Anda di halaman 1dari 7

Nn.

I Usia 12 Tahun Fluor Albus Fisiologis dengan Dismenorea primer


Di Kecamatan Umbulsari

Niki Windasari
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, Indonesia
Email: Nikijoya01@gmail.com

Abstrak
Keputihan (flour albus) adalah gejala keluarnya getah atau cairan vagina yang berlebihan
sehingga sering menyebabkan celana dalam basah. Gejala klinis keputihan fisiologis adalah keputihan
dengan cairan berwarna putih, tidak menimbulkan bau, tidak nyeri dan gatal. Dismenorea primer adalah
dismenorea yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Dismenorea primer terjadi
beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid
pada bulan-bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai dengan rasa
nyeri. Dilaporkan satu kasus seorang remaja putri yaitu Nn.I berumur 12 tahun dengan keluhan
keputihan, tidak berwarna dan tidak berbau dan saat menstruasi hari pertama sering merasakan nyeri pada
perut bagian bawah namun tidak menganggu aktivitasnya.
Pada pemeriksaan fisik klien didapatkan keadaan umum baik, kesadaran composmentis,
tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 36,7°C, nadi: 84x/ menit, respirasi 20x/ menit BB saat ini 44
kg, tinggi badan 150 cm, LILA 24 cm dan IMT 19,55 (normal). Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil
inspeksi mata terlihat konjungtiva merah muda dan skrela putih. Penanganan yang diberikan adalah
pemberian konseling dan edukasi tentang penanganan dismenorea primer dan flour albus fisiologis.
Pencegahan dapat dilakukan dan diterapkan klien agar tidak terpapar lagi dengan fluor albus terutama
dengan menjaga pola personal hygiene.

Kata Kunci : dismenorea, fluor albus, vagina

Abstract

Leucorrhoea (flour albus) is a symptom of excessive vaginal discharge or discharge that often causes wet
underwear. The clinical symptoms of physiological leucorrhoea are white discharge, odorless, painless
and itchy. Primary dysmenorrhoea is dysmenorrhoea that is found without any obvious abnormalities in
the genital organs. Primary dysmenorrhoea occurs some time after menarche usually after 12 months or
more, because menstrual cycles in the first months after menarche are generally anovulatory type that is
not accompanied by pain. One case was reported of a young woman, namely Ms. I, 12 years old with
complaints of vaginal discharge, colorless and odorless and during menstruation on the first day she
often felt pain in the lower abdomen but did not interfere with her activities.
On the client's physical examination, the general condition is good, composmentis awareness, blood
pressure 110/70 mmHg, temperature 36.7 ° C, pulse: 84x / minute, respiration 20x / minute current body
weight 44 kg, height 150 cm, LILA 24 cm and BMI 19.55 (normal). On physical examination, the eye
inspection showed a pink conjunctiva and white curl. The treatment given is the provision of counseling
and education on the treatment of primary dysmenorrhoea and physiological fluoride albus. Prevention
can be done and applied by clients so that they are no longer exposed to fluorine albus, especially by
maintaining personal hygiene patterns.

