Anda di halaman 1dari 10

NERACA AIR LIMBAH

PT. BUKIT ASAM, Tbk. - PLTU TANJUNG ENIM 3X10 MW

Kolam Penampungan (Untuk


Intake Penyiraman Jalan Tambang Aktif
dan Stock File Batubara)
99,809 m3/jam (Air Enim)
96,4047 m3/jam
Purifier
95,8202 m3/jam
99,809 m3/jam Loss 1,3764 m3/jam
Raw Water Raw Water 95,6877 m3/jam 94,3113 m3/jam Bak Kontrol
0,5845 m3/jam
Domestik Service Boiler Limbah PLTU
98.1854 m3/jam

Condensor 1,5089 m3/jam


1,6236 m3/jam
Demin Deaerator 1.2026 m3/jam 0,9839 m3/jam Bak Kontrol
Plant
95,6877 m3/jam
Domestik PLTU
Cooling Tower Water Fire Fighting
2.4977 m3/jam System
0,5845 m3/jam
0,2922 m3/jam
Toilet PLTU
Tanjung Enim 0,019 m3/jam 0,2922 m3/jam
3X10 MW Bak Limbah
1.1977 m3/jam
Domestik

0,5845 m3/jam
Keterangan :
Air berasal dari sungai enim masuk ke Intake menuju ke Purifier untuk proses pemurnian. Keluaran dari Purifier air dibagi menjadi dua yaitu Raw
Water Domestik dan Raw Water Service.

Air Raw Water Domestik dialirkan menuju ke Toilet Kantor, Toilet Mushola, Toilet WTP, Toilet Distribution Control System (DCS), Toilet
Penunjang dan Toilet Mekanik. Seluruh Limbah Air Domestik masuk ke Bak Limbah Domestik yang akan dilakukan Treatment terlebih dahulu
sebelum menuju Kolam Penampungan yang digunakan untuk Penyiraman Jalan Tambang Aktif dan Stock File Batubara.

Air Raw Water Service yang masuk ke demin plant kemudian masuk ke deaerator sedangkan limbah dari demin plant masuk ke Bak Kontrol.
Sedangkan air dari Deaerator masuk menuju ke Boiler. Limbah air Boiler masuk ke Bak Kontrol Limbah PLTU.
Air Raw Water yang masuk ke Cooling Tower mengalami proses sirkulasi antara Condensor dan Cooling Tower pada saat unit berjalan (non stop).
Pada Cooling Tower air masuk ke Fire Fighting System sebagai cadangan air pada saat terjadi kebakaran sedangkan air limbah Cooling Tower
masuk ke Bak Kontrol Limbah PLTU.
Seluruh Air limbah Unit PLTU Tanjung Enim 3X10 MW terkumpul di Bak Kontrol Limbah PLTU yang kemudian di alirkan ke Kolam
Penampungan yang digunakan untuk Penyiraman Jalan Tambang Aktif dan Stock File Batubara.

Tanjung Enim, 08 April 2022

Yang Menyetujui,

Pramudita Triatmojo
Kordinator Efesiensi Air dan Penurunan
Beban Pencemaran Air
PT. Bukit Asam, Tbk. – PLTU TE 3X10 MW
POTENSI BAHAYA PADA IPAL

Kita tahu bahwa untuk menangani bahaya perlu dilakukan pengendalian risiko dalam
K3. Dalam melakukan pengendalian, ada beberapa tingkatan atau hierarki yang harus dijalani.
Setiap langkahnya memiliki tingkat profesinya masing-masing.

