Anda di halaman 1dari 20

TAKSONOMI VEKTOR NYAMUK

Genus Anopheles

1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Bekang
Anopheles (nyamuk malaria) merupakan salah satu genus nyamuk. Terdapat
400 spesies nyamuk Anopheles, tetapi hanya 30-40 menyebarkan malaria
merupakan "vektor” secara alami. Anopheles gambiae adalah paling terkenal
akibat peranannya sebagai penyebar parasit malaria contohnya Plasmodium
falciparum dalam kawasan endemik di Afrika, sedangkan Anopheles sundaicus
adalah penyebar malaria di Asia.
Menurut World Health Organization WHO (2021) Malaria adalah penyakit
demam akut yang disebabkan oleh  parasit  Plasmodium  yang ditularkan ke
manusia melalui gigitan  nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi  . Ada 5
spesies parasit yang menyebabkan malaria pada manusia, dan dua di antaranya
–  P. falciparum  dan  P. vivax  – merupakan ancaman terbesar. P.
falciparum adalah parasit malaria paling mematikan dan paling umum di benua
Afrika. P. vivax adalah parasit malaria yang dominan di sebagian besar negara di
luar sub-Sahara Afrika.
Gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi menularkan parasit yang masuk
ke sistem darah korban dan berjalan ke hati orang tersebut di mana parasit
berkembang biak. Di sana parasit menyebabkan demam tinggi yang melibatkan
gemetar menggigil dan nyeri. Dalam kasus terburuk malaria menyebabkan koma
dan kematian (Roser and Ritchie 2019).
Jumlah kematian tahunan tentu saja mencapai ratusan ribu, tetapi perkiraan
berbeda secara substansial antara organisasi kesehatan global yang berbeda:
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 438.000 orang
meninggal karena malaria pada tahun 2015; Institute of Health Metrics and
Evaluation (IHME) menempatkan perkiraan ini pada 620.000 pada tahun 2017.
Kebanyakan korban adalah anak-anak. 57% kematian akibat malaria adalah anak-
anak di bawah 5 tahun. Ini adalah salah satu penyebab utama kematian anak.
Setiap dua belas anak yang meninggal pada tahun 2017, meninggal karena
malaria.
Kejadian atau penularan penyakit dalam epidemiologi, sangat tergantung
pada interaksi antara host, agent, dan environment. Lingkungan merupakan faktor
penting dalam penularan penyakit tular vektor yaitu sebagai tempat kelangsungan
hidup vektor. Kondisi geografis Indonesia yang luas dan bionomik vektor yang
beraneka ragam untuk itu pengendalian vektor harus dilakukan secara Rational,
Effective, Efisien, Suntainable, Affective and Affordable (REESAA) sehingga
pemetaan breeding places dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting
Ruliansyah ed al (2019).
Target SDGs 3.3 (Sustainable Development Goals) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional IV (RPJMN) serta Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan RI tahun 2020-2024 menyebutkan bahwa malaria
merupakan salah satu prevalensi penyakit menular utama yang tinggi dan disertai
mobilitas penduduk sehingga berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat
(Asmiani, Windusari, and Hasyim 2021).
Strategi dalam pengendalian vektor malaria terdiri dari pengumpulan data
dukung, penggalangan kemitraan lintas sektor dan lintas program, peningkatan
advokasi kepada pemerintah dan stakeholders dan peningkatan sumber daya dari
berbagai potensi. Upaya pengendalian vektor penanggulangan penyakit tular
vektor yaitu dengan cara memutus mata rantai siklus hidup vektor. Hal ini bisa
dilakukan apabila lokasi sebaran dari habitat suatu vektor telah diketahui. Akan
tetapi, luasnya wilayah sebaran habitat vektor sering menjadi kendala dalam
melakukan pengendalian.
