Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN

KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VIII DPR RI


MENGENAI IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA
DI PROVNSI NUSA TENGGARA BARAT

MASA PERSIDANGAN V TAHUN SIDANG 2021 - 2022


TANGGAL, 23 - 25 MEI 2022

SEKRETARIAT KOMISI VIII DPR RI


TAHUN 2022
DAFTAR ISI

JADWAL KUNJUNGAN KERJA 3

TIM KUNJUNGAN KERJA 4

BAB I PENDAHULUAN 5

BAB II URGENSI MODERASI AGAMA 6

BAB III PELAKSANAAN KUNJUNGAN KERJA 10

BAB IV TEMUAN DAN REKOMENDASI 13

BAB V PENUTUP 13

2
TIM KUNJUNGAN KERJA

NOMOR NAMA JABATAN FRAKSI DAPIL

URUT ANGG

Wkl. Ketua
1. 166 DIAH PITALOKA, S.Sos, M.Si Komisi/ Ketua PDIP JABAR III
Tim

203 MY ESTI WIJAYATI PDIP YOGYAKARTA


2. Anggota

218 INA AMMANIA PDIP JATIM VII


3. Anggota

186 H. RACHMAT HIDAYAT, S.H. PDIP NTB II


4. Anggota

272 H. JOHN KENEDY AZIS, SH, MH PG SUMBAR II


5. Anggota

275 Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM PG JAMBI


6. Anggota

7. 371 Hj. SRIWULAN, SE Anggota NASDEM JATENG III

028 MF. NURHUDA Y. Anggota PKB JATENG X


8.

034 Dra. Hj. ANISAH SYAKUR Anggota PKB JATIM II


9.

564 Dr. Ir. H. NANANG SAMODRA, KA, NTB II


10. Anggota PD
M.Sc

11. 438 Dr. KH. SURAHMAN HIDAYAT, MA. Anggota PKS JABAR X

12. - AGUS WIDIJATMOKO, SH SEKRETARIAT KOMISI VIII

13. - HERU PRIBADI, S.A.P. SEKRETARIAT KOMISI VIII

14. - RENO BULAN SEKRETARIAT KOMISI VIII

15. - Dr. AGUS SUSANTO, M.A. TENAGA AHLI KOMISI VIII

- KUNTO CATUR PANGESTU, S.H., TENAGA AHLI KOMISI VIII


16.
M.H.

17. - SITI NADIAH MEDIA CETAK DAN SOSIAL DPR

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Umum

Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI, sesuai ketentuan
Peraturan Tata Tertib DPR RI, maka Komisi VIII DPR RI melakukan kunjungan
kerja spesifik, pada masa persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 Tanggal 23
25 Mei 2022 ke Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.

B. Dasar Kunjungan Kerja


1. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 20,
20A, 21 dan 23 tentang tugas DPR-RI di bidang Legislasi, Anggaran dan
Pengawasan.
2. Undang-undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 sebagaimana telah
diubah dalam Undang undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang perubahan
atas Undang undang Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Peraturan Tata Tertib DPR RI:
a. Pasal 6 dan 7 tentang Wewenang dan Tugas DPR RI;
b. Pasal 58 Ayat (3) tentang Tugas Komisi di bidang Pengawasan; dan
c. Pasal 59 Ayat (3) huruf (f) tentang Pelaksanaan Kunjungan Kerja Komisi
DPR RI.
4. Keputusan Rapat Internal Komisi VIII DPR RI

C. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
a. Melaksanakan fungsi Pengawasan atas Pelaksanaan program dan
anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) terkait pembangunan kehidupan beragama di Kabupaten
Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.

2. Tujuan

4
a. Untuk mengetahui implementasi program Moderasi Beragama di
Kabuaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.
b. Untuk mendapatkan informasi dan penjelasan faktual terkait konflik
bernuansa SARA yang terjadi di Kabupaten Lombok Barat serta upaya
yang telah dilakukan dalam penyelesaian konflik tersebut.
c. Menggali dan menyerap aspirasi kendala dan hambatan yang dihadapi
dalam pelaksanaan program Moderasi Beragama dan pembangunan
kehidupan keagamaan di Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa
Tenggara Barat.

