 Juli 2019
20150310190
Disetujui Oleh :
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Tugas ini dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Widhi, Sp.PD selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis Penyakit Dalam
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
2. dr. H. Suprapto, Sp.PD selaku dokter spesialis Penyakit Dalam RSUD KRT
Setjonegoro Wonosobo
3. dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp.PD selaku dokter spesialis Penyakit Dalam RSUD KRT
Setjonegoro Wonosobo
4. Teman-teman koass serta tenaga kesehatan RSUD Wonosobo yang telah
membantu penulis dalam menyusun tugas ini.
Dalam menyusun tugas ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan
tugas ini dimasa yang akan datang. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
3
Penulis
4
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................2
KATA PENGANTAR.......................................................................................................3
DAFTAR ISI.....................................................................................................................4
BAB I.................................................................................................................................5
A. Identitas Pasien 5
B. Anamnesis 5
C. Pemeriksaan Fisik 6
D. Pemeriksaan Penunjang 8
E. Diagnosis Kerja 12
F. Penatalaksanaan 12
G. Perkembangan Rawat Inap 12
BAB II.............................................................................................................................15
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................15
A. Diabetes Mellitus 11
B. Hipertensi 26
BAB III............................................................................................................................48
PEMBAHASAN..............................................................................................................48
KESIMPULAN...............................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................49
5
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
No CM : 768028
Nama : Tn. M
Tanggal Lahir : 14 Oktober 1958
Jenis Kelamin : Laki- laki
Alamat : Kebrengan rt 1, rw 2 Mojo tengah Wonosobo
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Petani
Suku : Jawa
Bangsal : Cempaka kamar 6C
Tanggal Masuk : 6 Juli 2019 jam 14.45 WIB
Tanggal Keluar : 9 Juli 2019 jam 10.03 WIB
B. Anamnesis
Keluhan Utama : lemes, nyeri kepala, terasa mual tetapi tidak muntah, buang air
besar dan kecil baik
6
Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit hipertensi dan diabetes
mellitus
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga memiliki penyakit serupa dengan pasien.
Tidak ada anggota keluarga yang sedang sakit serupa dengan pasien
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
a. Nadi : 92 x / menit
b. Suhu : 36,5oC
c. RR : 20 x / menit
d. TD : 150/83 mmHg
e. SpO2 : 96%
Status Generalisata
7
a. Kepala
1) Bentuk : mesocephal, dalam batas normal
2) Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
3) Hidung : bentuk normal, tidak ada kelainan
4) Telinga : bentuk normal, tida ada kelainan
5) Mulut : lidah kotor (-), bibir kering (-)
b. Leher : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening
c. Thorax dan Pulmo
1) Inspeksi : dada simetris, tidak ada massa, tidak ada perubaha
warna
2) Palpasi : nyeri tekan (-)
3) Perkusi : sonor
4) Auskultasi : SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
d. Cor
1) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : ictus cordis teraba
3) Perkusi : batas jantung di SIC 5
4) Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 regular,murni, gallop (-),
bising (-)
e. Abdomen
1) Inspeksi : supel
2) Auskultasi : Bising Usus (+)
3) Palpasi : Defense muscular (-), nyeri tekan epigastrik (+),
4) Perkusi : Timpani
f. Ekstremitas : akral teraba hangat, capilary refill test dibawah 2
detik, kulit tidak ada sianosis, tidak tampak adanya oedem
D. Pemeriksaan Penunjang
8
Leukosit 9,5 3.8 - 10.6 N
Eosinofil 2,4 2.00 – 4.00 N
Basofil 0.60 0 – 1.00 N
Netrofil 61,30 50.00 – 70.00 N
Limfosit 28,4 25.00 – 40.00 N
Monosit 6,80 2.00 – 8.00 N
Hematokrit 45 40 – 52 N
Eritrosit 5,4 4.40 – 5.90 N
MCV 84 80 – 100 N
MCH 28 26 – 34 N
MCHC 33 32 – 36 N
Trombosit 248 150 – 400 N
15 Juli 2018 Kimia klinik
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi
Gula darah sewaktu 494 70-150 HH
Ureum 39,2 <50 N
Creatinin 1,11 0,60 – 1,10 H
SGOT 9,0 0 – 50 N
SGPT 12,0 0 – 50 N
Pemeriksaan penunjang Radiologi : -
EKG : -
E. Diagnosis Kerja
Hiperglikemi, hipertensi
F. Penatalaksanaan
Infus NaCl 0,9% 12 tpm
Inj omeprazole
Candesartan 1x10mg
Amlodipin 1x10 mg
Insulin 3x8 IU
9
10
Leher : KGB (-)
Thorax : suara jantung dan
paru baik
Abdomen : datar, supel,
nyeri tekan(-)
Ekstremitas : akral hangat,
Edema (-)
CRT<2 detik
- -
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Diabetes Mellitus atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis adalah
suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam
kegagalan berbagai organ tubuh, terutama mata, organ, ginjal, saraf, jantung dan
12
medis dan penyuluhan untuk self management yang berkesinambungan untuk
penyandang diabetes
2. Etiologi
1) Pola Makan
Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya DM. Hal ini disebabkan
2) Obesitas
3) Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM dari orang tua. Biasanya,
DM juga.
