Anda di halaman 1dari 7

Pertemuan 9 Desentralisasi Fiskal

Pokok Bahasan RPS

• Pengertian Desentralisasi Fiskal


• Desentralisasi Fiskal yang optimal (aktivitas mana yang dikerjakan level
pemerintahan tertentu)
• Tiebout voting with feet
• Transfer (block grant, matching grant, conditional block grant)
• Desentralisasi Fiskal di Indonesia (desentralisasi, dekonsentrasi, tugas
pembantuan, DAU, DAK, Bagi Hasil, Pendapatan Daerah, Belanja Daerah)

Pengertian Desentralisasi Fiskal

➢ Merupakan penyerahan kewenangan pusat ke daerah


➢ Tujuan:
o Mengurangi kesenjangan pemda dan pempus
o Mengurangi kesenjangan antar pemda
o Peningkatan kualitas pelayanan publik
o Peningkatan efisiensi
o Peningkatan akuntabilitas pemda
o Mendukung kesinambungan fiskal

Desentralisasi Fiskal yang Optimal

➢ Intinya adalah, ada aktivitas-aktivitas tertentu yang efektif ketika dikerjakan


oleh pemerintah pusat, ada juga yang efektif ketika dikerjakan oleh
pemerintah daerah.
➢ Urusan/Kewenangan Pemerintah Pusat:
o Pertahanan
o Keamanan
o Agama
o Yustisi
o Hubungan Luar Negeri
o Moneter & Fiskal
➢ Selain urusan di atas, bisa dialihkan kewenangannya ke pemerintah
daerah.

Tiebout Model: Voting With Feet

➢ Tiebout bilang bahwa setiap orang dapat memilih untuk tinggal di tempat
yang menyediakan barang publik sesuai dengan pajak yang dia bayar, jika
tidak sesuai maka ia akan mencari tempat yang lebih pas.
o Bahasa singkatnya, love it or leave it
o Berkaitan dengan kepuasan dan kemampuan individu tersebut untuk
memilih. Konsepnya adalah ability for shoping dan vote by their feet
o Ex: Si Dobleh awalnya tinggal di Bekasi, membayar pajak 10.000.
Barang publik yang disediakan oleh pemerintah bekasi misalnya hanya
sebuah taman kosongan saja. Sedangkan di Jakarta, dengan bayaran
pajak yang sama, yaitu 10.000, tetapi barang publik yang disediakan oleh
pemerintah Jakarta lebih bagus, misalnya taman + free wifi, tempat
kongkow, fasilitas olahraga, jogging track, dll. Jika Si Dobleh tidak
suka tinggal di Bekasi, yaa dia bisa pindah ke Jakarta. Love it or leave it.
➢ Akibatnya, muncul persaingan (competition) antar daerah untuk
menyediakan barang publik yang lebih worth it. Jika tidak, maka daerah
tersebut akan terancam kehilangan pembayar pajaknya karena berpindah ke
daerah lain (seperti Bekasi yang kehilangan Si Dobleh karena ia lebih memilih
pindah ke Jakarta yang barang publiknya lebih WOW)
➢ Persaingan ini akan mendorong efisiensi dalam penyediaan barang publik.
Antar daerah akan berlomba-lomba meningkatkan kualitas/kuantitas barang
publiknya.

Asumsi Tiebout Model

➢ Orang-orang bisa berpindah-pindah dengan mudah (memiliki mobilitas).


Pada faktanya, pindahan, misalnya dari Bekasi ke Jakarta tidak akan
semudah itu. Si Dobleh misalnya, harus mencari rumah/kontrakan dulu di
Jakarta sebelum pindah, harus meninggalkan kekasih idamannya di Bekasi
hanya karena taman + wifi dan fasilitas lain? Itu semua bisa jadi berat untuk Si
Dobleh.
➢ Orang-orang memiliki informasi yang sempurna terkait pajak dan
keuntungan yang diterimanya. Pada faktanya, informasi sempurna tidak
akan atau sulit untuk dicapai. Si Dobleh belum tentu tahu berapa pajak yang
akan ia bayarkan ketika sudah tinggal di Jakarta, bisa jadi ternyata lebih besar
dari yang ia bayarkan ketika di Bekasi. Kemudian terkait dengan taman yang ada
free wifi, ia juga belum bisa memastikannya, ya anggep saja dia tahu taman di
Jakarta itu dari katanya Si Bambang. Informasi-informasi ini masih tidak
sempurna.
➢ Mensyaratkan economy of scale yang besar. Meskipun begitu, ada barang
publik yang efisien ketika punya skala yang besar (misalnya rumah sakit besar di
tiap kota), dan ada barang publik yang efisien ketika punya skala kecil (misalnya
puskesmas di tiap kelurahan).
➢ Ada cukup banyak kota untuk opsi yang berkaitan dengan preferensi
orang-orang. Misalnya, selain Jakarta, ada opsi lain untuk Si Dobleh pindah,
misalnya ke Bogor, Depok, Tangerang, dsb, yang mana opsi-opsi itu memiliki
kemiripan dalam hal pajak dan keuntungan barang publik yang disediakan.