Keywords: dysmenorrhoea, fluorine albus, vagina

Pendahuluan
Menurut Shannon (2008) masa remaja merupakan periode transisi dari masa anak ke
masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan
sosial. Masa remaja ditandai dengan munculnya karakteristik seks primer dan karakteristik seks
sekunder. Hal ini sangat dipengaruhi oleh mulai bekerjanya kelenjer reproduksi. Haid dikatakan
normal bila didapat siklus haid tidak kurang dari 24 hari, tetapi tidak melebihi 35 hari dan lama
haid 3-7 hari (Sarwono, 2016).
Pada masa ini,saat menstruasi remaja sering mengalami disminorea atau nyeri haid.
Angka kejadian nyeri saat menstruasi di dunia cukup besar, sebesar 28%- 71.7% perempuan di
dunia mengalami nyeri menstruasi. Di Indonesia angka kejadian dismenore tipe primer adalah
sekitar 54,89% sedangkan sisanya penderita dengan dismenore sekunder (Hestiantoro dkk,
2012). Permasalahan dismenorea sering menjadi hal yang sangat mengganggu dan dianggap
sebagai hal rutin yang harus dijalani wanita. Pada remaja nyeri haid dapat memberikan dampak
terganggunya aktivitas belajar dan juga mampu menurunkan konsentrasi karena nyeri yang
dirasakan (Kumalasari, 2012). Kekakuan atau kejang dibagian bawah perut yang terjadi pada
waktu menjelang atau selama menstruasi (dismenorea), membuat tubuh beristirahat atau
berakibat pada menurunnya kinerja dan berkurangnya aktivitas sehari-hari. Gejala dismenorea
dapat disertai dengan rasa mual, muntah, diare, kram, sakit seperti kolik di perut. Beberapa
wanita bahkan sampai mengalami pingsan, keadaan ini muncul cukup hebat sehingga
menyebabkan penderita mengalami kelumpuhan aktivitas untuk sementara (Kumalasari, 2012).
Selain masalah dismenorea masalah lain yang banyak terjadi pada remaja yaitu
keputihan. Data penelitian tentang kesehatan reproduksi remaja menunjukkan 75% wanita di
dunia pasti menderita keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya
mengalami keputihan sebanyak 2 kali atau lebih dan sekitar 15% terkena infeksi karena candida
(Pribakti, 2012). Angka ini berbeda tajam dengan Eropa yang hanya 25% saja. Hal ini
disebabkan kondisi cuaca Indonesia yang beriklim tropis, sehingga jamur mudah berkembang
yang mengakibatkan banyaknya kasus keputihan.
Banyaknya remaja putri yang tidak tahu tentang keputihan sehingga mereka menggangap
sebagai hal sepele, disamping itu rasa malu ketika mengalami keputihan kerap membuat para
remaja enggan berkonsultasi ke tenaga kesehatan.Masalah keputihan tidak bisa diremehkan,
karena dapat berakibat sangat fatal bila terlambat ditangani, misalnya dapat menimbulkan
kemandulan, radang panggul serta kanker leher rahim.95% keputihan merupakan gejala awal
dari kanker leher rahim yang bisa berujung pada kematian bila tidak segera mendapatkan
penanganan (Shadine, 2012).
Berbagai macam permasalahan kesehatan pada remaja diperparah dengan kondisi dimana
pelayanan yang minim bagi mereka.Selama ini petugas kesehatan sendiri masih menganggap
remeh terhadap keluhan keputihan, menganggapnya sebagai hal yang biasa saja, dapat sembuh
dengan sendirinya (Nurul dkk, 2011). Tindakan ini berdampak pada perilaku remaja, yang akan
melakukan pengobatan sendiri sebelum memeriksakan diri ke petugas kesehatan. Bahkan ada
kebiasaan sebagian dari mereka meminum ramuan tradisional untuk mengobati keputihan,
karena mereka meyakini kalau keluhan keputihan walaupun mengganggu adalah hal yang biasa
saja dan dapat sembuh tanpa harus ke pelayanan kesehatan yang ada. Berdasarkan latar belakang
diatas, penulis tertarik untuk melakukan studi kasus pada An. I usia 12 tahun dengan dismenorea
primer dan flour albus fisiologis di Polindes Mundurejo-Umbulsari
Kasus
Remaja usia 12 tahun bernama Nn. I dengan keluhan kadang-kadang mengalami
keputihan, tidak berwarna dan tidak berbau. Saat menstruasi hari pertama sering merasakan nyeri
pada perut bagian bawah namun tidak mengganggu aktivitasnya. Remaja ini beraktivitas sebagai
pelajar siswi MTSN 1 Kencong, serta di sore hari diisi dengan keseharian di rumah yaitu
membantu ibu klien mengerjakan pekerjaan rumah.
Nn.I menyatakan hari pertama haid terakhir tanggal 15 Oktober 2019 selama 7 hari. Haid
pertama kali dialami klien sejak umur 12 tahun, siklus haid selama 30 hari setiap kali haid,
banyak darah haid 2-3 kali ganti pembalut perhari, berwarna merah, kadang merasakan nyeri
haid. Sebelum haid Nn.I merasakan keputihan, jumlahnya sedikit; warna bening kadang putih
susu; tidak bau; konsistensi cair agak lengket; tidak gatal cair putih bening tidak gatal. Klien
mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit menular maupun kronis baik dari dirinya sendiri
maupun keluarga. Klien BAK 4-5 kali sehari dan tidak merasakan panas dan nyeri saat buang air
kecil. BAB 1 kali sehari konsistensi lunak serta tidak ada keluhan apapun. Klien makan 3 kali
sehari dengan porsi satu piring nasi, lauk, dan sayuran, tidak ada pantangan makan. Minum ±7-8
gelas/hari. Klien tidur siang 3 jam dan tidur dimalam hari 7-8 jam. Klien mandi 2 kali/hari,
keramas 3 kali/minggu, sikat gigi 2 kali/hari, ganti baju 2 kali/hari.
Pada pemeriksaan fisik klien didapatkan keadaan umum baik, kesadaran composmentis,
tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 36,7°C, nadi: 84x/ menit, respirasi 20x/ menit. BB saat ini 44
kg, tinggi badan 150 cm, LILA 24 cm dan IMT 19,55 (normal). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hasil inspeksi mata terlihat konjungtiva merah muda dan skrela putih dan pada bagian
genetalia tidak ada tanda-tanda IMS. Klien belum pernah melakukan pemeriksaan kadar HB,
hanya pernah dilakukan pengecekan golongan darah saat SD yaitu golongan darah O (+).
Klien didiagnosis dengan Nn Nn.”I” umur 12 tahun dengan dismenorea primer dan flour
albus fisiologis. Penatalaksanan yang diberikan memberitahu pada klien tentang keadaan
umumnya saat ini dan menjelaskan hasil pemeriksaan bahwa klien mengalami dismenorea
primer dan flour albus fisiologis, menjelaskan tentang keputihan yang dialaminya adalah normal
dan mengingatkan untuk menjaga kebersihan genetalianya, menjelaskan tentang dismenorea
primer yakni nyeri menstruasi yang dikarakteristikan sebagai nyeri singkat sebelum atau selama
menstruasi, menjelaskan hal-hal yang dapat menimbulkan nyeri menstruasi atau dismenorea
primer yang berlebihan yaitu faktor psikis dan fisik seperti stres, shock, kelelahan dan
kecemasan., menjelaskan cara mengatasi dismenorea yakni dengan melakukan massage
effleurage (pemijatan perut bagian bawah dengan lembut dan berirama) atau dengan kompres
