BAB I PENDAHULUAN 5
BAB V PENUTUP 13
2
TIM KUNJUNGAN KERJA
URUT ANGG
Wkl. Ketua
1. 166 DIAH PITALOKA, S.Sos, M.Si Komisi/ Ketua PDIP JABAR III
Tim
11. 438 Dr. KH. SURAHMAN HIDAYAT, MA. Anggota PKS JABAR X
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Umum
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI, sesuai ketentuan
Peraturan Tata Tertib DPR RI, maka Komisi VIII DPR RI melakukan kunjungan
kerja spesifik, pada masa persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 Tanggal 23
25 Mei 2022 ke Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.
1. Maksud
a. Melaksanakan fungsi Pengawasan atas Pelaksanaan program dan
anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) terkait pembangunan kehidupan beragama di Kabupaten
Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.
2. Tujuan
4
a. Untuk mengetahui implementasi program Moderasi Beragama di
Kabuaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.
b. Untuk mendapatkan informasi dan penjelasan faktual terkait konflik
bernuansa SARA yang terjadi di Kabupaten Lombok Barat serta upaya
yang telah dilakukan dalam penyelesaian konflik tersebut.
c. Menggali dan menyerap aspirasi kendala dan hambatan yang dihadapi
dalam pelaksanaan program Moderasi Beragama dan pembangunan
kehidupan keagamaan di Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa
Tenggara Barat.
BAB II
URGENSI MODERASI BERAGAMA
A. Dasar Pemikiran
5
pranata sosial. Secara istilah dikenal multikulturalisme deskriptif dan
multikulturalisme normatif. Multikulturalisme deskriptif adalah kenyataan sosial
yang mencerminkan adanya kemajemukan (pluralistik). Sedangkan
multikulturalisme normatif berkaitan dengan dasar-dasar moral, yaitu adanya
ikatan moral dari para warga dalam lingkup negara/ bangsa untuk melakukan
sesuatu yang menjadi kesepakatan bersama dan multikulturalisme normatif
itulah tampaknya yang kini dikembangkan di Indonesia.
Dalam keragaman bangsa Indonesia, secara historis dan sosiologis agama Islam
dianut mayoritas bangsa Indonesia, namun jika dilihat tingkat provinsi atau
daerah, misalnya kabupaten/ kota maka terdapat agama Kristen, Katolik, Hindu,
Buddha dan Konghuchu yang menjadi mayoritas di lingkungan tersebut.
Menanamkan sikap yang adil dalam menyikapi kebinekaan adalah perkara yang
lebih sulit, karena, penyikapan terhadap kebhinekaan kerap berimpitan dengan
pelbagai kepentingan sosial, ekonomi, dan politik.
B. Arah Kebijakan
6
oleh khalayak.
Salah satu program prioritas adalah penguatan moderasi beragama..
Moderasi beragama merupakan asas (landasan) utama pembangunan nasional
yang telah tertuang dalam RPJMN 2020-2024.
Wajah Indonesia ke depan akan ditentukan sukses tidaknya implementasi
moderasi beragama, yaitu corak beragama yang mengambil jalan tengah (tidak
ekstrem kanan dan ekstrem kiri).
Ada empat indikator utama moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan,
anti kekerasan, toleransi, dan menghargai kearifan lokal (local wisdom).
Moderasi beragama adalah cara pandang atau sikap dan praktik beragama
yang mengamalkan esensi ajaran-ajaran agama yang hakikatnya mengandung
adalah nilai-nilai kemanusiaan dan menebarkan kemaslahatan bersama.
Ini berprinsipkan keadilan dan keseimbangan serta mentaati kesepakatan
berbangsa yang dikukuhkan konstitusi.
Jadi, ada empat hal yang menjadi esensi moderasi beragama itu. Pertama, cara
pandang atau sikap dan praktik keberagamaan. Yang kedua, terkait dengan
pengamalan esensi agama, yang hakikatnya adalah kemanusiaan dan
kemaslahatan bersama. Yang ketiga, semuanya berprinsipkan keadilan dan
keseimbangan. Dan keempat, taat pada konstitusi, pada kesepakatan bersama
di tengah kehidupan kita yangberagam.
Maka, kita perlu memoderasi cara kita beragama karena belakangan ini disinyalir
adanya tiga hal yang menjadi fenomena yang berkembang.