1.2 Rumusan Masalah
Berdarakan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah dalam
penulisan ini yaitu bagaiman implementasi Program pengendalian Terpadu pada
Genus Anopheles
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Ingin mengatuhi bagaimana implementasi Program pengendalian Terpadu
pada Genus Anopheles
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Ingin mengatuhi bagaimana implementasi pengendalian terpadu secara
biologi pada Genus Anopheles
2. Ingin mengatuhi bagaimana implementasi pengendalian terpadu secara
Kimia pada Genus Anopheles
3. Ingin mengatuhi bagaimana implementasi pengendalian terpadu secara
Genetik Genus Anopheles
4. Ingin mengatuhi bagaimana implementasi pengendalian terpadu secara
Fisik pada Genus Anopheles
5. Ingin mengatuhi bagaimana pengelolaan lingkungan pada Genus
Anopheles
6. Ingin mengatuhi bagaimana pendidikan masyarakat.
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistematika Nyamuk Famili Culicidae
Nyamuk merupakan vektor penular utama dari penyakit tertentu. Menurut
Harbach (2007), klasifikasi nyamuk dalam Famili Culicidae dibagi menjadi dua
subfamili yaitu Anophelinae yang terdiri dari 3 genus dan Culicinae yang terdiri
dari 41 genus (Tabel 2.1). Famili Culicidae termasuk kelompok nyamuk yang
banyak ditemukan pada daerah beriklim tropis di seluruh dunia karena
keanekaragamannya yang berlimpah. Jenis nyamuk yang sudah diketahui hingga
saat ini yaitu mencapai 3.490 jenis (Harbach and Howard 2007). Genus-genus
nyamuk yang dapat berkembang dengan baik di hutan tropis, salah satunya
Indonesia dan termasuk dalam genus terbesar serta berperan sebagai vektor
penyakit yaitu Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia, Caquillettidia, dan Culiseta .
Tabel 2.1 Genus-genus nyamuk dalam Famili Culicidae
Jumlah Jumlah
Subfamili Tribus Genus Distribusi
Subgenus Spesies
Anophelinae Anopheles 7 455 Cosmopolitan
Bironella 3 8 Australasian
Chagasia - 4 Neotropical
Culicinae
Afrotropical,
Aedeomyiini Aedeomyia 2 6 Australasian,Oriental,
Neotropical
Aedini Aedes 23 363 Old World, Nearctic
Armigeres 2 58 Australasian, Oriental
Ayurakitia - 2 Oriental
Borichinda - 1 Oriental
Eretmapodites - 48 Afrotropical
Haemagogus 2 28 Principally Neotropical
Heizmannia 2 39 Oriental
Ochlerotatus 22 550 Cosmopolitan
Opifex - 1 New Zealand
Psorophora 3 48 New World
Udaya - 3 Oriental
Principally Australasian,
Verrallina 3 95
Oriental
Zeugnomyia - 4 Oriental
Culicini Culex 23 763 Cosmopolitan
Subfamili Jumlah Jumlah Distribusi
Genus
Tribus Subgenus Spesies
Deinocerites - 18 Principally Neotropical
Galindomyia - 1 Neotropical
Afrotropical,Australasian
,Oriental,Neotropical,
Lutzia 3 7
eastern Palaearctic

Culisetini Culiseta 7 37 Old World, Nearctic


Ficalbiini Ficalbia - 8 Afrotropical, Oriental
Afrotropical,Australasian,
Mimomyia 3 44
Oriental
Afrotropical,Australasian,
Hodgesiini Hodgesia - 11
Oriental
Mansoniini Coquillettidia 3 57 Old World, Neotropical
Mansonia 2 23 Old World, Neotropical
Afrotropical,Nearctic,
Orthopodomyiini Orthopodomyia - 38 Neotropical,Oriental,
Palaearctic
Sabethini Isostomyia - 4 Neotropical
Johnbelkinia - 3 Neotropical
Kimia - 5 Oriental
Limatus - 8 Neotropical
Afrotropical,
Malaya - 12
Australasian, Oriental
Maorigoeldia - 1 New Zealand
Onirion - 7 Neotropical
Runchomyia 2 7 Neotropical
Sabethes 5 38 Neotropical
Shannoniana - 3 Neotropical
Topomyia 2 54 Principally Oriental
Trichoprosopon - 13 Neotropical
Principally Australasian,
Tripteroides 5 122
Oriental,
Wyeomyia 15 140 Principally Neotropical
Afrotropical, ustralasian,
Toxorhynchitini Toxorhynchites 4 88 Neotropical,eastern
Palaearctic, Oriental
Afrotropical,Australasian,
Uranotaeniini Uranotaenia 2 265
Oriental, Neotropical
Sumber : (Harbach 2007)
2.2 Siklus Hidup Nyamuk
Perkembangan nyamuk berlangsung secara metamorfosis sempurna
(holometabola) yang terdiri dari empat fase yaitu dimulai dari telur (Gambar 2.2),
larva, pupa, dan menjadi dewasa (Agustin 2017). Sebagian besar nyamuk bertelur di
air, namun jenis nyamuk tertentu misalnya Aedes sp. meletakkan telurnya di tanah
yang lembab maupun air yang keruh. Menurut Cheng (2012), telur yang
diletakkan pada tanah lembab memiliki resistensi tinggi terhadap berbagai
gangguan karena mengalami pengawetan yang disebabkan oleh pengeringan.

