Kartini
Tokoh-tokoh:
1. Kartini: Kaila
2. Kardinah: Shilpianti
3. Roekmini: Laella
4. Soelastri (Kakak cewe): Saskia
5. Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (Ayah): Farid
6. Raden Ayu Moeryam (Ibu tiri): Dinar
7. Ngasirah (Ibu kandung): Riska
8. Pak Atmo & Bu Pipin (Pembantu): Iqbal & Prita
9. Hartono (Kakak cowo): Erlangga
10. Slamet (Kakak cowo galak): Faisal
11. Raden Aryo Singgih (Suami Kartini): Demas
12. Raden Tjokrohadisosro (Suami Soelastri) : Ihsan
13. W. R. Supratman: Hadiyan
14. Stella (Sahabat pena): Nayza
15. Baron van Dietmar (Bangsawan & kepala sekolah): Givarel
16. Ovink-Soer (istrinya Baron van Dietmar): Tamianta
17. Dokter & Perawat: Mulky & Nadila
18. Bangsawan ga ada nama: Rziki, Jamal, Hibrizi
19. Sitjhoff: Naveed
20. Narator: Vyna
Kesimpulan:
Awalnya Kartini melihat ibunya yang terbuang di rumahnya sendiri karena bukan
keturunan ningrat. Lalu Kartini dipingit dan membaca buku dari kakaknya, sampai
akhirnya dia bisa berkarya memperjuangkan hak-hak perempuan. Ketika waktunya
menikah, Kartini dijodohin sama Bupati. Kartini menerima perjodohan itu, tapi dengan
syarat harus diizinkan bikin sekolah untuk perempuan, dan lain-lain. Kartini juga
mengajak 2 saudaranya untuk bikin sekolah tersebut. Calon suaminya setuju, dan
akhirnya Kartini punya anak, tapi meninggal setelah 4 hari melahirkan. Teman
Belandanya Kartini membuat buku dari surat-surat yang Kartini tulis, dan buku
tersebut menginspirasi banyak orang, termasuk menginspirasi W.R. Supratman untuk
membuat lagu “Ibu Kita Kartini”.
1
——————————————— ADEGAN 1 ——————————————
(Di pendopo)
KESEL
Raden Mas Adipati: “Sudah waktunya kamu dipingit.”
Kartini: “Tapi Romo, jika aku dipingit, aku tidak bisa melanjutkan sekolah”
Raden Mas Adipati: “Kamu itu perempuan, tidak sekolah tinggi-tinggi pun tidak
apa-apa.” (Bertolak pinggang marah)
Kartini: “Tapi Romo, aku ingin mempunyai banyak pengetahuan dan juga banyak
teman.” (Menatap Ayah sedih)
Slamet: “Kewajibanmu sebagai perempuan, hanya menikah dan melayani suami.
Tidak perlu berpendidikan tinggi atau memiliki banyak teman”
Raden Mas Adipati: “Masmu benar, seorang istri hanya perlu berbakti pada
suaminya.”
Kartini: “Tapi apa salahnya jika perempuan memiliki wawasan luas?”
Slamet: “Apakah berpikiran radikal tidak jadi sebuah masalah untukmu? Lalu nanti
…” (Romo memotong pembicaraan Slamet)
Raden Mas Adipati: “Sudah cukup, Romo tidak mau berdebat lagi. Jika bukan
kita, lantas siapa yang akan menjalankan adat istirahat kita?”
(Romo langsung meninggalkan Slamet).
2
(musik) mikir sendiri ya lagunya jak 😘 @/dzakifariwiyono
——————————————— ADEGAN 2 ——————————————
(Di Taman belakang rumah) Pada saat sedang bersantai di sore hari.
Kartini: “Mengapa Mbakyu menerima perjodohan itu?”
Soelastri: “Apakah budaya kita mengajarkan kita menentang orangtua?” (sambil
mengayak beras menggunakan tampah)
Kartini: “Bukankah kita punya hak untuk menentukan jalan hidup kita?”
