PERTEMUAN 12 :
BENTUK KEKERABATAN MATRILINIAL
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai bentuk kekerabatan
matrilinial, Anda harus mampu:
1.1 Memahami dan menjelaskan kekerabatan matrilinial
B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
KEKERABATAN MATRILINEAL
Sebuah kebudayaan yang layak disebut sebagai sesuatu yang patut dan
membudaya adalah kebudayaan yang teruji oleh waktu dan mampu melewati
seleksi alam. Begitulah kebudayaan minangkabau yang hingga saat ini masih
dipakai dan digunakan oleh orang minangkabau. Salah satunya adalah sistem
kekerabatan yang matrilineal. sistem yang mengambil garis keturunan dari garis
keturunan ibu. Hingga saat ini sistem kekerabatan ini masih dipakai dan menjadi
acuan bagi orang minangkabau.
“indak lakang karano paneh, indah lapuak karano hujan”, begitulah bahasa
minangkabau mengungkapkan. Sistem kekerabatan matrilineal hingga saat ini
masih bertahan. Dari generasi ke generasi sistem ini masih tetap melekar erat
dalam kehidupan orang minangkabau. Hal ini memang dikarenakan sistem
kekerabatan matrilineal sangat ampuh dalam mengatur sistem kekerabatan dari
orang minangkabau. Begitu banyak kebudayaan yang masuk dan keluar,tetap saja
sistem ini tidak mengalami perubahan.
Lalu, apakah yang membuat sistem ini tak lekang oleh waktu?, mungkin
karena sifat dan bentuknya yang memang alamiah. Dengan kata lain, sistem ini
sangat membudaya dan mendarah daging dalam kebudayaan minangkabau secara
alamiah. Kekerabatan ini muncul lebih awal dari sistem kekerabatan lain. Sifat
dan bentuknya telah membudaya sejak manusia ini ada.
Dalam topik kali ini kita akan membahas tentang sifat dan bentuk alamiah
kekerabatan matrilineal minangkabau.
Kekerabatan yang seperti ini adalah ciri khas dari kekerabatan minangkabau.
Semua didasarkan kepada apa yang ada dan terjadi dialam ini. Sifat-sifat dan
bentuk alam ditiru untuk membuat adat minangkabau termasuk kekerabatan dalam
masyarakat minangkabau.
Lalu, kenapa semua harta dikuasai oleh kaum perempuan?. Didalam kekerabatan
matrilineal, harta pusaka dikuasai oleh kaum perempuan, laki-laki hanya sebagai
pelindung dan pemelihara harta pusaka tersebut. Penggunaannya diatur oleh kaum
perempuan. Semua itu juga didasarkan pada sifat dan bentuk alamiah alam. Secara
alamiah dan biologis, perempuan lebih lemah dari laki-laki. Selain itu perempuan
juga lebih teliti dan hati-hati. Perempuan juga tidak mungkin mencari kebutuhan
seperti laki-laki. Maka dari itu, kekerabatan matrilineal memberikan hak kepada
kaum perempuan untuk menguasai harta pusaka. Dilain hal juga karena kodratnya
sebagai makhluk tuhan.
Selain diikat oleh satu garis keturunan, mereka juga diikat oleh kesamaan rumah
gadang. Pemekaran satu rumah gadang akan menjadi beberapa rumah gandang
namun dengan suku yang sama. Suku dijadikan dasar hubungan kekerabatan
antara rumah gadang tersebut.