Anda di halaman 1dari 14

R.A.

Kartini
Tokoh-tokoh:
1. Kartini: Kaila
2. Kardinah: Shilpianti
3. Roekmini: Laella
4. Soelastri (Kakak cewe): Saskia
5. Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (Ayah): Farid
6. Raden Ayu Moeryam (Ibu tiri): Dinar
7. Ngasirah (Ibu kandung): Riska
8. Pak Atmo & Bu Pipin (Pembantu): Iqbal & Prita
9. Hartono (Kakak cowo): Erlangga
10. Slamet (Kakak cowo galak): Faisal
11. Raden Aryo Singgih (Suami Kartini): Demas
12. Raden Tjokrohadisosro (Suami Soelastri) : Ihsan
13. W. R. Supratman: Hadiyan
14. Stella (Sahabat pena): Nayza
15. Baron van Dietmar (Bangsawan & kepala sekolah): Givarel
16. Ovink-Soer (istrinya Baron van Dietmar): Tamianta
17. Dokter & Perawat: Mulky & Nadila
18. Bangsawan ga ada nama: Rziki, Jamal, Hibrizi
19. Sitjhoff: Naveed
20. Narator: Vyna

Kesimpulan:
Awalnya Kartini melihat ibunya yang terbuang di rumahnya sendiri karena bukan
keturunan ningrat. Lalu Kartini dipingit dan membaca buku dari kakaknya, sampai
akhirnya dia bisa berkarya memperjuangkan hak-hak perempuan. Ketika waktunya
menikah, Kartini dijodohin sama Bupati. Kartini menerima perjodohan itu, tapi dengan
syarat harus diizinkan bikin sekolah untuk perempuan, dan lain-lain. Kartini juga
mengajak 2 saudaranya untuk bikin sekolah tersebut. Calon suaminya setuju, dan
akhirnya Kartini punya anak, tapi meninggal setelah 4 hari melahirkan. Teman
Belandanya Kartini membuat buku dari surat-surat yang Kartini tulis, dan buku
tersebut menginspirasi banyak orang, termasuk menginspirasi W.R. Supratman untuk
membuat lagu “Ibu Kita Kartini”.

1
——————————————— ADEGAN 1 ——————————————

(Di pendopo)

KESEL
Raden Mas Adipati: “Sudah waktunya kamu dipingit.”
Kartini: “Tapi Romo, jika aku dipingit, aku tidak bisa melanjutkan sekolah”
Raden Mas Adipati: “Kamu itu perempuan, tidak sekolah tinggi-tinggi pun tidak
apa-apa.” (Bertolak pinggang marah)
Kartini: “Tapi Romo, aku ingin mempunyai banyak pengetahuan dan juga banyak
teman.” (Menatap Ayah sedih)
Slamet: “Kewajibanmu sebagai perempuan, hanya menikah dan melayani suami.
Tidak perlu berpendidikan tinggi atau memiliki banyak teman”
Raden Mas Adipati: “Masmu benar, seorang istri hanya perlu berbakti pada
suaminya.”
Kartini: “Tapi apa salahnya jika perempuan memiliki wawasan luas?”
Slamet: “Apakah berpikiran radikal tidak jadi sebuah masalah untukmu? Lalu nanti
…” (Romo memotong pembicaraan Slamet)
Raden Mas Adipati: “Sudah cukup, Romo tidak mau berdebat lagi. Jika bukan
kita, lantas siapa yang akan menjalankan adat istirahat kita?”
(Romo langsung meninggalkan Slamet).