Soelastri: “Hak kita harus dikesampingkan untuk adat yang sejak dulu telah ada”
(berhenti mengayak, menyimpan tampah, membersihkan tangan dan pakaian)
Kartini: “Artinya perempuan ditakdirkan untuk terpasung?”
Soelastri: “Tubuh wanita itu harta yang paling berharga, harus selalu dijaga. Tubuh
kita sendiri ini yang akan membawa kita ke takdir. Tubuh boleh terpasung, tapi jiwa
dan pikiran harus terbang sebebas-bebasnya. Sekali jiwa diserahkan selamanya, takkan
pernah kita miliki kembali. Kelak kamu akan mengerti.” (Soelastri meninggalkan
Kartini)
Hartono: “Tubuh bisa hancur ditelan tanah, tapi pikiranmu tidak ada batas waktunya.
Jangan biarkan pikiranmu terpenjara” (ngasih kunci lemari buku, kemudian pergi
meninggalkan kartini yang masih berdiri di tempat)
Kartini: “Seandainya saja aku bisa sekolah, pasti akan ada banyak ilmu yang bisa
kudapat dan bisa memiliki banyak teman.” (ucap kartini dalam hati sambil
membaca buku)
SANTAI
(Sebelum adiknya masuk, kartini duduk di kasur. Setelah kedua adiknya masuk,
Kartini menyuruh adiknya duduk di bawah)
Kartini: “duduk!”
3
(Adik-adiknya duduk di bawah sambil nyembah)
Kartini: “Sejak semua kakak kita menikah, aku yang paling berkuasa di sini. Kalian
mengerti kan?” (setelah adiknya duduk di bawah, Kartini berdiri di depan mereka
sambil tangannya di depan dada dan mondar-mandir)
Kardinah: “Ngerti mbakyu, tapi kalau nyembah sampai pegel seperti ini, baru aku
alami sekarang mbakyu.” (duduk di bawah, tangannya ke atas)
Kartini: (ketawa) “Menjadi raden ayu, itu berarti harus melayani lelaki yang bukan
pilihan kamu sendiri.” (ngerangkul) “Tapi, kita bisa jadi raden ayu yang berbeda.
(nyuruh nurunin tangannya, terus berdiri) Di sini, di kamar ini, kalian bisa jadi diri
kalian sendiri, tertawa sepuasnya, lihat ketawa ku (ketawa) ayo ketawa aja.”
Kardinah & Roekmini: (sambil agak nahan ketawa) “tidak mbakyu”
Kartini: “Jangan panggil aku mbakyu, panggil aku Kartini, Kar-ti-ni.”
Kardinah & Roekmini: “Trinil” (mulai tertawa bersama)
Kartini: “Sudah waktunya jadi diri kita sendiri.”(menghadap ke arah adik-adiknya)
“Baca, ini buku bagus. Bacalah” (sambil mengeluarkan buku dari lemari terus
dikasihin ke adik-adiknya)
Kardinah & Roekmini: “baik” (buka-buka bukunya)
(Musik) @/dzaki
4
Kartini: “Tentu, saya merasa terhormat, seseorang yang menulis artikel ‘Modern
Woman’ di majalah ‘De Hollandsche Leile’ ingin membaca tulisan saya”
Ovink-Soer: “Kamu membaca ‘De Hollandsche Leile’? ”
Kartini: “Artikel yang ibu tulis sangat menginspirasi saya”
Ovink-Soer: (senyum) “Bolehkah saya mengundang Kartini ke rumah?” (nanya ke
bapaknya)
Baron Van Dietmar: “Tuan Sosroningrat mengatakan bahwa Kartini masih dalam
pingitan, kita harus menghormati tradisi mereka.” (ngomong ke Ovink-Soer) “Maaf
ya tuan.” (ngomong ke bapaknya Kartini)
Raden Mas Adipati: “Tidak apa-apa”
Baron Van Dietmar: “Kalau begitu kami berdua pamit pulang”
Raden Mas Adipati: “Kenapa buru-buru sekali?”
