Anda di halaman 1dari 10

2502-6224

JDA Jurnal Dinamika Akuntansi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/j


da
Jil. 9, No. 2, September 2017, hlm. 176-183
p-ISSN 2085-4277 | e-ISSN

Pengaruh Persepsi Manfaat Tax Amnesty Terhadap


Kepatuhan Wajib Pajak

Ramadhani Indah SariFakultas, Dian Anita Nuswantara


Ekonomi Universitas Negeri Surabaya
Jl. Ketintang No.2, Gayungan, Surabaya, Jawa Timur 60231, Indonesia

DOI: http://dx.doi.org/10.15294/jda.v9i2.11991

Diterima: 21 April 2017. Direvisi: 19 Juni 2017. Diterima: 1 Agustus 2017: Diterbitkan31 September 2017

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh manfaat pengampunan pajak yang
dirasakan pada Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengampunan pajak
terhadap kepatuhan wajib pajak terhadap kualitas pelayanan sebagai variabel moderasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mengikuti tax amnesty di
Surabaya sebanyak 58.415 wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama
Surabaya. Teknik pengambilan sampel yang dipilih adalah judgemental sampling dengan
rumus slovin diperoleh 100 sampel. Penelitian ini dianalisis menggunakan metode partial
least square dengan model analisis jalur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
manfaat pengampunan pajak dirasakan mempengaruhi kepatuhan pajak sehingga
kualitas pelayanan tidak dapat memoderasi hubungan antara keduanya. Kesimpulan
dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak sudah merasa yakin akan dihapuskannya pajak
yang seharusnya terutang karena merasa dipermudah dan karena mendapatkan
keringanan pajak agar lebih patuh. Kualitas pelayanan yang baik telah dilakukan oleh
Pemerintah dan fiskal, namun dengan adanya lonjakan Wajib Pajak yang mengikuti
program Amnesti Pajak di hari-hari terakhir sehingga membuat Wajib Pajak merasa
kurang nyaman dengan pelayanan yang telah diberikan.

Kata Kunci: Manfaat Pengampunan Pajak; Pemenuhan pajak; Quality of Service

How to cite (APA 6th Style)


Sari, RI & Nuswantara, DA (2017). Pengaruh Persepsi Manfaat Pengampunan Pajak
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Dinamika Akuntansi,
9(2), 176-183.

PENDAHULUAN

Pajak merupakan pendapatan terbesar bagi Negara Indonesia dibandingkan


dengan penerimaan negara dari sektor lainnya. Lima tahun berturut-turut sektor
perpajakan telah memberikan kontribusi penerimaan negara sekitar 80%. Padahal
pajak telah memberikan kontribusi penerimaan yang cukup besar, namun kebutuhan
pembangunan di Indonesia semakin meningkat dan tentunya membutuhkan dana yang
lebih banyak (Fajarwati, 2014). Kebutuhan yang semakin meningkat memerlukan
strategi khusus untuk mencapai target penerimaan negara dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya.
Kepatuhan wajib pajak menjadi aspek penting dalam memenuhi target
penerimaan negara dari sektor perpajakan. Kepatuhan menjadi penting karena sistem
perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment, dimana semua proses
penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri
(Suhendra, 2011 & Supadmi, 2009). Sistem self assessment memberikan kepercayaan
penuh kepada masyarakat dan menjadi tugas berat bagi pemerintah jika masyarakat
tidak menaatinya. Jika tidak dipatuhi atau masyarakat tidak membayar pajak secara
penuh sesuai dengan peraturan perpajakan, maka penerimaan negara sulit dicapai
secara maksimal.