hangat, melibatkan keluarga untuk memotivasi klien dalam mengalihkan rasa nyeri dengan
membantu kebutuhan klien untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakannya., anjurkan klien
melakukan pemeriksaan laboratorium Hb di Puskesmas Umbulsari, anjurkan klien untuk kontrol
ulang apabila ada keluahan
Pembahasan
Pada kondisi normal wanita, kelenjar serviks menghasilkan cairan bening yang keluar
bercampur dengan bakteri, sel-sel dipisahkan dan cairan vagina dari kelenjar bartholin. Pada
wanita, jumlah vagina debit hal yang keluar secara alami dari tubuh dapat berfungsi sebagai
pelumas dan pertahanan berbagai infeksi. Kondisi ini tidak mengganggu, tidak ada darah dan
memiliki pH 3,8 - 4,2 (Monalisa, dkk, 2012). Keputihan (flour albus) adalah gejala keluarnya
getah atau cairan vagina yang berlebihan sehingga sering menyebabkan celana dalam basah
(Pudiastuti, 2010). Dalam keadaan normal terdapat sejumlah sekret yang memiliki fungsi untuk
menjaga kelembaban vagina, dan berfungsi melindungi vagina dari berbagai macam
infeksi.Menurut Eny (2011). Sedangkan kondisi keputihan fisiologis adalah keputihan dengan
cairan berwarna putih, tidak menimbulkan bau dan jika dilakukan pemeriksaan laboratorium
tidak ditemukan adanya kelainan.. Pada klien ini didapatkan kriteria sesuai dengan kondisi
keputihan yang normal yakni Nn.I mengeluh kadang-kadang mengalami keputihan, tidak
berwarna dan tidak berbau
Penyebab keputihan selain karena infeksi mikroorganisme (seperti bakteri, jamur, virus,
parasit) disebabkan juga oleh gangguan keseimbangan hormon, stres, kelelahan kronis,
peradangan alat kelamin, benda asing dalam vagina, serta ada penyakit dalam organ reproduksi
seperti kanker leher rahim (Fadilla dkk, 2012). Berdasarkan anamnesa yang dilakukan pada Nn.
I, tidak mempunyai penyakit menurun, penyakit menular maupun kronis baik dari dirinya sendiri
maupun dari keluarga.
Pada data subyektif, didapatkan pula aktivitas personal hygiene klien yakni ketika
menstruasi klien mengganti pembalut sebanyak 2-3x sehari. Klien mengganti celana dalam 2 kali
sehari tetapi bahan yang digunakan terkadang tidak menyerap keringat. Selain itu frekuensi ganti
pembalut wanita pada saat menstruasi bisa juga menjadi faktor penyebab kejadian kandidiasis
vaginalis. Secara fisiologis wanita setiap bulannya mengalami menstruasi. Pada saat menstruasi
daerah vagina menjadi lembab, sehingga apabila pembalut sudah dalam keadaan basah dan tidak
segera diganti maka akan merangsang pertumbuhan kandida. Hal ini sama halnya dengan
pendapat Siregar (2014) bahwa dalam keadaan menstruasi jika pembalut sudah dalam keadaan
basah harus cepat diganti agar jamur tidak tumbuh karena jamur menyukai tempat yang lembab
dan basah. Lingkungan vagina yang tidak sehat dapat menjadi penyebab ketidakseimbangan
ekosistem bakteri di vagina. Kurangnya kesadaran dalam menjaga kebersihan diri seperti tidak
tepat dalam mencuci tangan, kurang benar dalam membersihkan daerah genitalia setelah buang
air kecil atau besar, memakai sabun pembersih vagina secara berlebihan, mengenakan celana
yang ketat (seperti berbahan jeans), memakai celana dalam yang tidak menyerap keringat,
bertukar celana dengan orang lain, menggunakan toilet umum yang kotor, bergantian handuk
dengan orang lain, jarang mengganti pembalut serta penggunaan pembalut yang kurang baik
dapat menjadi pencetus timbulnya infeksi keputihan tersebut (sevil et al, 2013).
Menurut Prawiroharjo (2014) dismenorea primer adalah dismenorea yang dijumpai tanpa
kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu setelah
menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan
pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri.
Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama- sama dengan permulaan haid dan
berlangsung untuk beberapa jam, walaupun untuk beberapa kasus dapat berlangsung beberapa
hari. Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkt-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah tetapi
dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa
mual, muntah sakit kepala, diare, dan sebagainya.
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dismenorea primer, yaitu faktor endokrin,
kelainan organik, faktor kejiwaan atau gangguan psikis, faktor konstitusi, faktor alergi, faktor
haid pertama pada usia dini, periode haid yang lama, aliran darah haid yang hebat, dan merokok
(Danielle, 2011). Menarche pada usia lebih awal<12 tahun jumlah folikel-folikel ovary primer
masih dalam jumlah sedikit sehingga produksi esterogen masih sedikit juga (Judha, 2012).
Menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat-alat reproduksi belum berfungsi secara
optimal dan belum siap mengalami perubahan-perubahan dan masih terjadi penyempitan pada
leher rahim sehingga timbul nyeri ketika menstruasi (Widjanarko, 2010).
Rencana asuhan yang diberikan kepada gangguan reproduksi dengan Fluor albus
menurut Shadine (2012) adalah jelaskan pola hidup sehat dengan diet seimbang, hindari seks
pranikah, jelaskan bagaimana membersihan daerah alat genital. jelaskan cara membasuh vagina
dengan benar jelaskan untuk tidak sering menggunakan pencuci vagina. jelaskan untuk tidak
menggunakan bedak.
Setelah dilakukan berbagai pemeriksaan, klien diberi penjelasan tentang kondisinya serta
penyebabnya bahwa pada saat ini Klien terkena infeksi yang disebabkan oleh jamur sehingga
menimbulkan keputihan yang berlebih. Hal ini tentunya membuat klien merasa cemas. Oleh
karena itu, sebisa mungkin bidan mendampingi klien agar tetap tenang dan tidak cemas, karena
jika klien stress akan mempengaruhi proses penyembuhan. Hal tersebut didukung oleh penelitian
Wijayanti pada tahun 2009 bahwa Fluor albus akan keluar saat menjelang menstruasi atau saat
stress dan kelelahan. Selanjutnya, memberikan KIE tentang personal hygiene karena kebiasaan
melakukan personal hygiene yang baik bertujuan untuk peningkatan kesehatan dimana kulit
merupakan garis tubuh pertama dari pertahanan melawan infeksi (Umi, 2018)
Dismenorea dapat diatasi yakni dengan massage effleurage yang meredakan nyeri dengan
cara menstimulasi kulit (serabut taktil) yang dapat menghambat sinyal nyeri dari area tubuh.
Selain itu dapat juga dilakukan kompres hangat, prinsip kerja dari kompres hangat yaitu dengan
cara memindahkan panas dari buli-buli panas kain yang melapisi kompres kedalam tubuh yang
akan mengakibatkan terjadinya vasodilatasi pembulu darah yang berujung pada menurunnya
ketegangan otot sehingga nyeri yang dirasakan pada saat haid akan berkurang dan berangsur
menghilang (Perry, 2006) dalam (Mahua dkk, 2018).