7
Pertama, cara pandang atau sikap dan praktik keberagamaan yang justru
mengingkari nilai-nilai kemanusiaan dan kemaslahatan bersama yang
mewujudkan kedamaian itu. Cara beragama yang eksklusif misalnya, padahal
beragama itu inklusif. Cara beragama yang segregatif, yang memisah-misahkan
padahal beragama itu adalah integratif, menyatukan kita.Cara beragama yang
konfrontatif misalnya, senang untuk bermusuhan, berlawanan. Lalu, cara
beragama yang destruktif, padahal beragama harusnya konstruktif. Ini adalah
kecenderungan mengingkari nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian.
8
BAB III
PELAKSANAAN KUNJUNGA KERJA
Kiri ke kanan : Wakapolda NTB Brigjen Pol. Drs, Ruslan Aspan, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka S.Sos.,
M.Si dan Perwakilan Tokoh Agama Buddha NTB
Kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI di Pimpin oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR
RI Diah Pitaloka S.Sos., M.Si dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Daerah Pemilihan Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur dengan tema Implementasi
Moderasi Beragama Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masa persidangan V
tahun sidang 2021-2022 Lombok Barat pada tanggal 23 Mei 2022, Tim Kunjungan
Kerja pada pendaratan di Bandara Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid Lombok
disambut oleh Kapolda NTB Inspektur Jenderal Polisi Drs Djoko Poerwanto, Wakapolda
NTB Brigjen Pol. Drs, Ruslan Aspan, KabidPropam Kombes Pol Awan Hariono, S.H.,
S.I.K., M.H. Kapolres Lombok AKBP Wirasto Adi Nugroho, SIK selanjutnya tim
kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI menuju Kantor Pemerintahan Kabupaten Lombok
Barat dan disambut oleh Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Lombok Barat
beserta jajaran, Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi NTB Dr Muhammad Zaidi
Abdad beserta jajaran, perwakilan pusat Mitra Kementrian Agama Republik Indonesia,
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementrian Sosial, serta Ketua Forum
Keberagaman Umat Beragama dan Para Tokoh Agama Islam, Kristen, Buddha, Hindu
dan Konghucu NTB.
Pembukaan diskusi dengan tema Implementasi Moderasi Beragama di pimpin
oleh Sekertaris Daerah Pemerintah Kabupaten Lombok Barat menyampaikan Prinsip
daerah kami pada Paduh Patut dan Patju serta menjelaskan issue – issue yang
9
berkembang saat ini termasuk issue konflik sara desa Mareje dengan kesimpulan telah
terjadi kesepakatan perdamaian antara tokoh agama dan masyarakat dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut antara masyarakat budha dan muslim telah
melakukan gawe rapah yaitu mereka saling kenal mengenal satu sama lainnya, dengan
posisi dan status yang sama. Tidak lagi melihat jabatan, pangkat, asal suku, bahasa,
etnis ataupun asal Negara.
Pembukaan tersebut dilanjutkan oleh Ketua Tim Diah Pitaloka S.Sos., MSi serta
memperkenalkan seluruh anggota tim kunjungan kerja dan melanjutkan aspirasi dari
anggota tim kunjungan kerja H. Rachmat Hidayat, S.H. Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan Dapil NTB II meliputi Kabupaten Lombok Barat, Tengah, Timur,
Utara dan Kota Mataram menyampaikan Lombok Barat tidak terjadi bukan konflik sara
namun perbedaan pendapat antar pemuda perihal Pemilihan Kepala Desa dan DPR
disini kami semua satu keluarga nenek moyang tapi agamanya beda – beda,
dilanjutkan oleh H. John Kenedy Azis, S.H pada permasalahan di Mareje apakah
penyebab masalah tersebut dan apa yang dikhawatirkan belum dikembalikannya tiga
orang tokoh agama Buddha tersebut dan apakah benar issuenya soal Suara Adzan?
Disambung oleh Kapolres Lombok Barat AKBP Wirasto Adi Nugroho, SIK menjelaskan
tidak benar jika dihubungkan dengan suara adzan, permasalahan tersebut bagian dari
konflik antar pemuda yang tersulut emosianya dikarenakan perbedaan pendapat perihal
buntut dari Pemilihan Kepala Desa, Ekonomi dan Sosial Budaya, ditambah oleh
perwakilan Baznas yang juga merupakan tokoh agama dan masyarakat yang sering
sekali menjadi penceramah dari daerah tersebut menceritakan tidak pernah merasa
adanya konflik sara disana sering sekali pulang malam daerah tersebut melewati
perumahan pemeluk agama Islam dan Buddha sangat harmonis dan kondusif apabila
tidak pasti saya sudah terancam duluan.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama NTB Buya M. Subki Sasaki
menambahkan permasalahan kegiatan kerukunan umat beragama adalah anggaran
yang sangat minim untuk operasional saja tidak cukup bahkan untuk snack kegiatan
saja kurang, sebesar Rp 50 Jt yang dianggarkan untuk kegiatan Forum Kerukunan
Umat Beragama NTB, Pihaknya berharap dapat dibantu penambahan anggaran
tersebut agar kegiatan pelaksana sesuai dengan harapan yang dituju.