Ramadhani Indah Sari ()E


-mail: ramadhaniindahs@gmail.com
Fenomena yang muncul di kota Surabaya terkait perpajakan adalah tentang
kepatuhan membayar pajak. Berdasarkan informasi yang peneliti kumpulkan dengan
berkunjung ke KPP Pratama Surabaya (2016), Wajib Pajak yang tercatat pada tahun
2016 berjumlah 368.437. Jumlah Wajib Pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) berjumlah 273.872 Wajib Pajak. Selisih antara jumlah Wajib Pajak yang
tercatat dengan Wajib Pajak yang melaporkan SPT menunjukkan adanya selisih 94.565
Wajib Pajak yang dapat menunjukkan ketidakpatuhan dalam pembayaran pajak.
Pemerintah terus meningkatkan berbagai jenis penerimaan negara dengan
berbagai cara untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Rasio pajak Indonesia saat
ini berada pada kisaran 11 persen masih di bawah standar negara-negara ASEAN dan
Organization on Economic Cooperation and Development (Kementerian Keuangan,
2016). Salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan
wajib pajak adalah dengan melakukan program pengampunan pajak, hal ini tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 yang prosesnya diterima langsung oleh
DPR.
Tax amnesty merupakan program pemerintah kepada wajib pajak yang tidak
membayar pajak atau menghindari pajak dengan memaafkan denda yang ditanggung.
Dengan demikian, jika wajib pajak membayar pajak yang ditanggung pada saat
program amnesti berjalan, mereka hanya perlu membayar dengan tarif tertentu yang
dibuat oleh pemerintah. Selanjutnya wajib pajak tersebut tidak akan dilaporkan ke polisi
atas tindakan penghindaran pajak tersebut.
Kebijakan amnesti pajak diambil untuk menumbuhkan rasa percaya terhadap
pajak sehingga dana masyarakat dapat masuk ke negara. Selain itu, tujuan tax
amnesty adalah untuk menarik dana yang terparkir di luar negeri. Dalam jangka
panjang, pengampunan pajak diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Indonesia menargetkan penerimaan negara yang ingin dicapai Pemerintah dalam
Amnesti Pajak tahun ini adalah sebesar 165 Triliun rupiah dalam 3 periode yang
diselenggarakan. Periode pertama telah mencapai 97,2 Triliun rupiah yang berakhir
pada 1st Juli hingga30 September 2016. Periode kedua mencapai 12,3 Triliun pada
tanggal1 Oktober hingga31 Desember. Sedangkan periode ketiga mencapai 2,5 triliun
pada 1 Januari hingga 31 Maret 2017 dan deklarasi tax amnesty milik Indonesia
merupakan yang terbesar di antara negara-negara lain yang melakukan tax amnesty.
Selain program pengampunan pajak, untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak
juga dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pelayanan yang baik (Tanilasari &
Gunarso, 2017). Apabila Wajib Pajak merasa nyaman dan pelayanan yang diberikan
selama membayar pajak dan pelayanan yang diperoleh sesuai dengan harapan Wajib
Pajak, maka akan menyebabkan kepatuhan membayar pajak pada periode-periode
berikutnya. Pramushinta & Siregar (2011) memberikan bukti bahwa pelayanan fiskal
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin baik pelayanan fiskal
maka kepatuhan wajib pajak semakin meningkat. Kualitas pelayanan yang diberikan
oleh petugas pajak akan meningkatkan hubungan antara pengampunan pajak dengan
kepatuhan wajib pajak.
Beberapa penelitian terkait kepatuhan pajak telah banyak dilakukan (Harinurdin,
2009; Muliari & Ery Setiawan, 2010; Rahayu & Lingga, 2011; Supadmi, 2009). Namun
demikian, dari penelitian yang telah dilakukan, memberikan hasil yang beragam.
Anggraeni & Kiswara (2011), Ardani (2010), dan Ngadiman & Huslin (2015)
menemukan bahwa penghapusan berbagai sanksi terkait perpajakan dapat
meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Namun Santoso & Setiawan (2009)
mengingatkan agar program pengampunan pajak yang terbaik dilakukan, perlu
memperhatikan hal-hal tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan
pajak seperti kesiapan sistem pendukung, struktur perekonomian negara, kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah, dan yang lain. Jika tidak mendapat perhatian yang
serius maka pengampunan pajak dapat menjadi kebalikan dari apa yang diharapkan
(Santoso & Setiawan, 2009).
Penelitian terkait kualitas pelayanan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak
juga telah dilakukan dan masih memberikan hasil yang baik. Ramlah, Norshidah, Abd
Rahman, & Murni (2011) menemukan bahwa pelayanan yang baik akan mendorong
masyarakat untuk mendukung program pemerintah dan meningkatkan kemampuan
kinerja kantor pajak (Sun & Pang, 2017). Supadmi (2009), Jotopurnomo & Mangoting
(2013), dan Fuadi & Mangoting (2013) menemukan bahwa kualitas pelayanan kantor
pajak yang baik dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pelayanan yang
berkualitas dari kantor pajak diharapkan dapat mendorong program pemerintah yaitu
pengampunan pajak berhasil dengan membuat wajib pajak Indonesia meningkat
kepatuhannya.
Berdasarkan berbagai hal yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah

177 Pengaruh Persepsi Manfaat Pengampunan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Ramadhani Indah Sari & Dian Anita Nuswantara
diambil apakah persepsi manfaat pengampunan pajak berpengaruh terhadap
kepatuhan Wajib Pajak dan apakah kualitas pelayanan mampu memoderasi hubungan
antara persepsi manfaat pengampunan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah program pengampunan pajak
mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak Indonesia dan apakah pelayanan pajak
yang baik mampu mensukseskan program pengampunan pajak. Penelitian terkait
pengampunan pajak di Indonesia menarik untuk dilakukan karena program pemerintah
ini bersifat unik tidak setiap saat, sehingga memunculkan sesuatu yang baru terkait
dengan perilaku masyarakat.
Ajzen (2011) berbicara tentang teori perilaku terencana (TPB) yang menjelaskan
tentang kontrol perilaku individu yang dibatasi oleh keterbatasan sumber daya yang
tidak memadai yang digunakan untuk melakukan perilakunya. Timbulnya niat untuk
berperilaku ditentukan oleh tiga faktor, yaitu keyakinan perilaku adalah keyakinan
individu terhadap hasil dari suatu perilaku dan evaluasi terhadap hasil tersebut,
keyakinan normatif adalah keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi
untuk memenuhi harapan tersebut. , dan keyakinan kontrol adalah keyakinan tentang
adanya hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan
persepsi mereka tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat
perilaku mereka.
Program Amnesti Pajak diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak
di Indonesia. Dengan pengungkapan harta yang dilakukan oleh Wajib Pajak akan
menarik dana yang terparkir di luar negeri dan bertambahnya objek pajak yang
diungkapkan oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas Amnesti Pajak
juga akan mendapatkan beberapa keuntungan yang akan menguntungkan pihak
mereka. Semakin besar kepastian manfaat yang akan diterima diharapkan dapat
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Hasil penelitian Ngadiman & Huslin (2015) Tax
amnesty berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dan sanksi
perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
H1: Persepsi Manfaat Tax Amnesty berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib
Pajak Kepercayaan akan mempengaruhi niat menggunakan fasilitas (Carlos Pinho, de
Lurdes Martins, & Macedo, 2011). Fasilitas pengampunan pajak diterapkan dengan
tujuan menarik dana yang terparkir di luar negeri dan mendorong wajib pajak untuk
patuh. Kepatuhan disebabkan oleh kepercayaan wajib pajak dalam rasa aman
sehingga merasa puas dengan pelayanan perpajakan yang terkait dengan kondisi yang
dihadapi, yaitu tidak akan dituntut secara hukum. Pada saat membayar pajak yang
terutang, Wajib Pajak akan memperoleh pelayanan dari kantor pajak di wilayah Wajib
Pajak dalam negeri. Pelayanan yang baik dan ramah serta membuat Wajib Pajak
merasa nyaman saat membayar pajak diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan
Wajib Pajak. Dalam penelitian ini kualitas pelayanan dapat memperkuat atau
memperlemah hubungan antara Pengampunan Pajak dan kepatuhan Wajib Pajak.
Apabila Wajib Pajak merasa puas dengan pelayanan yang diberikan maka mereka
akan melakukan promosi dari mulut ke mulut sehingga semakin percaya kepada kantor
pajak (Choudhury, 2014), sehingga memperkuat hubungan pengampunan pajak.
Namun, jika Wajib Pajak tidak puas dengan pelayanan yang diberikan, maka akan
memperlemah hubungan Pengampunan Pajak dan kepatuhan Wajib Pajak (Kayeser
Fatima & Abdur Razzaque, 2014). Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Prabawa,
2012) kualitas pelayanan dan sikap wajib pajak secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di KPP Bandung Utara. H2:
Kualitas Pelayanan dapat meningkatkan pengaruh Persepsi Manfaat Pengampunan
Pajak terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini
adalah masyarakat yang mengikuti tax amnesty di Surabaya yaitu sebanyak 58.415
Wajib Pajak. Untuk menentukan besar sampel penelitian menggunakan rumus Slovin
diperoleh hasil n = 99,83 dibulatkan menjadi 100. Metode pengambilan sampel yang
dipilih adalah judgemental sampling dari berbagai metode yang ada pada
non-probability sampling karena data yang dibutuhkan tidak mudah diperoleh.
(Malhotra, 2010).
Ada tiga variabel yang diteliti, antara lain: Persepsi Manfaat Pengampunan Pajak
sebagai variabel bebas, Kepatuhan Wajib Pajak sebagai variabel terikat dan Kualitas
Pelayanan sebagai variabel moderasi. Semua indikator ini diukur menggunakan skala
Likert 4 poin mulai