a. Anopheles; b. Aedes; c. Culex


Gambar 2.1 Telur nyamuk (Cheng, 2012)

Montgomery (1974) dalam (Agustin 2017) Telur nyamuk berbentuk oval


dengan panjang kurang dari 1 mm dan berwarna putih, namun setelah beberapa
jam maka warnanya akan menjadi gelap bahkan hitam. Hal tersebut bertujuan
sebagai perlindungan bagi larva agar tidak terlihat oleh predator. Telur-telur
tersebut dapat bertahan dan berkembang menjadi larva apabila berada di tempat
yang lembab hingga berada pada permukaan air . Jumlah telur yang ditetaskan
setiap jenis nyamuk betina berbeda-beda, mulai dari 40 hingga ratusan telur.
Menurut Cheng (1999), telur menetas menjadi larva setelah masa inkubasi
selama 12 jam hingga beberapa hari. Pada fase larva terdapat empat tahap
perkembangan yang disebut instar. Fase larva merupakan fase perkembangan
nyamuk yang mengalami pergantian kulit pertama. Hal ini dikarenakan larva yang
terus menerus makan akan tumbuh dengan cepat. Pada tahap ini kulit yang keras
dan rapuh akan mudah pecah. Perkembangan ukuran larva dari instar pertama
hingga keempat yaitu 8-15 mm. Setelah larva mencapai instar ke-4 pada hari ke-5,
larva akan berkembang menjadi pupa dan memasuki masa dorman (Hadi 2007).
Fase perkembangan larva selanjutnya yaitu berupa pupa. Pada fase ini
tidak diperlukan adanya makanan namun jaringannya tetap aktif untuk
berkembang. Fase pupa berlangsung selama satu sampai dua hari dan telah
berkembang sepasang sifon (tabung pernafasan) yang digunakan selama fase pupa
(Gambar 2.3) Sebagian besar nyamuk akan bernafas melalui sifon yang
menembus permukaan air, namun Mansonia sp. akan menggunakan sifonnya
untuk menusuk akar tumbuhan air untuk mendapatkan oksigen (Cheng 1999).

(a). Larva Culex berada di permukaan air dengan sifonnya;


(b). Larva Aedes terlihat menempel pada permukaan air;
(c). Larva Anopheles berada di permukaan air
Gambar 2.3 Larva nyamuk (Cheng 1999)
Menurut Selvan ed el (2015) dalam (Agustin 2017) nyamuk dewasa yang
baru keluar dari pupa akan berhenti sejenak di atas permukaan air untuk
mengeringkan tubuhnya terutama sayap-sayapnya dan sesudah mampu
mengembangkan sayapnya, nyamuk dewasa terbang mencari makan. Waktu yang
diperlukan nyamuk untuk pertumbuhannya mulai dari telur sampai menjadi
dewasa sekitar 1-2 minggu. Nyamuk betina dewasa akan membutuhkan darah
sebagai sumber energi untuk perkembangan telurnya, sedangkan sumber energi
atau makanan nyamuk jantan dewasa yaitu gula dari nektar untuk mempertahanan
hidupnya.