Isu-Isu Terkait Tiebout Model

➢ Tiebout model menerapkan pajak lump-sum (jumlah pajak yang harus dibayar
sama besar, tidak peduli ia kaya atau miskin). Pajak lump-sum ini dianggap
tidak adil.
o Solusi: Penerapan pajak lump-sum dengan zoning, yaitu
mengelompokkan orang-orang terlebih dahulu berdasarkan tingkat
ekonominya, baru kemudian menarik pajak lump-sum-nya secara
proporsional tergantung di tingkat mana orang itu dikelompokkan.
➢ Tiebout model mensyaratkan tidak ada eksternalitas/spillover yang menyebar
ke kota Tetangga. Jika itu terjadi maka akan cenderung adanya free rider.
o Ilustrasi: Si Bambang berdomisili di Tangerang, tetapi menyekolahkan
anaknya di wilayah Jakarta karena pendidikan di Jakarta lebih bagus.
Free rider: Si Bambang tidak membayar pajak ke Jakarta, tapi ikut
menikmati barang publik (sekolah) yang ada di Jakarta. Dan ini sering
terjadi di kehidupan nyata.
➢ Tiebout model mensyaratkan ada cukup banyak kota untuk dipilih, jika hanya
sedikit, maka model tiebout tidak akan berjalan dengan baik.
➢ Pada faktanya, orang tidak semata-mata vote by their feet, tetapi juga vote by
their pocketbook. Dicerminkan dari harga rumah. Misalnya, Si Dobleh yang
ingin pindah ke Jakarta harus mempertimbangkan harga rumah di Jakarta juga.
Biasanya, kota yang memiliki barang publik yang bagus akan memiliki harga
rumah yang relatif lebih mahal (harga rumah di Jakarta relatif lebih mahal
ketimbang di Bekasi).

Desentralisasi Fiskal yang Optimal Berdasarkan Tiebout Model

➢ Dipengaruhi oleh 3 faktor:


o Hubungan antara pajak dan keuntungan: Jika ada, maka penyediaan
barang publik sebaiknya dilakukan daerah.
o Eksternalitas: Jika tidak ada atau kecil, maka maka penyediaan barang
publik sebaiknya dilakukan daerah.
o Economy of Scale: Jika kecil lebih baik pemda, jika besar ex:
pertahanan, lebih baik pempus.

Transfer

➢ Idealnya, pemerintah daerah membiayai sendiri pengeluarannya melalui


pendapatan daerahnya. Namun, faktanya pendapatan daerah tidak
mencukupi sehingga perlu adanya transfer dari pemerintah pusat ke daerah.
➢ Pada dasarnya dibedakan menjadi:
o Revenue Sharing (Bagi Hasil)
o Grants (Bantuan)
▪ Matching Grant
▪ Block Grant
▪ Conditional Block Grant

1. Matching Grant

➢ Tansfer yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah alokasi belanja


yang sudah disediakan oleh pemerintah.
➢ Baik digunakan apabila pempus punya prioritas program tertentu yang
akan dilaksanakan di daerah, ex: pendidikan.
➢ Baik digunakan apabila isu yang ditangani berkaitan dengan
eksternalitas.
➢ Efektif mendorong pengeluaran di sektor prioritas.

Cara membaca:

1. Mula-mula kurva pengeluaran pemda adalah garis AB. Titik optimum


pengeluaran (titik X) berdasarkan kurva indeferen adalah ketika pengeluaran
pendidikan = 500, dan pengeluaran lain = 500.
2. Kemudian pempus memberikan matching grant untuk pendidikan, dengan
besaran 1:1 berdasarkan alokasi belanja yang sudah ada sebelumnya. Alokasi
sebelumnya adalah 1.000, sehingga grant yang diberikan adalah 1.000 (1:1),
sehingga batas anggaran untuk pendidikan bergeser sebesar 1.000, menjadi
di titik 2.000.
3. Tercipta persamaan baru (kurva bergeser), yaitu garis AC
4. Titik optimum bergeser dari Titik X ke Titik Y, yaitu ketika pengeluaran
pendidikan = 750, dan pengeluaran lain = 625.
5. Pengeluaran untuk pendidikan bertambah 250, sedangkan pengeluaran lain
bertambah 125. (Tambahan pengeluaran pendidikan lebih banyak ketimbang
dengan pengeluaran lain karena merupakan prioritas)