(Beberapa jam setelahnya. Di dapur, Kartini tengah memotong bawang. Kartini


sedang membantu Ngasirah memasak) Wajah kartini terlihat sedih.
Ngasirah: “Ada apa Cah Ayu?”
Kartini: “Panggil Aku, Ni, Bu”
Ngasirah: “Saya memang Ibu kandungmu, tapi saya bukan keturunan ningrat
seperti Romo. Kamu punya darah ningrat. Sudah menjadi budaya kita kalau saya
hanya jadi pelayan untuk kaum bangsawan seperti kalian. Saya panggil kamu cah
ayu dan cah ayu panggil saya, Yu.”
(Kartini terlihat sedih mendengar perkataan tersebut)
Ngasirah: “berdebat lagi dengan Romo?”
Kartini: “Apa salah jika perempuan ingin bersekolah dan memiliki pengetahuan
yang luas?”
Ngasirah: “Saya, mengerti maksud, Cahayu, tapi adat kita tidak seperti itu”
Kartini: “Jadi sekolah hanya untuk kaum ningrat laki-laki saja? Untuk apa adat
yang hanya merendahkan kaum perempuan?”
Ngasirah: “Adat istiadat ada untuk menjaga keseimbangan semua hal dan menjaga
kita agar tidak keluar jalur.”

2
(musik) mikir sendiri ya lagunya jak 😘 @/dzakifariwiyono
——————————————— ADEGAN 2 ——————————————

(Di Taman belakang rumah) Pada saat sedang bersantai di sore hari.
Kartini: “Mengapa Mbakyu menerima perjodohan itu?”
Soelastri: “Apakah budaya kita mengajarkan kita menentang orangtua?” (sambil
mengayak beras menggunakan tampah)
Kartini: “Bukankah kita punya hak untuk menentukan jalan hidup kita?”
Soelastri: “Hak kita harus dikesampingkan untuk adat yang sejak dulu telah ada”
(berhenti mengayak, menyimpan tampah, membersihkan tangan dan pakaian)
Kartini: “Artinya perempuan ditakdirkan untuk terpasung?”
Soelastri: “Tubuh wanita itu harta yang paling berharga, harus selalu dijaga. Tubuh
kita sendiri ini yang akan membawa kita ke takdir. Tubuh boleh terpasung, tapi jiwa
dan pikiran harus terbang sebebas-bebasnya. Sekali jiwa diserahkan selamanya, takkan
pernah kita miliki kembali. Kelak kamu akan mengerti.” (Soelastri meninggalkan
Kartini)

(Hartono datang menghampiri Kartini yang sedang sedih) SEDIH

Hartono: “Tubuh bisa hancur ditelan tanah, tapi pikiranmu tidak ada batas waktunya.
Jangan biarkan pikiranmu terpenjara” (ngasih kunci lemari buku, kemudian pergi
meninggalkan kartini yang masih berdiri di tempat)

(Di kamar) SEDIH

(Kartini membuka lemari buku, mengambil buku dan perlahan membuka


lembaran-lembaran buku dan kertas lain satu persatu kemudian menunduk)

Kartini: “Seandainya saja aku bisa sekolah, pasti akan ada banyak ilmu yang bisa
kudapat dan bisa memiliki banyak teman.” (ucap kartini dalam hati sambil
membaca buku)

SANTAI
(Sebelum adiknya masuk, kartini duduk di kasur. Setelah kedua adiknya masuk,
Kartini menyuruh adiknya duduk di bawah)

Kartini: “duduk!”

3
(Adik-adiknya duduk di bawah sambil nyembah)

Kartini: “Sejak semua kakak kita menikah, aku yang paling berkuasa di sini. Kalian
mengerti kan?” (setelah adiknya duduk di bawah, Kartini berdiri di depan mereka
sambil tangannya di depan dada dan mondar-mandir)
Kardinah: “Ngerti mbakyu, tapi kalau nyembah sampai pegel seperti ini, baru aku
alami sekarang mbakyu.” (duduk di bawah, tangannya ke atas)
Kartini: (ketawa) “Menjadi raden ayu, itu berarti harus melayani lelaki yang bukan
pilihan kamu sendiri.” (ngerangkul) “Tapi, kita bisa jadi raden ayu yang berbeda.
(nyuruh nurunin tangannya, terus berdiri) Di sini, di kamar ini, kalian bisa jadi diri
kalian sendiri, tertawa sepuasnya, lihat ketawa ku (ketawa) ayo ketawa aja.”
Kardinah & Roekmini: (sambil agak nahan ketawa) “tidak mbakyu”
Kartini: “Jangan panggil aku mbakyu, panggil aku Kartini, Kar-ti-ni.”
Kardinah & Roekmini: “Trinil” (mulai tertawa bersama)
Kartini: “Sudah waktunya jadi diri kita sendiri.”(menghadap ke arah adik-adiknya)
“Baca, ini buku bagus. Bacalah” (sambil mengeluarkan buku dari lemari terus
dikasihin ke adik-adiknya)
Kardinah & Roekmini: “baik” (buka-buka bukunya)