2.3 Morfologi Nyamuk Anopheles
Menurut Sembel (2009) dalam (Purnama 2017). Nyamuk Anopheles sp dapat
berbiak dalam kolam air tawar yang bersih, air kotor, air payau, maupun air yang
tergenang di pinggiran laut. Nyamuk-nyamuk ini ada yang senang hidup di dalam
rumah dan ada yang aktif di luar rumah. Ada yang aktif terbang pada waktu pagi,
siang, sore, ataupun malam. Nyamuk Anopheles sp sering disebut nyamuk
malaria karena banyak dari spesies nyamuk ini menularkan malaria. Jenis nyamuk
ini juga dilaporkan menularkan penyakit chikungunya. Spesies Anopheles sp yang
berbeda sering menunjukkan tingkah laku yang berbeda dan kemampuan
menularkan penyakit yang berbeda pula. Oleh sebab itu, jenis nyamuk Anopheles
sp yang menularkan penyakit di satu daerah sering berbeda dengan Anopheles sp
yang menularkan penyakit malaria atau chikungunya di daerah lain.
Hewan yang termasuk dalam kelas Hexapoda (insektor) mempunyai satu
pasang antena dan tiga pasang kaki. Dalam daur hidupnya terjadi beberapa
perubahan yaitu perubahan bentuk,perubahan sifat hidup dan perubahan struktur
bagian dalam insekta atau juga metamorfosis. Nyamuk Anopheles sp adalah
adalah nyamuk vektor penyakit filariasis. Nyamuk Anopheles memiliki tubuh
yang langsing dan 6 kaki panjang dan memiliki sayap yang bersisik.
Klasifikasi nyamuk Anopheles (Purnama 2017):
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Diptera
Family : Anophelinae
Genus : Anopheles

Adapun ciri-ciri nyamuk Anopheles sebagai berikut (Purnama 2017):


1. Kepala anophelni jantan memiliki antena yang berambut lebat (plumose),
palpus terdiri atas probosis dengan ujung agak bulat.
2. Kepala betina memiliki venasi sayap kosta dan subkosta.
3. Bentuk tubuh kecil dan pendek
4. Antara palpi dan proboscis sama panjang
5. Pada saat hinggap membentu sudut 90º
6. Warna tubuhnya coklat kehitaman
7. Bentuk sayap simetris,bercak dan sisik gelap terang.
8. Berkembang biak di air kotor atau tumpukan sampah
9. Panjang telur kurang-lebih 1mm dan memiliki pelampung di kedua
sisinya.
10. Dalam keadaan diam (istirahat), jentik nyamuk Anopheles sejajar dengan
permukaan air dan ciri khasnya yaitu spirakel pada bagian posterior
abdomen, tergal plate pada bagian tengah sebelah dorsal abdomen dan
bulu palma pada bagian lateral abdomen.
11. Larva beristirahat secara paralel dengan permukaan air.
12. Pupa, Mempunyai tabung pernapasan (respiratory trumpet) yang berbentuk
lebar dan pendek yang digunakan untuk pengambilan oksigen dari udara.
13. Dewasa, bercak pucat dan gelap pada sayapnya dan beristirahat di
kemiringan 45 derajat suatu permukaan.
14. Warnanya bermacam-macam, ada yang hitam, ada pula yang kakinya
berbercak- bercak putih.
15. Terdapat 46 spesies yang tersebar diseluruh Indonesia
16. Dalam siklus hidupnya diperlukan air, tanpa air siklus hidup terputus
17. Metamorfosis sempurna: Telur-larva-pupa-dewasa
18. Lebih banyak ditemukan menggigit diluar rumah
19. Tempat perindukan adalah sawah dan saluran irigasi, kolam, rawa, mata
air dan sumur
20. Berkembang biak dengan baik di air yang jernih/agak keruh, air
berhenti/sedikit mengalir, ditempat teduh atau terkena sinar matahari
langsung
Berikut adalah morfologi berdasarkan tingkat perkembangan nyamuk
Anopheles (Purnama 2017).