Kejadian di Mareje pada 3 Mei 2022 yang menyebabkan ketegangan antara
umat Islam dan umat Buddha, maka Gawe Rapah sangat cocok untuk diadakan, guna
menyatukan kembali warga yang ada di desa tersebut sebagai upaya “pesopok
10
jejengku” / merapatkan barisan duduk antara mereka yang berbeda keyakinan
dikarenakan warga di desa itu adalah satu rumpun, yang dalam bahasa sasaknya
“rumpun meriak meriku, rumpun maik meres” dimana diantara mereka satu keluarga
yang berbeda keyakinan, misalnya pamannya islam ponaanya Budha begitu
sebaliknya.
Pada pelaksanaan Gawe Rapah (Rabu 18 Mei 2022), Ketua FKUB ditunjuk
langsung sebagai Panitia Pelaksana, bersama Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa
dan Dinas Sosial. Dalam acara tersebut dihadiri oleh Pemprov NTB, Pemkab Lombok
Barat, Ketua MUI Lombok Barat, Kapolres Lombok Barat, FKUB Lombok Barat, Tokoh
Adat, Kemenag Lombok Barat, Persatuan Umat Budha, Walubi, Baznas Lombok Barat
dan sejumlah tokoh agama dan tokoh masyarakat dari Desa Mareje serta ratusan
warga setempat, acara tersebut disampaikan pula ikrar perdamaian “IKRAR SOPOQ
TUNDUN” syair – syair yang dapat mempersatukan kedua belah pihak yang berbeda
keyakinan. Acarar itu berlangsung mulai 08.00 – 18.00 Wita.
Kembali kepada Ketua tim kunjungan kerja Diah Pitaloka S.Sos., M.Si berharap
kejadian seperti ini tidak terulang kembali, hari ini kita semua berkumpul para pejabat
pemangku kepentingan untuk melakukan pelaksanaan dan pengawasan moderasi
beragama, di Lombok Barat ini kita dapat pelajaran yang sangat baik bagapaiman
membangun rekonsiliasi konflik ya walaupun isu awalnya pemilihan kades tapi
kemudian berkembang ke politik identitas, ini yang kemudian kita garis bawahi untuk
tidak terulang lagi, dan yang kedua kita inign juga supaya ada aturan dan atau klausul
dalam pemilihan kades untuk tidak menggunakan politik identitas dan rekonsiliasi in ya
kita di Kementrian Sosial Republik Indonesia juga memberikan bantuan forum
keserasian sosial yang sekarang juga semua prosesnya sudah mulai berjalan baik
dengan pendekatan musyawarah, pendekatan saling bantu dan juga ada tradisi yang
ditengahkan atau diadakan bersama natara umat Islam dan umat Buddha dan pada
dasarnya di sepakati dalam hal ini bahwa bukan konflik sara melainkan konflik yang
berangkat dari pemilihan kades dan ini akan menjadi catatan kehati – hatian bagi kita
untuk tidak menggunakan politik identitas dalam pemilihan kades.
11
BAB IV
TEMUAN DAN REKOMENDASI
A. TEMUAN
Kunjungan kerja spesifik Komisi VIII DPR RI dalam hal pengawasan
mendapatkan temuan bahwa konflik yang terjadi pada Desa Mareje Lombok
Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat bukan merupakan konflik SARA dan dalam
upaya kerukunan umat beragama belum efektif program moderasi beragama
yang dilaksanakan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia.
B. REKOMENDASI
Kunjungan kerja spesifik Komisi VIII DPR RI memberikan rekomendasi
bahwa, Perlunya evaluasi serta intensifkan program moderasi agama agar
menyentuh lapisan masyarakat yang paling bawah dan atau sampai ke pelosok
daerah terpencil agar terciptanya kehidupan yang harmonis dan kondusif antar
umat beragama di Seluruh Wilayah Republik Indonesia.
BAB V
PENUTUP
12