(Kardinah bikin sketsa batik, Roekmini ngebatik, Kartini bikin artikel)

(Musik) @/dzaki

——————————————— ADEGAN 3 ——————————————

(Di pendopo, duduk di kursi berhadapan dengan Baron dan Ovink-Soer)


SENANG
Raden Mas Adipati: “Bagaimana kabar anakmu, Tuan Baron?”
Baron VanDietmar: “Dia sekarang sedang belajar di Perancis untuk menjadi guru. Itu
adalah mimpinya sejak ia masih bersekolah bersama Kartini. Bagaimana dengan
Kartini? Sekolah di mana dia sekarang?”
Raden Mas Adipati: “Dia masih dalam pingitan”
Baron VanDietmar: “Pingitan? Anda mengurung putri-putri anda di rumah?”
(Kartini datang bawa nampan)
Kartini: “Kami tidak benar-benar dikurung. Kami masih bisa bermain dan membaca
beberapa buku.” (Kartini duduk di sebelah Raden Mas Adipati)
Baron Van Dietmar: “Raden Ajeng Kartini, dia, murid terbaik di sekolah. Di usia 10
tahun dia menulis karangan tentang Pandita Ramabai.”
Ovink-Soer: “Apakah saya boleh membacanya?”

4
Kartini: “Tentu, saya merasa terhormat, seseorang yang menulis artikel ‘Modern
Woman’ di majalah ‘De Hollandsche Leile’ ingin membaca tulisan saya”
Ovink-Soer: “Kamu membaca ‘De Hollandsche Leile’? ”
Kartini: “Artikel yang ibu tulis sangat menginspirasi saya”
Ovink-Soer: (senyum) “Bolehkah saya mengundang Kartini ke rumah?” (nanya ke
bapaknya)
Baron Van Dietmar: “Tuan Sosroningrat mengatakan bahwa Kartini masih dalam
pingitan, kita harus menghormati tradisi mereka.” (ngomong ke Ovink-Soer) “Maaf
ya tuan.” (ngomong ke bapaknya Kartini)
Raden Mas Adipati: “Tidak apa-apa”
Baron Van Dietmar: “Kalau begitu kami berdua pamit pulang”
Raden Mas Adipati: “Kenapa buru-buru sekali?”
BaronVan Dietmar: “Kebetulan setelah ini saya ada keperluan yang lain”
Raden Mas Adipati: “Baiklah kalau begitu.”
(Baron, Ovink-Soer, dan Kartini meninggalkan tempat)

SERIUS

(Di pendopo)
(Selamet menghampiri Raden Mas Adipati, lalu duduk)
Slamet: “Saya dan Dimas Busono mohon izin untuk ikut membantu Romo menjaga
adik-adik” (sambil duduk di kursi bersama ayahnya)
Raden Mas Adipati: “Mengapa?”
Slamet: “Sambil menunggu surat rekomendasi saya menjadi bupati dari Residen
Sitjhoff, saya ingin meluangkan waktu saya bersama adik-adik saya.”

