Anda di halaman 1dari 2

Pelajaran bab dua.

Pada bab kedua ini tampak jelas bahwa manusia adalah makhluk
individu dan makhluk sosial. Sekolah adalah salah satu sarana pembentukan kepribadian
seseorang. Sebagai seorang pendidik di satuan sekolah menengah atas (SMA) saya
berhadapan dengan berbagai kepribadian siswa dan rekan sejawat guru yang berbeda-beda
dan latar belakang keluarga dan lingkungan yang berbeda-beda. Dari sikap, cara berbicara,
bertindak, tampak jelas bahwa sebagian besar peserta didik berada dalam proses menemukan
jati dirinya. Para peserta didik mungkin tidak mengetahui bahwa perilaku yang
ditunjukkannya di sekolah menggambarkan tipe kepribadiannya. Namun, akan lebih baik jika
sebagai pendidik juga mengetahui tipe kepribadian siswanya walau pun tidak terlalu detail.
Apakah peserta didiknya termasuk dalam tipe kepribadian perfeksionis yang ingin selalu
sempurna dalam menyelesaikan tugasnya, apakah tipe kepribadian cluster B yang selalu
menginginkan perhatian dan pujian dari orang lain, apakah tipe kepribadian ambang yang
mencari simpati orang lain dengan menceritakan penderitaan atau pun trauma yang
dialaminya, apakah tipe kepribadian kodependen yang suka memberi perhatian pada orang
lain bahkan rela menghabiskan waktunya dengan memikirkan masalah orang lain, apakah
tipe kepribadian penghindar yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, atau tipe
kepribadian C-PTSD yang menghabiskan waktu karena perasaan bersalah atau pun
disalahkan. Sadar atau tidak sadar perilaku siswa dan siswi menunjukkan mekanisme
pertahahan dirinya saat proses pembelajaran berlangsung dikelas atau pun saaat berinteraksi
dengan temannya di luar kelas..Ada siswa yang perilakunya baik di rumah dan “nakal” di
sekolah atau sebaliknya. Guru juga terkadang dalam menunjukkan legitimasi yang
dimilikinya dapat menyebabkan luka pada anak didiknya. Kata-kata nasehat yang
disampaikan dengan halus atau pun kasar tetapi menyakitkan dapat menimbulkan luka
emosional bagi peserta didik. Kekerasan secara fisik atau psikis membuat luka dihati siswa,
sehingga siswa cenderung semakin tidak sopan dan membenci gurunya. Beberapa diantara
mereka ada yang berpura-pura baik di depan guru tetapi tidak dalam hatinya. Dalam hal ini
para siswa malah semakin mengembangkan pertahanan dirinya yang kurang baik. Demikian
juga diantara kepala sekolah dengan guru atau sebaliknya. Keputusan atau sikap yang diambil
kepala sekolah yang tidak sesuai dengan harapkan para guru dan sebaliknya sikap atau
tingkah laku guru tidak sesuai dengan yang diharapkan kepala sekolah,hingga akhirnya kedua
pihak merasakan sama-sama terluka. Namun, sebagai seorang yang sudah dewasa, harus bisa
mengolah emosi apalagi sebagai pendidik yaitu menjadi oase dan dian sesuai moto yayasan
LPK DON BOSCO.

Anda mungkin juga menyukai