BAB II
URGENSI MODERASI BERAGAMA

A. Dasar Pemikiran

Indonesia dengan keanekaragaman budaya, agama, suku, bahasa yang


dimilikinya menunjukkan sebagai salah satu bangsa yang memiliki masyarakat
multikultural. Keanekaragaman menjadi rahmat tersendiri jika dikelola dengan
baik, menjadi keunikan dan kekuatan, namun pluralitas demikian dapat menjadi
tantangan jika tidak disikapi dengan bijak dan arif, dapat menjadi ancaman
perpecahan dan perseteruan yang dapat mengoyak keamanan sosial.

Keragaman budaya merupakan peristiwa alami karena bertemunya berbagai


perbedaan budaya di suatu tempat, setiap individu dan kelompok suku bertemu
dengan membawa perilaku budaya masing-masing, memiliki cara yang khas
dalam hidupnya. Konsep multibudaya berbeda dengan konsep lintas budaya
sebagaimana pengalaman bangsa Amerika yang beragam budaya karena
hadirnya beragam budaya dan berkumpul dalam suatu negara. Dalam konsep
multibudaya perbedaan individu meliputi cakupan makna yang luas, sementara
dalam konsep lintas budaya perbedaan etnis yang menjadi fokus perhatian.

Multikulturalisme secara kebahasaan dapat dipahami dengan paham banyak


kebudayaan. Kebudayaan dalam pengertian sebagai idiologi dan sekaligus
sebagai alat menuju derajat kemanusiaan tertinggi. Maka untuk itu penting
melihat kebudayaan secara fungsional dan secara operasional dalam pranata-

5
pranata sosial. Secara istilah dikenal multikulturalisme deskriptif dan
multikulturalisme normatif. Multikulturalisme deskriptif adalah kenyataan sosial
yang mencerminkan adanya kemajemukan (pluralistik). Sedangkan
multikulturalisme normatif berkaitan dengan dasar-dasar moral, yaitu adanya
ikatan moral dari para warga dalam lingkup negara/ bangsa untuk melakukan
sesuatu yang menjadi kesepakatan bersama dan multikulturalisme normatif
itulah tampaknya yang kini dikembangkan di Indonesia.

Dalam keragaman bangsa Indonesia, secara historis dan sosiologis agama Islam
dianut mayoritas bangsa Indonesia, namun jika dilihat tingkat provinsi atau
daerah, misalnya kabupaten/ kota maka terdapat agama Kristen, Katolik, Hindu,
Buddha dan Konghuchu yang menjadi mayoritas di lingkungan tersebut.

Fakta dan data keragaman agama di Indonesia menunjukkan bahwa keragaman


agama ini merupakan mozaik yang memperkaya khazanah kehidupan bangsa
Indonesia, namun di sisi lain keragaman agama ini juga mengandung potensi
tantangan dan ujian bagi persatuan Negara Republik Indonesia.

Disinilah diperlukan keterlibatan seluruh warga masyarakat dalam mewujudkan


kedamaian. Tugas untuk menyadarkan masyarakat tentang multikultural ini
tidaklah mudah, bahkan membangun kesadaran kalangan masyarakat bahwa
kebhinekaan adalah sebuah keniscayaan sejarah.

Menanamkan sikap yang adil dalam menyikapi kebinekaan adalah perkara yang
lebih sulit, karena, penyikapan terhadap kebhinekaan kerap berimpitan dengan
pelbagai kepentingan sosial, ekonomi, dan politik.

B. Arah Kebijakan

Tujuh kebijakan prioritas yang disusun berdasarkan konfigurasi tugas dan


fungsi semua unit eselon satu, instansi vertikal dan Perguruan Tinggi
Keagamaan Negeri (PTKN) di lingkungan Kementerian Agama. Poin-poin
tersebut harus diimplementasikan oleh unit masing-masing dalam bentuk
program kerja konkret dan terukur, sehingga manfaatnya dirasakan langsung

6
oleh khalayak.
Salah satu program prioritas adalah penguatan moderasi beragama..
Moderasi beragama merupakan asas (landasan) utama pembangunan nasional
yang telah tertuang dalam RPJMN 2020-2024.
Wajah Indonesia ke depan akan ditentukan sukses tidaknya implementasi
moderasi beragama, yaitu corak beragama yang mengambil jalan tengah (tidak
ekstrem kanan dan ekstrem kiri).
Ada empat indikator utama moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan,
anti kekerasan, toleransi, dan menghargai kearifan lokal (local wisdom).