(Kartini menuju keluar gerbang)

Pak Atmo: “Tutup, tutup! Tuan putri tidak boleh keluar dari pendopo oleh Mas
Slamet.” (berteriak sambil berlari)
Kartini: “Aku mau antarkan tulisanku yang akan terbit besok ke rumah Nyonya
Ovink-Soer.”(ucap kartini di atas kereta kuda)
Pak Atmo: “biar saya yang antarkan.” (ucap Pak Atmo memaksa untuk
mengantarkan tulisannya)

(Kartini kesal dan memberikan tulisannya pada Pak Atmo, kemudian ia masuk ke
dalam rumah. Beberapa saat kemudian, Selamet keluar, membaca tulisan kartini
dan kemudian menyobek tulisannya)

5

(Kartini membawa bekal makanan)


Kartini: “Pak Atmo! tolong antarkan bungkusan ini” (Pak Atmo menghampiri
Kartini)
Pak Atmo: “Ke rumah siapa saya harus antarkan ini, Tuan putri?”
Kartini: “Ke rumah Nyonya Ovienk-Soer” (Pak Atmo mengantarkan bungkusan ke
rumah Ovienk-Soer)

(Sampai di depan rumah Ovienk-Soer)

Pak Atmo: “Permisi nyonya, ada titipan dari Raden Ajeng Kartini.”
Ovienk-Soer: “Danke” (menerima)

PANIK

(Membuka makanannya (sayur lodeh), menemukan kertas bertuliskan “Ibu, tolong


saya. Saya dikurung oleh kakak saya”)

Ovienk-Soer: “Ibu, tolong saya. Saya dikurung oleh kakak saya” (isi surat dari
kartini)

(Musik) semangat jak @/dzakifariwiyono

6
——————————————— ADEGAN 4 ——————————————

(Di rumah Raden Mas Adipati)


Raden Mas Adipati: “Apa benar dia mengundangku dan putri-putri ku untuk datang
ke Semarang? ”
Baron Van Dietmar: “Tentu, Tuan Sitjhoff benar-benar mengundang anda bersama
anak-anak anda untuk datang ke acara ulang tahunnya di Semarang”
Raden Mas Adipati: “Tapi, saya banyak ditekan oleh keluarga besar saya”
Baron Van Dietmar: “Saya hanya menyampaikan pesan dari Tuan Sitjhoff.”

(Akhirnya mereka datang ke Semarang. Sampai di sana, Kartini dan keluarganya


bertemu dengan Ovienk-Soer)

SENANG
Ovienk-Soer: “Selamat datang di Semarang putri-putriku” (Kartini disambut,
Kartini, roekmini, kardinah,romo,slamet)
Kartini: “Terima kasih ibu” (ucap kartini sambil tersenyum)
Ovienk Soer: “Tidak akan saya biarkan siapapun mengurung Daun Semanggi saya.”
(bisik-bisik ke Kartini) “Selamat datang di Semarang Raden Mas Adipati. Bolehkah
saya membawa putri-putri tuan bertemu Tuan Sitjhoff?” (nanya ke Raden Mas
Adipati)
Raden Mas Adipati: “Terima kasih, tentu.”
(Kartini dan keluarga bertemu Tuan Sitjhoff, lalu Tuan Sitjhoff jabat tangan
Kartini, dilanjut ke Raden Mas Adipati dan Slamet)
Tuan Sitjhoff: “Kartini, saya sudah membaca semua tulisan kamu.” (tertarik)
Slamet: “Tuan Sitjhoff, kalau ada waktu saya ingin mengobrol dengan anda.” (cari
perhatian)
Tuan Sitjhoff: “Iya iya” (Sambil beralih ke kartini, tidak menghiraukan Slamet)
“Kartini, Kartini, bagiku kamu benar-benar mutiara Jawa.” ( Slamet melirik sinis)
Kartini: “Tuan menyanjung saya terlalu tinggi.” (Kartini ngomong sambil
malu-malu)

Tuan Sitjhoff: “Mohon perhatiannya sebentar, saya perkenalkan, gadis-gadis cerdas


putri Bupati Jepara, Raden Ajeng Kartini, Raden Ajeng Kardinah, dan Raden Ajeng
Roekmini. Mereka ini gadis-gadis yang kompak, saking kompaknya mereka diberi
julukan ‘Daun Semanggi’.” (berdiri di depan semua hadirin)

(Semua tepuk tangan sambil tertawa)

7

(musik dan tarian)

(Di kamar, Kartini menulis surat dan membacakannya)

Kartini: “Bagi saya hanya ada dua macam keningratan, keningratan fikiran (fikroh)
dan keningratan budi (akhlak). Tidak ada manusia yang lebih gila dan bodoh menurut
persepsi saya dari pada melihat orang membanggakan asal keturunannya”

——————————————— ADEGAN 5 ——————————————

(Di kantor Raden Mas Adipati) TEGANG, EMOSI.


