PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) adalah BUMN yang melakukan kegiatan usaha di
bidang Industri Logam Dasar Besi dan Baja.
Perseroan memulai operasi komersialnya pada tahun 1971 dengan kegiatan usaha utama
meliputi Pertambangan Bijih Besi dan Batu Bara, Industri Besi dan Baja Dasar, Industri
Penggilingan Baja, Industri Konstruksi Berat Siap Pasang dari Baja untuk Bangunan,
Perdagangan Besar Barang Logam untuk Bahan Konstruksi, hingga Aktivitas Konsultasi
Manajemen Lainnya.
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk didirikan pada tahun 1970 dengan nama PT Krakatau Steel
sebagai kelanjutan dari Proyek Besi Baja Trikora yang diinisiasi oleh Presiden Soekarno. Pada
tahun 1973, Perseroan mulai memproduksi pipa spiral untuk pertama kalinya dengan spesifikasi
ASTM A252 dan AWWA C200.
Dalam kurun waktu satu dekade, Perseroan mampu menunjukkan perkembangan bisnis
secara signifikan melalui pembangunan berbagai sarana produksi seperti Pabrik Besi
Spons, Pabrik Billet Baja, Pabrik Baja Batang Kawat, serta fasilitas infrastruktur
pendukungnya, yaitu pembangkit listrik, pusat penjernihan air, pelabuhan dan sistem
telekomunikasi.
Demi memperkuat permodalan dan ekspansi bisnis, pada 10 November 2010, perusahaan
memutuskan untuk melakukan IPO (Initial Public Offering) atau Penawaran Umum
Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan menawarkan sebanyak 3,15 miliar
lembar saham di harga Rp850 per lembar dan dicatatkan dengan kode emiten “KRAS”.
Hampir 12 tahun berlalu sejak IPO, kini jumlah saham beredar perseroan telah mencapai
19,35 miliar lembar saham dengan porsi kepemilikan 80% saham milik pemerintah dan
20% masyarakat.
KRONOLOGI KASUS KRAKATAU STEEL
Pada 23 Maret 2019, Tim KPK mendapatkan informasi bahwa akan ada penyerahan uang dari
AMU ke WNU di sebuah pusat perbelanjaan di Bintaro, Tangerang Selatan. Diduga penyerahan
uang tersebut berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa di PT KS," kata Wakil Ketua
KPK Saut Situmorang di kantor KPK, Kungingan, Jakarta Selatan.
Setelah mendapatkan bukti adanya dugaan penyerahan uang, tim KPK lalu mengamankan
Alexander Muskitta dan Wisnu Kuncoro di Bintaro, Tangerang Selatan . Dari Wisnu, KPK
mengamankan uang Rp 20 juta dalam sebuah kantung kertas berwarna cokelat. Dari AMU, tim
mengamankan sebuah buku tabungan atas nama AMU.
Secara paralel, tim KPK mengamankan General Manager Blast Furnice PT Krakatau Steel
(Persero) Hernanto dan sopirnya di Wisma Baja, di daerah Kuningan, Jakarta Selatan.
Setelah itu, tim pergi ke daerah Kelapa Gading untuk mengamankan KSU di rumah pribadinya.
KSU diamankan sekitar pukul 23.53 WIB. Tim lain, pergi ke Cilegon, Banten untuk
mengamankan HES di rumah pribadinya pada pukul 22.30 WIB.
Setelah itu, semua pihak dibawa ke gedung KPK, Jakarta untuk proses pemeriksaan dan
klarifikasi lebih lanjut.
Setelah melakukan pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam
KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, maka disimpulkan adanya dugaan tindak pidana
korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di PT
Krakatau Steel (Persero) Tahun 2019.
Sehari setelah OTT, terungkap fakta bahwa Direktur Teknologi dan Produksi Krakatau
Steel,Wisnu Kuncoro, sebagai tersangka penerima suap dalam kasus pengadaan kebutuhan
barang dan peralatan di Krakatau Steel. Aksi suap tersebut dilakukan oleh kontraktor yakni
Kenneth Sutardjadan Kurniawan Eddy Tjokro (Yudi) dengan seorang perantara Alexander
Muskitta. Awalnya Wisnu merencanakan kebutuhan barang dan peralatan untuk
keperluan kantor. Kemudian Alexander, menawarkan rekannya untuk dijadikan sebagai
kontraktor dalam rangka memenuhi kebutuhan pekerjaan tersebut. Pada kesepakatannya
dengan kontraktor, ternyata t e r d a p a t additional cost yang dibebankan kepada
kontraktor untuk memperlancar proyek tersebut. Sebagian additional costyang diminta
Alex kepada kontraktor kemudian disalurkankembali oleh Alex kepada Wisnu pada
tanggal 22 Maret lalu di salah satu kedai kopi bilanganBintaro.
pada hari Senin (26/03) dilakukan penggeledahan di kantor pusat Krakatau Steel di Cilegon,
Banten.
Pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (15/08) lalu, Ketua
MajelisHakim Franky Tambuwun, menyatakan terdakwa Yudi terbukti secara sah
melakukan tindakpidana korupsi dan dijatuhkan pidana selama 1 tahun dan 3 bulan ditambah
denda sebesar Rp100juta atau setara dengan tambahan pidana selama 3 bulan. Vonis tersebut
lebih rendah dibandingdengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta
agar Kurniawan divonis 1tahun dan 8 bulan penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6
bulan kurungan. Sementara itu,Wisnu dan Alexander disangkakan dengan UU nomor 31 tahun
1999 pasal 12 huruf a atau hurufb atau pasal 11. Apabila merujuk ke pasal tersebut, tersangka
terancam pidana penjara hingga 20tahun dan terancam denda sekitar Rp200 juta hingga Rp1
miliar. Melihat rekam jejak karir Wisnu Kuncoro, ia mulai menjabat sebagai Direktur
Produksi danRiset Teknologi PT Krakatau Steel sejak 29 Maret 2017 menggantikan Hilman
Hasyim.