Lima langkah yang telah dan akan dilakukan:


(1) penguatan cara pandang, sikap, dan praktik beragama jalan tengah.
(2) penguatan harmonisasi dan kerukunan umat beragama.
(3) penyelarasan relasi agama dsn budaya.
(4) peningkatan kualitas pelayanan kehidupab beragama.
(5) pengembangan ekonomi dan sumber daya keagamaan.

C. Urgensi Moderasi Beragama

Moderasi beragama adalah cara pandang atau sikap dan praktik beragama
yang mengamalkan esensi ajaran-ajaran agama yang hakikatnya mengandung
adalah nilai-nilai kemanusiaan dan menebarkan kemaslahatan bersama.
Ini berprinsipkan keadilan dan keseimbangan serta mentaati kesepakatan
berbangsa yang dikukuhkan konstitusi.

Jadi, ada empat hal yang menjadi esensi moderasi beragama itu. Pertama, cara
pandang atau sikap dan praktik keberagamaan. Yang kedua, terkait dengan
pengamalan esensi agama, yang hakikatnya adalah kemanusiaan dan
kemaslahatan bersama. Yang ketiga, semuanya berprinsipkan keadilan dan
keseimbangan. Dan keempat, taat pada konstitusi, pada kesepakatan bersama
di tengah kehidupan kita yangberagam.

Maka, kita perlu memoderasi cara kita beragama karena belakangan ini disinyalir
adanya tiga hal yang menjadi fenomena yang berkembang.

7
Pertama, cara pandang atau sikap dan praktik keberagamaan yang justru
mengingkari nilai-nilai kemanusiaan dan kemaslahatan bersama yang
mewujudkan kedamaian itu. Cara beragama yang eksklusif misalnya, padahal
beragama itu inklusif. Cara beragama yang segregatif, yang memisah-misahkan
padahal beragama itu adalah integratif, menyatukan kita.Cara beragama yang
konfrontatif misalnya, senang untuk bermusuhan, berlawanan. Lalu, cara
beragama yang destruktif, padahal beragama harusnya konstruktif. Ini adalah
kecenderungan mengingkari nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian.

Yang kedua juga disinyalir semakin dirasakan tafsir-tafsir keagamaan yang


justru tidak berdasar, yang tidak menggunakan kaidah dasar dalam
menerjemahkan agama. Muncul tafsir-tafsir yang justru bertolak belakang
dengan esensi agama itu sendiri.

Ketiga, kecenderungan bahwa ada pemahaman keagamaan yang justru bisa


mengoyak dan merusak ikatan kebangsaan. Misalnya politisasi agama,
penyeragaman terhadap hal yang beragam dan lain sebagainya.Maka, moderasi
agama diperlukan agar cara pandang, sikap keagamaan kita bersifat moderat,
tidak melebih-lebihkan, tidak melampaui batas, tidak ekstrem.
Jadi yang dimoderasi bukanlah agama, tapi cara kita mengamalkan ajaran
agama.

8
BAB III
PELAKSANAAN KUNJUNGA KERJA

Kiri ke kanan : Wakapolda NTB Brigjen Pol. Drs, Ruslan Aspan, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka S.Sos.,
M.Si dan Perwakilan Tokoh Agama Buddha NTB

Kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI di Pimpin oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR
RI Diah Pitaloka S.Sos., M.Si dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Daerah Pemilihan Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur dengan tema Implementasi
Moderasi Beragama Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masa persidangan V
tahun sidang 2021-2022 Lombok Barat pada tanggal 23 Mei 2022, Tim Kunjungan
Kerja pada pendaratan di Bandara Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid Lombok
disambut oleh Kapolda NTB Inspektur Jenderal Polisi Drs Djoko Poerwanto, Wakapolda
NTB Brigjen Pol. Drs, Ruslan Aspan, KabidPropam Kombes Pol Awan Hariono, S.H.,
S.I.K., M.H. Kapolres Lombok AKBP Wirasto Adi Nugroho, SIK selanjutnya tim
kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI menuju Kantor Pemerintahan Kabupaten Lombok
Barat dan disambut oleh Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Lombok Barat
beserta jajaran, Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi NTB Dr Muhammad Zaidi
Abdad beserta jajaran, perwakilan pusat Mitra Kementrian Agama Republik Indonesia,
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementrian Sosial, serta Ketua Forum
Keberagaman Umat Beragama dan Para Tokoh Agama Islam, Kristen, Buddha, Hindu
dan Konghucu NTB.
Pembukaan diskusi dengan tema Implementasi Moderasi Beragama di pimpin
oleh Sekertaris Daerah Pemerintah Kabupaten Lombok Barat menyampaikan Prinsip
daerah kami pada Paduh Patut dan Patju serta menjelaskan issue – issue yang

9
berkembang saat ini termasuk issue konflik sara desa Mareje dengan kesimpulan telah
terjadi kesepakatan perdamaian antara tokoh agama dan masyarakat dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut antara masyarakat budha dan muslim telah
melakukan gawe rapah yaitu mereka saling kenal mengenal satu sama lainnya, dengan
posisi dan status yang sama. Tidak lagi melihat jabatan, pangkat, asal suku, bahasa,
etnis ataupun asal Negara.
Pembukaan tersebut dilanjutkan oleh Ketua Tim Diah Pitaloka S.Sos., MSi serta
memperkenalkan seluruh anggota tim kunjungan kerja dan melanjutkan aspirasi dari
anggota tim kunjungan kerja H. Rachmat Hidayat, S.H. Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan Dapil NTB II meliputi Kabupaten Lombok Barat, Tengah, Timur,
Utara dan Kota Mataram menyampaikan Lombok Barat tidak terjadi bukan konflik sara
namun perbedaan pendapat antar pemuda perihal Pemilihan Kepala Desa dan DPR
disini kami semua satu keluarga nenek moyang tapi agamanya beda – beda,
dilanjutkan oleh H. John Kenedy Azis, S.H pada permasalahan di Mareje apakah
penyebab masalah tersebut dan apa yang dikhawatirkan belum dikembalikannya tiga
orang tokoh agama Buddha tersebut dan apakah benar issuenya soal Suara Adzan?
Disambung oleh Kapolres Lombok Barat AKBP Wirasto Adi Nugroho, SIK menjelaskan
tidak benar jika dihubungkan dengan suara adzan, permasalahan tersebut bagian dari
konflik antar pemuda yang tersulut emosianya dikarenakan perbedaan pendapat perihal
buntut dari Pemilihan Kepala Desa, Ekonomi dan Sosial Budaya, ditambah oleh
perwakilan Baznas yang juga merupakan tokoh agama dan masyarakat yang sering
sekali menjadi penceramah dari daerah tersebut menceritakan tidak pernah merasa
adanya konflik sara disana sering sekali pulang malam daerah tersebut melewati
perumahan pemeluk agama Islam dan Buddha sangat harmonis dan kondusif apabila
tidak pasti saya sudah terancam duluan.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama NTB Buya M. Subki Sasaki
menambahkan permasalahan kegiatan kerukunan umat beragama adalah anggaran
yang sangat minim untuk operasional saja tidak cukup bahkan untuk snack kegiatan
saja kurang, sebesar Rp 50 Jt yang dianggarkan untuk kegiatan Forum Kerukunan
Umat Beragama NTB, Pihaknya berharap dapat dibantu penambahan anggaran
tersebut agar kegiatan pelaksana sesuai dengan harapan yang dituju.
Kejadian di Mareje pada 3 Mei 2022 yang menyebabkan ketegangan antara
umat Islam dan umat Buddha, maka Gawe Rapah sangat cocok untuk diadakan, guna
menyatukan kembali warga yang ada di desa tersebut sebagai upaya “pesopok