Bangsawan: “Kartini sudah merusak tradisi, menjelekkan nama leluhur dengan
bersembunyi dibalik nama Daun Semanggi” (sambil menunjukan koran berisi artikel
milik Kartini)
Raden Mas Adipati: “Perubahan pasti akan terjadi, saya percaya itu, marilah kita
semua mengawas diri, jujur, kita saling berbenah”
Bangsawan: “Kalau Kartini bersekolah tinggi, nantinya mereka minta jabatan jadi
bupati. Selanjutnya ditiru sama orang orang miskin, kalau sudah kaya gitu, akan ada
anak tukang kayu jadi raja.”
Raden Mas Adipati: “Perubahan pasti akan terjadi, tinggal siapa yang akan memulai.
Kalau kalian tidak mau memulainya, ya jangan pakai nama anak saya sebagai tameng,
itu namanya pengecut.”
Bangsawan: “Jadi anda ini sengaja menghunuskan pedang?” (pergi dari ruangan)

(Musik) @/dzakifariwiyono

(Di Kamar Raden Mas Adipati) PANIK


(Ngasirah lagi nyapu)
Raden Ayu Moeryam: “Bi, Kanjeng Bupati sudah bangun?” (menghampiri
Ngasirah)
Ngasirah: “Belum, tuan putri.”
Raden Ayu Moeryam: (mengetuk pintu) “Kang mas.. Kang mas..” (teriak kaget)
“Bi, panggil dokter” (Ngasirah menghampiri)

8
(Dokter Datang) SEDIH

Dokter: “Maaf, saya harus memberitahu anda bahwa tuan bupati mengalami
pendarahan di dalam otaknya. Sebaiknya beliau jangan diberi pikiran berat. Selamat
siang.”

EMOSI
Raden Ayu Moeryam: “Bupati rembang sudah mengirim surat lamaran untukmu”
Kartini: “Apakah Bupati rembang tersebut belum memiliki istri?”
Raden Ayu Moeryam: “Dia sudah memiliki 3 orang istri”
Kartini: “Apa yang harus saya syukuri dari laki-laki yang sudah memiliki 3 istri.”
Raden Ayu Moeryam: “Sudah bagus bupati yang melamarmu bukan wedana-”
(disela sama Kartini)
Kartini: “Saya tidak mau mengecewakan romo.” (pergi)
Raden Ayu Moeryam: “Kartini!” (menarik Kartini ke kamar kartini) “Kamu tidak
boleh keluar, sampai Bupati Rembang itu memboyong mu!!” (sambil menutup pintu
kencang)
KESAL

(Di kamar)

(Adegan kartini menulis surat ke stella) (stella ngedengerin aja ya)

Kartini: “Bagaimana saya bisa menghormati seseorang yang sudah menikah dan
menjadi ayah yang kemudian, bila bosan pada anak-anaknya, ia dapat membawa
perempuan lain ke rumah dan mengawininya secara sah sesuai dengan hukum Islam?”
(kesal) “Dapatkah kamu membayangkan siksaan yang harus diderita seorang
perempuan jika suaminya pulang bersama perempuan lain sebagai saingannya yang
harus diakuinya sebagai istrinya yang sah?”