BaronVan Dietmar: “Kebetulan setelah ini saya ada keperluan yang lain”
Raden Mas Adipati: “Baiklah kalau begitu.”
(Baron, Ovink-Soer, dan Kartini meninggalkan tempat)
SERIUS
(Di pendopo)
(Selamet menghampiri Raden Mas Adipati, lalu duduk)
Slamet: “Saya dan Dimas Busono mohon izin untuk ikut membantu Romo menjaga
adik-adik” (sambil duduk di kursi bersama ayahnya)
Raden Mas Adipati: “Mengapa?”
Slamet: “Sambil menunggu surat rekomendasi saya menjadi bupati dari Residen
Sitjhoff, saya ingin meluangkan waktu saya bersama adik-adik saya.”
Pak Atmo: “Tutup, tutup! Tuan putri tidak boleh keluar dari pendopo oleh Mas
Slamet.” (berteriak sambil berlari)
Kartini: “Aku mau antarkan tulisanku yang akan terbit besok ke rumah Nyonya
Ovink-Soer.”(ucap kartini di atas kereta kuda)
Pak Atmo: “biar saya yang antarkan.” (ucap Pak Atmo memaksa untuk
mengantarkan tulisannya)
(Kartini kesal dan memberikan tulisannya pada Pak Atmo, kemudian ia masuk ke
dalam rumah. Beberapa saat kemudian, Selamet keluar, membaca tulisan kartini
dan kemudian menyobek tulisannya)
5
…
Pak Atmo: “Permisi nyonya, ada titipan dari Raden Ajeng Kartini.”
Ovienk-Soer: “Danke” (menerima)
PANIK
Ovienk-Soer: “Ibu, tolong saya. Saya dikurung oleh kakak saya” (isi surat dari
kartini)
6
——————————————— ADEGAN 4 ——————————————
SENANG
Ovienk-Soer: “Selamat datang di Semarang putri-putriku” (Kartini disambut,
Kartini, roekmini, kardinah,romo,slamet)
Kartini: “Terima kasih ibu” (ucap kartini sambil tersenyum)
Ovienk Soer: “Tidak akan saya biarkan siapapun mengurung Daun Semanggi saya.”
(bisik-bisik ke Kartini) “Selamat datang di Semarang Raden Mas Adipati. Bolehkah
saya membawa putri-putri tuan bertemu Tuan Sitjhoff?” (nanya ke Raden Mas
Adipati)
Raden Mas Adipati: “Terima kasih, tentu.”
(Kartini dan keluarga bertemu Tuan Sitjhoff, lalu Tuan Sitjhoff jabat tangan
Kartini, dilanjut ke Raden Mas Adipati dan Slamet)
Tuan Sitjhoff: “Kartini, saya sudah membaca semua tulisan kamu.” (tertarik)
Slamet: “Tuan Sitjhoff, kalau ada waktu saya ingin mengobrol dengan anda.” (cari
perhatian)
Tuan Sitjhoff: “Iya iya” (Sambil beralih ke kartini, tidak menghiraukan Slamet)
“Kartini, Kartini, bagiku kamu benar-benar mutiara Jawa.” ( Slamet melirik sinis)
Kartini: “Tuan menyanjung saya terlalu tinggi.” (Kartini ngomong sambil
malu-malu)
7
…
Kartini: “Bagi saya hanya ada dua macam keningratan, keningratan fikiran (fikroh)
dan keningratan budi (akhlak). Tidak ada manusia yang lebih gila dan bodoh menurut
persepsi saya dari pada melihat orang membanggakan asal keturunannya”
(Musik) @/dzakifariwiyono
8
(Dokter Datang) SEDIH
Dokter: “Maaf, saya harus memberitahu anda bahwa tuan bupati mengalami
pendarahan di dalam otaknya. Sebaiknya beliau jangan diberi pikiran berat. Selamat
siang.”