1. Stadium telur
Ciri Morfologi :
 Lonjong seperti perahu, kedua ujung meruncing
 Mepunyai alat pengapung
 Tersusun teratur
 Diletakkan sendiri-sendiri (terpisah)
 Mudah musnah diatas 400 C dan dibawah 00 C dan tidak berkembang di
bawah 120 C
 Segera menetas bila berada dalam air dalam waktu 2-3 hari
2. Stadium Larva
Ciri Morfologi :
 Terdiri atas kepala, torax dan abdomen
 Panjang tanpa kaki
 Kepala mempunyai mata majemuk
 Antena berbulu, bagian mulut digunakan untuk menggigit
 Kedelapan ruas abdomen mengandung spirakel yang berfungsi untuk
lubang udara
 Terletak sejajar dengan permukaan air
 Mempunyai sikat palmata seperti kipas
 Tidak mempunyai siphon (corong nafas)
 Pada bagian anus mempunyai insang anal yang berfungsi untuk
menyerap air
 Mampu menahan suhu rendah maupun sedang
3. Stadium Pupa
Ciri Morfologi :
 Bentuk seperti koma
 Terdiri atas cephalothorax dan abdome
 Mempunyai siphon
 Mempunyai terompet yang digunakan untuk bernafas pada thorax
 Mempunyai kantong udara yang terletak diantara bakal sayap pada
bentuk dewasa
 Mempunyai sepasang pengayuh yang saling menutupi pada ruas
abdomen terakhir yang berfungsi untuk : menyelam cepat, dengan
serangan jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsangan
 Sangat mudah musnah pada kekeringan maupun pembekuan
Bagian-bagian tubuh nyamuk Anophele yang penting untuk identifikasi
yaitu (Purnama 2017):
KEPALA :Proboscis, Palpus (Palpus tidak sama panjang dengan
proboscis), Antena
DADA/THORAX : Scutelum, Halter, Sepasang Sayap dengan urat-urat sayap
dan 3 pasang kaki
PERUT/ABDOMEN : Ruas-ruas abdomen
3 BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles
3.1.1 Secara Biologi
Pengendalian vektor menggunakan agen pengendali hayati mikroba adalah
cara yang paling tepat untuk menekan jumlah vektor malaria. Agen pengendali
yang biasa digunakan adalah Bacillus thuringiensis karena tidak bersifat toksik
terhadap organisme nontarget.
B. thuringiensis bekerja dengan cara memproduksi toksin ketika membentuk
spora sebagai bentuk adaptasi terhadap keadaan yang tidak kondusif. Larva
nyamuk yang memakan toksin B. thuringiensis israelensis maka saluran
pencernaannya akan terganggu sehingga mengakibatkan kematian larva.
Konsentrasi B.thuringiensis sangat berpengaruh terhadap toksisitas dan lama
residunya di dalam air. Hal ini dimungkinkan karena semakin tinggi konsentrasi
B.thuringiensis yang diinokulasikan semakin banyak peluang untuk termakan oleh
larva semakin besar. Konsentrasi B. thuringiensis yang diperlukan untuk
membunuh larva tergantung pada tempat berkembang biak nyamuk. Konsentrasi
B. thuringiensis yang dapat membunuh 50% populasi larva adalah 10 ng.ml -1 atau
1 mg/m3 yang mengandung ± 103 sel bakteri. Semakin tua umur instar larva
nyamuk, maka semakin resisten terhadap B. thuringiensis karena terdapat
perbedaan perkembangan jumlah sel penyusun saluran pencernaan larva pada
setiap instarnya.
Tabel 1. Persentase Kematian Larva nyamuk Anopheles sp. yang diberi Bacillus
thuringiensis isolat dan dosis berbeda
Tabel diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan
maka kematian larva juga akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena
semakin tinggi konsentrasi bakteri yang digunakan maka semakin banyak bakteri
yang termakan oleh larva. Spora yang terbentuk pada konsentrasi 10 8 CFU.mL-1
(tertinggi) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah spora pada konsentrasi yang
lebih rendah. Spora B. thuringiensis semakin banyak, kristal toksin atau protein
yang dilepaskan untuk membunuh larva juga akan semakin banyak.
Hasil penelitian Wardani et al. (2019) studi pengaruh kondisi lingkungan
terhadap efektivitas Bacillus Thuringiensis H-14 Isolat Salatiga Sediaan Serbuk
untuk pengendalian jentik Anopheles Spp di Kabupaten Kulon Progo. Hasil
penelitian menunjukan, pengujian skala lapangan menunjukkan bahwa sediaan
serbuk B. thuringiensis H-14 isolat Salatiga efektif membunuh jentik Anopheles
spp pada pengamatan hari pertama dan hari kedua konsentrasi aplikasi 600 mg/m2.