(lagu lathi)

(Ngasirah membantu Kartini yang sedang dikurung keluar dari kamarnya dan
pergi ke danau)
(Kartini sedih di kamar)
(Ngasirah membuka jendela kamar Kartini membantu keluar jendela)

9
Ngasirah: “Ayo…ayo” (Ngajak Kartini keluar lewat jendela dan pergi ke luar
pendopo)

(Di luar pendopo) MASIH SEDIH


Kartini: “Ada apa, Yu?”
Ngasirah: “Saya ingin kamu tau dan mengerti. Apa yang saya lakukan agar ibu
berharga dan berdaya buat anak-anak. Ilmu apa yang sudah kamu pelajari dari aksara
Belanda?”
Kartini: (berpikir) “kebebasan, Yu.”
Ngasirah: “Dan apa yang tidak ada dari aksara Belanda?”
Kartini: “Tidak tau.”
Ngasirah: “Bakti.”
Ngasirah: “Manusia, ketika dipangku, hatinya tentrem, karena keseimbangannya
terjaga. Sepinter-pinternya Belanda menguasai dunia ini, mereka tidak akan pernah
mengenal ‘Pangku’ .” (sedih) “Selama ini, saya menerima dipisahkan oleh tembok
kehidupan dengan anak-anak saya, sebagai bakti saya dan Romo, sama anak-anak
yang lahir dari rahim saya. Harapan saya, anak-anak bisa sekolah ke derajat yang lebih
tinggi dari saya” (sambil meluk, kalo bisa mereka nangis di sini, kalo ga bisa yaudah
gapapa sedih aja)

Kartini: “Memori-memori kelam itulah yang mendorongku menolak segala


ketidakadilan saat itu, terutama yang bersinggungan dengan perempuan Jawa. Bahkan,
berbagai literatur menyebutku tidak malu mengakui jika ibunya adalah keturunan
rakyat biasa” (monolog) kartini jalan jalan sambil mengingat masalahnya

——————————————— ADEGAN 6 ——————————————

(Di pendopo) SERIUS


(Kartini datang memberi hormat kemudian duduk di kursi dekat romo)
Kartini: "Romo.. baiklah aku akan menerima perjodohan ini, tetapi dia harus
memenuhi persyaratan yang aku berikan.”
Raden Mas Adipati: “ baiklah jika itu yang kamu inginkan, apa saja syarat mu?”
Kartini: “Yang pertama, aku tidak mau ada tata krama yang rumit-“
Raden Mas Adipati: “Yang benar saja kamu memberikan syarat yang seperti itu”
(kaget dengan syarat yang diajukan Kartini)

(soelastri datang saat romo selesai berbicara)

10
Soelastri : “Kartini benar romo, suami saya menikah lagi. Lastri mengerti mas
Tjokrohadisosro lebih mencintai istri barunya yang lebih pintar, perempuan yang lebih
terpelajar. Lastri tidak kuat romo. Kartini benar, ni teruskan, kakakmu ini mendukung
mu ni.” (sedih sampai nangis dan kesal, dia ngomong sambil jalan)
Kartini: “Kedua, calon suamiku harus membantuku untuk membuat sekolah khusus
perempuan dan orang kurang mampu. Ketiga, aku mau Yu Ngasirah tinggal di rumah
depan dan dipanggil Mas Ajeng.”
Raden Mas Adipati: “Baiklah, kalau begitu segera tuliskan syarat mu dan kirimkan
kepada bupati rembang”
(Kemudian Kartini menuliskan syarat itu)
Kartini: “Pak Atmo… Pak Atmo…” (Pak Atmo datang menghampiri Kartini)
Pak Atmo: “Iya tuan putri, ada yang bisa saya bantu?”
Kartini: “Tolong kirimkan surat ini kepada raden aryo singgih Bupati Rembang”
Pak Atmo: “Baik tuan putri, segera saya kirimkan.”
Kartini: “Terima kasih, Pak Atmo.”
Pak Atmo: “Sama-sama, tuan putri.”

(Raden Aryo Singgih datang untuk berbicara dengan Kartini)