Kesimpulan
Menurut Shannon (2008) masa remaja merupakan periode transisi dari masa anak ke
masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan
sosial. Masa remaja ditandai dengan munculnya karakteristik seks primer dan karakteristik seks
Sekunder. Permasalahan yang kerap terjadi pada remaja adalah dismenorea primer. Dismenorea
ini dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Masalah lain yaitu keputihan,
adalah gejala keluarnya getah atau cairan vagina yang berlebihan sehingga sering menyebabkan
celana dalam basah.
Pada pengkajian kasus Nn. I umur 12 tahun dengan data subjektif yaitu mengalami
keputihan fisiologis, tidak berwarna dan tidak berbau dan saat menstruasi hari pertama sering
merasakan nyeri pada perut bagian bawah sehingga menganggu aktifitasnya. Data objektif
didapatkan hasil pemeriksaan keadaan umum baik, kesadaran composmentis, tekanan darah
110/70 mmHg, suhu 36,7°C, nadi: 84x/ menit, respirasi 20x/ menit. BB saat ini 44 kg, tinggi
badan 150 cm, LILA 24 cm dan IMT 19,55 (normal).Diharapkan edukasi tentang keputihan
fisiologis dan intervensi dismenorea primer yang berupa kompres hangat atau massage
effleurage (pemijatan perut bagian bawah dengan lembut dan berirama) dapat mengurangi nyeri
yang dirasakan oleh klien. Jika implementasi dapat dilaksanakan dengan baik maka masalah
dapat terselesaikan dengan baik pula.