Kristal endotoksin B. thuringiensis H-14 berperan dalam mematikan jentik
nyamuk.
3.1.2 Secara Kimia
Pengendalian vektor malaria secara kimiawi telah dilakukkan, terutama
pengendalian yang telah dilaksanakan oleh pemerintah diantaranya pemakaian
kelambu berinsektisida dan Indoor Residual Spraying (IRS). Pengendalian vektor
secara kimiawi terutama pengendalian dengan menggunakan insketisida, baik
untuk nyamuk dewasa dan jentik akan merangsang munculnya seleksi pada
nyamuk sasaran. Nyamuk atau jentik yang dapat terbunuh oleh insektisida akan
mati, sedangkan yang resisten akan tetap hidup. Jumlah yang hidup lama
kelamaan akan semakin banyak sehingga terjadi perkembangan kekebalan pada
nyamuk atau jentik terhadap dosis tertentu insektisida. Proses terjadinya
kekebalan menjadi penghambat utama dalam melakukkan pengendalian vektor
menggunakan insektisida. Dari hasil uji yang telah dilakukan, artinya insektisida
berbahan aktif lambdacyhalothrin 0,05% masih efektif digunakan dalam
pengendalian vektor malaria terhadap nyamuk Anopheles spp yang telah
dikonfirmasi sebagai vektor malaria.
3.1.3 Pengendalian rekayasa
Pengendalian secara rekayasa pada hakekatnya ditujukan untuk mengurangi
sarang insekta (breeding places) dengan melakukan pengelolaan lingkungan,
yakni melakukan manipulasi dan modifkasi lingkungan. Manipulasi adalah
tindakan sementara sehingga keadaan tidak menunjang kehidupan vektor. Sebagai
contoh adalah perubahan niveau air atau membuat pintu air sehingga salinitas air
dapat diatur. Modifikasi adalah tindakan untuk memperbaiki kualitas lingkungan
secara permanen, seperti pengeringan, penimbunan genangan, perbaikan tempat
pembuangan sampah sementara maupun akhir (TPS,TPA), dan konstruksi serta
pemeliharaan saluran drainase. Pada hakekatnya pengelolaan ini bersifat lebih
permanen (jangka panjang) dibanding dengan cara kimiawi, tetapi memerlukan
modal awal yang cukup tinggi, sehingga di negara berkembang pengendalian
vektor secara rekayasa sering kali menjadi terkebelakang. Saat ini, pengendalian
vektor sebaiknya menjadi suatu program kerja yang terpadu dalam semua proyek
pembangunan, mengingat bahwa pembangunan dapat menimbulkan sarang
insekta, sehingga di satu fihak diinginkan peningkatan kesejahteraan ataupun
mencegah penyakit (penyakit diare dengan memberi penyediaan air bersih), tetapi
di lain pihak proyek tadi menimbulkan penyakit baru, bawaan vektor (genangan
air buangan, bak mandi sebagai sarang nyamuk Aedes penyebar DHF)
3.2 Pengendalian Vektor Terpadu
Strategi ini dilaksanakan atas dasar ekologi vektor, sehingga diketahui
berbagai karakteristik vektor seperti habitat, usia hidup, probabilitas terjadi infeksi
pada vektor dan manusia, kepekaan vektor terhadap penyakit, dan lain-lainnya.
Atas dasar ini, dapat dibuat strategi pengendalian yang menyeluruh dengan
meningkatkan partisipasi masyarakat, kerjasama sektoral, dan lain-lainnya.
3.2.1 Pemantauan
Pengendalian secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan untuk jangka
panjang, ditunjang dengan pemantauan yang kontinu. Untuk ini diperlukan
berbagai parameter pemantauan dan pedoman tindakan yang perlu diambil apabila
didapat tanda-tanda akan terjadinya kejadian luar biasa/wabah. Parameter vektor
penyakit yang dipantau antara lain adalah:
1. indeks lalat untuk kepadatan lalat;
2. indeks pinjal untuk kepadatan pinjal;
3. kepadatan nyamuk dapat dinyatakan sebagai Man Biting Rate (MBR), indeks
kontainer, indeks rumah, dan/atau indeks Breteau;
a. Manajemen Vektor Terintegrasi/Integrated Vector Management (IVM)
IVM adalah proses pendekatan pengambilan keputusan secara rasional
dengan penggunaan sumber daya yang optimal untuk pengendalian vektor.