Proses audit
Berdasarkan hasil pemeriksaan KPK diketahui latar belakang terjadinya kasus memberikan atau
menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Steel.
Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap kinerja PT
Krakatau Steel (Persero) Tbk, atau (KRAS ) dan Holding Perkebunan Nusantara atau PTPN III
(Persero) sebelumnya, memperkuat dugaan Menteri BUMN Erick Thohir jika terjadi praktik
korupsi secara terselubung.
Sejak tahun 2019 lalu, emiten berkode saham KRAS itu tengah melakukan restrukturisasi
utang senilai USD2,2 miliar atau setara Rp31 triliun. Utang masa lalu disinyalir
dikarenakan adanya tindakan korupsi.
Dimana selama delapan tahun berturut produsen baja milik Pemerintah ini mengalami kerugian.
Baru dalam tahun buku 2020 lalu perusahaan ini mencatatkan laba bersih setelah perseroan
selesai merestrukturisasi utang yang jumlahnya mencapai Rp 31 triliun.
Penyebab Penyimpangan
REKOMENDASI
Dimana, terdapat saran untuk perbaikan pengendalian intern. Saran tersebut diharapkan akan
mencegah terjadinya potensi adanya kecurangan dan korporasi dapat mendeteksinya lebih dini
praktik korupsi yang terjadi.
Meski begitu, secara kode etik BPKP tidak dapat mengungkapkan simpulan hasil audit
kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk awak media. Menurutnya, informasi
detail bisa dikonfirmasi kepada manajemen KRAS dan PTPN III.
Adapun rekomendasi BPKP agar dugaan kasus korupsi tidak terjadi di BUMN lain adalah
memperkuat governance di dalamnya, penerapan etika bisnis dan praktik yang sehat,
komitmen board.
Dimana, asesmen GCG serentak dilakukan di holding dan 14 anak perusahaan, lalu
melakukan reviu Governance Risk Control atas rencana aksi korporasi, reviu kinerja
komoditas Gula dan pengembangan EBT sesuai prioritas pemerintah, hingga reviu
rencana divestasi anak perusahaan dan spin off bisnis gula.
Sedangkan pada KRAS, BPKP sudah melakukan asesmen penerapan GCG 2018 dan
2020, hingga reviu Maturitas Penerapan tahun 2020.
Sebelumnya, deretan perusahaan negara yang terlilit utang jumbo yang diduga kuat akibat
praktik korupsi, satu per satu diungkap Erick Thohir . Usai menyampaikan ihwal utang
PTPN III senilai Rp43 triliun yang diduga disebabkan korupsi terselubung, Erick
menyinggung utang PT Krakatau Steel (Persero) Tbk yang tak kalah fantastis.
Manajemen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) menyatakan, bahwa aspek transparansi menjadi hal
yang akan terus di kedepankan demi menjaga Good Corporate Governance (GCG). Salah satu
keterbukaan yang disampaikan manajemen adalah terkait dengan dugaan praktik korupsi yang sempat
disinggung oleh Menteri BUMN , Erick Thohir dalam proyek Blast Furnance yang saat ini macet.
Terkait dengan upaya lain yang dilakukan manajemen untuk mewujudkan GCG yaitu dengan
menerapkan ISO 37001:2016 sejak bulan Agustus 2020 lalu. Implementasi ISO ini sebagai
upaya pencegahan dan pemberantasan KKN yang dapat digunakan semua yurisdiksi serta dapat
diintegrasikan dengan sistem manajemen yang sudah dimiliki Krakatau Steel saat ini.
Lebih jauh Silmy menambahkan, bahwa utang yang terjadi pada perseroan seperti yang disebut
oleh Erick Thohir merupakan utang akumulasi dari tahun 2011 sampai dengan 2018. Ditegaskan
bahwa utang perseroan yang mencapai Rp31 triliun ini disebabkan beberapa hal. Salah satunya
adalah pengeluaran investasi yang belum menghasilkan feed back sesuai dengan rencana.
Meski utang tersebut sangat besar, namun manajemen telah berhasil melakukan restrukturisasi
utang pada bulan Januari 2020 sehingga beban cicilan dan bunga menjadi lebih ringan guna
memperbaiki kinerja keuangan. Dengan beban utang yang lebih ringan, manajemen akan
berupaya keras agar proyek mangkrak tersebut bisa kembali berjalan sehingga target income dari
proyek tersebut bisa tercapai.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis yang telah dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh, penulis menarik
kesimpulan dalam kasus ini dari segi sistem pengendalian internal manajemen, PT. Krakatau Steel masih
tidak berjalan dengan baik salah satunya dengan penetapan direktur teknologi dan informasi secaraasal
pilih yang dimana ia ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan hal tersebut tidakmencerminkan
bahwa para direktur tidak memiliki integritas sebagai seorang direktur.Seharusnya seorang direktur bisa
memberikan contoh yang baik untuk karyawannya dan jika direktur sudah berperilaku seperti itu maka
tidak heran jika ada beberapa karyawan yangbersikap seperti itu. Oleh karena itu, pihak auditor
eksternal harus lebih teliti dalam menemukankesalahan dalam laporan keuangan perusahaan agar tidak
ada kecurangan dalam penyajian laporankeuangan karena laporan keuangan tersebut akan menjadi
dasar bagi para direksi dan pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan demi keberlangsungan
perusahaan di masa depan.