EMOSI
Raden Ayu Moeryam: “Bupati rembang sudah mengirim surat lamaran untukmu”
Kartini: “Apakah Bupati rembang tersebut belum memiliki istri?”
Raden Ayu Moeryam: “Dia sudah memiliki 3 orang istri”
Kartini: “Apa yang harus saya syukuri dari laki-laki yang sudah memiliki 3 istri.”
Raden Ayu Moeryam: “Sudah bagus bupati yang melamarmu bukan wedana-”
(disela sama Kartini)
Kartini: “Saya tidak mau mengecewakan romo.” (pergi)
Raden Ayu Moeryam: “Kartini!” (menarik Kartini ke kamar kartini) “Kamu tidak
boleh keluar, sampai Bupati Rembang itu memboyong mu!!” (sambil menutup pintu
kencang)
KESAL
(Di kamar)
Kartini: “Bagaimana saya bisa menghormati seseorang yang sudah menikah dan
menjadi ayah yang kemudian, bila bosan pada anak-anaknya, ia dapat membawa
perempuan lain ke rumah dan mengawininya secara sah sesuai dengan hukum Islam?”
(kesal) “Dapatkah kamu membayangkan siksaan yang harus diderita seorang
perempuan jika suaminya pulang bersama perempuan lain sebagai saingannya yang
harus diakuinya sebagai istrinya yang sah?”
(lagu lathi)
(Ngasirah membantu Kartini yang sedang dikurung keluar dari kamarnya dan
pergi ke danau)
(Kartini sedih di kamar)
(Ngasirah membuka jendela kamar Kartini membantu keluar jendela)
9
Ngasirah: “Ayo…ayo” (Ngajak Kartini keluar lewat jendela dan pergi ke luar
pendopo)
10
Soelastri : “Kartini benar romo, suami saya menikah lagi. Lastri mengerti mas
Tjokrohadisosro lebih mencintai istri barunya yang lebih pintar, perempuan yang lebih
terpelajar. Lastri tidak kuat romo. Kartini benar, ni teruskan, kakakmu ini mendukung
mu ni.” (sedih sampai nangis dan kesal, dia ngomong sambil jalan)
Kartini: “Kedua, calon suamiku harus membantuku untuk membuat sekolah khusus
perempuan dan orang kurang mampu. Ketiga, aku mau Yu Ngasirah tinggal di rumah
depan dan dipanggil Mas Ajeng.”
Raden Mas Adipati: “Baiklah, kalau begitu segera tuliskan syarat mu dan kirimkan
kepada bupati rembang”
(Kemudian Kartini menuliskan syarat itu)
Kartini: “Pak Atmo… Pak Atmo…” (Pak Atmo datang menghampiri Kartini)
Pak Atmo: “Iya tuan putri, ada yang bisa saya bantu?”
Kartini: “Tolong kirimkan surat ini kepada raden aryo singgih Bupati Rembang”
Pak Atmo: “Baik tuan putri, segera saya kirimkan.”
Kartini: “Terima kasih, Pak Atmo.”
Pak Atmo: “Sama-sama, tuan putri.”
11
Kartini: “Itulah bedanya cinta yang kamu miliki dengan cinta yang ada pada diriku
Raden.”
Raden Aryo Singgih: “Aku tak mengerti maksud perkataanmu itu Kartini.”
Kartini: “Berbicara tentang cinta, dalam diri ini pun tersimpan sebuah cinta Raden.
Namun cinta yang kupunya bukanlah cinta seperti yang kamu anggap. Cinta ini
bukanlah sekedar ingin memiliki. Cinta yang kusimpan sejak lama, adalah cinta yang
tertuju pada mereka, pada kaum wanita.”
Raden Aryo Singgih: “Kartini, apa maksudmu? Aku benar-benar tak mengerti.”