Pendekatan ini berupaya meningkatkan keberhasilam, efektivitas biaya,
ekologi, dan keberlanjutan dalam pengendalian vektor penyakit. Tujuan
utamanya adalah untuk mencegah penularan penyakit yang ditularkan
melalui vektor seperti malaria, demam berdarah, ensefalitis Jepang,
leishmaniasis, schistosomiasis, dan penyakit Chagas.
b. Strategi operasional
Kerangka Strategis Global untuk IVM membutuhkan penetapan prinsip,
kriteria dan prosedur dalam pengambilan keputusan bersama dengan
kerangka waktu dan target. lima elemen kunci untuk keberhasilan
implementasi IVM:
 Advokasi, mobilisasi sosial, mengawal peraturan untuk kesehatan
masyarakat dan pemberdayaan masyarakat.
 Kolaborasi dalam sektor kesehatan dan dengan sektor lainnya melalui
penggunaan sumber daya, perencanaan, pemantauan, dan
pengambilan keputusan yang optimal.
 Penggabungan metode pengendalian vektor non-kimia dan kimia, dan
integrasi dengan langkah-langkah pengendalian penyakit lainnya.
 Pengambilan keputusan berbasis bukti (eviden base) yang dibuktikan
dari penelitian operasional dan pengawasan serta evaluasi secara
entomologis dan epidemiologis.
 Pengembangan sumber daya manusia yang memadai, pelatihan dan
struktur karir di tingkat nasional dan lokal untuk mempromosikan
pengembangan kapasitas dan mengelola program IVM;
3.2.2 Sistem Informasi Surveilans Malaria (E-SISMAL)
Sistem Informasi Surveilans Malaria (SISMAL) adalah software yang
digunakan untuk melakukan pengolahan data-data tentang malaria ang
meliputi data penemuan kasus, logistik serta pemetaan desa endemis. Tujuan
adanya SISMAL adalah dapat membantu pengelola program dalam
meningkatkan keterampilan baik dalam hal tatalaksana malaria, surveilans
malaria, penyelidikan epidemiologi malaria dalam proses eliminasi malaria
2030.
Eletronik Sistem Informasi Surveilans Malaria (E-SISMAL) merupakan
suatu sistim pelaporan elektronik, yang dapat menghitung data secara rinci
dan merekap data sesuai dengan format pelaporan malaria yang terintegrasi.
Strategi dalam pengendalian vektor malaria terdiri dari pengumpulan data
dukung, penggalangan kemitraan lintas sektor dan lintas program,
peningkatan advokasi kepada pemerintah dan stakeholders dan peningkatan
sumber daya dari berbagai potensi.
1. BAB IV
PENUTUP
1.2 Kesimpulan
1. Anopheles (nyamuk malaria) merupakan salah satu genus nyamuk.
Anopheles yang merupakan perantara dari penyakit berbahaya didunia
terutama di Asia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan
bahwa 438.000 orang meninggal karena malaria pada tahun 2015; Institute
of Health Metrics and Evaluation (IHME) menempatkan perkiraan ini
pada 620.000 pada tahun 2017. Strategi dalam pengendalian vektor
malaria terdiri dari pengumpulan data dukung, penggalangan kemitraan
lintas sektor dan lintas program, peningkatan advokasi kepada pemerintah
dan stakeholders dan peningkatan sumber daya dari berbagai potensi.
Pengendalian vector terpadu dasar ekologi vektor, sehingga diketahui
berbagai karakteristik vektor seperti habitat, usia hidup, probabilitas terjadi
infeksi pada vektor dan manusia, kepekaan vektor terhadap penyakit, dan
lain-lainnya. Atas dasar ini, dapat dibuat strategi pengendalian yang
menyeluruh dengan meningkatkan partisipasi masyarakat, kerjasama
sektoral, dan lain-lainnya. Adapun bebrapa pengendalian antara lain :
pemantauan kepadatan nyamuk, Manajemen Vektor
Terintegrasi/Integrated Vector Management (IVM), dan Strategi
operasional berupa :
2. Advokasi, mobilisasi sosial, mengawal peraturan untuk kesehatan
masyarakat dan pemberdayaan masyarakat.