13
4) Bahan-bahan kimia dan obat – obatan
3. Klasifikasi
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 1997 dalam PORTH
Diabetes melitus tipe I atau yang sering disebut Insulin Dependent Diabetes
mellitus tipe ini terjadi karena rusaknya sel beta pankreas. Kerusakan
Mellitus).
adalah Diabetes Tipe II. Pada kasus DM tipe II ini dapat bervariasi mulai
14
yang dominan resistensi insuin disertai defisiensi insulin relatif sampai
Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah dan
sangat dibutuhkan untuk kebutuhan sel dan jaringan. Glukosa dibentuk di hati
sebagian lagi disimpan dalam bentuk glikogen dihati dan jaringan lainnya
dengan bantuan insulin. Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel
beta pulau langerhans, pankreas yang kemudian produksinya masuk dalam darah
dengan jumlah yang sangat sedikit kemudian meningkat jika terdapat makanan
15
Pada orang dewasa rata-rata produksi insulin 40-50 unit, untuk
mempertahankan gula darah tetap stabil antara 70-120 mg/dl. Pada diabetes
(Tarwoto, 2012).
darah. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh puasa, atau khususnya puasa yang
saraf pusat (SSP) seperti konfusi, iritabilitas, kejang, dan koma. Hipoglikemia
menyebabkan sakit kepala, akibat perubahan aliran darah ke otak dan perubahan
sistem saraf simpatis yang menstimulasi rasa lapar, gelisah, keringat, dan
2009).
5. Manifestasi Klinis
16
tertentu. Pemula gejala yang ditunjukkan yaitu banyak makan (polifagia),
jika tidak segera diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak
(turun 5 – 10 kg dalam waktu 3-4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak
segera diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderiata diabetes melitus adalah
kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal
terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau bayi lahir dengan
6. Faktor Risiko
yaitu :
a) Umur
17
diabetes mellitus akan meningkat terutama umur 45 tahun (kelompok
risiko tinggi).
b) Jenis kelamin
jelas(Hadisaputro, 2007)
d) Faktor keturunan
dan saudara kandung memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini
18
penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan sebagai pihak yang
akan melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4000 gram.
Apabila hal ini terjadi, maka kemungkinan besar si ibu akan mengidap
f) Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram
a) Obesitas
terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat
19
Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan
mellitus mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada individu yang kurang aktif
darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih
sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktifitas fisik yang teratur juga
c) Hipertensi
sistole ≥140 mmHg atau tekanan darah diastole ≥90 mmHg. Hipertensi
(Saraswati, 2009)
d) Stres
20
kadar serotonin pada otak. Serotonin mempunyai efek penenang
e) Pola makan
g) Alkohol
Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.
Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan
neuropati.
21
Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti
8. Diagnosis
lebih dari 200 mg/dL cukup untuk menegakkan diagnosis DM tipe II.
22
9. Penatalaksanaan
makroangiopati
menyeluruh terhadap glukosa darah, berat badan, dan profil lipid. Agar tujuan
23
1. Pemantuan/evaluasi medis berkala, meliputi pemeriksaan GDP, GDS,
2. Pilar penatalaksaan DM
a. Edukasi
glukosa darah mandiri, serta tanda dan gejala hipoglikemi, serta cara
menu seimbang sesuai kebutuhan kalori, jumlah, jenis dan jadwal makan
- karbohidrat 45%-65%
-lemak 20-25% (batasi lemak jenuh dan lemak trans, seperti daging
c. Aktivitas fisik
24
dengan penyakit kardiovaskuler dimulai dengan intensitas rendah dan
d. Terapi farmakologis
1. Insulin Secretagogue
badan normal dan kurang namun masih boleh diberikan kepada pasien
2. Insulin Sensitizers
meningkatkan efek insulin endogen pada target organ (otot skelet dan
meningkat. Agonis PPARγ yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan
lemak
25
diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan
hipoglikemi
26
10. Pencegahan
faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk
program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan
kebiasaan merokok.