178 Jurnal Dinamika Akuntansi


Jil. 9, No. 2 September 2017, hlm. 176-183
dari: 1 = Sangat Tidak Setuju; 2 = Tidak Setuju; 3 = Setuju; 4 = Sangat Setuju. Davis
(1989) mendefinisikan persepsi manfaat adalah tingkat kepercayaan seseorang
terhadap penggunaan suatu subjek tertentu dan dapat memberikan manfaat bagi orang
yang menggunakannya. Persepsi Manfaat dalam penelitian ini diartikan sebagai
seberapa besar manfaat program pengampunan pajak bagi Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk mengukur tingkat kepercayaan Wajib
Pajak terhadap manfaat fasilitas pengampunan pajak, digunakan beberapa indikator
pertanyaan dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Manfaat Pengampunan
Pajak, meliputi: 1) Manfaat kerugian pajak yang seharusnya terutang. 2) Manfaat tidak
dikenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana perpajakan. 3) Manfaat tidak
dilakukan pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan penyidikan. 4) Manfaat
penghentian proses pemeriksaan, pemeriksaan bukti awal, atau penyidikan. 5) Manfaat
data rahasia pengampunan pajak tidak dapat dijadikan dasar penyidikan dan
penyidikan tindak pidana. 6) Manfaat pembebasan pajak penghasilan atas
pengembalian yang namanya harta tambahan.
Variabel kepatuhan wajib pajak diukur dari bagaimana Wajib Pajak mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Merujuk pada Smith & Stalans (1991),
maka indikatornya adalah: konsekuensi instrumental, pertimbangan normatif, motivasi
intrinsik, dan loyalitas pada otoritas. Pelayanan adalah suatu proses membantu orang
lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan
interpersonal agar tercipta kepuasan dan keberhasilan. Indikator yang digunakan dalam
variabel kualitas pelayanan antara lain: keandalan, jaminan, daya tanggap, empati,
bukti fisik dan fasilitas fisik (Lupiyoadi & Hamdani, 2006)
Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada
responden penelitian yaitu wajib pajak dari kantor pajak dari kota Surabaya. Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan program Partial Least Square (PLS). Model
analisis jalur semua variabel laten di Partial Least Square (PLS) terdiri dari tiga set
hubungan: (1) Inner model yang menentukan hubungan antara variabel laten (model
struktural) di Partial Least Square (PLS). (2) Outer model yang menentukan hubungan
antara variabel laten dan indikator atau variabel manifes (model pengukuran). (3)
Hubungan bobot dimana nilai-nilai variabel laten dapat diperkirakan. Tanpa kehilangan
generalisasi, dapat diasumsikan bahwa variabel laten dan indikator atau variabel
manifes adalah mean nol dan varians unit (nilai standar) sehingga parameter lokasi
(parameter konstanta) dapat dihilangkan dalam model.
Berdasarkan tujuan penelitian, maka rancangan uji hipotesis yang dapat dibuat
adalah rancangan uji hipotesis dalam penelitian ini disajikan berdasarkan tujuan
penelitian. Dibangkitkan pada nilai tabel 1,96. Jadi jika nilai t-statistik lebih kecil dari
t-tabel [t-statistik < 1,96], maka Ho diterima dan Ha ditolak dan jika nilai t-statistik lebih
besar atau sama dengan t-tabel [t-statistik> 1. 96], maka Ho ditolak dan Ha diterima.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Outer Loadings
Berdasarkan hasil pengolahan data nilai outer loadings diperoleh data bahwa
terdapat 15 indikator yang memiliki nilai diatas 0,7 sedangkan terdapat 3 indikator yang
memiliki nilai outer loadings dibawah 0,7 antara lain indikator KWP.5 sebesar sebesar
0,634 dan PMAP.6 sebesar 0,515. Karena indikator KWP.5 dan PMAP.6 telah dihapus
dari tahap satu karena nilainya kurang dari 0,7 sehingga semua indikator memenuhi
persyaratan.