Raden Mas Adipati: “Kemarilah Raden.” (Raden Aryo Singgih menghampiri)
Raden Mas Adipati: “Bagaimana kabarmu?”
Raden Aryo Singgih: “Baik, Romo. Bagaimana keadaan Romo?”
Raden Mas Adipati: “Baik. Akan kutinggalkan kalian berdua. Bicaralah pada
Kartini”
Kartini: “Romo..” (Kartini mencoba memanggil Ayahnya, namun tak dihiraukan)
Raden Aryo Singgih: “Kartini, bisakah aku meminta waktumu sebentar?”
Kartini: “Jika aku berkata tidak pun, aku tau kamu akan menyita sebagian waktuku.”
(jawab kartini sinis)
Raden Aryo Singgih: “Kartini, tentunya kau telah mendengar ini dari Ayahmu, bahwa
aku ingin meminangmu.”
Kartini: “Berhenti membicarakan apa yang telah aku ketahui Raden. Bukankah kamu
pun tau, untuk berbicara tentang hal meminang kamu hanya perlu mengutarakannya
pada ayahku. Sedangkan ayahku pun tak meminta kesediaan dari diriku.”
Raden Aryo Singgih: “Mungkin yang kamu katakan itu memang benar Kartini. Tapi
perlu kamu ketahui, aku meminangmu karena aku mencintaimu.”
Kartini: “Cinta? Kamu bilang sebuah hasrat untuk memiliki adalah cinta? Sederhana
sekali pemikiranmu itu Raden.” (berdiri, tegas)
Raden Aryo Singgih: “Tapi memang itulah yang aku rasakan Kartini.” (ikut berdiri)

11
Kartini: “Itulah bedanya cinta yang kamu miliki dengan cinta yang ada pada diriku
Raden.”
Raden Aryo Singgih: “Aku tak mengerti maksud perkataanmu itu Kartini.”
Kartini: “Berbicara tentang cinta, dalam diri ini pun tersimpan sebuah cinta Raden.
Namun cinta yang kupunya bukanlah cinta seperti yang kamu anggap. Cinta ini
bukanlah sekedar ingin memiliki. Cinta yang kusimpan sejak lama, adalah cinta yang
tertuju pada mereka, pada kaum wanita.”
Raden Aryo Singgih: “Kartini, apa maksudmu? Aku benar-benar tak mengerti.”
Kartini: “Raden, jawablah pertanyaanku dahulu. Jika kamu memiliki cinta pada
seseorang, apa yang akan kamu lakukan untuk mendapatkannya?”
Raden Aryo Singgih: “Tentu akan aku perjuangkan cintaku, Kartini.”
Kartini: “Begitu pula cinta ini Raden, aku pun ingin memperjuangkan cintaku. Aku
ingin memerdekakan kaumku dari kebodohan. Dan untuk itu, tentunya aku pun harus
berpendidikan, Raden.”
Raden Aryo Singgih: “Kini aku mengerti, Kartini. Tapi, bagaimana dengan ayahmu?
Bukankah ia ingin agar kamu menikah? Dan akupun menginginkan agar kau menikah
denganku.”
Kartini: “Ayahku menikahkanku karna kamu yang meminangku, Raden. Ini semua
ada pada dirimu.”
Raden Aryo Singgih: “Jadi kamu ingin agar aku membatalkan pinanganku?”
Kartini: “Tentu Raden. Memang itu yang aku inginkan. Aku ingin tetap bersekolah.
Dan cara satu-satunya agar aku dapat bersekolah adalah menolak pinangan ini.”
Raden Aryo Singgih: “Lalu bagaimana dengan cintaku Kartini? Tak pantaskah aku
merasakan cinta? Ini tak adil, Kartini. biarkan aku memperjuangkan cintaku ini. Aku
berjanji akan berbicara pada ayahmu tentang keinginan mu untuk bersekolah.”
(memegang pundak Kartini, mengajaknya duduk)
Kartini: “Lalu bagaimana jika ayahku tetap melarangku untuk bersekolah?”
Raden Aryo Singgih: “Baiklah, jika ayahmu tetap melarang, aku akan tetap
mendukung cita-citamu itu. Aku akan memenuhi semua syarat yang telah kamu
berikan. Akan kudirikan sekolah sebagai tempat untukmu belajar dan mengajar.”
Kartini: “Apakah ini cukup untuk meyakinkanku, Raden?”
Raden Aryo Singgih: “Iya Kartini, kamu bisa memegang janjiku. Jika nanti aku
mengingkarinya, kamu berhak melakukan apapun yang kamu mau.”
Kartini: “Jika memang benar ucapanmu itu, akan ku percayai kata-katamu. Dan akan
kuterima pinanganmu Raden.”
Raden Aryo Singgih: “Terima kasih, Kartini.”
Kartini: “Aku yang memang harus berterima kasih atas kebaikanmu Raden. Terima
kasih.”
Raden Aryo Singgih: “Terima kasih kembali, Kartini. Aku akan pergi menemui
ayahmu sekarang juga”