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan
dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit
pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada
dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien
Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata,
bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll
27
1.1 Definisi
dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥90 mmHg.4
1.2 Etiologi
hipertensi primer atau esensial yaitu ketika penyebab hipertensi tidak dapat
diidentifikasi (idiopatik) dan sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks antara
dan obat-obatan.
1.3 Klasifikasi
Penentuan derajat hipertensi dilakukan berdasarkan rata-rata dari dua atau lebih
pengukuran tekanan darah (dalam posisi duduk) selama dua atau lebih kunjungan pasien
28
Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 -89
Terdapat beberapa gaya hidup yang berperan sebagai faktor risiko berkembangnya
garam dan lemak, sedikit sayur dan buah, penggunaan alkohol hingga di tingkat yang
membahayakan, kurangnya aktivitas disik, serta pengelolaan stress yang rendah. Gaya
hidup tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kondisi pekerjaan dan kehidupan individu.
29
Faktor risiko di atas, lebih lanjut lagi dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor yang
a. Usia
usia. Pada umur 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada umur 45-
64 tahun sebesar 51% dan pada umur >65 Tahun sebesar 65%. Penelitian
Hasurungan pada lansia menemukan bahwa dibanding umur 55-59 tahun, pada
umur 60-64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi sebesar 2,18 kali,umur
65-69 tahun 2,45 kali dan umur >70 tahun 2,97 kaliMeskipun hipertensi bisa
terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia >35
tahun. Prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar
tekanan darah dapat terjadi seiring dengan bertambahnya usia, disebabkan oleh
perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih
b. Jenis Kelamin
dari pada wanita,seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok dan
30
c. Riwayat Keluarga
kali lipat. Jika kedua orang tua menderita hipertensi, kemungkinan anaknya
menderita hipertensi sebesar 45%, sedangkan jika hanya salah satu dari orang
d. Genetik
(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul manifestasi klinis.
a. Kebiasaan Merokok
lama seseorang merokok dan semakin banyak rokok yang dihisap maka
dari satu pak rokok sehari meningkatkan risiko kejadian hipertensi 2 kali lipat
31
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap
melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
Selain itu merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen
untuk disuplai ke otot jantung. Merokok pada penderta hipertensi akan semakin
b. Konsumsi Garam
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan
asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari akan
volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram
garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi
garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol
tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan
32
kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah
d. Olahraga
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga
otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras
dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan
pada arteri.
melepaskan hormon adrenalin dan memicu jantung berdenyut lebih cepat dan
kuat, sehingga meningkatkan tekanan darah. Jika keadaan ini berlangsung terus
f. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
33
g. Obesitas
dinyatakan dalam indeks massa tubuh (body mass index) Berat badan dan
besar. Orang dengan obesitas memiliki risiko 5 kali lipat lebihbesar untuk
hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak
tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi
Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar
dan air.
1.5 Patofisiologi
\
34
Gambar 2. Patofisiologi hipertensi
dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan resistensi vaskular
(peripheral vascular resistance). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini
logis timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan (preload) atau
peningkatan kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tetapi tubuh dapat
mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat yaitu dengan cara meningkatkan
resistensi perifer. 11
peningkatan volume cairan dalam pembuluh darah dan preload, sehingga meningkatkan
cardiac output.11
35
Gambar 3. Peran natrium dan kalium dalam patofisiologi hipertensi12
1.6 Diagnosis
pengobatan.13
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis,
tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga
diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi
hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.10
1.6.1 Anamnesis
36
dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam
pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan bentuk tubuh, termasuk berat dan
tinggi badan. Pada pemeriksaan awal, tekanan darah diukur pada kedua lengan, dan
dianjurkan pada posisi terlentang, duduk, dan berdiri sehingga dapat mengevaluasi
hipotensi postural. Pasien yang berusia kurang dari 30 tahun sebaiknya juga diukur
tekanan arterinya di ekstremitas bawah, setidaknya satu kali. Laju nadi juga dicatat.6
terhadap tanda hipo- atau hipertiroid serta memeriksa adanya distensi vena.
