Saya menyadari bahwa sebagai seorang pendidik di tingkat satuan SMA
saya harus bisa memahami bahwa perilaku yang dimunculkan oleh setiap peserta didik selalu didasari oleh keadaan psikologis mereka sebelum berada di tingkat ini. Misalnya pengalaman belajar matematika yang kurang menyenangkan yang mereka alami saat di tingkat SD atau tingkat SMP. Mungkin saja ada peserta didik yang mengalami trauma, kekerasan fisik atau penolakan dari guru atau temannya yang berdampak pada saat pembelajaran matematika di tingkat SMA. Saya sering menemukan siswa yang saat pembelajaran berlangsung mereka kelihatan sangat antusias, rajin bertanya, seakan merekalah siswa yang sangat serius dan pintar.Ternyata pada saat di evaluasi mereka tidak mengerti mengerjakan soal dari materi yang sudah dipelajarinya. Perilaku ini menunjukkan bahwa siswa ini sudah mampu melakukan pertahanan diri untuk melindungi dirinya dari luka walau pun ternyata pada akhirnya jika ketahuan mereka akan terluka lagi. Seiring dengan usia yang menanjak dewasa, para peserta didik di tingkat SMA sudah mampu melakukan pertahanan diri lagi dan lagi. Dengan memahami hal ini, sebagai seorang guru kita tidak langsung men-judge mereka sebagai anak nakal/pemberontak/bodoh, tetapi kita bisa melakukan pendekatan secara individual kepada mereka untuk mengetahui perasaan mereka, dan dengan itu kita bisa mengarahkan dan memberikan bantuan yang diperlukan untuk membuat mereka menjadi individu yang lebih optimal hingga akhirnya mereka mampu mendekonstruksi pertahanan diri yang dibuatnya dan menemukan identitas dirinya