12
(Raden Aryo Singgih meninggalkan Kartini)

Kartini: “Kupanjatkan syukur pada-Mu, ya Allah. Entah apa rencana-Mu. Tapi


dengan kehendak-Mu aku akan kembali mengenyam pendidikan yang sempat
kutinggalkan. Dan aku berjanji, aku akan menjunjung harkat kaumku. Akan
kuperjuangkan pendidikanku bersama kaum wanita. Akan kudapatkan hakku bersama
mereka. Dan akan ku ubah dunia ini menjadi lebih baik lagi.” (monolog) improvisasi

Suara kartini: Inilah janji Kartini. Inilah cita-citanya. Memperjuangkan hak wanita
untuk mendapatkan apa yang seharusnya ia dan kaumnya dapatkan. Dan beruntunglah
kalian, para kaum wanita. Yang kini telah merasakan apa yang seharusnya didapatkan.
Gunakan dan perjuangkanlah hak kalian sebagaimana mestinya.

(Musik) tarik tsay @/dzaki

(Kartini nulis surat, dibacakan oleh narator, pada adegan ini hanya menunjukan
kartini yang sedang menulis artikel) HARU

Narator: “Kartini menulis beberapa surat kepada nyonya Abendanon untuk


menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya. Pada akhirnya, surat-surat dari Kartini
tersebut dikumpulkan oleh Abendanon, kemudian dibuat menjadi sebuah buku yang
berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”

1. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 4 September 1901


“Pergilah, laksanakan cita-citamu. Bekerjalah untuk hari depan. Bekerjalah untuk
kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas. Dibawah hukum yang tidak adil dan
paham-paham palsu tentang mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi! Pergilah!
Berjuang dan menderitalah, tetapi bekerja untuk kepentingan yang abadi”

2. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 10 Juni 1902


“Kami sekali-kali tidak hendak menjadikan murid-murid kami menjadi orang setengah
Eropa atau orang Jawa yang kebarat-baratan”

3. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 12 Oktober 1902

13
“Dan saya menjawab, tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kami mengatakan bahwa kami
beriman kepada Allah dan kami tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi
kepada Allah dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya tentulah kami sudah memuja
orang dan bukan Allah”

4. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 27 Oktober 1902


“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu
benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah
ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal
bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang
sama sekali tidak patut sebagai peradaban?”

5. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 25 Agustus 1903


“Ya Allah, alangkah malangnya; saya akan sampai disana pada waktu
Puasa-Lebaran-Tahun Baru, di saat-saat keramaian yang biasa terjadi setiap tahun
sedang memuncak. Sudah saya katakan, saya tidak suka kaki saya dicium. Tidak
pernah saya ijinkan orang berbuat demikian pada saya. Yang saya kehendaki kasih
sayang dalam hati sanubari mereka, bukan tata cara lahiriah!”

6. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 12 Desember 1903


“Tidak, ia tidak mempunyai ilmu, tidak mempunyai jimat, tidak juga mempunyai
senjata sakti. Kalaupun rumahnya tidak ikut terbakar itu dikarenakan dia mempunyai
Allah saja”

——————————————— ADEGAN 7 ——————————————

KHIDMAT
Epilog (diekspresikan tanpa dialog):
● Kartini: Walau tidak berhasil melanjutkan pendidikan ke Belanda, tapi saya berhasil
buat sekolah dan menginspirasi banyak orang hingga saat ini.
● WR Supratman: Membaca buku Kartini yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah
Terang”, lalu terinspirasi buat bikin lagu. *play lagu Ibu Kita Kartini

14

Anda mungkin juga menyukai