3. Kolaborasi dalam sektor kesehatan dan dengan sektor lainnya melalui
penggunaan sumber daya, perencanaan, pemantauan, dan pengambilan
keputusan yang optimal.
4. Penggabungan metode pengendalian vektor non-kimia dan kimia, dan
integrasi dengan langkah-langkah pengendalian penyakit lainnya.
5. Pengambilan keputusan berbasis bukti (eviden base) yang dibuktikan dari
penelitian operasional dan pengawasan serta evaluasi secara entomologis
dan epidemiologis.
6. Pengembangan sumber daya manusia yang memadai, pelatihan dan
struktur karir di tingkat nasional dan lokal untuk mempromosikan
pengembangan kapasitas dan mengelola program IVM;
1.3 Saran
1. Pengendalian vektor harus berlangsung secara terus-menerus dan
mempunyai cakupan yang luas, sehingga harus melibatkan masyarakat
secara aktif dan yang utama harus ekonomis.
2. Promosi kesehatan sangat diutamakan dalam situasi ini. Selanjutnya ada
sebagian masyarakat yang mengetahui tentang vektor penyakit dan cara
pengendalian vektor tersebut, namun tidak mau untuk melakukannya. Ini
merupakan masalah yang banyak ditemukan di masyarakat. Tindakan yang
perlu dilakukan ialah mencari penyebab dari ketidakmauan tersebut dan
kemudian motivasi masyarakat untuk mau melakukan apa yang telah
diketahui.
4 DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Wahyu Tri. 2017. “Identifikasi Nyamuk (Famili Culicidae) Sebagai
Vektor Penyakit Di Blok Merak Dan Widuri Resort Labuhan Merak
Kawasan Taman Nasional Baluran.” in Skripsi. Jember: Digital Repository
Universitas Jember.
Asmiani, Yuanita Windusari, and Hamzah Hasyim. 2021. “Analisis Strategi
Pengendalian Vektor Malaria Di Kabupaten Bangka Barat.” The Indonesian
Journal of Health Promotion (MPPKI): Universitas Sriwijaya Palembang
4(4):545–53.
Cheng, Thomas. 1999. General Parasitology. Second Edi. Florida: Elsevier Inc.
Hadi, Upik Kesumawati. 2007. No Title. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Harbach, Ralph. 2007. “The Culicidae (Diptera): A Review Of Taxonomy,
Classification And Phylogeny *.” Zootaxa 1668:591–638. doi:
10.5281/zenodo.180118.
Harbach, Ralph E., and Theresa M. Howard. 2007. “Index of Currently
Recognized Mosquito Species ( Diptera : Culicidae ).” Journal of the
European Mosquito Control Association 23:1–66.
Purnama, Sang Gede. 2017. “Pengendalian Vektor.” in Diklat Pengendalian
Vektor. Bandung: Universitas Undayana.
Roser, Max, and Hannah Ritchie. 2019. “Malaria.” Published Online at
OurWorldInData.Org. Retrieved (https://ourworldindata.org/malaria).
Ruliansyah, Andri, Wawan Ridwan, and Asep Jajang Kusnandar. 2019.
“Pemetaan Habitat Jentik Nyamuk Di Kecamatan Cibalong, Kabupaten
Garut, Provinsi Jawa Barat.” Jurnal Vektor Penyakit 13(2):115–24. doi:
10.22435/vektorp.v13i2.946.
Wardani, Arum Triyas, Arief Nugroho, Yusnita Mirna Anggraeni, Rendro
Wianto, and Esti Rahardianingtyas. 2019. “Pengaruh Kondisi Lingkungan
Terhadap Efektivitas Bacillus Thuringiensis H-14 Isolat Salatiga Sediaan
Serbuk Untuk Pengendalian Jentik Anopheles Spp Di Kabupaten Kulon
Progo.” Vektora : Jurnal Vektor Dan Reservoir Penyakit 11(2):103–10. doi:
10.22435/vk.v11i2.1565.
WHO. 2021. “Malaria.” World Health Organization. Retrieved February 16, 2022
(https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malaria).

Anda mungkin juga menyukai