179 Pengaruh Persepsi Manfaat Pengampunan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Ramadhani Indah Sari & Dian Anita Nuswantara
Gambar 2. Model Validitas

Diskriminan Validitas
Model memiliki validitas diskriminan yang baik karena masing-masing nilai
loading masing-masing indikator dari suatu variabel laten memiliki nilai loading terbesar
dengan nilai loading yang lain terhadap variabel laten lainnya yaitu KL sebesar 0,804,
KWP sebesar 0,770 dan PMAP sebesar 0,806.

Reliabilitas dan Average Variance Extracted (AVE)


Berdasarkan pengujian reliabilitas dan average extracted, dapat disimpulkan
bahwa semua konstruk memenuhi kriteria reliabel. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
composite reliability di atas 0,70 dan AVE di atas 0,50 sebagai kriteria yang
direkomendasikan. Hasilnya adalah KL sebesar 0,646, KWP sebesar 0,593 dan PMAP
sebesar 0,650.

Pengujian Model Struktural (Inner Model)


Berdasarkan pengujian model struktural diperoleh nilai R-Square sebesar 0,261
yang artinya variabel Kepatuhan Wajib Pajak dapat dijelaskan oleh variabel Persepsi
Manfaat Pengampunan Pajak dan dan Kualitas Pelayanan sebesar 26,1% dan sisanya
dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian ini.

Hasil Analisis Uji Hipotesis

Tabel 1. Hasil Pengujian


Original Mean (M) (STDEV)
(O/STDEV)
Sample (O) Standard T Statistics Nilai P
Sample Deviation

KL -> KWP 0.126 0.156 0.130 0.968 0.334 Moderating Effect 1 -> KWP 0,158
0,125 0,105 1,502 0,135 PMAP -> KWP 0,438 0,442 0,105 4,168 0,000

Hipotesis pertama menyatakan persepsi manfaat pengampunan pajak


berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Dilihat dari nilai koefisien parameter
sampel asli sebesar 0,438 dan nilai t-statistik sebesar 4,168. Nilai t-statistik sebesar
4,168 lebih dari 1,96 (t-tabel), maka H0 ditolak danH1 diterima. Sehingga hasil pengujian
pertama adalah Persepsi Manfaat Pengampunan Pajak berpengaruh terhadap
Kepatuhan Pajak.

180 Jurnal Dinamika Akuntansi


Jil. 9, No. 2, September 2017, hlm. 176-183
Hipotesis kedua menyatakan: Kualitas Pelayanan dapat memoderasi hubungan
antara Persepsi Manfaat Pengampunan Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak. Dilihat
dari nilai koefisien parameter sampel asli sebesar 0,438 dan nilai t-statistik sebesar
4,168. Nilai t-statistik sebesar 1,502 lebih kecil dari 1,96 (t-tabel), maka H0 diterima
danH1 ditolak. Dengan demikian hasil pengujian Quality of Service tidak dapat
memoderasi hubungan antara Persepsi Manfaat Pengampunan Pajak dan Kepatuhan
Wajib Pajak.

Pengaruh Persepsi Manfaat Pengampunan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib


Pajak Hipotesis pertama dalam penelitian ini yang diajukan adalah Pengaruh Persepsi
Manfaat Pengampunan Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Artinya, semakin Wajib
Pajak berpersepsi positif maka akan menerima seluruh manfaat pengampunan pajak-
kemudian tingkat kepatuhannya. Wajib pajak sudah yakin akan adanya penghapusan
pajak yang seharusnya terutang karena merasa dimudahkan dan mendapat keringanan
pajak menjadi lebih patuh. Penghentian proses pemeriksaan, pemeriksaan pembuktian
pendahuluan, atau penyidikan untuk mendapatkan hasil yang setinggi-tingginya, karena
Wajib Pajak dalam mengajukan sendiri akan membutuhkan proses yang sulit dan
belum tentu dikabulkan oleh Jaksa Agung.
Pengaruh tax amnesty terhadap kepatuhan pajak terbukti dengan terpenuhinya
persyaratan yang diungkapkan Santoso & Setiawan (2009). Beberapa hal yang
menurut peneliti telah terpenuhi berkaitan dengan keunikan. Amnesti pajak yang
dilakukan pemerintah Indonesia terbilang unik, tidak dilakukan secara berkala. Program
tax amnesty tahun 2016 juga berbeda dengan kebijakan penghapusan pajak yang
dilakukan sebelumnya, pemerintah merancang tax amnesty menjadi lebih menarik bagi
wajib pajak.
Kesiapan infrastruktur juga menjadi alasan hipotesis pertama ini. Indonesia telah
menerapkan digitalisasi pelayanan perpajakan sehingga pelaporan bagi Wajib Pajak
menjadi sangat mudah jika ingin melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan
(SPT). Bagi wajib pajak besar diberikan kemudahan oleh pemerintah dengan dapat
melaksanakan kewajibannya di KPP terdekat di wilayahnya.
Rasa keadilan juga menjadi faktor penentu loyalitas (compliance) (Carlos Pinho et
al., 2011). Tak henti-hentinya, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya
benar-benar bekerja sama mensukseskan program pengampunan pajak. Misalnya,
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) tidak akan mengadvokasi anggotanya yang tidak
memanfaatkan program pengampunan pajak tetapi ke depan setelah program itu
selesai pemerintah menerapkan sanksi hukum kepada yang bersangkutan. Pemerintah
mengatakan, setelah masa pengampunan pajak selesai, akan dilakukan
penggeledahan dan penindakan terhadap wajib pajak yang masih terindikasi tidak
memenuhi kewajiban perpajakan. Hal ini meningkatkan kepercayaan wajib pajak untuk
rasa keadilan dari pemerintah. Penelitian ini mendukung penelitian Ngadiman & Huslin
(2015) yang memperoleh hasil bahwa pengampunan pajak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Kualitas Pelayanan dapat memoderasi hubungan antara Persepsi Manfaat


Pengampunan Pajak dan Kepatuhan Pajak
Hipotesis kedua dalam penelitian ini yang diajukan adalah Kualitas Pelayanan
mampu memoderasi hubungan antara Persepsi Manfaat Pengampunan Pajak dan
Kepatuhan Wajib Pajak. Artinya, kualitas pelayanan yang diberikan fiskus dapat
memperkuat atau memperlemah hubungan antara persepsi manfaat pengampunan
pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa
kualitas pelayanan tidak dapat memoderasi hubungan antara Persepsi Manfaat
Pengampunan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak
Penelitian ini dilakukan pada saat Wajib Pajak peserta pengampunan pajak
setelah program pengampunan pajak berlangsung. Dengan adanya pengampunan
pajak, Direktorat Jenderal Pajak juga meningkatkan pelayanannya dengan menambah
jam pelayanan dan berbagai fasilitas. Semua kantor pelayanan pajak penuh, antrian
sangat panjang dan fiskal harus menambah jam pelayanan sampai malam bahkan
pada hari-hari terakhir

181 Pengaruh Persepsi Manfaat Tax Amnesty terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Ramadhani Indah Sari & Dian Anita Nuswantara
disana buka sampai jam 2 pagi. Namun peningkatan peserta tax amnesty yang tidak
disangka-sangka dan banyaknya dokumen yang dibutuhkan membuat pelayanan yang
diperoleh Wajib Pajak menjadi tidak maksimal dan jumlah Wajib Pajak menjadi semakin
banyak dan tidak sebanding dengan jumlah fiskus di KPP. Akibatnya antrian yang
sangat panjang menyebabkan Wajib Pajak menjadi kurang nyaman.
Kualitas pelayanan yang baik akan bermanfaat jika telah dirasakan oleh
pengguna jasa. Normasari, Srikandi, & Kusumawati (2013) mengatakan bahwa jika
pelanggan tidak puas, meskipun kualitas pelayanan sudah maksimal tetap tidak
mempengaruhi loyalitas pelanggan. Terlihat jelas bahwa antrian panjang akibat
penggelapan wajib pajak di kantor pajak menyebabkan wajib pajak tidak puas.
Lonjakan ini dapat diartikan sebagai kegagalan layanan yang menyebabkan
ketidakpuasan pelanggan (Carlos Pinho et al., 2011) dan ini dianggap bahwa layanan
yang diberikan tidak baik (Slåtten, Svensson, & Sværi, 2011).
Transparansi juga sering menjadi masalah, banyaknya kasus dimana uang dari
pajak sering dikorupsi oleh petugas pajak. Kasus gayus yang begitu fenomenal telah
mengurangi rasa percaya masyarakat. Dikhawatirkan jika ada persepsi pelayanan yang
baik hanya topeng bagi kantor pajak untuk menarik wajib pajak. Jadi persepsi
transparansi pajak kemungkinan akan menjadi penghambat hipotesis ini
(Nkundabanyanga, Mvura, Nyamuyonjo, Opiso, & Nakabuye, 2017)
sistem pajak transparan (TTS(Azmi & Perumal, 2008). Penelitian ini sejalan dengan
Winerungan ( 2013) yang menemukan bahwa kualitas pelayanan tidak berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Persepsi Manfaat Pengampunan


Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.Wajib pajak sudah yakin akan ada
penghapusan pajak yang seharusnya terutang karena mereka merasa dipermudah dan
mendapatkan keringanan pajak menjadi lebih patuh.Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa variabel Kualitas Pelayanan belum mampu memoderasi hubungan antara
Persepsi Manfaat Pengampunan Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak.Kualitas
pelayanan yang baik telah dilakukan oleh Pemerintah dan fiskal, namun dengan
adanya lonjakan wajib pajak yang mengikuti program Amnesti Pajak di hari-hari terakhir
sehingga membuat Wajib Pajak merasa kurang nyaman dengan jasa yang telah
diberikan. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah jika melakukan penelitian serupa
untuk mempertimbangkan waktu wajib pajak yang tidak purna waktu dalam mengurus
aspek perpajakan di KPP.

DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, I. (2011). Teori perilaku terencana: reaksi dan refleksi. Psikologi &
Kesehatan, 26(9), 1113-1127.
Anggraeni, MD, & Kiswara, E. (2011). Pengaruh Pemanfaatan
Fasilitas Perpajakan Sunset Policy Terhadap
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Disertasi Universitas
Diponegoro.
Ardani, MN (2010). Pengaruh Kebijakan Sunset Policy terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi
Kasus di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I Surabaya). Disertasi Universitas
Diponegoro. Azmi, AAC, & Perumal, KA (2008). Dimensi keadilan pajak dalam konteks Asia:
Perspektif Malaysia. Tinjauan Internasional Makalah
Penelitian Bisnis, 4(5), 11–19.
Carlos Pinho, J., de Lurdes Martins, M., & Macedo, I. (2011). Pengaruh faktor kualitas layanan
online terhadap penggunaan internet. Jurnal Internasional
Manajemen Kualitas & Keandalan, 28(7), 706-722. Choudhury, K.
(2014). Kualitas layanan dan dari mulut ke mulut: studi tentang sektor perbankan. Jurnal
Internasional Pemasaran Bank, 32(7), 612–627.
Davis, F. (1989). Persepsi Kegunaan, Persepsi Kemudahan Penggunaan, dan Penerimaan
Pengguna Teknologi Informasi. MIS Triwulanan, 13(3), 475–487.
Fajarwati, RN (2014). Analisis Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah
Penerapan Modernisasi Administrasi Perpajakan (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama se Malang Raya). Jurnal Mahasiswa Perpajakan, 2(1),
1–10.