sebaiknya mencakup funduskopi, auskultasi untuk mencari bruit pada arteri karotis
dan arteri femoralis serta palpasi pada pulsasi femoralis dan kaki. Retina merupakan
jaringan yang arteri dan arteriolnya dapat diperiksa secara langsung. Seiring dengan
ritme jantung, peningkatan ukuran, heave perikordial, murmur serta bunyi jantung
ketiga dan keempat. Pembesaran jantung kiri dapat dideteksi dengan iktus kordis
yang membesar dan bergeser ke lateral. Pemeriksaan paru dapat ditemukan rhonki
37
basah halus dan tanda bronkospasme.Pemeriksaan abdomen untuk menemukan
adanya bruit renal atau abdominal, pembesaran ginjal atau adanya pulsasi aorta yang
abnormal. Bruit abdomen, khususnya bruit yang lateralisasi dan melebar sepanjang
saraf
a) Pengukuran tekanan darah yang umum dilakukan menggunakan alat tensi meter
bersandar, berdiri
atau tiduran. Penurunan lengan dari posisi hampir mendatar (setinggi jantung) ke
dapat
dilakukan setelah orang yang akan diperiksa beristirahat selama 5 menit. Bila
perlu dapat dilakukan dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 sampai 20
menit pada sisi kanan dan kiri. Ukuran manset dapat mempengaruhi hasil.
c) Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan atas. Manset sedikitnya harus
dapat
melingkari 2/3 1engan dan bagian bawahnya harus 2 cm di atas daerah lipatan
lengan
38
d) Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan-lahan
dengan kecepatan 2-3 mmHg per denyut jantung. Tekanan sistolik dicatat pada
saat terdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I), sedangkan tekanan diastolik
meliputi pengurukan funsi ginjal, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lemak dapat
dengan hipertensi yang resisten terhadap obat dan ketiga evaluasi klinis mengarah
1.7 Tatalaksana
tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg
pada kelompok usia ≥60 tahun dengan target terapi adalah tekanan darah sistolik
diberikan jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah
tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk kelompok usia 30-59 tahun).
39
Rekomendasi 3: Pada kelompok usia <60 tahun, terapi farmakologik mulai
diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target terapi adalah
Rekomendasi 4: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis terapi
farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah
Rekomendasi 5: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan diabetes melitus terapi
farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah
kalsium.
Rekomendasi 8: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis terapi
outcomepada ginjal. (Terapi ini berlaku untuk semua pasien gagal ginjal kronis
dengan hipertensi tanpa memandang ras ataupun penderita diabetes melitus atau
bukan.)
40
Rekomendasi 9: Tujuan utama dari penanganan hipertensi adalah untuk
tekanan darah tidak tercapai setelah 1 bulan pengobatan maka dosis obat harus
ditingkatkan atau ditambahkan dengan obat lainnya dari golongan yang sama
(golongan diuretic-thiazide, CCB, ACEI, atau ARB). Jika target tekanan darah
masih belum dapat tercapai setelah menggunakan 2 macam obat maka dapat
ditambahkan obat ketiga (tidak boleh menggunakan kombinasi ACEI dan ARB
obat yang berasal dari rekomendasi 6 karena ada kontraindikasi atau diperlukan
>3 jenis obat untuk mencapai target tekanan darah maka terapi antihipertensi
41
Gambar 4. Algoritma tatalaksana hipertensi pada dewasa3
Untuk terapi farmakologis, berikut adalah beberapa jenis obat serta dosisnya
42
Tabel 4. Obat anti hipertensi beserta dosisnya3
43
1.7.2 Tatalaksana Non Farmakologis
yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol,
sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang
organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas
fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran
demikian dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu
44
turun. Melakukan aktivitas secara teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45
hingga mencapai 19% hingga 30%. Begitu juga halnya dengan kebugaran
kardio respirasi rendah pada usia paruh baya diduga meningkatkan risiko
tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat
mentega yang bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan
karena akan mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mengurangi
45
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang
jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan
minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman
tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke. Selain itu,
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan
1.8 Komplikasi
46
I. Jantung
II. Otak
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan hemoragik
otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena hemoragik.
tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan pada hipertensi
III. Ginjal
1.9 Pencegahan
peran dari pemerintah dan para pembuat kebijakan. Petugas kesehatan, komunitas
peneliti akademis, lembaga masyarakat, sektor privat, serta keluarga dan penderita
47
BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien bapak M mengeluhkan badan terasa lemas, nyeri kepala sudah 5 hari yang
lalu, pada perut terasa begah terasa mual tetapi tidak muntah, buang air besar dan kecil
baik, didapatkan pemeriksaan tekanan darah 150/83, nadi : 92 x / menit, suhu: 36,5oC,
RR: 20 x / menit, sedangkan pada pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan 494, dan
pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi dan penyakit DM, dari pemeriksaan
fisik dan gula darah sewaktu serta pernyataan pasien yang memiliki riwayat penyakit
Pada diabetes, terjadi kerusakan pada lapisan endotel arteri dan dapat
disebabkan secara langsung oleh tingginya kadar glukosa dalam darah, metabolit
glukosa, atau tingginya kadar asam lemak dalam darah yang sering dijumpai pada
sehingga molekul yang mengandung lemak masuk ke arteri. Kerusakan sel-sel endotel
akan mencetuskan reaksi imun dan inflamasi sehingga akhirnya terjadi pengendapan
trombosit, makrofag, dan jaringan fibrosis. Sel-sel otot polos berproliferasi. Penebalan
dinding arteri menyebabkan hipertensi, yang semakin merusak lapisan endotel arteri
karena menimbulkan gaya yang merobek sel-sel endotel (Corwin, 2009). Salah satu
terutama mereka yang merupakan penderita Diabetes tipe II. Pada tulisan perdana ini,
48
Penderita diabetes tipe II pada umumnya memiliki kondisi yang disebut dengan
resistensi insulin. Resistensi insulin adalah kondisi dimana seseorang memiliki jumlah
insulin yang cukup untuk merombak glukosa, namun tidak bekerja sebagaimana
mestinya. Insulin yang ada tidak digunakan untuk merombak glukosa, yang
mengakibatkan kadar glukosa dalam darah naik, yang mengakibatkan diabetes. Insulin
yang tidak bekerja ini tidak akan dirombak menjadi apapun, dia akan tetap berada dalam
bentuk insulin. Insulin berlebih ini lah yang menyebabkan terjadinya hipertensi pada
pasien diabetes.
Insulin, selain bekerja untuk merubah glukosa menjadi glikogen (yang nantinya
natrium di ginjal dan meningkatkan aktivitas sistem syaraf simpatik. Retensi natrium
dan meningkatnya aktivitas sistem syaraf simpatik merupakan dua hal yang
berpengaruh terhadap meningkatnya tekanan darah. Lebih lanjut, insulin juga dapat
49
DAFTAR PUSTAKA
50
Belief Model (Pada Pasien Rawat Jalan di RSU Karsa Husada Kota Batu, Jawa
Timur)
Soegondo, S. (2004), Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus terkini, dalam
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu sebagai Panduan Penatalaksanaan
Diabetes Melitus bagi Dokter maupun Edukator, Soegondo, S., Soewondo, P.,
Subekti, I., penyunting, Pusat Diabetes dan Lipid RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, h. 17 – 28
Suastika K, Soeatmaji D W, Asdie HA, Adam JM, Soegondo S, Manaf A, et al.
Petunjuk Praktis Terapi Insulin. Jakarta. Perkeni; 2006:5 –6
Saraswati, S. 2009. Diet Sehat Untuk Penyakit Asam Urat, Diabetes, Hipertensi, dan
Stroke. Yogyakarta: A+ Plus.
Suyono, S. (2014). Diabetes Melitus di Indonesia. In Siti Setiati,Idrus Alwi, Aru W.
Sudoyo, Marcellus Simadibrata K, Bambang Setiyohadi, Ari Fahrial Syam.Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam(p. 2316). Jakarta: Internal Publishing.
Tarwoto, Dkk. 2012.Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:
Trans Info Medikal.
Utami, Astuti Puji., 2016. Gambaran Mekanisme Koping Stress Pada Pasien
Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Sambit Ponorogo Jawa Timur.
Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Jakarta.
Wijayakusuma H.,2004. Bebas Diabetes Mellitus Ala Hembing. Jakarta: Puspa Swara
World Health Organization, 1997. Classification of Diabetes Mellitus.
(https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/325182/9789241515702-eng.pdf?
sequence=1&isAllowed=y. Diakses 28 Juni 2019.
World Health Organization, 2011. Diabetes Melitus. (online),
(http://care.diabetesjournals.org. Diakses 28 Juni 2019.
World Health Organization (WHO), 2006 , Definition and Diagnosis of Diabetes
Mellitus and Intermediate Hyperglicaemia, World Health Organization, Geneva : 5
– 6.
Yatim, F. 2010. Kendalikan Diabetes Obesitas dan Diabetes : Mengatur Pola Hidup dan
Pola Makan. Jakarta: Indocamp
51