Risiko bahaya yang sudah dilakukan pengidentifikasian dan penilaian memerlukan


langkah pengendalian dalam menurunkan tingkat bahaya sampai ke titik yang paling aman.
Berikut adalah beberapa contoh potensi bahaya yang bisa saja terjadi pada IPAL serta
bagaimana tindakan perbaikan sesuai hierarki K3.
1. Terpeleset karena lantai licin atau ada ceceran minyak/limbah, maka tindakan
perbaikan yang harus dilakukan adalah sesegera mungkin kita hilangkan sumber bahaya
ini. Eliminasi adalah pengendalian risiko K3 untuk mengeliminir atau menghilangkan
suatu bahaya. Hierarki pengendalian risiko ini adalah yang paling utama. Sebab, dengan
menghilangkan risiko kecelakaan maka sangat mungkin kecelakaan tidak akan terjadi
kembali.
2. Potensi tersetrum karena pompa yang konslet, maka tindakan perbaikan yang harus
dilakukan adalah sesegera mungkin mengganti pompa yang konslet tersebut (sumber
bahaya). Substitusi adalah metode pengendalian risiko yang berfokus pada penggantian
suatu alat atau mesin atau barang yang memiliki bahaya dengan yang tidak memiliki
bahaya. Substitusi dilakukan apabila proses eliminasi sudah tidak bisa dilakukan.
3. Terjadinya kebocoran/keretakan pada pipa kolam IPAL, maka tindakan yang harus
dilakukan pertama kali adalah menghentikan proses IPAL terlebih dahulu. Hal ini
termasuk dalam Tindak Tanggap Darurat Pencemaran dengan cara pengendalian sumber
pencemaran. Pengendalian sumber pencemaran dilakukan bertujuan untuk menghentikan
atau membatasi pelepasan pencemar di sumbernya, dengan demikian pelepasan dan aliran
pencemar ke badan air dapat dihentikan, dikurangi atau diisolasi di sekitar sumbernya saja.
Langkah selanjutnya yaitu menutup titik pelepasan pencemar dengan cara menambal
bagian yang bocor tersebut dengan bantuan teknisi las. Engineering Control adalah proses
pengendalian risiko dengan merekayasa suatu alat atau bahan dengan tujuan
mengendalikan bahayanya. Engineering control kita lakukan apabila proses substitusi
tidak bisa dilakukan. Biasanya terkendala dari segi biaya untuk penggantian alat dan bahan
oleh karena itu, kita melakukan proses rekayasa engineering dan engan menambal bagian
tersebut, kebocoran bisa teratasi secara sementara.
4. Potensi terjadinya bahaya kebakaran, hal ini bisa saja terjadi disebabkan oleh konslet
arus listrik akibat pemilihan instalasi yang tidak berkualitas, kerusakan akibat gigitan tikus,
tumpahan bahan bakar dan lain-lain. Untuk itu dalam bangunan IPAL perlu:
• Memasang sistem arde (Electronic-Spark Grounding)
• Memasang sign atau tanda peringatan dari jarak 10 meter
• Memasang peralatan pendeteksi bahaya kebakaran automatis selama 24 jam (ex:
smoke and heat sensing alarm)
• Tersedia alat pemadam kebakaran
Hal tersebut di atas adalah langkah terkait dengan proses non teknis (Administrasi) dalam
suatu pekerjaan dengan tujuan menghilangkan bahaya. Proses non teknis ini diantaranya
seperti pembuatan prosedur kerja, pembuatan aturan kerja (SOP), pelatihan kerja
(training), penentuan durasi kerja, penempatan tanda bahaya, penentuan label,
pemasangan rambu dan juga poster.
5. Terkena tumpahan dan terhirup bahan kimia beracun serta terpapar suara bising
dalam waktu yang lama, APD atau alat pelindung diri adalah hierarki pengendalian risiko
terakhir dalam K3. Pengendalian ini banyak digunakan karena sederhana dan murah. Akan
tetapi, proteksi yang diberikan tidak sebaik langkah di atas sebelumnya. APD tidak
menghilangkan sumber bahaya sehingga proteksi yang diberikan tergantung dari individu
masing-masing yang memakai. Contoh APD adalah helm, earmuff, safety gloves dan
lainnya.
ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi
bahaya di tempat kerja. Berikut uraian jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD) yang biasanya
digunakan dalam pengoperasian IPAL beserta fungsinya.
1. Safety Helmet
Safety helmet berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala
secara langsung.

2. Safety Belt
Safety belt berfungsi sebagai pelindung diri ketika pekerja bekerja/berada di atas
ketinggian.

3. Safety Shoes
Safety shoes berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena
benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia dan sebagainya.
4. Sepatu Karet
Sepatu karet (sepatu boot) adalah sepatu yang didesain khusus untuk pekerja yang
berada di area basah (becek atau berlumpur). Kebanyakan sepatu karet di lapisi dengan metal
untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.

5. Sarung Tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang
dapat mengakibatkan cedera tangan, sebagai contoh terkena bahan kimia bersifat korosif.
Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.

6. Masker (Respirator)
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas
udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
7. Jas Hujan (Rain Coat)
Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan
atau sedang mencuci alat).

8. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)


Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).

9. Penutup Telinga (Ear Plug)


Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.

10. Pelindung Wajah (Face Shield)


Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal
pekerjaan menggerinda).
11. Pelampung
Pelampung berfungsi melindungi pengguna yang bekerja di atas air atau dipermukaan
air agar terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur keterapungan (buoyancy)
pengguna agar dapat berada pada posisi tenggelam (negative buoyant) atau melayang (neutral
buoyant) di dalam air.
PERHITUNGAN BEBAN PENCEMAR

Beban Pencemar Total Suspended Solid (TSS) pada Inlet IPAL


Beban pencemar maksimum (BPM) TSS dihitung dengan perkalian antara debit terukur dengan
nilai baku mutu yang telah ditetapkan, yaitu baku mutu sesuai Peraturan Pemerintah
Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Kegiatan PLTU untuk
TSS adalah sebesar 100 mg/l. Langkah contoh perhitungan beban pencemar maksimum TSS
pada sampel inlet IPAL dijabarkan sebagai berikut:
Diketahui :
Q (Debit terukur) = 7,51 m3/s
CBM (Konsentrasi Std Baku Mutu) = 50 mg/l
CM (Konsentrasi Terukur) = 6,00 mg/l
Jawab :
1) BPMTSS = Q x CBM
2) BPMTSS = 7,51 m3/s x 100 mg/l
3) 1 m3 = 1000 liter, sehingga:
= 7.510 liter/s X 100 mg/l
= 751.000 mg/s
4) Kemudian dilakukan konversi dari mg/s ke kg/hari:
751.000 x 86.400
=
1.000.000
5) BPMTSS = 64.886,40 kg/hari

Beban pencemar aktual (BPA) TSS dihitung dengan perkalian antara debit terukur dengan nilai
TSS yang telah diukur pada inlet IPAL. Langkah perhitungan beban pencemar aktual TSS pada
sampel inlet IPAL dijabarkan seperti berikut:
Jawab :
1) BPATSS = Q x CM
2) BPATSS = 7,51 m3/s x 6 mg/l
3) 1 m3 = 1000 liter, sehingga:

= 7.510 liter/s X 6 mg/l

= 45.060 mg/s
4) Kemudian dilakukan konversi dari mg/s ke kg/hari:

45.060 x 86.400
=
1.000.000

5) BPATSS = 3.893,18 kg/hari

Dari perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai beban pencemar aktual TSS lebih kecil
dari pada nilai beban pencemar maksimum TSS yang berarti nilai ini masih memenuhi standar
baku mutu.

Anda mungkin juga menyukai