2. Block Grant

➢ Transfer yang jumlahnya tetap tanpa ada syarat penggunaan dana


transfer tersebut dari pempus (pemda bebas menggunakannya untuk
apa saja atau tidak terikat syarat dari pusat).
➢ Baik digunakan apabila pempus ingin memberikan kebebabasan dalam
penggunaan dana oleh pemda.
➢ Baik digunakan apabila isu yang ditangani berkaitan dengan redistribusi.
Cara membaca:

1. Mula-mula kurva pengeluaran pemda adalah garis AB. Titik optimum


pengeluaran (titik X) berdasarkan kurva indeferen adalah ketika pengeluaran
pendidikan = 500, dan pengeluaran lain = 500.
2. Kemudian pempus memberikan block grant, dengan jumlah grant yang
diberikan adalah 375.
3. Karena grant ini bebas digunakan untuk apa saja, maka batasan anggaran
bergeser untuk kedua pengeluaran, baik untuk pengeluaran pendidikan,
maupun pengeluaran lain.
4. Tercipta persamaan baru (kurva bergeser), yaitu garis DE
5. Titik optimum baru yang dipilih oleh pemda adalah Titik Z, yaitu ketika
pengeluaran pendidikan = 575, dan pengeluaran lain = 800.
6. Pengeluaran untuk pendidikan hanya bertambah 75, sedangkan pengeluaran
lain bertambah 300. (Tambahan pengeluaran pendidikan lebih sedikit
ketimbang dengan pengeluaran lain karena bukan prioritas).
7. Kurva garis AC tidak ada hubungannya, hanya sebagai kurva pembantu saja
untuk membandingkan efek substitusi dan efek pendapatan.

3. Conditional Block Grant

➢ Konsepnya sama seperti block grant, hanya saja ada syarat tertentu
yang harus dipenuhi.
➢ Syaratnya adalah, pengeluaran pendidikan, paling minimal harus
sama dengan jumlah grant yang diterima. (dalam kasus ini adalah 375)
Cara membaca:

1. Mula-mula kurva pengeluaran pemda adalah garis AB. Titik optimum


pengeluaran (titik X) berdasarkan kurva indeferen adalah ketika pengeluaran
pendidikan = 500, dan pengeluaran lain = 500.
2. Kemudian pempus memberikan conditional block grant, dengan jumlah grant
yang diberikan adalah 375.
3. Karena grant ini mempunyai syarat tertentu, maka pengeluaran pendidikan
harus dijaga minimal pada angka 375 (dengan pengeluaran lain maksimal
adalah 1.000 dan tidak boleh lebih).
4. Tercipta persamaan baru (kurva bergeser), yaitu garis AFE
5. Titik optimum baru yang dipilih oleh pemda adalah Titik Z, yaitu ketika
pengeluaran pendidikan = 575, dan pengeluaran lain = 800.
6. Pengeluaran untuk pendidikan hanya bertambah 75, sedangkan pengeluaran
lain bertambah 300. (Tambahan pengeluaran pendidikan lebih sedikit
ketimbang dengan pengeluaran lain karena bukan prioritas).
7. Efeknya sama seperti block grant, hanya berbeda pada bagian batasan
pengeluaran lain. Batasan pengeluaran lain di block grant adalah 1.375,
sedangkan di conditional block grant, batasannya adalah 1.000.

Desentralisasi Fiskal di Indonesia

➢ Desentralisasi
o Penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri.
➢ Dekonsentrasi
o Pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur selaku wakil
pemerintah atau kepala instansi vertikal di wilayah tertentu.
➢ Tugas Pembantuan
o Penugasan dari pemerintah kepada pemerintah daerah dengan
kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
➢ Dana Alokasi Umum (DAU)
o Transfer pusat ke daerah (bersumber dari APBN), yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelasanaan
desentralisasi.
o Dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten/kota.
o Jumlah seluruh DAU = 26% dari total Pendapatan Dalam Negeri Neto dan
ditetapkan dalam APBN.
➢ Dana Alokasi Khusus (DAK)
o Transfer pusat ke daerah (bersumber dari APBN), yang dialokasikan
dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
o Dialokasikan untuk daerah tertentu yang memenuhi berdasarkan kriteria
umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
➢ Dana Bagi Hasil (DBH)
o Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah dengan angka presentase tertentu, untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
o Terdiri dari:
▪ DBH Pajak
▪ DBH SDA
➢ Pendapatan Daerah
o Semua hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu.
o Terdiri dari:
▪ Dana Perimbangan (Transfer)
▪ PAD
▪ Pendapatan lain-lain
➢ Belanja Daerah
o Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu.

Anda mungkin juga menyukai