Daftar Pustaka

Andalas, Mohd. Et al. 2011. Gambaran Penderita Fluor albus di Poloklinik Gynekologi RSUD
Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 11 Nomor 3
Desember 2011.
Ardina. 2011.҅ Penerapan Teknik Massage Effleurage Dismenorea Primer pada Remaja Putri ҆ ,
Skripsi.
Badaryati, Emi. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pencegahan dan
Penanggulangan Keputihan Patologis pada Siswi SLTA atau Sederajat Di Kota
Banjarbaru.Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indonesia. Depok.
Batubara, Jose RL. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Jakarta: Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Fadilla, E., Maya, M., dan John, W. 2014. Pengetahuan Klien Tentang Keputihan Di Kota
Manado. Jurnal e-CliniC (eCl), 2 (2)
Greer, IA., Cameron I T., Mangowan B.2013. Vaginal Discharge. Problem based Obstetrics and
Gynecology.London. Churchill Livingstone.
InfoDATIN. 2015. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta Selatan: Kementerian
Kesehatan RI.
Jordy Becker. 2009. Terapi Pijat. Jakarta : Prestasi Pustakarya.
Khuzaiyah, S., Krisiyanti, R., Mayasari, C. M. 2015. Karakteristik Wanita dengan Fluor albus.
Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK) VII (1)
Kumalasari, I. & Andhyantoro a, 41-60., I. 2012. Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa
Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Manuaba, IAC., I Bagus, dan IB Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB
untuk Pendidikan Bidan. Edisi kedua. Jakarta: EGC.
Monalisa, Bubakar, A.R., dan Amiruddin, M.D. 2012. Clinical Aspects Fluor albus Of Female
And Treatment.IJDV, 1 (1)
Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Pribakti. 2012. Tips dan Trik Merawat Organ Intim. Jakarta: Sagung Seto.
Putri, O.A. 2013. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Terhadap Keputihan
di SMA Negeri 2 Pontianak. Skripsi. Universitas Tanjungpura. Pontianak
Putro, Khamim Zarkasih. 2017. Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaja.
Sarwono, W. Saelito, Psikologi Remaja. 2016. Jakarta : Rajawali Pers
Sevil et all. 2013. An Evaluation of the Relationship between Genital Hygiene Practices, Genital
Infection. Gynecol Obstet 3. Eskisehir Osmangazi University. Turkey
Siregar, RS. 2014. Penyakit Jamur Kulit. Palembang: Lab Ilmu PenyakitKulit dan Kelamin FK
UNSRI/RSU Palembang.
Tim LANDASAN Fase II, KOMPAK. 2019. Modul Pelatihan Pemeriksaan Infeksi Menular
Seksual Di Kelas Laboran. Makasar: Abt Associates.
Widjanarko, B. (2010) Dismenore : Tinjauan Terapi Pada Dismenore Primer. Volume 5. Jakarta :
Ilmiah Nasional.

Anda mungkin juga menyukai