182 Jurnal Dinamika Akuntansi


Jil. 9, No. 2, September 2017, hlm. 176-183
Fuadi, AO, & Mangoting, Y. (2013). Pengaruh Kualitas Pelayanan Petugas Pajak, Sanksi
Perpajakan dan Biaya Kepatuhan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
Tinjauan Pajak & Akuntansi, 1(1), 18–27.
Harinurdin, E. (2009). Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Badan. BISNIS &
BIROKRASI: Jurnal Ilmu Administrasi Dan
Organisasi, 16(2), 96–104.
Jotopurnomo, C., & Mangoting, Y. (2013). Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan
Fiskus, Sanksi Perpajakan, Lingkungan Wajib Pajak Berada terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Orang Pribadi di Surabaya. Tinjauan Pajak & Akuntansi, 1(1),
49–54.
Kayeser Fatima, J., & Abdur Razzaque, M. (2014). Kualitas pelayanan dan kepuasan di bidang
perbankan. Jurnal Internasional Manajemen Kualitas
& Keandalan, 31(4), 367–379.
Lupiyoadi, R., & Hamdani. (2006). Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta:
Salemba Empat. Malhotra, NK (2010). Riset Pemasaran: Sebuah
Orientasi Terapan (edisi ke-6). Pendidikan Pearson. Muliari, NK, & Ery Setiawan,
P. (2010). Pengaruh persepsi tentang pajak dan kesadaran
wajib pajak pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di kantor pelayanan
pajak pratama denpasar timur. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan
Bisnis, 6(1), 1-23.
Ngadiman, & Huslin, D. (2015). Pengaruh Sunset Policy , Tax Amnesty , dan Sanksi Pajak
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Jakarta Kembangan). Jurnal Akuntansi, 19(2), 225–241.
Nkundabanyanga, SK, Mvura, P., Nyamuyonjo, D., Opiso, J., & Nakabuye, Z. (2017). Kepatuhan
pajak di negara berkembang. Jurnal Studi Ekonomi, 44(6), 931–957.
Normasari, S., Srikandi, K., & Kusumawati, A. (2013). Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap
Pelanggan, Citra Perusahaan Dan Loyalitas Pelanggan Survei Padatamu Pelanggan
Yang Menginap Di Hotel Pelangi Malang. Jurnal Administrasi
Bisnis, 6(2), 1–9.
Prabawa, M. (2012). Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Sikap Wajib Pajak terhadap Kepatuhan
Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara.
Media Bina Ilmiah, 6(2), 1–10.
Pramushinta, & Siregar, B. (2011). Pengaruh Layanan Fiskus dan Pelaksanaan Sunset Policy
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Upaya Peningkatan Pajak. Jurnal Ekonomi
& Bisnis, 5(2), 173–189. Rahayu, S., & Lingga, IS (2011). Pengaruh Modernisasi Sistem
Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survei atas Wajib Pajak Badan pada
KPP Pratama Bandung” X”). Jurnal Akuntansi, 1(2), 119-138.
Ramlah, H., Norshidah, M., Abd Rahman, A., & Murni, M. (2011). Aplikasi e-government: model
terintegrasi pada adopsi G2C dari pajak online. Transformasi
Pemerintah: Orang, Proses dan Kebijakan, 5(3),
225–248.
Santoso, U., & Setiawan, JM (2009). Tax Amnesty dan pelaksanaannya di beberapa negara:
Perspektif bagi pebisnis Indonesia. Sosiohumaniora, 11(2), 111.
Slåtten, T., Svensson, G., & Sværi, S. (2011). Kualitas layanan dan niat berpindah seperti yang
dirasakan oleh karyawan. Tinjauan Personil, 40(2), 205–221.
Smith, KW, & Stalans, LJ (1991). Mendorong kepatuhan pajak dengan insentif positif: Kerangka
kerja konseptual dan arah penelitian. Hukum & Kebijakan, 13(1), 35–53.
Suhendra, ES (2011). pengaruhnya wajib pajak terhadap peningkatan pendapatan penghasilan
badan. Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, 15(1), 58–65.
Sun, W., & Pang, J. (2017). Kualitas layanan dan daya saing global: bukti dari perusahaan
layanan global. Jurnal Teori dan Praktik Layanan, 27(6),
1058–1080.
Supadmi, NL (2009). kepatuhan wajib pajak melalui kualitas pelayanan. Jurnal
Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis, 4(2), 1–14.
Tanilasari, Y., & Gunarso, P. (2017). Analisis Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Kualitas
Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Malang Selatan. Jurnal Akuntansi Dan
Perpajakan, 3(1), 1–9.
Winerungan, OL (2013). Sosialisasi Perpajakan, Pelayanan Fiskus dan Sanksi Perpajakan
Terhadap Kepatuhan WPOP Di KPP Manado dan KPP Bitung. Jurnal Riset
Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 1(3),
960–970.

183 Pengaruh Persepsi Manfaat Pengampunan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Ramadhani Indah Sari & Dian Anita Nuswantara

Anda mungkin juga menyukai