Kartini: “Raden, jawablah pertanyaanku dahulu. Jika kamu memiliki cinta pada
seseorang, apa yang akan kamu lakukan untuk mendapatkannya?”
Raden Aryo Singgih: “Tentu akan aku perjuangkan cintaku, Kartini.”
Kartini: “Begitu pula cinta ini Raden, aku pun ingin memperjuangkan cintaku. Aku
ingin memerdekakan kaumku dari kebodohan. Dan untuk itu, tentunya aku pun harus
berpendidikan, Raden.”
Raden Aryo Singgih: “Kini aku mengerti, Kartini. Tapi, bagaimana dengan ayahmu?
Bukankah ia ingin agar kamu menikah? Dan akupun menginginkan agar kau menikah
denganku.”
Kartini: “Ayahku menikahkanku karna kamu yang meminangku, Raden. Ini semua
ada pada dirimu.”
Raden Aryo Singgih: “Jadi kamu ingin agar aku membatalkan pinanganku?”
Kartini: “Tentu Raden. Memang itu yang aku inginkan. Aku ingin tetap bersekolah.
Dan cara satu-satunya agar aku dapat bersekolah adalah menolak pinangan ini.”
Raden Aryo Singgih: “Lalu bagaimana dengan cintaku Kartini? Tak pantaskah aku
merasakan cinta? Ini tak adil, Kartini. biarkan aku memperjuangkan cintaku ini. Aku
berjanji akan berbicara pada ayahmu tentang keinginan mu untuk bersekolah.”
(memegang pundak Kartini, mengajaknya duduk)
Kartini: “Lalu bagaimana jika ayahku tetap melarangku untuk bersekolah?”
Raden Aryo Singgih: “Baiklah, jika ayahmu tetap melarang, aku akan tetap
mendukung cita-citamu itu. Aku akan memenuhi semua syarat yang telah kamu
berikan. Akan kudirikan sekolah sebagai tempat untukmu belajar dan mengajar.”
Kartini: “Apakah ini cukup untuk meyakinkanku, Raden?”
Raden Aryo Singgih: “Iya Kartini, kamu bisa memegang janjiku. Jika nanti aku
mengingkarinya, kamu berhak melakukan apapun yang kamu mau.”
Kartini: “Jika memang benar ucapanmu itu, akan ku percayai kata-katamu. Dan akan
kuterima pinanganmu Raden.”
Raden Aryo Singgih: “Terima kasih, Kartini.”
Kartini: “Aku yang memang harus berterima kasih atas kebaikanmu Raden. Terima
kasih.”
Raden Aryo Singgih: “Terima kasih kembali, Kartini. Aku akan pergi menemui
ayahmu sekarang juga”
12
(Raden Aryo Singgih meninggalkan Kartini)
Suara kartini: Inilah janji Kartini. Inilah cita-citanya. Memperjuangkan hak wanita
untuk mendapatkan apa yang seharusnya ia dan kaumnya dapatkan. Dan beruntunglah
kalian, para kaum wanita. Yang kini telah merasakan apa yang seharusnya didapatkan.
Gunakan dan perjuangkanlah hak kalian sebagaimana mestinya.
(Kartini nulis surat, dibacakan oleh narator, pada adegan ini hanya menunjukan
kartini yang sedang menulis artikel) HARU
13
“Dan saya menjawab, tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kami mengatakan bahwa kami
beriman kepada Allah dan kami tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi
kepada Allah dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya tentulah kami sudah memuja
orang dan bukan Allah”
KHIDMAT
Epilog (diekspresikan tanpa dialog):
● Kartini: Walau tidak berhasil melanjutkan pendidikan ke Belanda, tapi saya berhasil
buat sekolah dan menginspirasi banyak orang hingga saat ini.
● WR Supratman: Membaca buku Kartini yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah
Terang”, lalu terinspirasi buat bikin lagu. *play lagu Ibu Kita Kartini
14