10
jejengku” / merapatkan barisan duduk antara mereka yang berbeda keyakinan
dikarenakan warga di desa itu adalah satu rumpun, yang dalam bahasa sasaknya
“rumpun meriak meriku, rumpun maik meres” dimana diantara mereka satu keluarga
yang berbeda keyakinan, misalnya pamannya islam ponaanya Budha begitu
sebaliknya.
Pada pelaksanaan Gawe Rapah (Rabu 18 Mei 2022), Ketua FKUB ditunjuk
langsung sebagai Panitia Pelaksana, bersama Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa
dan Dinas Sosial. Dalam acara tersebut dihadiri oleh Pemprov NTB, Pemkab Lombok
Barat, Ketua MUI Lombok Barat, Kapolres Lombok Barat, FKUB Lombok Barat, Tokoh
Adat, Kemenag Lombok Barat, Persatuan Umat Budha, Walubi, Baznas Lombok Barat
dan sejumlah tokoh agama dan tokoh masyarakat dari Desa Mareje serta ratusan
warga setempat, acara tersebut disampaikan pula ikrar perdamaian “IKRAR SOPOQ
TUNDUN” syair – syair yang dapat mempersatukan kedua belah pihak yang berbeda
keyakinan. Acarar itu berlangsung mulai 08.00 – 18.00 Wita.
Kembali kepada Ketua tim kunjungan kerja Diah Pitaloka S.Sos., M.Si berharap
kejadian seperti ini tidak terulang kembali, hari ini kita semua berkumpul para pejabat
pemangku kepentingan untuk melakukan pelaksanaan dan pengawasan moderasi
beragama, di Lombok Barat ini kita dapat pelajaran yang sangat baik bagapaiman
membangun rekonsiliasi konflik ya walaupun isu awalnya pemilihan kades tapi
kemudian berkembang ke politik identitas, ini yang kemudian kita garis bawahi untuk
tidak terulang lagi, dan yang kedua kita inign juga supaya ada aturan dan atau klausul
dalam pemilihan kades untuk tidak menggunakan politik identitas dan rekonsiliasi in ya
kita di Kementrian Sosial Republik Indonesia juga memberikan bantuan forum
keserasian sosial yang sekarang juga semua prosesnya sudah mulai berjalan baik
dengan pendekatan musyawarah, pendekatan saling bantu dan juga ada tradisi yang
ditengahkan atau diadakan bersama natara umat Islam dan umat Buddha dan pada
dasarnya di sepakati dalam hal ini bahwa bukan konflik sara melainkan konflik yang
berangkat dari pemilihan kades dan ini akan menjadi catatan kehati – hatian bagi kita
untuk tidak menggunakan politik identitas dalam pemilihan kades.

11
BAB IV
TEMUAN DAN REKOMENDASI

A. TEMUAN
Kunjungan kerja spesifik Komisi VIII DPR RI dalam hal pengawasan
mendapatkan temuan bahwa konflik yang terjadi pada Desa Mareje Lombok
Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat bukan merupakan konflik SARA dan dalam
upaya kerukunan umat beragama belum efektif program moderasi beragama
yang dilaksanakan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia.

B. REKOMENDASI
Kunjungan kerja spesifik Komisi VIII DPR RI memberikan rekomendasi
bahwa, Perlunya evaluasi serta intensifkan program moderasi agama agar
menyentuh lapisan masyarakat yang paling bawah dan atau sampai ke pelosok
daerah terpencil agar terciptanya kehidupan yang harmonis dan kondusif antar
umat beragama di Seluruh Wilayah Republik Indonesia.

BAB V
PENUTUP

Demikian laporan pelaksanaan kunjungan kerja spesifik Komisi VIII DPR RI ke


Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat mengenai Implementasi
Moderasi Beragama di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

TIM KUNJUNGAN SPESIFIK KOMISI VIII DPR RI


Ketua Tim,

Hj. Diah Pitaloka, S.Sos, M.Si

12

Anda mungkin juga menyukai